PRO: 1. PRESIDEN RI telah menandatangani Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2013 tentang dihapusnya pajak penjualan mobil yang berkapasitas mesin maksimal 1.200 cc dengan konsumsi bahan bakar 1 liter untuk jarak tempuh 20 kilometer yang resmi diterbitkan Rabu 5 juni 2013. Mobil yang memenuhi klasifikasi tersebut dilabeli mobil murah ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC). Payung hukum ini antara lain meliputi insentif perpajakan dan persyaratan pengembangan mobil (LCGC), hybrid, listrik dan kendaraan dengan bahan bakar biofuel. Dalam pasal 3 ayat 1 huruf c disebutkan bahwa mobil hemat energi dan harga terjangkau selain sedan atau station wagon akan terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak sebesar 0%. Peraturan tentang LCGC tersebut dikeluarkan sekaligus dalam rangka penghematan penggunaan bahan bakar minyak. Green Car tersebut diperkuat dengan mesin yang berkapasitas 1000cc. Menurut perhitungan pemerintah, program mobil murah dan ramah lingkungan dapat meningkatkan investasi hingga 3,5 miliar dollar AS atau setara dengan Rp. 38,5 triliun lebih apabila dihitung dengan kurs Rp. 11.000.-. Kebijakan LCGC bisa memacu pertumbuhan industri otomotif Indonesia hingga 7,5% sehingga memiliki harapan bisa meminimalisasi penggunaan produk-produk luar. 2. Menurut Peneliti Transportasi Jalan Badan Litbang Perhubungan menyatakan siapapun tidak bisa melarang masyarakat untuk membeli mobil yang murah, irit dan ramah lingkungan, karena ini program pemerintah dan payung hukumnya jelas. Menurunya, dampak positifnya antara lain penghasilan pajak negara dari otomotif akan bertambah, masyarakat golongan ekonomi menengah akan merasakan punya mobil baru dengan harga terjangkau. Bahkan sangat mungkin sebagian pengguna sepeda motor mungkin akan berpindah pada mobil murah. Ini berdampak pada penghasilan pajak negara dari otomotif akan bertambah, masyarakat golongan ekonomi menengah akan merasakan punya mobil baru dengan harga terjangkau, sebagian pengguna sepeda motor mungkin akan berpindah pada mobil murah, mencegah masuknya mobil murah dari luar negeri seperti dari Thailand yang sudah terlebih dahulu memproduksi mobil murah. Di samping itu, LCGC diharapkan dapat menjadi produk unggulan ekspor, sehingga produk ini tidak hanya menjamur di pasar dalam negeri.Intinya mobil murah tidak hanya dipasarkan di dalam negeri, namun juga bisa diekspor. 3. Menurut Ketua DPR-RI, Marzuki Alie politikus Partai Demokrat, dengan kisaran harga di bawah Rp100 juta untuk mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (subsidi) dan memperkuat industri otomotif Indonesia. Marzuki menilai mobil murah tersebut dapat memperkuat industri di Indonesia khususnya dalam menghadapi persaingan perdagangan bebas ASEAN 2015 mendatang. Hal ini merupakan kebutuhan di Indonesia, sebab saat ini mobil ramah lingkungan sangat minim. Selain itu Para produsen akan melakukan distribusi mobil murah menyebar ke seluruh Indonesia, sehingga tak terfokus pada satu tempat yang 2
dikhawatirkan menambah padat lalu lintas seperti di Jakarta. Selain itu, program LCGC dibuat dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015. Jika Indonesia tidak memiliki basis produksi mobil jenis ini, dapat dipastikan pada 2015, impor mobil murah akan membanjiri Tanah Air. Mobil murah Thailand dan Malaysia siap masuk pasar Indonesia. Keuntungan lain yang didapat adalah dari segi penanaman modal asing yang masuk. Dicatat ada lima produsen mobil yang siap investasi mencapai 3,5 miliar dolar AS.
KONTRA: Masalah yang mungkin akan terjadi jika mobil murah ini masuk adalah kemacetan. Orang akan berbondong-bondong membeli mobil murah ini. Bahkan tidak hanya satu mobil saja yang dibeli dalam satu keluarga, bisa jadi dua atau lebih. Kemacetan tak terhindarkan karena jalan yang ada penambahannya tidak diimbangi dengan volume kendaraan yang ada. Tidak bertambahnya jalan karena lahan yang ada juga sudah terlalu sempit jika dipaksakan untuk menambah jalan. Walaupun ada wacana kalau mobil murah ini akan didistribusikan ke luar Jawa, namun karena design mobil murah ini adalah city car, sehingga apabila didistribusikan ke luar Pulau Jawa dan Bali, seperti Kalimantan, Papua, dan daerah lainnya yang kondisi jalannya kurang memadai dan mempunyai medan yang sulit untuk mobil jenis city car kemungkinan besar kurang laku. Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta menyatakan mobil murah berlabel Low Cost Green Car (LCGC) yang beredar saat ini belum sepenuhnya ramah lingkungan. Yang ada itu murah saja. Menurut anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP, cara penjualan mobil murah ke seluruh wilayah Indonesia tidak ada gunanya, karena kehadiran mobil murah atau mobil LCGC akan menambah kemacetan setiap hari. Jika LCGC dijual secara besar-besaran, maka upaya pemerintah untuk mengurai kepadatan jalan semakin sulit. Jika produksi tinggi, sementara angkutan umum dan jalan masih terbatas, maka kemacetan lalu lintas yang saat ini sudah padat akan semakin parah, seperti kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang setiap hari disesaki jutaan kendaraan pribadi, baik mobil maupun motor. Apalagi program pembangunan MRT dan Monorail di Jakarta menambah jenis transportasi Dengan kisaran harga di bawah Rp100 juta untuk mobil tersebut mungkin mampu dibeli dengan seorang yang berpenghasilan 4-6 juta per bulan. Masalah yang tak kalah seriusnya adalah konsumsi bahan bakar yang berlebihan. Masyarakat akan menjadi boros, mau keluar yang jaraknya tidak begitu jauh dan bisa dijangkau dengan naik motor atau bahkan jalan kaki, maka dengan punya mobil mereka akan selalu menggunakan mobil kemana mereka pergi. Pada hal bahan bakar minyak (BBM) adalah salah satu sumber daya alam (SDA) yang tidak dapat diperbaharui. Walaupun mobil murah ini didesign untuk menggunakan bahan bakar petramax, namun melihat target pasarnya adalah kalangan menengah bawah, bisa dipastikan mereka akan tetap bandel dan memilih premium yang harganya jauh lebih murah. 3
Hal yang juga aneh, peruntukan mobil murah ini untuk kelas menengah ke bawah yang mungkin kebanyakan tidak biasa mengonsumsi BBM nonsubsidi untuk kendaraannya. Pemerintah semestinya mewajibkan LCGC memakai bahan bakar gas (BBG) ataupun menggunakan energi listrik yang jelas-jelas lebih ramah lingkungan dibandingkan BBM. Selain ramah lingkungan, penggunaan BBG akan menghemat devisa karena tak perlu impor. Kenapa tidak menghambat penggunaan mobil pribadi, dan mengistimewakan penggunaan angkutan umum, dimana masyarakat terpaksa naik angkutan umum karena pertimbangan biaya yang lebih murah dan juga tingkat kesulitan yang lebih rendah, ini lebih dirasa lebih baik. Galakkan kembali Mobil Nasional, karena jejak karbonnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mobil impor. Bagaimana kualitasnya akan semaikn membaik jika ketika akan memulai langkahnya saja sudah terjegal dengan kehadiran mobil yang katanya Green Car tersebut, sudah saatnya kita memberikan waktu bagi Mobil Nasional untuk membuktikan, jika Cina dan India saja bisa, kenapa kita tidak ? Untuk jarak dekat cukup gunakan sepeda motor saja, tentu motor yang dirawat dengan baik, karena emisi karbon yang dikeluarkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mobil. Gunakan public transport. Memang saat ini keadaannya jauh dari kata nyaman, tapi semoga suatu saat nanti pembenahan yang berkelanjutan akan selalu ditingkatkan demi kenyamanan masyarakat. Karena bangsa yang berkembang itu bukan dinilai dari orang miskin yang mampu beli mobil, tapi orang kaya yang mau menggunakan public transport. Bike to work, bike to school ataupun bike to campus sudah sangat banyak kita temui, dengan seperti itu tentu jauh lebih banyak kebermanfaatannya untuk lingkungan, selain itu juga menyehatkan. Bisa dibayangkan jika LCGC sudah jamak ditemui di jalan nanti, akan bertambah berapa kali lipat kemacetan yang terjadi. Dengan kemacetan apakah 1 liter berbanding 22 Km tadi masih bisa digunakan ?. Lalu berapa karbon yang terbuang selama 3 jam tersebut diakibatkan kemacetan ?. Berapa keborosan energi di bidang bahan bakar yang dihasilkan dihasilkan per harinya ? Kerugian yang diderita akibat kemacetan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Bogor, dsb. Mencapai 4,9 triliun akibat tidak seimbangnya antara volume kendaraan dengan pertambahan fasilitas dan infrastruktur. Bertolak belakang dengan kegiatan penghematan BBM yang digalakan oleh pemerintah, karena BBM subsidi untuk tahun ini saja sudah melebihi APBN yang targetnya 46 juta kilo liter menjadi 50 juta kilo liter unttuk BBM bersubsidi. Tidak terbayang berapa banyak BBM subsidi yang akan dianggarkan apabila mobil murah sudah banyak diproduksi.