Anda di halaman 1dari 25

1

BAB II
PEMBAHASAN

A. Askep Gadar Gigitan Ular

1. Definisi
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.

2. Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat pada 3 famili ular yang
berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat
menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa
yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota
badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi
dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular yang telah diketahui
ada 2 macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringanjaringan sel
saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringanjaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-
biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan
2

saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular
keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limpa.

3. Macam- macam ular:
Ular ada yang berbisa, namun lebih banyak yang tidak. Tidak perlu
terlalu khawatir bila bertemu ular. Gigitan ular berbahaya bila ularnya
tergolong jenis berbisa. Dari ratusan jenis ular yang diketahui, hanya sedikit
sekali yang berbisa.Dari antara yang berbisa, kebanyakan bisanya tidak
cukup berbahaya bagi manusia.Lagipula, umumnya ular pergi menghindar
bila bertemu manusia. Beberapa ular, dengan pengecualian khusus pada
king kobra (Ophiophagus hannah) atau mamba hitam (Dendroaspis
polylepis), berlaku agresif terhadap manusia tanpa provokasi.
Terdapat dua famili utama ular berbisa yang berbahaya bagi manusia.
Pertama, famili Elapidae, termasuk di dalamnya kobra (Naja spp.) di Asia dan
Afrika; Mamba (Dendroaspis) di Afrika; Krait (Bungarus) di Asia; Ular Koral
(Micrurus) di Amerika; dan Elapid Australia, yang meliputi coastal taipan
(Oxgyuranusscutellatus), tiger snake (Notechis), king brown snake
(Pseudechisaustralis), dan death adder (Acanthophis). Ular laut yang sangat
berbisa berhubungan dekat dengan elapid Australia. Kedua, famili Viperidae,
termasuk rattlesnake atau ular derik (Crotalus) (Western diamondback
rattlesnake dan timber rattlesnake), moccasin (Agkistrodon), dan lance-
headed viper (Bothrops) di Amerika; the saw-scaled viper (Echis) di Asia dan
Afrika; the Russells viper (Daboia russellii) di Asia; dan the puff adder (Bitis
arietans) dan Gaboon viper (Bitis gabonica) di Afrika. Spesies terbesar yang
memiliki distribusi terluas dengan bermacam-macam famili, Colubridae,
kurang berbisa dan kurang berbahaya bagi manusia. Namun, beberapa
spesiesnya termasuk boomslang (Dispholidus typus), twig snake
(Thelotornis), the Japanese garter snake (Rhabdophis tigrinus), dan brown
tree snake (Boiga irregularis), dapat berbahaya. Anggota lain dari famili ini,
termasuk American garter snake, kingsnake, rat snake, dan racer, tidak
berbahaya bagi manusia.
Di Indonesia, ular-ular primitif, seperti ular kawat (Rhamphotyphlops
braminus), ular karung (Acrochordus javanicus), ular kepala dua
3

(Cylindrophis ruffus), dan ular sanca (Phyton spp.), tidak berbisa. Ular-ular
yang berbisa kebanyakan termasuk suku Colubridae; akan tetapi bisanya
umumnya lemah saja. Ular-ular yang berbisa kuat di Indonesia biasanya
termasuk ke dalam salah satu suku ular berikut: Elapidae (ular sendok
(kobra), ular belang, ular cabai, dll.), Hydrophiidae (ular-ular laut), dan
Viperidae (ular tanah, ular bangkai laut, ular bandotan)
Adapun terdapat macam-macam gigi ular berbisa, diantaranya:
a. Aglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa. Contoh ular
pytondan ular sawah
b. Phistoglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa dibelakang.
Contoh ular cincin mas, ular pucuk atau ular daun.
c. Protheroglipha adalah ular yang mempunyai gigi bisa didepan yang
efektif utuk menyalurkan bias. Contoh elapidae dan hidropidae.

4. Patofisiologi
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah
mata.Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di
rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake
(ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang
berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan
ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas yang dikeluarkan
mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang
akan dikeluarkan.
Ular koral memiliki mulut yang lebih kecil dan gigi taring yang lebih
pendek.Hal ini menyebabkan mereka memiliki lebih sedikit kesempatan
untuk menyuntikan bisa dibanding dengan jenis crotalid, dan mereka
menggigit lebih dekat dan lebih mirip mengunyah daripada menyerang
seperti dikenal pada ular jenis viper.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah
untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya.Sebagian besar
bisa terdiri dari air.Protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan
destruktifnya. Bisa ular terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A,
hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease,
4

fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi
jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis, atau
pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis.Protease, kolagenase,
dan arginin ester hydrolase telah diidentifikasi pada bisa ular viper.
Neurotoxin merupakan mayoritas bisa pada ular koral. Detail spesifik
diketahui beberapa enzim seperti berikut ini:
a. Hyaluronidase memungkinkan bisa dapat cepat menyebar melalui
jaringan subkutan dengan merusak mukopolisakarida;
b. Phospholipase a2 memainkan peranan penting pada hemolisis
sekunder dari efek esterolitik pada membran eritrosit dan
menyebabkan nekrosis otot; dan
c. enzim trombogenik menyebabkan terbentuknya bekuan fibrin yang
lemah, dimana, pada waktunya mengaktivasi plasmin dan
menyebabkan koagulopati konsumtif dan konsekuensi hemoragiknya.
Konsentrasi enzim bervariasi di antara spesies, karena itu
menyebabkan perbedaan envenomasi.Gigitan copperhead secara umum
terbatas pada destruksi jaringan lokal.Rattlesnake dapat menyisakan luka
yang hebat dan menyebabkan toksisitas sistemik.Ular koral mungkin
meninggalkan luka kecil yang kemudian dapat muncul kegagalan bernafas
dengan tipe blokade neuromuscular sistemik. Efek lokal dari bisa berfungsi
sebagai pengingat akan potensi kerusakan sistemik dari fungsi system
organ. Salah satu efek adalah perdarahan; koagulopati bukanlah hal yang
aneh pada envenomasi yang hebat. Efek lain, edema lokal, meningkatkan
kebocoran kapiler dan cairan interstisial di paru. Mekanisme pulmonal dapat
terpengaruh secara signifikan.Efek terakhir, kematian sel lokal, meningkatkan
konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan
membutuhkan peningkatan ventilasi per menit. Efek-efek blokade
neuromuskuler berakibat pada lemahnya ekskursi diafragmatik. Gagal
jantung merupakan akibat dari hipotensi dan asidosis. Myonekrosis
meningkatkan kejadian kerusakan adrenal myoglobinuria.
Variasi derajat toksisitas juga membuat bisa ular dapat berguna untuk
membunuh mangsa.Selama envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa
atau racun), bisa ular smelewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju
5

taring ular, dan akhirnya menuju mangsanya.Bisa ular merupakan kombinasi
berbagai substansi dengan efek yang bervariasi. Dalam istilah sederhana,
protein-protein ini dapat dibagi menjadi 4 kategori :
a. Cytotoxin menyebabkan kerusakan jaringan lokal.
b. Hemotoxin, bisa yang menghancurkan eritrosit, atau mempengaruhi
kemampuan darah untuk berkoagulasi, menyebabkan perdarahan
internal.
c. Neurotoxin menyerang sistem syaraf, menyebabkan paralisis
transmisi saraf ke otot dan pada kasus terburuk paralisis melibatkan
otot-otot menelan dan pernafasan.
d. Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah
pada kegagalan sirkulasi dan syok.
Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang
luas dan hemolisis. Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri yang hebat
yang tidak sebanding dengan besar luka, udem, eritema, petekie, ekimosis,
bula, dan tenda nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di peritoneum
atau pericardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung
pada otot jantung. Ular berbisa yang terkenal di Indonesia adalah ular kobra
dan ular welang yang bisanya bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda yang
timbul akibat bisa jenis ini adalah rasa kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan
muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal, dan sesak
nafas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot
pernafasan. Solenoglypha adalah ular yang mempunyai gigi bias didepan
nan dapat di lipat. Contoh crotalidae dan viperidae.
Gigitan ular dapat terjadi pada setiap bagian tubuh, tetapi biasanya
dicatat pada ekstremitas. Pit viper menggigit dengan hasil envenomation
sakit segera dan edema dalam waktu 10-20 menit. Gejala lain termasuk
demam, ekimosis, lecet, dan nekrosis lokal, serta mual, muntah, diare, rasa
logam atau karet, takikardia, hipotensi, dan shock. Neurotoxions
menyebabkan mati rasa saya, kesemutan, fasikulasi, konvulsi, dysphasia,
sesekali, kelumpuhan, gangguan pernapasan, koma, dan kematian. Pit viper
gigitan juga dapat mengganggu koagulasi dan menyebabkan perdarahan
internal.
6

5. Manifestasi Klinis
a. Elapidae
Sifat bisa ular ini bersifat neurotoksik sehingga akan berakibat pada saraf
perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralisis otot lurik.
Tanda dan gejala :
1) Kesakitan pada tempat gigitan dalam setengah jam
2) Bagian gigitan membengkak selepas 1 jam.
3) Lemah badan
4) Pengelueran air liur yang berlebihan
5) Mengantuk
6) Lumpuh pada otot muka,bibir,lidah,dan saluran pernapasan
7) Tekanan darah menurun
8) Hipotensi
9) Sakit pada bagian perut
10) Gangguan pernafasan`
b. Viperidae
Sifat bisa ini bersifat haemotoksik yang berakibat haemolitik dengan zat
antara fosfolipase dan enzim atau menyebabkan koagulasi dengan
mengaktifkan protombin. Pendarahan itu sendiri sebagai akibat dari
lisisnya sel darah merah karena toksin.
Tanda dan gejala :
1) Sangat sakit pada daerah gigitandalam waktu 5 menit.
2) Bekas gigitan akan membengkak dan perubahan warna akan terjadi
pada kulit
3) Perdarahan yang tidak berhenti pada daerah gigitan.
4) Perdarahan gusi, usus, dan saluran kencing.
5) Darah tidak membeku
6) Keracunan berat dapat menebabkn lutut dan lengan membengkak
dalam waktu 2 jam disertai perdarahan.
c. Hydropidae
Sifat bisa ini bersifat myotoksik yang berakibat rhabdomyolisis yang
sering berhubungan dengan homeotoksin. Myogolbulin uria yang
7

menyebabkan kerusakan ginjal dan hyperkalemia akibatkerusakan sel-sel
otot.
Tanda dan gejala :
1) Kesakitan pada otot-otot
2) Kesukaran untuk menggerakan kaki dan tangan
3) Akan merasa kesakitan setelah 1-2 jam
4) Urin akan merubah menjadi merah gelap
Coral ular gigitan biasanya memiliki reaksi tertunda sampai beberapa
jam, dan dapat berakibat sangat sedikit atau tidak ada nyeri jaringan, edema,
atau nekrosis. Suatu racun neurotoksik menghasilkan parestesia,
kelemahan, mual, muntah, disfagia, air liur berlebihan, penglihatan kabur,
gangguan pernapasan dan kegagalan, kehilangan koordinasi otot,
kelumpuhan, refleks abnormal, shock, kolaps kardiovaskuler, dan kematian.
Gigitan ular karang juga dapat mengakibatkan masalah koagulopati.


6. Penatalaksanaan
a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman
kerumah sakit. Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam,
satu-satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan
pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika
envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik
dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah
gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu
usungan, merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan,
pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan
dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan
laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah
dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung
trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan
elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
8

c. Derajat envenomasi harus dinilai, dan observasi 6 jam untuk menghindari
penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani
syok jika ada.
e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya
bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan
kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak.
Pengobatan gigitan ular melibatkan administrasi antivenin setelah dosis uji
sensitivitas serum kuda dilakukan. Jika sensitivitas ini hadir,
diphenhydramine dapat diberikan sebelum antivenin tersebut.
Pembengkakan mungkin memerlukan intervensi bedah untuk mengurangi
tekanan dan mencegah kerusakan pembuluh darah lebih lanjut, dan
komplikasi berikutnya biasanya berhubungan dengan infeksi sekunder, gagal
ginjal, koagulasi intravaskular diseminata, atau gangrene.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium :
1) Penghitungan jumlah sel-sel darah
2) Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time.
3) Fibrinogen dan produk-produk pemisahan darah
4) Tipe dan jenis golongan darah
5) Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin
6) Urinalisis untuk myoglobinuria
7) Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik
b. Pemeriksaan penujang lainnya:
1) Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoner
2) Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

8. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
9

c. Kematian
d. Gagal napas


9. Konsep Asuhan Keperawatan

PRINSIP-PRINSIP PENOLONGAN SECARA UMUM
a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa
1) Memasang tornikuet
2) Imobilisasi penderita
b. Menetralkan bisa
Transportasi cepat ke tempat pemberian anti bisa
c. Mengobati komplikasi

PRYMERY SURVEY :
a. A (AIRWAY)
Pada airway perlu diketahui bahwa salah satu sifat dari bisa ular adalah
neurotoksik. Dimana akan berakibat pada saraf perifer atau sentral,
sehingga terjadi paralise otot-lurik. Lumpuh pada otot muka, bibir, lidah,
dan saluran pernapasan, gangguan pernafasan, kardiovaskuler
terganggu dan penurunan kesadaran.
Diagnosa :
Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan spasme pada
saluran pernapasan (laringospasme, broncospasme).
Intervensi :
1) Jangan panik
2) Kaji tingkat kesadaran pasien dengan memanggil nama dan
memberikan sentuhan
3) Imobilisasikan pasien
4) Pastikan kepatenan jalan napas
Membuka jalan napas dengan tekik jawthrust, headtill dan
chinlift.
5) Lakukan intubasi
10

6) Kaji tanda-tanda hipoksia.

b. B (BREATHING)
Pada breathing akan terjadi gangguan pernapasan karena pada bias ular
akan berdampak pada kelumpuhan otot-otot saluran pernapasan
sehingga pola pernapasan pasien terganggu.
Diagnosa :
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot-
otot saluran pernapasan
Intervensi :
1) Kaji frekuensi pernapasan
2) Berikan O
2
tingkat tinggi
3) Auskultasi pada daerah dada untuk mndengar suara napas
4) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan
5) Panggil pertolongan lebih lanjut.

c. C (CIRCULATION)
Pada sirculation terjadi perdarahan akibat sifat bisa ular yang bersifat
haemolytik. Dimana zat dan enzim yang toksik dihasilkan bisa akan
menyebabkan lisis pada sel darah merah sehingga terjadi perdarahan.
Ditandai dengan luka patukan terus berdarah, haematom, hematuria,
hematemesis dan gagal ginjal, perdarahan addome, hipotensi.
Diagnosa :
Perubahan volume cairan dalam pembuluh darah berhubungan
dengan perdarahan
Intervensi :
1) Kaji tekanan darah dan nadi pasien
2) Tekan pada daerah luka atau pasang tornikuet
3) Imobilisasi pasien
4) Kenali ular yang menggigit
5) Kaji perdarahn menyangkut jumlah darah
6) Berikan obat anti koagulan

11

d. D (DISABILITY)
Pada pasien dengan gigitan ular resiko terjadinya syok sampe
penurunan kesadaran. Ini diakibatkan kelupuhan otot pernapasan
dimana pasien akan mengalami henti napas.
Selain itu juga disebabkan oleh perdarahan akibat lisis pada eritrosit.

e. E (EXPOSURE)
Pada pasien ini terjadi pembengkakan pada daerah gigitan dan
kemerahan sampai dengan perubahan warana kulit.

SECONDERY SURVEY
a. Bawakan pasien ke tempat pelayanan kesehatan.
b. Bila ragu pantau gejala keracunan
c. Pasang infus
d. Berikan adrenalin 0,5 mg dan hidrokortison 100 mg IV
Apabila terjadi laringo spasme dan bronkospaspe

10. Evaluasi
Pada evaluasi ini sangat diperhatikan adalah
a. Perdarahan
b. Penurunan kesadaran
c. Gangguan pernapasan
d. Dan peradangan pada daerah gigitan










12

B. Askep Gadar Gigitan Anjing

1. Definisi
a. Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan
suatu penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan dari gigitan hewan penular
rabies. Hewan yang rentan dengan virus rabies ini adalah hewan
berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat pada bangsa
kucing, anjing, kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya.
b. Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya
dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selau
berakhir dengan kematian.

2. Etiologi
Adapun penyebab dari rabies adalah :
a. Virus rabies.
b. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman
yang terdapat dalam air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah
dan menginfeksi tubuh manusia
c. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika
air liur hewan yang terinfeksi mengenai selaput lendir seseorang
seperti kelopak mata atau mulut atau kontak melalui kulit yang
terbuka

3. Patofisiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur
hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya
atau manusia melaui gigitan dan kadang melalui jilatan. Secara patogenesis,
setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2 minggu virus akan tetap
tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Setelah masuk ke dalam tubuh,
virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh
13

melalui pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini
memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang menunjukkan jarak
virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat. Amplifikasi
terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan
memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan
sudah tidak berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan
mortalitas 100 %. Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan
memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron, terutama
mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus,
dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron neuron sentral,
virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada
serabut saraf volunter maupun otonom.
Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan
organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah.
Khusus mengenai infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa sistem
limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan sikap
emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien
akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat
gigitan hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak
dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat
berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka. Virus juga dapat masuk melalui
selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus,
alat genitalia eksterna. Penularan melalui makanan belum pernah
dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang ditemukan pada
manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi melalui inhalasi ini.

4. Manifestasi Klinis
a. Gejala penyakit pada hewan dikenal dalam 3 bentuk :
1) Bentuk ganas (Furious Rabies)
Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah
tanda-tanda terlihat.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
14

a) Hewan menjadi penakut atau menjadi galak
b) Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan
menyendiri tetapi dapat menjadi agresif
c) Tidak menurut perintah majikannya
d) Nafsu makan hilang
e) Air liur meleleh tak terkendali
f) Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan
memakan barang, benda-benda asing seperti batu, kayu dsb.
g) Menyerang dan menggigit barabg bergerak apa saja yang
dijumpai
h) Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan
i) Ekor diantara 2 (dua)paha
2) Bentuk diam (Dumb Rabies)
Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
a) Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk
b) Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak
terlihat
c) Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka
d) Air liur keluar terus menerus (berlebihan)
e) Mati
3) Bentuk Asystomatis
a) Hewan tidak menunjukan gejala sakit
b) Hewan tiba-tiba mati
b. Gejala Rabies Pada Manusia:
1) Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu
makan menurun, badan terasa lemah, mual, muntah dan perasaan
yang abnormal pada daerah sekitar gigitan (rasa panas, nyeri
berdenyut)
2) Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara,
dan suara
3) Air liur dan air mata keluar berlebihan
4) Pupil mata membesar
15

5) Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
6) Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya
meninggal dunia.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) GDA :
a) Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
b) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit : K, Na
d) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e) Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
f) Natrium ( N 135 144 meq/dl
b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya:
1) Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan
jenis dan fokus dari kejang.
2) Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3) Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna
untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang tidak jelas terlihat
bila menggunakan pemindaian CT
4) Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.

6. Penatalaksanaan :
16

Penanganan terhadap orang yang digigit hewan: Yang pertama dan
paling penting adalah penanganan luka gigitan untuk mengurangi atau
mematikan virus rabies yang masuk lewat luka gigitan. Cara yang efektif
adalah dengan membersihkan luka dengan sabun atau detergen selama 10 -
15 menit kemudian cuci luka dengan air (sebaiknya air mengalir) . Lalu
keringkan dengan kain dan beri antiseptik seperti betadine atau alkohol 70%.
Segera bawa ke pusat pelayanan kesehatan. Di pusat pelayanan kesehatan,
pencucian luka akan kembali dilakukan. Biasanya memakai larutan perhidrol
3% (H2O2) yang dicampur dengan betadine kemudian dibilas dengan larutan
fisiologis macam NaCl 0,9%. Luka gigitan sebaiknya tidak dijahit. Bila
diperlukan jahitan, dilakukan setelah pemberian infiltrasi lokal antiserum,
jahitan tidak boleh terlalu erat (longgar) dan tidak menghalangi pendarahan
dan drainase.
Kemudian pencegahan berikutnya adalah proteksi imunologi dengan
pemberian vaksin anti rabies (VAR) terutama pada kasus yang memiliki
resiko untuk tertular rabies. Vaksin diberikan sebanyak 4 kali yaitu hari ke-0
(2 kali pemberian sekaligus), lalu hari ke-7 dan hari ke-21. Dosisnya 0,5 ml
baik pada anak-anak maupun dewasa. Pada luka yang lebih berat dimana
terdapat lebih dari satu gigitan dan dalam sebaiknya dikombinasi dengan
pemberian serum anti rabies (SAR) yang disuntikkan di sekitar luka
sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan intra muskuler.
Selain itu harus dipertimbangkan pemberian vaksin anti tetanus, antibiotika
untuk pencegahan infeksi dan pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
Penanganan terhadap hewan yang menggigit. Anjing dan kucing yang
menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita rabies.
Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut :
a. Bila hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya, maka
hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan
setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila hasil observasi negatif
rabies maka hewan tersebut harus mendapat vaksinasi rabies sebelum
diserahkan kembali kepada pemiliknya.
b. Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya)
maka hewan tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan diserahkan
17

kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi dan setelah masa
observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara
oleh orang yang berkenan, setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi rabies.
c. Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh,
maka kepala hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke
Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus
diawasi.

7. Konsep Asuhan Keperawatan:
PRIMARY SURVEY
a. Airway (jalan nafas)
Pada airway yang perlu diperhatikan adalah memperthankan kepatenan
jalan napas, memperhatikan suara nafas, atau apakah ada retraksi otot
pernapasan. Pada kasus gigitan binatang (rabies) ditemukan kekakuan
otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar
biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang
mengatur proses menelan dan pernafasan.
1) Diagnosa Keperawatan:
Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas b/d kekakuan otot
kerongkongan, gangguan daerah otak yang mengatur proses
menelan dan pernafasan.
a) Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan
untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
b) Observasi keadaaan umum pasien
R/ mengetahui tingkat kesadaran pasien sehubungan dengan
kepatenan jalan napas pasien.
c) Kaji atau pantau pernapasan klien
R/ Mengetahui frekuensi pernapasan klien sebagai indikasi dasar
gangguan pernapasan.
d) Berikan posisi yang nyaman misalnya posisi semi fowler
18

R/ posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru lebih
maksimal.
e) Brikan terapi O2 sesuai kebutuhan pasien
R/ memenuhi asupan oksigen yang adekuat pada pasien.
f) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut
pasien.
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui
adanya penumpukan secret.
b. Breathing
Walaupun terkadang jalan nafas dapat ditangani tapi belum tentu pola
nafasnya sudah teratur. Lihat pergerakan dada klien dan lakukan
auskultasi untuk mendengarkan suara nafas klien. Pada kasus ini dapat
terjadi gagal nafas yang disebabkan oleh kontraksi otot hebat otot-otot
penafasan atau keterlibatan pusat pernafasan.
Diagnosa : Ketidakefektifan pola napas b/d kekakuan otot
pernapasan/otot tenggorokan
Intervensi :
1) Observasi warna kulit,membran mukoasa dan kuku,catat adanya
sianosis
R/ perubahan warna kulit dan membrane mukosa menandakan
terjadinya kekurangan oksigen
2) Pertahankan istirahat tidur
R/ mencegah kelelahan dan menurunkan kebutuhan oksigen untuk
kemudahan perbaikan infeksi.
3) Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
4) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung
pasien serta pipi ke mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
5) Kaji frekwensi dan kedalaman pernafasan pasien
19

R/ Frekwensi dan kedalaman pernafasan menunjukkan usaha klien
dalam memenuhi kebutuhan oksigenasinya.
6) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
R/ mengetahui adanya bunyi nafas tambahan

c. Circulation
Pada kasus ini terjadi disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi,
hipotensi, aritmia, takikardi dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun
generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia.
Diagnosa keperawatan:
Penurunan curah jantung b/d aritmia
Intervensi:
1) Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna
dan kehangatan kulit.
R/ Penurunan curah jantung dapat menunjukan menurunnya nadi
perifer. Pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung.
2) Berikan posisi terlentang, bila tekanan darah dalam rentang lebih
rendah dari biasanya.
R/ memudahkan sirkulasi darah ke jantung.
3) pantau tanda tanda vital (nadi, warna kulit) dengan menyentuh nadi
jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
4) pantau tanda-tanda syok
R/memantau penemuan tanda syok secara dini dapat menjadi dasar
untuk melakukan tindakan secara cepat dan tepat,
5) kolaborasi dalam pemberian cairan parienteral
R/ memenuhi kebutuhan cairan klien
6) Kolaborasi dalam pemberian antikoagulan untuk mencegah
pembentukan thrombus.
R/ antikoagulan mencegah terjadinya pembekuan darah akibat
adekuatnya curah jantung

20

SECONDARY SURVEY
a. Observasi TTV secara continue
b. Lakukan pemeriksaan EKG dan EEG
c. lanjutkan pemberian vaksinasi dan serum anti rabies
d. pantau kesadaran pasien apakah pasien masih sadar penuh atau pasien
jatuh pada fase coma terutama pantau pernafasannya.
e. Pantau ingkah laku atau mental pasien

8. Evaluasi
a. Menunjukkan status sirkulasi,neurologis,perfusi jaringan perifer yang
adekuat
b. Curah jantung memadai
c. Pola nafas efektif
d. Syok hipovolemik tidak terjadi
e. Rasa nyeri diminimalkan


21

C. Askep Gadar Gigitan Serangga
Korban oleh serangga biasanya ringan dan tidak banyak bahayanya.
Dasar timbulnya reaksi dari penderita adalah suatu reaksi alergi. Reaksi ini
bermacam-macam dan sangat bergantung pada individu. Bukan saja biasanya
tetapi komponen serangga itu sendiri bersifat allergen. Kematian disebabkan
reaksi anafilaksis dan timbul biasanya akibat sengatan.

1. Manifestasi klinis:
Dari bentuk urtikaria eksterna sampai reaksi alergi kronis yang muncul hebat dengan
reaksi anafilaksis dan didahului oleh reaksi setempat berupa kemerahan, bengkak,
rasa terbakar kemudian mual, muntah, dan kesadaran menurun.

Serangga yang menyengat:
Semut, tawon, kalajengking, laba-laba. Letak sengat di semen terakhir dari bagian
perut.
Sifat biasanya adalah sebagai berikut:
1. Warna jernih seperti air
2. Larut dalam air dan asam
3. Tidak dapat larut dalam alcohol
4. Rasa tajam
5. Neurotoksik, perdarahan, dan hemolitik
6. Mengandung unsur-unsur hiphoridae, fosfolise A dan histamine

Reaksi hebat yang terjadi bukan karena bisanya, tetapi reaksi sensitivitas terhadap
protein asing. Terapi yang dianjurkan :
1. Berantas anafilaksis dengan epinefrin secara intramuscular (IM)/ subkutan
(SC)
2. Lanjutkan dengan simpatomatik
3. Infuse
4. Antihistamin dan kortikosteroid selanjutnya imunisasi dengan antigen

A. Sengatan tawon:
22

Pada orang yang tidak sensitive hanya mengeluh sakit setempat, bengkak,
kemerahan.
Berat reaksi:
1. Reaksi ringan: urtikaria, malaise, gelisah
2. Reaksi sedang: edema anasarka, sesak nafas, wheezing, nyeri perut, mual,
muntah
3. Reaksi berat: reaksi sedang diikuti sesak hebat, disfagia, suara serak, pelo,
tidak sadar
Pertolongan Pertama:
1. Kompres es
2. Berikan krem yang mengandung soda di sekitar sengatan

B. Gigitan: kutu busuk, lalat, nyamuk:
Reaksi berupa kemerahan, edema, rasa gatal. Pada reaksi-reaksi hebat berupa
edema yang menyeluruh. Tidak disebabkan bisa, tetapi saliva yang mengandung
hyaluronidase dan histamine.
Terapi:
1. Antihistamin
2. Analgesic lokal
3. Krem antihistamin
Gesekan atau sentuhan:
1. Ulat-ulat
2. Bulunya bersifat allergen sekaligus terdapat bisa
3. Kadang-kadang disebarkan tertiup angin
Manifestasi Klinis:
Berupa gatal dan kemerahan. Yang berat berupa syok sebagai reaksi
Pengobatan:
Antihistamin lokal dan parenteral

C. Binatang-binatang laut
1. Ubur-ubur
Dengan tentakel yang ditembakan biasanya hanya menyebabkan gatal dan
edema lokal, hiperemis. Reaksi anafilaksis terjadi bila jumlah serangan
23

banyak, berupa oksilasi tekanan darah, kegagalan pernafasan dan
kardiovaskuler.

Pengobatan:
1. Resusitasi
2. Tourniquet arteriel
3. Lokal dengan pasir panas, alcohol
4. Obat-obat: narkotik, anastesi lokal, kortison kream

2. Gurita ( Octopus)
Bisa dari saluran ludah yang mengandung hyaluronidase, dengan
neurotoksin yang bersifat blockade pada neuromuskuler. Zat ini sesuai
dengan anticholinterase.
Gambaran Klinis:
1. Bekas gigitan tidak sakit, hanya bengkak dengan cairan
serohemorrhagis
2. Beberapa menit kemudian muncul gejala keracunan, dengan bentuk
paralisis otot-otot, termaksud otot pernafasan, kadang-kadang diikuti
mual, muntah, hipotensi dan bradikardi. Gejala ini biasanya berakhir
setelah beberapa jam.
Pertolongan:
1. Luka gigitan dicuci, sebelum dipsang tourniquet arteriel
2. Jalan nafas dipertahankan kalau perlu resusitasi
3. Simptomatis

3. Ikan beracun
Tusukan dari salah satu sirip bila ereksi yang memang mengandung bisa.
Bisa ini bersifat hyaluronidase yang menyebabkan jaringan nekrosis
vasokonstriksi dan myotoksin
Gambaran Klinis:
1. Rasa sakit yang hebat pada saat tertusuk. Sering menyebabkan
pingsan. Penderita meninggal karena pingsan, kemudian tenggelam
24

2. Reaksi radang tampak pada bekas sengatan di anggota badan yang
diserang, lemas dan di daerah regional terasa sakit
3. Sistemik berupa kegagalan kardiovaskuler akibat depresi miokardial
dan hilangnya tonus pembuluh darah. Paralise umum yang kadang-
kadang diikuti koma
4. Apabila masa akut dilewati, penyembuhan lamban berupa luka yang
lama sembuh akibat keadaan umum yang buruk
Pertolongannya:
1. Pasang tourniquet arteriel
2. Suntik anastesi lokal untuk mengurangi sakit
3. Daerah luka dihangati dan rendam dengan air hangat
4. Obat-obatan: narkotik, ATS, toksoid, antibiotic
5. Debridement luka


25

BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
B. SARAN

Anda mungkin juga menyukai