Daya serap rata-rata untuk konsentrasi 20% yaitu 0,0077 cm
3
Daya serap rata-rata untuk konsentrasi 40% yaitu 0,0154 cm
3
Daya serap rata-rata untuk konsentrasi 60% yaitu 0,0231 cm
3
Daya serap rata-rata untuk konsentrasi 80% yaitu 0,0308 cm
3
Daya serap rata-rata untuk konsentrasi 100% yaitu 0,0385 cm
3
Keefektifan daya antimikroba pada ekstrak daun Lantana camara Linn.
dapat ditentukan dari selisih rata-rata zona hambat yang dihasilkan oleh
berbagai konsentrasi tersebut selama masa inkubasi 2x24 jam. Dari hasil
perhitungan didapatkan selisih rata-rata terbesar ada pada konsentrasi 60%
yaitu sebesar 0,3 cm. Sedangkan pada konsentrasi 100% terjadi penurunan
selisih rata-rata diameter zona hambar sebesar 0,3 cm.
Berdasarkan hasil pengukuran tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
keefektifan bahan anti mikroba tergantung pada konsentrasi dari bahan
tersebut dan kemampuan penyerapan oleh paper disk atau volume yang dapat
diserap oleh paper disk dan penyerapan ke medium berdasarkan
konsentrasinya . Jika seharusnya volume yang dapat diserap oleh paper disk
linier dengan semakin besarnya konsentrasi maka dalam praktikum kelopok
kami tidak didapatkan kenaikan yang linier karena ada konsentrasi yang
mengalami kenaikan diameter zona hambat yang signifikan dan ada
penurunan yang signifikan diameter zona hambat setelah ditinjau dari rata-rata
selisih zona hambat. Sehingga dapat dikatakan bahwa daya antimikroba yang
paling efektif bekerja ada pada ekstrak daun Lantana camara Linn. dengan
konsentrasi 60%. Adapun penurunan pada konsentrasi 100% itu terjadi karena
volume yang terserap tidaklah 100% sehingga zat yang juga diserap oleh
medium tidaklah banyak sehingga hasilnya tidak sesuai dengan teori. Hal itu
dapat terjadi karena kepekatan ekstrak daun Lantana camara Linn. sehingga
tidak dapat memberikan garis kenaikan yang linier. Selain itu dapat juga
dimungkinkan bakteri Staphylococcus aureus yang ditumbuhkan telah mampu
beradaptasi terhadap zat kimia yang ada dalam ekstrak sehingga bakteri dapat
tetap tumbuh dan juga ada kemungkinan keefektifan dari bahan anti mikroba
tersebut menurun karena bahan yang bekerja untuk membunuh bakteri
samakin habis. Kondisi lain juga bisa disebabkan karena senyawa yang
terlarut dalam akuades berupa campuran beberapa senyawa yang tidak
kesemuanya memiliki sifat menghambat bakteri sehingga cenderung memiliki
daya hambat yang kecil. Metode ekstraksi juga berperan penting untuk
mengeluarkan zat-zat yang bersifat antimikroba dalam Daun Tembelekan
(Lantana camara Linn.)
H. Pembahasan
Pada keseluruhan metode yang kami lakukan terjadi beberapa kesalahan
seperti penginokulasian yang kurang baik karena bakteri Staphylococcus
aureus yang diinokulasikan kurang rapat sehingga pada saat megnukur
diameter zona hambat tidak bisa valid. Hal tersebut dapat terjadi karena
kesalahan praktikan yang kurang sempurna dalam memahami prosedur
inokulasi bakteri yang harusnya bakteri Staphylococcus aureus pada cotton
bud dioleskan secara merata dengan jarak yang sempit agar proses pengukuran
zona hambat bisa valid. Namun secara keeluruhan prosedur yang kami
lakukan sudah sesuai dengan kaidah yang berlaku sehingga diperoleh hasil
yang sesuai.
Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut
dalam pelarut tertentu (Depkes RI, 2000). Pemilihan metode ekstraksi harus
mempertimbangkan berbagai keadaan, di antaranya sifat jaringan tanaman,
sifat kandungan zat aktif serta kelarutan zat yang akan diekstraksi (Harborne,
1973). Pada praktikum yang dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari
Daun Tembelekan (Lantana camara Linn.) sebagai bahan antimikroba alami
dengan mengunakan metode ekstraksi yang sederhana yaitu dengan hanya
digerus dan didihkan ternyata dapat mengeluarkan bahan antimikroba yang
terdapat pada Daun Tembelekan (Lantana camara Linn.)
Pada percobaan ini kita menggunakan modifikasi uji anti mikroba metode
Kirby-Bouer. Dalam metode ini kita memasukkan paper disc kedalam
berbagai konsentrasi larutan bahan anti mikroba. Kemudian paper disc
dimasukkan kedalam medium yang telah diinokulasi bakteri Staphylococcus
aureus. Selanjutnya diinkubasi selama 2 X 24 jam untuk mengetahui daya
antimikroba dari ekstrak daun Lantana camara Linn.
Pada Lantana camara Linn. sendiri memiliki kandungan kimia sebagai
berikut: Lantadene A (0,31-0,68%), lantadene B (0,2%), lantanolic acid, lantic
acid, humulene (mengandung minyak atsiri 0,16-0,2%) Betacaryophyllene,
gamma-terpidene, alpha-pinene, dan p-cymene (Dhani,2008). Daun
tembelekan mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tannin dan kumon
(Ganjewalle et al., 2009 : Ghisalberti et al.,2000: Nurochman, 1996 dalam
USU,2011).
Senyawa kimia pada daun Lantana camara Linn. yang dapat bekerja
sebagai bahan antimikroba yaitu minyak atsiri, alkaloid, flavonoid,
saponin,dan juga tannin.
Minyak atsiri memiliki kandungan komponen aktif yang disebut
terpenoid atau terpena. Zat inilah yang mengeluarkan aroma atau bau khas
yang terdapat pada banyak tanaman (Yuliani dan Satuhu, 2012). Minyak atsiri
bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai komponen
kimia, seperti alkohol, fenol, keton, ester, aldehida, dan terpena. Bau khas
yang ditimbulkan nya sangat tergantung dari perbandingan komponen
penyusunnya, demikian pula khasiatnya sebagai obat. Sebagai contoh, minyak
atsiri yang banyak mengandung fenol berkhasiat sebagai antiseptik.
(Gunawan, 2007 dalam USU 2011).
Minyak atsiri merupakan preparat antimikroba alami yang dapat bekerja
terhadap bakteri, virus, dan jamur yang telah dibuktikan secara ilmiah oleh
banyak peneliti (Yuliani dan Satuhu, 2012 dalam USU,2011). Minyak ini
dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri merugikan seperti
Escherichia coli, Salmonella sp, Staphylococcus aureus dan Pasteurella.
Minyak adas, lavender (Lavandula officinalis), dan eukaliptus (Eucalyptus
globulus)dapat digunakan sebagai antiseptik (Agusta, 2000).
Alkaloid yang terkandung dalam daun tembelekan dapat merangsang
kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormone ekdision.
Aktivitas antiinflamasi saponin dari berbagai tumbuhan sudah banyak
dilaporkan namun belum banyak yang diketahui tentang mekanisme
antiinflamasi yang dilakukan oleh saponin secara pasti. Saponin terdiri dari
steroid atau gugus triterpen (aglikon) yang mempunyai aksi seperti detergen.
Mekanisme antiinflamasi yang paling mungkin adalah diduga saponin mampu
berinteraksi dengan banyak membran lipid (Nutritional Therapeutics, 2003)
seperti fosfolipid yang merupakan prekursor prostaglandin dan mediator-
mediator inflamasi lainnya.
Komponen tanin berfungsi dalam menekan konsumsi makan, tingkat
pertumbuhan dan kemampuan bertahan. Tanin, kuinon, dan saponin memiliki
rasa pahit sehingga dapat menyebabkan penghambatan makan. (Yunita et.
al.,2009 dalam Anonim,2010)
Istilah flavonoida diberikan utnuk senyawa-senyawa fenol yang berasal
dari akta flavon, yaitu nama dari salah satu jenis flavonida uang terbesar
jumlahnya dalam tumbuhan. Selain itu, flavonoida yang memiliki rasa pahit
ini digunakan sebagai pertahanan dan perlindungan terhadap serangga, jamur,
dan binatang herbivore (Lenny, 2006; Stafford,2001 dalam Dhani,2008).
Flavonoida dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel sehingga
memudahkan toksin masuk ke dalam (Huang, 2004 dalam Dhani,2008).
Flavonoid berperan sebagai antioksidan, antiinflamasi, anti mikrobial,
menurunkan permeabilitas (Berkoff, 1998). Peran anti mikroba terjadi melalui
mekanisme hambatan sintesa asam nukleat (DNA) bakteri, yang berakibat
kematian bakteri tersebut. Aktivitas antimikroba flavonoid kemungkinan juga
terjadi karena kemampuan flavonoid untuk membentuk kompleks dengan
dinding sel bakteri (Cowan, 1999) dalam Soemarno (2009). Tanin juga
menjadi penyerap racun dan dapat menggumpulkan protein essensial bakteri
(Yuniarti, 1991) dalam Soemarno (2009). Tanin diduga mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara menginaktivasi adhesion enzim, envelope
cell protein transport dan berikatan dengan polisakarida dari mikroba
(Mateljan, 2007) dalam Soemaerno (2009).
Jadi, bahan antimikroba alami dari ekstrak Daun Lantana camara Linn
termasuk dalam senyawa antimikroba yang bersifat membunuh bakteri
(Bacteriosida).
Berdasarkan daya kerjanya, senyawa antimikroba dibagi menjadi dua sifat,
yaitu :
a. Bakteriostatik adalah zat yang hanya bersifat menghambat pertumbuhan
bakteri dengan tidak membunuhnya.
b. Bakteriosida adalah zat yang dapat membunuh bakteri (Dwidjoseputro, 2005).
Namun jika dihubungkan hasil analisis data didapatkan data diameter zona
hambat yang kecil jika dibandingkan dengan diameter zona hambat uji
antimikroba bahan kimia. Jadi dapat disimpulkan bahwa bahan alami kurang
efektif dalam penghambatan pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus
aureus. Hal itu bisa disebabkan karena kandungan bahan kimia yang ada pada
daun Lantana camara Linn. sangat kecil sehingga dibutuhkan bahan alami
dengan jumlah banyak untuk menghasilkan hasil yang efektif. Hal itu juga
berhubungan dengan senyawa yang terlarut dalam akuades berupa campuran
beberapa senyawa yang tidak kesemuanya memiliki sifat menghambat bakteri
sehingga cenderung memiliki daya hambat yang kecil.
Penurunan hasil pada konsentrasi 100% bisa disebabkan karena terlalu
pekatnya larutan sehingga paper disk yang telah menyerap larutan tidak dapat
menyalurkannya ke medium 100% sehingga hanya bagian tersebut saja yang
tidak ditumbuhi mikroba dan tidak menyerap ke bagian lain medium.
I. Kesimpulan
1. Bahan antimikroba pada daun tembelekan (Lantana camara Linn.) cukup
efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Stapylococcus aureus.
2. Prosedur dan metode ekstraksi berpengaruh dalam pengeluaran bahan
kimia sebagai bahan antimikroba.
3. Bahan antimikroba yang terkandung dalam Daun Tembelekan (Lantana
camara Linn.) adalah senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, minyak atsiri,
dan sapponin.
J. Saran
1. Sebaiknya dalam pengujian bahan antimikroba alami, lebih diperhatikan
metode ekstraksi yang akan digunakan karena akan berpengaruh terhadap
hasil akhir dari penelitian tersebut.
2. Dalam melakukan praktikum sebaikya kebersihan serta tidak lupa untuk
sterilisasi alat-alat agar tidak terjadi kontaminasi.
K. Daftar Pustaka
Agusta, Andria. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung :
ITB Press
Anonim.2012. Uji Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotika Menggunkan
Metode Difusi (Online)
(http://bismillahdodbest.wordpress.com/2012/03/26/uji-resistensi-
bakteri-terhadap-antibiotika-menggunakan-metode-difusi/) diakses 9
April 2012
Baker KF, RJ Cook. 1974. Biological Control of Plant Pathogens. San
Francisco: WH. Freeman.
Berkoff, Nancy. 1998. Focus on Flavonoid. (online),
(http://www.Healthwell.Com/breakthrough/sep98/flavonoid.cfm),
diakses tanggal 12 April 2014.
Brady, James E . 2000. Kimia Universitas Asas dan Struktur.,Jakarta :
Binarupa Aksara.
Depkes RI. 2005. Rencana Strategi Lingkungan Sehat. (online),
(www.depkes.go.id) diakses tanggal 9 April 2014
Dhani.2008. Flavonoida. (online)
(http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/mikro_upload.pdf)
diakses tanggal 9 April 2014
Dwidjoseputo, D. 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Dwidjoseputo, D. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Entjang, I. 2001. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi
Keperawatan. Bandung : Citra Aditya Bakti
Gould, D. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Cetakan I. Jakarta :
EGC
Haryanto.2009.Bunga Tembelekan. (online) (http://inspirasi-
manfaat.blogspot.com/2013/02/tanaman-obat-tembelekan.html)
diakses tanggal 9 April 2014
ITS,2010. (online) (http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17615-
Chapter1-747566.pdf
Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.
Jakarta : Salemba Medika
Lutfi,Ahmad. 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasional
Pelczar, M.J dan E.C.S Chan. 2005.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI
Press.
Schlegel, Hans G.1993. General Microbiology. England: Cambridge
University Press
Soemarno, dkk. 2009. Uji Potensi Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea
indica Less. )sebagai Antimikroba terhadap Bakteri Escherichia coli
secara in vitro. (online),
(http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kedokteran/andreas%20
rendra%20_0710710046_.pdf), diakses taggal 12 April 2014.
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994. Mikrobiologi
Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara
USDA, 2006.Key to Soil Taxonomy Tenth Edition. Virginia.: SMSS.
USU.2011. Lantana camara Linn. (online)
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17181/4/Chapter%20
II.pdf ) diakses tanggal 9 April 2014
Verma et al. (2007). Teaching Medical Microbiology Workshop. (online)
(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17615-Paper-
pdf.pdf) diakses tanggal 9 April 2014
Waluyo,L.2009. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press