Anda di halaman 1dari 28

1

CASE PRESENTATION SUBDIVISI BEDAH PLASTIK


Bagian Ilmu Bedah Plastik
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

I. IDENTITAS PASIEN
Name : Jasmail
Gender : Laki-laki
Umur : 18 tahun
MR : 632625
Ruangan : Unit Luka Bakar
Tanggal masuk : 13 Oktober 2013
Jaminan : Jamkesda

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Luka bakar listrik
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak 1 jam SMRS karena tersengat listrik saat bekerja. Nyeri (+),
Pingsan (-), Mual (-), Muntah (-).
Mekanisme trauma:
Pasien sedang berada di atap rumah tiba-tiba pasien memegang kabel listrik
yang kemudian menyetrum pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIS
STATUS PRESENS
PRIMARY SURVEY
Aiway : Clear
Breathing :
I : Dada simetris kiri=kanan, RR=20x/menit, retraksi (-), deviasi trachea (-)
P : Krepitasi (-), nyeri tekan (-)
P : Sonor kiri=kanan
A: BP : Vesikuler, simetris kiri=kanan, BT: Rh-/-, Wh -/-
2

Circulation : TD: 120/70 mmHg, N :80x/menit, kuat angkat, CRT< 2,
akral dingin (-).
Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, 2,5 mm / 2,5 mm,
RCL +/+ RCTL +/+
Environment : Suhu axilla 37
o
C

SECONDARY SURVEY
Kepala :
- Telinga : Otore (-), perdarahan (-)
- Mata : Konjungtiva kedua mata tidak anemis, sklera tidak
ikterus, perdarahan subkonjungtiva (-).
- Hidung : Rinorhea (-), epistaksis (-)
- Bibir : Tidak tampak sianosis, bibir kering/ terkelupas (-).
- Lidah : Kotor (-),candidiasis (-)

Leher :
- Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak
massa tumor.
- Palpasi : Nyeri tekan (-), kaku kuduk (-), DVS 2 cmH
2
O

Thorax :
- Inspeksi : P : 20x/menit, simetris kiri=kanan, tipe
thoracoabdominal, normochest, edema (-), hematome
(-).
- Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), vocal fremitus (+)
kedua hemithorax
- Perkusi : Sonor. Batas paru hepar ICS V kanan.
- Auskultasi : Vesikuler. BT: Wh -/- , Rh -/-

Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
3

- Perkusi : Pekak, batas jantung medioclavicularis sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II dalam batas normal, bising (-)

Abdomen
- Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, darm contour (-), darm
steifung (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), Hepar/lien ttb
- Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-)

Vertebra
- Inspeksi : Alignment tulang baik, tidak tampak massa tumor.
warna kulit sama dengan sekitarnya
- Palpasi : Tidak teraba massa tumor

Organ Genitalia
- Inspeksi : Dalam batas normal
- Palpasi : Nyeri tekan (-)

Regio lokalis
Regio antebrachii dextra
Inspeksi: Tampak luka bakar listrik 1%, edema (+), hematom (-), bulla (+)
Palpasi: Nyeri tekan (+)
ROM :
gerak aktif dan pasif wrist join terbatas
gerak aktif dan pasif metatarsophalanx dan intrerphalanx thumb terbatas
Gerak aktif dan pasif metatarsophalanx, proximal interphalanx digiti II-III-
IV terbatas
NVD
a. radialis sulit dinilai
a.ulnaris sulit dinilai
Sensibilitas : a.radialis hipostensi
a.medianus hipostesi
4

a.ulnasi hipostesi
Motorik : a.radialis extend thumb terbatas
a.medianus terbatas
a.ulnaris abduksi adduksi terbatas
Regio thorax posterior
Inspeksi : tampak luka bakar 6% grade IIA, pus (+) hematom (-) bulla (-)
Palpasi : nyeri tekan (+)

Foto Klinis 3 desember 2013





















5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Darah Lengkap
Hasil Laboratorium 4 November 2013

Test Result
WBC 11,66
RBC 4,5
HGB 13,8
HCT 38,6
PLT 311
PT 10,8
APTT 23,2
Ureum 20
Creatinin
0,8
GDS 105
SGOT 18
SGPT 41
Natrium 139
Kalium 4,0
klorida 109
HBsAg
(ICT)
Non
Reactive



6

Laboratorium 06/11/2013
Test Result
WBC 10,46
RBC 3,09
HGB 9,1
HCT 26,3
PLT 305

Laboratorium 18 november 2013
TEST RESULT
Albumin 2,2

Laboratorium 20 november 2013
Test Result
WBC 19,99
RBC 3,99
HGB 11,5
HCT 32,5
PLT 541

- Pemeriksaan Urin
- Pemeriksaan EKG
7


- Pemeriksaan Foto Thoraks


V. RESUME
Seorang laki-laki berumur 18 tahun datang dengan keluhan luka bakar listrik.
Dialami sejak 1 jam SMRS karena tersengat listrik saat bekerja. Nyeri (+),
Pingsan (-), Mual (-), Muntah (-).Pasien sedang berada di atap rumah tiba-
tiba pasien memegang kabel listrik yang kemudian menyetrum pasien.
Berdasarkan pemeriksaan fisis di dapatkan keadaan umum baik, TD
120/70 mmHg N 80x/menit P 20x/menit T 37
o
C. Status lokalis berupa
Regio antebrachii dextra: tampak luka bakar listrik 1%, edema (+),
hematom (-), bulla (+), Palpasi: Nyeri tekan (+). ROM : gerak aktif dan
pasif wrist join terbatas, gerak aktif dan pasif metatarsophalanx dan
intrerphalanx thumb terbatas, gerak aktif dan pasif metatarsophalanx,
proximal interphalanx digiti II-III-IV terbatas. NVD: a. radialis sulit dinilai
a.ulnaris sulit dinilai. Sensibilitas : a.radialis hipostensi, a.medianus
hipostes, a.ulnasi hipostesi. Motorik : a.radialis extend thumb terbatas,
a.medianus terbata, a.ulnaris abduksi adduksi terbatas. Regio thorax
posterior : tampak luka bakar 6% grade IIA, pus (+) hematom (-) bulla (-)
nyeri tekan (+)
8

Hasil laboratorium dalam batas normal.

VI. DIAGNOSIS
Electric burn injury gr.IIA-B 7 %

VII. RENCANA TERAPI
Resusitasi cairan awal(pada hari pertama)
RL = 4mlx 65kgx20%
= 5200 ml
8 jam pertama RL = 2600 ml
16 jam berikutnya RL = 2600ml

Penatalaksanna selanjutnya:
IVFD RL 28 tetes/menit
Medikamentosa :
Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8jam/IV
Ranitidin 50 mg/8 jam/IV
Metronidazole 500 mg/8 jam/IV
GV atau rawat luka
9

LUKA BAKAR

I. PENDAHULUAN

Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti
kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air panas
(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akbat serangan listrik, akibat
bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat
rendah. Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam
penagannnya pun tinggi. Trauma termal menimbulkan morbiditas dan moratalitas
yang cukup tinggi. Menguasai prinsip-prinsip dasar resusitasi awal pada penderita
trauma dan menerapkan tindakan sederhana pada saat yang tepat dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas. Prinsip yang dimaksud adalah
kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma
inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui
resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus waspada dalam melaksanakan
tindakan untuk mencegah dan mengobati penyulit trauma termal, seperti misalnya
rhabfomiolisis dan gangguan irama jantung yang sering terjadi pada trauma listrik.
Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan yang berbahaya
juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal.
[1, 2]

II. EPIDEMIOLOGI

Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka
morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%).Berdasarkan tempat
kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di
rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain, dimana jumlahnya meliputi 2.550
kematian akibat kebakaran perumahan, 300 dari kebakaran kecelakaan kendaraan,
dan 550 dari sumber lain (sekitar 150 kematian akibat api luka bakar atau
10

menghirup asap dalam kebakaran non-perumahan, 400 dari kontak dengan listrik,
panas cairan atau benda panas). Api membakar dan kematian digabungkan karena
kematian akibat luka bakar dalam kebakaran tidak selalu dapat dibedakan dari
kematian akibat asap beracun atau penyebab lain non-luka bakar.
[3]

Mayoritas luka bakar disebabkan oleh api dengan 55%, diikuti oleh luka
bakar karena air panas dengan 40%. Lukan bakar yang disebabkan oleh api sering
menyebabkan trauma inhalasi . Usia juga dapat berpengaruh pada penyebab
trauma. Pada anak-anak, mayoritas (70%) karena perilaku hiperaktif dan kontak
dengan cairan panas. Pada remaja dan dewasa muda, penyebab utama luka bakar
adalah penanganan api yang tidak tepat dan cairan panas. Pada orang dewasa,
penyebab utama adalah api, 1/3 dari mereka merupakan kecelakaan kerja.
[1]

III. ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derjat
panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.
[1]

1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilatan api ke tubuh (flash),
kobaran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek
panas lainnya (misalnya logam panas dan lain-lain).
[2, 4]


2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabakan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga.
[2, 4]


3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal.
11

Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber
arus maupun ground.
[2, 4]


4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk
keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar
matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
[2, 4]



Gambar 1: Tipe luka bakar
[2, 4]

IV. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume
cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan
cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang
12

terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka
bakar derajat III.
[1, 5, 6]

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
[1, 5, 6]

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
[1, 5, 6]

Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu:
[1, 4]

1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber panas
dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel disebabkan oleh
koagulasi constituent proteins.
2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini mengalami
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga penurunan
perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas kapiler(kebocoran vaskuler) dan
respon inflamasi lokal. Proses ini nerlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan
mungkin berkakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya
masih viable . Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali jika terjadi
sepsis berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.
13


Gambar 2: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap
resusitasi adekuat dan inadekuat.
[4]


Respon Sistemik
[7]

Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka
bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan
tubuh. Perubahan- perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa:


a. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial.
Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas
miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor- (TNF-).
Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan
hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.


b. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan
pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome
(RDS).
c. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali
lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic
menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.
d. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi
sistem imun humoral dan seluler.
14



Gambar 3:Respon sistemik terjadi setelah luka bakar
[4]

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel
akibat dari cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi
ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan
akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan
perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.
[7]


V. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar.
1. Berdasarkan kedalamannya.
[1, 2, 8]

a. Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajta ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya
berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada
perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh.
Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu
lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka
bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujiuan
15

agar pasien merasa nyaman dengan mengoleskan soothing salves dengan atau
tanpa gel lidah buaya.

b. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai
dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis (superficial
partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness
burns atau luka bakar derajat IIA. Luka bakar derajat IIA ini tampak eritema,
nyeri, pucat jika ditekan, dan ditanadai adanya bulla berisi cairan eksudat yang
keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini
mereepitelisasi dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut
dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka
bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang
lama.
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis
(deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep partial thickeness
burns atau luka bakar derajat IIB. Luka bakar derajat IIB ini tampak lebih pucat,
tetapi masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh
dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut,keratinosit dan kelenjar
keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.

c. Luka bakar derajat III(full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke
lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan
warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis
sehingga luka harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness
burns memerlukan eksisi dengan skin grafting.


d. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit seperti
otot dan tulang.




16




Gambar 4. Derajat Luka Bakar berdasarkan kedalaman
[1]



Gambar 5: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman
[1]


2. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.
[1, 2, 8, 9]

Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan
tubuh atau Total Body Surface Area(TBSA). Untuk menghitung secara cepat
17

dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini
hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai
proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines
menurut Lund and Browder, yaitu ditekan kan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1
tahun.

Gambar 6: Wallence Rule of Nine
[1]


Gambar 7: Lund and Browder
[1, 9]

1. Bedasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn
Association:
[1, 8]

a. Luka Bakar Ringan
i. Luka bakar derajat II < 5%
18

ii. Luka bakar derajat II 10% pada anak
iii. Luka bakar derajat II < 2%
b. Luka Bakar Sedang
i. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
ii. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
iii. Luka bakar derajat III < 10%
(1,3.6, 8)

c. Luka Bakar Berat
i. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
ii. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
iii. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
iv. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum.
v. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma
lain.



INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR
[4]

Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk
dirawat inap bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan,
kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan
untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma
mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada
sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
[4]

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
19

2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi jika ada indikasi ARDS

VII. PENATALAKSANAAN
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka
bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran.
Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber
dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh
atau menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat
disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun
air dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia
dan vasokonstriksi.
(1,2,4,7,10)
2. Burn Resusitasi
Burn shock akan berkembang menjadi hypovolemi dan penghancuran
jaringan selular. Karakteristik dari tipe shock ini adalah penurunan cardiac
output dan volume plasma dan terjadi peningkatan cairan ekstraseluler,
edema dan oligouria.

3. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat.
Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi
dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.
Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan
menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan
patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan
sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi
perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih
besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus
yang diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2
minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian
20

dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal.
Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran
napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada
proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih
mudah dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan
gejala dan distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak,
gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu
pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
adalah analisa gas darah serial dan foto thorax.
(1,2,4,7,10)

4. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh
pembuluh vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan.
Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk
menjamin survival seluruh sel
Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke
kondisi fisiologis.
(1,4,7,10)

a. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu
kristaloid, cairan hipertonik dan koloid:
(1,4,7,10)

Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh
larutan ini adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi
elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma atau memiliki
osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan
normal, cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang
intravaskular karena cairan ini banyak keluar ke ruang
interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan
meningkatkan volume intravaskuer 300 ml.
(1,4,7,10)

21


Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler
2,5 kali dan penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan
cairan kristaloid. Larutan garam hiperonik tersedia dalam
beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan
10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler
sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan
volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan
dari intraseluler.
(1,4,7,10)


Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch
(HES) dan Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga
tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh karena itu
sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang
intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan
berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk
edema interstisium yang ada.
(1,3.6, 8)

HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued
amilopectin sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10%
dalam larutan fisiologik. T dalam plasma selama 5 hari,
tidak bersifat toksik, memiliki efek samping koagulopati
namun umumnya tidak menyebabkan masalah klinis. HES
dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara
menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein.
Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki
efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein
complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh
22

perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti inflamasi
diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS.
(1,4,7,10)
b. Dasar pemilihan Cairan
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
pemilihan cairan adalah efek hemodinamik, distribusi cairan
dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oksigen, PH
buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor
keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis cairan terbaik
untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi
perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat bahwa
kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan untuk
tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian
pendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini
dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan
yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka
bakar, terjadi kehilangan ciran di kompartemen interstisial
secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama
resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid.

(1,4,7,10)

c. Penentuan jumlah cairan
Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid
dibutuhkan tiga sampai empat kali jumlah defisit
intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan meningkatkan
volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit
meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor
oksigen.
(1,4,7,10)


Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat,
menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau
kasus luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam
<4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]
23

ml. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah
minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom
syok.
(1,4,7,10)

Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas
< 25-30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung
berdasarkan rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB.
(1,4,7,10)

Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum
digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode
ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih
tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa
keterlambatan.
(1,4,7,10)

Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:
(1,4,7,10)

Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi,
anak dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai
cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari
kebutuhan.
Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3
mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5%
jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam.
Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena
sentral (minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal).
Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg
BB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat
jenis dan sedimen).
Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan
kuantitas cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak
ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan,
>400 ml gangguan berat.
(1,4,7,10)


Penatalaksanaan 24 jam kedua
24

Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam
24 jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau
10% 1500-2000 ml. Batasan ringer laktat dapat memperberat edema
interstisial.
Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah
produksi uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5
mg/kgBB
Pemantauan analisa gas darah, elektrolit
(1,4,7,10)


Penatalaksanaan setelah 48 jam
Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB),
hemoglobin dan hematokrit.
(1,4,7,10)


Rumus Baxter:
Pada dewasa:
Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
Pemberian cairan volume pada 8 jam pertama dan volume diberikan
16 jam berikutnya.

Pada anak:
Hari I:
RL: dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal
Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
5-15 thn = kgBB X 75cc
>15 thn = kgBB X 50cc
Hari II: sesuai kebutuhan faal

Formula Parkland:
(1,4,7,10)
25

Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam
Penambahan cairan rumatan pada anak :
4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml
ditambah 1% dari kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang
diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0
cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5 cc/kg/jam.
(1,4,7,10)


5. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi
debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah
(eksisi), pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik
topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan
mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan
parut dan kontraktur dan untuk menyamankan pasien. Debridement
diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan
eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita
stabil, karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae
ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran
besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis diatasnya.
(1,4,7,10)

Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga
pada luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh
sebab pengerutan keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus
berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome)
yang membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan
26

nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa
nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada
ujung-ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat
irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.

(1,4,7,10)

Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan
pasien atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka
dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap.
Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah
penguapan berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk
sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi
drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk
mengatasi infeksi pada luka.
(1,4,7,10)


6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai
profilaksis infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5
hari pertana populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram
positif non-patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negative
patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam
keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik
topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver
nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida
diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress ulcer),
antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri.
(1,4,7,10)

Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori
dan keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu
sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau
perlu makanan diberikan melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24
jam pertama pasca cedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi
mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan aman bila Gastric
27

Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase saluran
cerna baik.
(1,4,7,10)

Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi
untuk memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi.
Kalau perlu sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan
bidai.Penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus.
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu
1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak
dengan menilai produksi urin,analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin
dan hematokrit.
(1,4,7,10)


VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan
MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi,ss yaitu atrofi
mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada
ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin
graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh
hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat
terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan
kontraktur.Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan
sendi. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan
kontraktur memerlukan tindakan bedah.
(1,4,7,10)

IX. PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan
kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10
hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14
hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi
28

gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk
membuang jaringan parut.
(1,4,7,10)

Anda mungkin juga menyukai