Anda di halaman 1dari 9

1

Okay langsung aja, jadi setiap judulnya dikasih nomer sesuai dg bab-nya di buku tsb (total ada
9 bab).
Judul bukunya : Knowledge Management dalam konteks Organisasi Pembelajar
Pengarangnya (ya dosen gue sendiri) : Jann Hidajat (dosen paporit kita semua) wehehehe
Selamat membaca..
1. PARADIGMA BARU ERA PENGETAHUAN
Menurut Alvin Toffler, sejarah peradaban manusia dibagi menjadi tiga gelombang perubahan :
Era manual; era yang mengutamakan otot (enegi fisik).
Era mesin industri; era yang mengutamakan keterampilan bekerja dengan menggunakan
mesin (energi mesin).
Era pengetahuan; era yang mengutamakan kualitas pikiran, baik dalam bentuk kreativitas
maupun inovasi.
Di dalam era pengetahuan dibutuhkan :
Organisasi pembelajar, yaitu organisasi yang siap menghadapi zaman globalisasi yaitu
mampu menyerap muatan-muatan global ke dalam organisasinya, dan sekaligus
mengglobalkan muatan-muatan lokal sehingga dapat diterima oleh masyarakat di seluruh
dunia. Juga merupakan organisasi yang mampu berubah mengikuti tuntutan zaman.
Manusia baru; manusia yang memiliki soft skills (motivasi, keuletan, dan kemauan untuk
selalu belajar akan hal-hal yang baru) guna untuk pengembangan dirinya, manusia yang
memiliki kompetensi global, dewasa, manusia yang beretika, dan kreatif.
Perusahaan yang berumur panjang yaitu perusahaan diibaratkan sebagai makhluk hidup
dimana memiliki pikiran dan karakter, sehingga perusahaan tersebut mampu bertingkah laku
seperti entitas yang hidup. Adapun karakteristik agar suatu perusahaan dapat berumur
panjang yaitu :
Sensitif terhadap lingkungan.
Memiliki identitas / jati diri yang kuat.
Memiliki sikap toleran terhadap perbedaan dan mampu melaksanakan proses
desentralisasi kewenangan berdasarkan rasa saling percaya.
Melaksanakan manajemen investasi yang rasional.
Tahap-tahap metamorfosis organisasi :
Organisasi Mekanis
Organisasi yang menganggap manusia sebagai mesin, yang mampu hidup jika dihidupkan
dan akan mati jika dimatikan, organisasi yang hanya mampu memanfaatkan potensi
dimensi fisik manusia yang bersifat konkrit dan mekanikal, tidak mampu memanfaatkan
potensi kekuatan pikiran karyawannya.
Organisasi Biologis
Organisasi yang hanya menganggap manusia sebagai makhluk biologis, yang memiliki
kemampuan untuk bergerak dan tumbuh, hanya mengandalkan pikiran rasional dan logika.

2

Organisasi Humanis
Organisasi yang menganggap manusia secara utuh (makhluk biologis, emosional dan
spiritual).
2. MENGAPA REFORMASI BANGSA INDONESIA SANGAT LAMBAT ?
Berikut dipaparkan beberapa penyebab mengapa reformasi di Indonesia sangat lambat, yaitu:
Kehilangan kepekaan (mati rasa).
Banyak perusahaan yang merasa sangat menikmati posisinya, tidak mau berubah
menjadi perusahaan yang lebih baik, tidak menyadari adanya perubahan lingkungan
yang menuntut agar menyiapkan diri menjadi sebuah perusahaan yang mampu
bersaing di pasar global.
Implementasi kebebasan yang berlebihan.
Bangsa Indonesia belum cukup dewasa untuk menggunakan kebebasan sebagai
wahana untuk meraih prestasi terbaik. Akibatnya, reformasi yang semula dianggap
tepat untuk mewadahi kebebasan itu, tidak jelas lagi arahnya.
Rakyat yang kehilangan jati diri, kesabaran, dan kearifan.
Kemarahan rakyat terjadi karena ketidakberdayaan pemerintahan mengendalikan
krisis yang berkepanjangan. Karena tidak adanya kesabaran dan kearifan, hidup
menjadi penuh dengan ketegangan dan emosi yang meluap-luap, sehingga bangsa ini
telah kehilangan energi sosial yang sangat dibutuhkan untuk membangun bangsa ini.
Rakyat yang terobsesi oleh kejayaan masa lalu.
Rakyat masih berkeyakinan bahwa solusi atau metode yang mereka temukan dan
biasa digunakan di masa lalu adalah solusi atau metode yang masih baik dan bisa
digunakan saat ini. Manusia sesungguhnya bukan enggan untuk berubah, melainkan
manusia perlu menyadari bahwa perubahan harus menjadi tuntutan bagi dirinya
sendiri.
Terbiasa dengan pikiran jangka pendek.
Cara berpikir jangka pendek telah menghancurkan tatanan fundamental organisasi,
yang umumnya harus dibangun dengan membutuhkan waktu yang cukup lama dan
sekaligus dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan organisasi dalam jangka
panjang.
Bangsa yang masih suka membenarkan kebiasaan daripada membiasakan kebenaran.
Fenomena lambatnya suatu reformasi selain karena organisasi tersebut tidak memiliki
sumber daya (terutama teknologi dan finansial) yang cukup untuk mendongkrak
perubahan, juga dipengaruhi oleh lemahnya faktor human capital (tidak mampu
melakukan adaptasi terhadap cara berpikir).
3

Modal manusia Indonesia yang belum mencapai Critical Mass (energi masa minimal).
Untuk melakukan reformasi,kita membutuhkan sejumlah energi masa minimal yang
diperoleh dari akumulasi energi sosial yang dibangun dari akumulasi energi niat,
keyakinan serta kekuatan pikiran maupun usaha fisik manusia Indonesia.
Krisis kepemimpinan sejati.
Bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu menghantarkan dan
mengawal proses reformasi.
3. PENGETAHUAN DAN PROSES BELAJAR MANUSIA
Menurut Drucker (1992), saat ini kita sedang berada di era revolusi informasi, yaitu era
dimana pengetahuan berhasil diaplikasikan pada pengetahuan itu sendiri. Untuk menunjang
era revolusi informasi tersebut, suatu organisasi perlu memiliki pengetahuan eksplisit (know
how) dan pengetahuan tasit (know why) secara seimbang dan berkelanjutan.
Belajar merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap manusia, dimana
manusia akan mampu mempertahankan hidupnya hanya jika ia mampu belajar (berubah),
atau dengan kata lain belajar merupakan syarat untuk dapat hidup. Manusia harus mampu
memperkuat diri, mampu meningkatkan kualitas pengetahuan dan cara berfikirnya, sehingga
ia lebih mampu mempengaruhi atau bahkan mengendalikan perubahan zaman itu sendiri.
Ciri-ciri dan kemampuan manusia sebagai makhluk yang mampu belajar yaitu mahluk yang
mampu memperluas kesadaran tentang dirinya, tentang dunia sekitar, dan tentang
keterkaitan di antara keduanya, sehingga memampukan dirinya untuk meningkatkan
relevansi, inovasi, dan kualitas diri maupun produktivitas diri dalam organisasi.
Manusia merupakan makhluk yang rasional (memiliki akal budi) sekaligus makhluk spiritual.
Seorang manusia akan mampu belajar dan berubah secara mendasar jika kalbunya dilibatkan,
untuk kemudian suara kalbunya dipatuhi untuk dijadikan pedoman dalam berperilaku dan
bekerja.
Secara umum dapat dikatakan bahwa proses belajar individual pada dasarnya dapat
menyentuh dimensi pikiran dan sekaligus kalbunya. Menurut Argyris (1985), proses belajar
yang hanya menyentuh unsur pikiran disebut proses belajar secara siklus tunggal (single-loop
learning); sedangkan proses belajar individual yang melibatkan pikiran sekaligus kalbunya
disebut double-loop learning.
Di era ekonomi pengetahuan, kini dikenal dua jenis modal organisasi, yaitu modal fisik (yaitu
kekayaan fisik perusahaan yang tercatat dalam catatan keuangan perusahaan) dan modal
virtual (yaitu modal perusahaan yang bersumber dari pengetahuan pekerja, untuk
menciptakan keunggulan dalam menjalankan dan mengembangkan usaha). Perubahan suatu
organisasi selain harus dapat menyentuh unsur fisik, juga harus dapat menyentuh unsur
rohani dari manusia, khususnya unsur pikiran dan kalbu yang berperan dalam
mengendalikan kemampuan manusia untuk melaksanakan perubahan.
Untuk mewujudkan suatu perusahaan yang berumur panjang, maka perusahaan tersebut
harus melakukan perbaikan pada tiga jenis nilai tambah yang saling mempengaruhi secara
siklikal dan berkelanjutan, yaitu nilai tambah bagi pekerja, pelanggan, dan juga bagi pemilik.
4

Hanya organisasi organisasi pembelajar saja yang akan mampu mempertahankan konsistensi
pertumbuhan ketiga nilai tambah bisnis tersebut sebagai persyaratan tumbuh dan
berkembangnya organisasi.
4. MODEL BELAJAR INDIVIDUAL DAN ORGANISASIONAL
Model Belajar Individual
Pembelajaran individual merupakan proses peningkatan potensi individual karena terjadi
proses transformasi modal informasi baru menjadi kompetensi baru, akibat perluasan atau
pendalaman kompetensinya.
Proses belajar individual terjadi jika :
Anggota organisasi mengalami proses pemahaman terhadap konsep-konsep baru (know
why), yang dilanjutkan dengan meningkatnya kemampuan / pengalaman untuk
merealisasikan konsep tersebut (know how) sehingga terjadi perubahan / perbaikan nilai
tambah organisasi.
Setiap individu diberi otonomi untuk mengatur dan menetapkan pola kerjanya yang cukup
beragam dan menantang secara mandiri, ditunjang dengan sistem pelatihan untuk
membentuk karyawan berketrampilan ganda serta sistem balas jasa yang mampu
memelihara dan meningkatkan motivasi kerja mereka, menyebabkan mereka mau dan
mampu mengembangkan konsep bekerja yang lebih baik dan sekaligus melaksanakannya
sendiri, sehingga membentuk proses pembelajaran organisasi.
Model Belajar Organisasional
Organisasi pembelajar didefinisikan sebagai organisasi yang memiliki kemampuan untuk
selalu memperbaiki kinerjanya secara berkelanjutan dan siklikal, karena anggota-anggotanya
memiliki komitmen dan kompetensi individual yang mampu belajar dan berbagi pengetahuan
pada tingkat superfisial maupun subtansial.
Dilihat dari prosesnya, pembelajaran organisasi merupakan suatu proses akumulasi
pengetahuan (human capital) organisasi akibat adanya proses interaksi antara individu
belajar dengan organisasi pembelajar, atau karena dorongan lingkungan kerja yang memiliki
karakteristik yang kondusif untuk terjadinya proses pembelajaran organisasi (berbagi
pengetahuan antara para anggota organisasi), sehingga meningkatkan kualitas kehidupan
kerja organisasi.
Proses belajar organisasi terjadi melalui :
Proses interaksi di antara anggota organisasi, sehingga terjadi konversi pengetahuan tasit
menjadi eksplisit (dan sebaliknya) secara fundamental dan terus-menerus, yang
diwujudkan melalui proses eksternalisasi, internalisasi, sosialisasi, dan kombinasi (SECI).
Transformasi pengetahuan (flow of learning)
Transformasi pengetahuan terjadi melalui proses 4Is (intuisi, interpretasi, integrasi,
institusionalisasi), sebagai kerangka kerja organisasi pembelajar, yang merupakan suatu
interaksi dinamik antara belajar individu tim organisasi, melalui proses belajar maju (dari
5

belajar individual menuju belajar organisasional) dan dilanjutkan dengan proses belajar
mundur (dari belajar organisasional menuju belajar individual).
5. KNOWLEDGE MANAGEMENT DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMBELAJAR
Pengertian knowledge management :
Langkah-langkah sistematik untuk mengelola pengetahuan dalam organisasi, untuk
menciptakan nilai dan meningkatkan keunggulan kompetitif.
Proses sistematik untuk menemukan, memilih, mengorganisasikan, menyaringkan dan
menyajikan informasi dengan cara tertentu, sehingga para pekerja mampu memanfaatkan
dan meningkatkan penguasaan pengetahuan dalam suatu bidang kajian yang spesifik,
untuk kemudian menginstitusionalisasikannya menjadi pengetahuan perusahaan.
Makna knowledge management bagi perusahaan :
Menumbuhkembangkan pengetahuan organisasi, sebagai modal utama untuk
meningkatkan daya saing perusahaan.
Terbentuknya lingkungan belajar yang kondusif.
Menumbuhkembangkan pengetahuan individual di dalam organisasi, sehingga pada
akhirnya tercipta suasana berbagi pengetahuan baru untuk menjadi pengetahuan
organisasi.
Pengembangan organisasi terbagi menjadi tiga gelombang :
1985 1990: Era paradigma manajemen kualitas total.
o Merupakan tahapan Total Quality Organization.
o Organisasi memiliki komitmen untuk menghasilkan produk dengan kualitas
prima, dimana prestasi pimpinan organisasi diukur kemampuannya untuk
mencapai target zero defect.
1990 1995: Era paradigma fokus pada membangun pola berfikir.
o Organisasi tradisional mampu mentransformasikan dirinya menjadi sebuah
organisasi pembelajar terutama karena ia mampu menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif.
o Organisasi yang mulai melakukan pendekatan-pendekatan baru yang lebih
sesuai dengan tuntutan perkembangan yang ada.
o Terjadinya mekanisme umpan balik yang efektif.
1995 sekarang : Era paradigma institusionalisasi disiplin belajar.
o Tahapan World Class Organization.
o Merupakan hasil dari terjadinya proses perbaikan dan inovasi berkelanjutan
dalam organisasi pembelajar.
o Disiplin dalam hal ini berarti komitmen, fokus, dan kemampuan untuk
mempraktekkan.
o Menurut Senge (1990), ada lima disiplin belajar yang dibutuhkan oleh
organisasi pembelajar, yaitu disiplin personal mastery, disiplin berbagi visi,
disiplin mental model, disiplin pembelajaran tim, disiplin berpikir sistemik.
Tiga unsur pembentuk organisasi pembelajar yaitu proses belajar, manusia sebagai pelaksana
proses belajar, serta pengetahuan sebagai hasil proses belajar.

6

6. TIGA PILAR ORGANISASI PEMBELAJAR
Konsep tiga pilar merupakan salah satu konsep dalam konteks organisasi pembelajar yang
menjelaskan bagaimana terjadinya proses belajar dan proses transformasi pengetahuan
(kompetensi individual) dari hasil belajar individual menjadi disiplin organisasi pembelajar
(human capital) sebagai hasil belajar organisasional.
Tiga pilar yang dimaksud yaitu :
Pilar belajar individual
o Pilar ini terbentuk karena setiap manusia anggota organisasi mampu menjadi
manusia dewasa, yang mampu bekerja tanpa dipengaruhi kualitas
lingkungannya. Kedewasaan seorang manusia tergantung pada keberhasilan
proses belajar individualnya yaitu melalui proses belajar horizontal (single-loop
learning) dan proses belajar vertikal (double-loop learning), yang dilakukan
secara siklikal dan berkelanjutan.
o Proses pembelajaran inividual ini akan menghasilkan kompetensi generik
pekerja, yang dibutuhkan oleh organisasi pembelajar.
Pilar belajar organisasional
o Pilar ini pada hakekatnya berfungsi sebagai tempat untuk memfasilitasi
masyarakat yang dewasa sehingga mampu berbagi visi, berbagi model mental
dan berbagi pengetahuan untuk disinerjikan dan diinstitusionalisasikan
menjadi disiplin organisasi pembelajar, kemudian ditransformasikan
menjadihuman capital organisasi pembelajar.
o Indikasi dari keberhasilan proses belajar organisasi adalah makin luas dan
makin intensifnya mekanisme berbagi (berbagi pengetahuan, berbagi visi, atau
berbagi model mental).
Pilar belajar transformasi pengetahuan (habitat belajar)
o Pilar ini berfungsi untuk mengintegrasikan, mengkombinasikan dan
mensinerjikan pengetahuan hasil belajar individual menjadi human
capital organisasi sebagai hasil belajar organisasional.
o Pilar ini dibangun oleh lima disiplin belajar (Senge 1990) yaitu
disiplin personal mastery, disiplin berbagi visi, disiplin model mental, disiplin
pembelajaran tim, disiplin berpikir sistemik. Kualitas kelima disiplin tersebut
dapat digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan kualitas habitat belajar
suatu organisasi, dan merupakan jalur yang mampu menghantarkan
(mentransformasi) pengetahuan dari proses belajar individual menjadi belajar
organisasional.
Ketiga pilar organisasi tersebut berperan sebagai mesin pembelajar dan sekaligus media
habitat belajar dari hasil belajar individual menjadi pengetahuan organisasi, sebagai satu-
kesatuan yang utuh dan terintegrasi.
7. BANGUNAN ORGANISASI PEMBELAJAR
Konsep lainnya tentang organisasi pembelajar yaitu konsep bangunan organisasi pembelajar,
dimana konsep ini menjelaskan tentang elemen-elemen organisasi pembelajar yang
berpengaruh dalam mendukung, memfasilitasi, mempercepat atau melindungi terjadinya
proses pertumbuhan dan akumulasi disiplin organisasi pembelajar (human capital).
7

Komponen penyusun bangunan organisasi pembelajar yaitu :
1.Fondasi : rasa saling percaya dan budaya belajar.
Yang dimaksud dengan saling percaya disini adalah suatu keyakinan yang
digambarkan oleh perilaku dan kemampuan untuk membiarkan pikiran kita terbuka
atas semua fakta, meyakini akan pentingnya komunikasi dan dialog secara etikal.
Budaya belajar didefinisikan sebagai nilai-nilai atau kepercayaan yang diyakini atau
kebiasaan kerja sehari-hari, yang melandasi perilaku dan persepsi karyawan dalam
proses pertukaran dan atau kombinasi pengetahuan di antara anggota organisasi dan
mitra kerja, sehingga organisasi lebih adaptif dalam menghadapi perubahan
lingkungan.
2.Pilar pertama : keterampilan belajar.
Proses belajar membutuhkan keterampilan untuk melihat, menulis, mendengar,
menyampaikan dan merasakan, sehingga dapat menggabungkan secara seimbang
antara kecerdasan intelektual maupun emosional yang dimiliki, untuk dieksplisitkan di
lingkungan kerja.
3.Pilar kedua : fasilitas belajar.
Terdiri dari komponen informasi sistemik, struktur organisasi, dan sistem
penghargaan.
Informasi sistemik berfungsi untuk memotivasi dan memfasilitasi lancarnya proses
belajar organisasional, dengan menyediakan informasi terkini secara cepat, tepat dan
akurat, melalui ketersediaan struktur dan konfigurasi jaringan informasi di suatu
perusahaan.
Struktur organisasi didefinisikan sebagai perilaku organisasi yang dapat
mempengaruhi kualitas habitat belajar organisasi, dan efektivitas hubungan kerja
antar karyawan baik dalam organisasi maupun dengan mitra kerjanya.
Sistem penghargaan disini merupakan pengakuan formal atas prestasi kerja.
4.Atap : disiplin belajar.
Disiplin belajar berfungsi untuk melindungi komunitas organisasi dari pengaruh
negatif lingkungan internal maupun eksternal organisasi.
5.Enabler : kualitas kepemimpinan.
Pemimpin dalam konteks organisasi pembelajar, yaitu pemimpin yang dapat berperan
ganda, yaitu memiliki peran sebagai energi penguat ke semuayaitu empat dimensi /
komponen bangunan organisasi pembelajar.
8. STUDI EMPIRIK IMPLEMENTASI
KONSEP BANGUNAN ORGANISASI PEMBELAJAR
Studi empirik bertujuan untuk menguji implementasi konsep kualitas jalur
transformasi pengetahuan dan konsep organisasi pembelajar terhadap sembilan
8

perusahaan berkinerja cukup baik, yang bergerak di bidang jasa maupun manufaktur.
Studi ini dilakukan pada tahun 2001 dengan teknik pengumpulan datanya berupa
pengisian kuesioner, yang disebar kepada manajer tingkat menengah ke atas.
Analisis dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan nilai korelasi dari kelima
disiplin organisasi pembelajar (Senge 1990) yaitu disiplinpersonal mastery, disiplin
berbagi visi, disiplin model mental, disiplin pembelajaran tim, disiplin berpikir
sistemik.
Studi empirik mencoba meneliti lebih jauh untuk mengetahui faktor-faktor
penghambat terbentuknya kualitas jalur transformasi pengetahuan (habitat belajar)
yang baik. Dapat disimpulkan bahwa hambatan-hambatan yang dimaksud yaitu :
o Hambatan personal (terutama kedewasaan intelektual maupun emosional).
o Hambatan karena lemahnya dukungan relasional belajar (faktor rasa saling
percaya, budaya belajar, dan pola kepemimpinan yang kurang efektif).
o Hambatan karena lemahnya dukungan manajerial.
o Hambatan infrastruktur belajar.
Dengan memahami faktor-faktor yang menjadi penghambat tersebut, diharapkan menjadi
masukan bagi para pemimpin perubahan, sehingga dapat memfokuskan perhatiannya
pada upaya untuk meminimasi atau memperbaiki faktor-faktor dominan tersebut sejak
awal rencana operasinya.
Pembuktian lainnya yang diperoleh melalui studi empirik ini yaitu :
o Implementasi konsep organisasi pembelajar yang bijaksana jika dilakukan
secara bertahap, mulai dari skala kecil kemudian menjadibenchmark bagi unit
lainnya.
o Proses belajar organisasional harus didahului oleh proses belajar individual.
o Proses belajar individual dan organisasional akan membentuk suatu siklus
belajar yang berlangsung terus-menerus secara berkelanjutan untuk
membangun kesejahteraan bersama.
o Konsep-konsep rasa saling percaya, budaya belajar, dan kepemimpinan serta
pendekatan sistem manajemen cenderung akan efektif ketika anggota
organisasi tersebut belum dewasa.
o Masyarakat yang dinilai telah dewasa membutuhkan sistem manajemen dan
kepemimpinan yang sangat berbeda dibandingkan dengan masyarakat yang
belum dewasa.
o Variabel-variabel infrastruktur belajar berfungsi sebagai alat bantu kerja,
sehingga sifat maupun perannya harus disesuaikan dengan kondisi kedewasaan
para anggota organisasinya.
9. GETTING START
Sebelum memulai sebuah upaya untuk membangun sebuah organisasi pembelajar, sebaiknya
perlu melihat kembali prinsip-prinsip kerja untuk meraih keberhasilan akan suatu perubahan
yaitu :
Tetapkan sebuah komitmen yang menjadi sumber enerji awal untuk menciptakan
sebuah perubahan (biasanya komitmen pimpinan level atas).
Tetapkan pilot group. Mulai dari hal yang kecil, kemudian dikembangkan secara
bertahap.
Tetapkan target dan alat bantu yang tepat untuk mencapai target yang dimaksud.
9

Isukan sebuah krisis yang dapat menyadarkan para anggota, jika menemukan jalan
buntu untuk memulai sebuah perubahan.
Langkah-langkah implementasi dapat dilakukan melalui tiga tahap perubahan (Peter Senge)
yaitu :
Tahap pertama (R1)
Yaitu membangun keterampilan belajar individual untuk menghasilkanpersonal
mastery, yang memiliki kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan untuk
mengembangkan pengetahuan tasit atau eksplisit bary sehingga tercipta inovasi atau
perbaikan organisasi.
Tahap ini merupakan tahap kritis, karena membutuhkan energi yang cukup besar
untuk memulai sebuah perubahan.
Tahap kedua (R2)
Yaitu membangun kemampuan belajar tim, untuk meningkatkan efektivitas proses
berbagi pengetahuan antar anggota.
Tahap ketiga (R3)
Yaitu membangun kemampuan belajar organisasional, untuk menghasilkanhuman
capital (yang diwujudkan dalam bentuk modal intelektual, modal kredibilitas, atau
modal sosial organisasi, dan pada akhirnya menghasilkan pengetahuan eksplisit baru).
Langkah berikutnya yaitu :
o Mempersiapkan temuan-temuan pengetahuan eksplisit baru untuk
diimplementasikan.
o Melanjutkan tiga tahap proses profound change.
Pada tahap awal pilot group dapat juga dilakukan diagnosa untuk mengukur tingkat
kesiapan organisasi dalam melakukan perubahan organisasinya (dari organisasi
tradisional menuju organisasi pembelajar), dengan melakukan :
Tes kualitas habitat belajar (tes kedewasaan anggota organisasi).
Tes kesiapan berubah (dengan menggunakan kuesioner).
Jika proses belajar dan berubah telah menjadi sebuah kebiasaan, dapat diartikan bahwa
prosesnya telah berjalan secara berkelanjutan, dan dapat digunakan sebagai indikasi bahwa
para karyawan sudah mencapai taraf dewasa, dan siap menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Anda mungkin juga menyukai