Bagian Ilmu Bedah Plastik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
I. IDENTITAS PASIEN Name : Jasmail Gender : Laki-laki Umur : 18 tahun MR : 632625 Ruangan : Unit Luka Bakar Tanggal masuk : 13 Oktober 2013 Jaminan : Jamkesda
II. ANAMNESIS Keluhan utama : Luka bakar listrik Anamnesis terpimpin : Dialami sejak 1 jam SMRS karena tersengat listrik saat bekerja. Nyeri (+), Pingsan (-), Mual (-), Muntah (-). Mekanisme trauma: Pasien sedang berada di atap rumah tiba-tiba pasien memegang kabel listrik yang kemudian menyetrum pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIS STATUS PRESENS PRIMARY SURVEY Aiway : Clear Breathing : I : Dada simetris kiri=kanan, RR=20x/menit, retraksi (-), deviasi trachea (-) P : Krepitasi (-), nyeri tekan (-) P : Sonor kiri=kanan A: BP : Vesikuler, simetris kiri=kanan, BT: Rh-/-, Wh -/- 2
Circulation : TD: 120/70 mmHg, N :80x/menit, kuat angkat, CRT< 2, akral dingin (-). Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, 2,5 mm / 2,5 mm, RCL +/+ RCTL +/+ Environment : Suhu axilla 37 o C
SECONDARY SURVEY Kepala : - Telinga : Otore (-), perdarahan (-) - Mata : Konjungtiva kedua mata tidak anemis, sklera tidak ikterus, perdarahan subkonjungtiva (-). - Hidung : Rinorhea (-), epistaksis (-) - Bibir : Tidak tampak sianosis, bibir kering/ terkelupas (-). - Lidah : Kotor (-),candidiasis (-)
Leher : - Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa tumor. - Palpasi : Nyeri tekan (-), kaku kuduk (-), DVS 2 cmH 2 O
Thorax : - Inspeksi : P : 20x/menit, simetris kiri=kanan, tipe thoracoabdominal, normochest, edema (-), hematome (-). - Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), vocal fremitus (+) kedua hemithorax - Perkusi : Sonor. Batas paru hepar ICS V kanan. - Auskultasi : Vesikuler. BT: Wh -/- , Rh -/-
Jantung - Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak - Palpasi : Iktus kordis tidak teraba 3
- Perkusi : Pekak, batas jantung medioclavicularis sinistra - Auskultasi : Bunyi jantung I/II dalam batas normal, bising (-)
Abdomen - Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, darm contour (-), darm steifung (-) - Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal - Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), Hepar/lien ttb - Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-)
Vertebra - Inspeksi : Alignment tulang baik, tidak tampak massa tumor. warna kulit sama dengan sekitarnya - Palpasi : Tidak teraba massa tumor
Organ Genitalia - Inspeksi : Dalam batas normal - Palpasi : Nyeri tekan (-)
Regio lokalis Regio antebrachii dextra Inspeksi: Tampak luka bakar listrik 1%, edema (+), hematom (-), bulla (+) Palpasi: Nyeri tekan (+) ROM : gerak aktif dan pasif wrist join terbatas gerak aktif dan pasif metatarsophalanx dan intrerphalanx thumb terbatas Gerak aktif dan pasif metatarsophalanx, proximal interphalanx digiti II-III- IV terbatas NVD a. radialis sulit dinilai a.ulnaris sulit dinilai Sensibilitas : a.radialis hipostensi a.medianus hipostesi 4
a.ulnasi hipostesi Motorik : a.radialis extend thumb terbatas a.medianus terbatas a.ulnaris abduksi adduksi terbatas Regio thorax posterior Inspeksi : tampak luka bakar 6% grade IIA, pus (+) hematom (-) bulla (-) Palpasi : nyeri tekan (+)
Foto Klinis 3 desember 2013
5
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG - Pemeriksaan Darah Lengkap Hasil Laboratorium 4 November 2013
Laboratorium 06/11/2013 Test Result WBC 10,46 RBC 3,09 HGB 9,1 HCT 26,3 PLT 305
Laboratorium 18 november 2013 TEST RESULT Albumin 2,2
Laboratorium 20 november 2013 Test Result WBC 19,99 RBC 3,99 HGB 11,5 HCT 32,5 PLT 541
- Pemeriksaan Urin - Pemeriksaan EKG 7
- Pemeriksaan Foto Thoraks
V. RESUME Seorang laki-laki berumur 18 tahun datang dengan keluhan luka bakar listrik. Dialami sejak 1 jam SMRS karena tersengat listrik saat bekerja. Nyeri (+), Pingsan (-), Mual (-), Muntah (-).Pasien sedang berada di atap rumah tiba- tiba pasien memegang kabel listrik yang kemudian menyetrum pasien. Berdasarkan pemeriksaan fisis di dapatkan keadaan umum baik, TD 120/70 mmHg N 80x/menit P 20x/menit T 37 o C. Status lokalis berupa Regio antebrachii dextra: tampak luka bakar listrik 1%, edema (+), hematom (-), bulla (+), Palpasi: Nyeri tekan (+). ROM : gerak aktif dan pasif wrist join terbatas, gerak aktif dan pasif metatarsophalanx dan intrerphalanx thumb terbatas, gerak aktif dan pasif metatarsophalanx, proximal interphalanx digiti II-III-IV terbatas. NVD: a. radialis sulit dinilai a.ulnaris sulit dinilai. Sensibilitas : a.radialis hipostensi, a.medianus hipostes, a.ulnasi hipostesi. Motorik : a.radialis extend thumb terbatas, a.medianus terbata, a.ulnaris abduksi adduksi terbatas. Regio thorax posterior : tampak luka bakar 6% grade IIA, pus (+) hematom (-) bulla (-) nyeri tekan (+) 8
Hasil laboratorium dalam batas normal.
VI. DIAGNOSIS Electric burn injury gr.IIA-B 7 %
VII. RENCANA TERAPI Resusitasi cairan awal(pada hari pertama) RL = 4mlx 65kgx20% = 5200 ml 8 jam pertama RL = 2600 ml 16 jam berikutnya RL = 2600ml
Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akbat serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat rendah. Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam penagannnya pun tinggi. Trauma termal menimbulkan morbiditas dan moratalitas yang cukup tinggi. Menguasai prinsip-prinsip dasar resusitasi awal pada penderita trauma dan menerapkan tindakan sederhana pada saat yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Prinsip yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus waspada dalam melaksanakan tindakan untuk mencegah dan mengobati penyulit trauma termal, seperti misalnya rhabfomiolisis dan gangguan irama jantung yang sering terjadi pada trauma listrik. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan penderita dari lingkungan yang berbahaya juga merupakan prinsip utama pengelolaan trauma termal. [1, 2]
II. EPIDEMIOLOGI
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%).Berdasarkan tempat kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain, dimana jumlahnya meliputi 2.550 kematian akibat kebakaran perumahan, 300 dari kebakaran kecelakaan kendaraan, dan 550 dari sumber lain (sekitar 150 kematian akibat api luka bakar atau 10
menghirup asap dalam kebakaran non-perumahan, 400 dari kontak dengan listrik, panas cairan atau benda panas). Api membakar dan kematian digabungkan karena kematian akibat luka bakar dalam kebakaran tidak selalu dapat dibedakan dari kematian akibat asap beracun atau penyebab lain non-luka bakar. [3]
Mayoritas luka bakar disebabkan oleh api dengan 55%, diikuti oleh luka bakar karena air panas dengan 40%. Lukan bakar yang disebabkan oleh api sering menyebabkan trauma inhalasi . Usia juga dapat berpengaruh pada penyebab trauma. Pada anak-anak, mayoritas (70%) karena perilaku hiperaktif dan kontak dengan cairan panas. Pada remaja dan dewasa muda, penyebab utama luka bakar adalah penanganan api yang tidak tepat dan cairan panas. Pada orang dewasa, penyebab utama adalah api, 1/3 dari mereka merupakan kecelakaan kerja. [1]
III. ETIOLOGI Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derjat panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit. [1]
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns) Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilatan api ke tubuh (flash), kobaran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (misalnya logam panas dan lain-lain). [2, 4]
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns) Luka bakar kimia biasanya disebabakan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga. [2, 4]
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns) Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. 11
Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground. [2, 4]
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure) Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi. [2, 4]
Gambar 1: Tipe luka bakar [2, 4]
IV. PATOFISIOLOGI Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang 12
terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III. [1, 5, 6]
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. [1, 5, 6]
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis. [1, 5, 6]
Respon Lokal Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: [1, 4]
1. Zona Koagulasi Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel disebabkan oleh koagulasi constituent proteins. 2. Zona Stasis Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini nerlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir dengan nekrosis jaringan. 3. Zona Hiperemia Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya masih viable . Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali jika terjadi sepsis berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan. 13
Gambar 2: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan inadekuat. [4]
Respon Sistemik [7]
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahan- perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa:
a. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial. Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor- (TNF-). Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
b. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome (RDS). c. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan. d. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi sistem imun humoral dan seluler. 14
Gambar 3:Respon sistemik terjadi setelah luka bakar [4]
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat dari cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi. [7]
V. KLASIFIKASI Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. 1. Berdasarkan kedalamannya. [1, 2, 8]
a. Luka bakar derajat I(superficial burns) Luka bakar derajta ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujiuan 15
agar pasien merasa nyaman dengan mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya.
b. Luka bakar derajat II (partial thickness burns) Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis (superficial partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness burns atau luka bakar derajat IIA. Luka bakar derajat IIA ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditanadai adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama. Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis (deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep partial thickeness burns atau luka bakar derajat IIB. Luka bakar derajat IIB ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut,keratinosit dan kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.
c. Luka bakar derajat III(full-thickess burns) Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis sehingga luka harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns memerlukan eksisi dengan skin grafting.
d. Luka bakar derjat IV Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit seperti otot dan tulang.
16
Gambar 4. Derajat Luka Bakar berdasarkan kedalaman [1]
Gambar 5: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman [1]
2. Berdasarkan luas permukaan luka bakar. [1, 2, 8, 9]
Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh atau Total Body Surface Area(TBSA). Untuk menghitung secara cepat 17
dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu ditekan kan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
Gambar 6: Wallence Rule of Nine [1]
Gambar 7: Lund and Browder [1, 9]
1. Bedasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association: [1, 8]
a. Luka Bakar Ringan i. Luka bakar derajat II < 5% 18
ii. Luka bakar derajat II 10% pada anak iii. Luka bakar derajat II < 2% b. Luka Bakar Sedang i. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa ii. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak iii. Luka bakar derajat III < 10% (1,3.6, 8)
c. Luka Bakar Berat i. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa ii. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak iii. Luka bakar derajat III 10% atau lebih iv. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum. v. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR [4]
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap bila: 1. Luka bakar derajat III > 5% 2. Luka bakar derajat II > 10% 3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi 4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas 5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya 6. Adanya trauma inhalasi
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG [4]
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan: 1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah 19
2. Urinalisis 3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit 4. Analisis gas darah 5. Radiologi jika ada indikasi ARDS
VII. PENATALAKSANAAN 1. Prehospital Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi. (1,2,4,7,10) 2. Burn Resusitasi Burn shock akan berkembang menjadi hypovolemi dan penghancuran jaringan selular. Karakteristik dari tipe shock ini adalah penurunan cardiac output dan volume plasma dan terjadi peningkatan cairan ekstraseluler, edema dan oligouria.
3. Resusitasi jalan nafas Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian 20
dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto thorax. (1,2,4,7,10)
4. Resusitasi cairan Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah: Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival seluruh sel Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis. (1,4,7,10)
a. Jenis cairan Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik dan koloid: (1,4,7,10)
Larutan kristaloid Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan meningkatkan volume intravaskuer 300 ml. (1,4,7,10)
21
Larutan hipertonik Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler. (1,4,7,10)
Larutan koloid Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang ada. (1,3.6, 8)
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh 22
perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS. (1,4,7,10) b. Dasar pemilihan Cairan Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oksigen, PH buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat bahwa kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian pendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan ciran di kompartemen interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid.
(1,4,7,10)
c. Penentuan jumlah cairan Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor oksigen. (1,4,7,10)
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)] 23
ml. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok. (1,4,7,10)
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. (1,4,7,10)
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan. (1,4,7,10)
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut: (1,4,7,10)
Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen). Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan berat. (1,4,7,10)
Penatalaksanaan 24 jam kedua 24
Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan ringer laktat dapat memperberat edema interstisial. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB Pemantauan analisa gas darah, elektrolit (1,4,7,10)
Penatalaksanaan setelah 48 jam Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB), hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)
Rumus Baxter: Pada dewasa: Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5% Pemberian cairan volume pada 8 jam pertama dan volume diberikan 16 jam berikutnya.
Pada anak: Hari I: RL: dex 5% = 17:3 (2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal Kebutuhan Faal: <1 thn = kgBB X 100cc 5-15 thn = kgBB X 75cc >15 thn = kgBB X 50cc Hari II: sesuai kebutuhan faal
Formula Parkland: (1,4,7,10) 25
Hari I (24jam pertama): 8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam 16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam Penambahan cairan rumatan pada anak : 4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama 2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg) 1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg
Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5 cc/kg/jam. (1,4,7,10)
5. Perawatan luka Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis diatasnya. (1,4,7,10)
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan 26
nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.
(1,4,7,10)
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka. (1,4,7,10)
6. Lain-lain Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri. (1,4,7,10)
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan aman bila Gastric 27
Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase saluran cerna baik. (1,4,7,10)
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)
VIII. KOMPLIKASI Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi,ss yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah. (1,4,7,10)
IX. PROGNOSIS Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi 28
gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut. (1,4,7,10)