Claudio Dassmer / 2443012026 Dewi Kartikasari / 2443012145 Elisabeth Wulan / 2443012218
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2014 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS FAKULTAS FARMASI-UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
GOLONGAN/KELOMPOK : T/D TOPIK PRAKTIKUM : KLT Senyawa Asam TANGGAL PRAKTIKUM : 11 April 2014 NAMA ASISTEN : Senny Y. Esar, S.Si., M.Si., Apt NAMA MAHASISWA / NRP : Claudio Dassmer / 2443012026 Dewi Kartikasari / 2443012145 Elisabeth Wulan / 2443012218 I. TUJUAN 1. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi dan pemisahan senyawa dari campuran dengan metode KLT 2. Mahasiswa mampu membuat eluen (fase gerak) 3. Menentukan harga Rf senyawa
II. DASAR TEORI Dalam analisis kimia suatu bahan, maka akan sering dihadapkan pada pekerjaan-pekerjaan seperti menghilangkan konstituen pengganggu atau mengisolasikannya maupun memekatkan konstituen yang dikehendaki sebelum dilakukuan identifikasi maupun pengukuran jumlahnya. Untuk melakukan analisis kimia tersebut maka kita harus menggunakan suatu metode agar dapat menentukan hasil yang tepat, kromatografi salah satunya, dan dapat pula digunakan sebagai analisa secara kuantitatif.
Kromatografi adalah suatu metoda untuk separasi yang menyangkut komponen suatu contoh di mana komponen dibagi-bagikan antara dua tahap, salah satu yang mana adalah keperluan selagi gerak yang lain. Di dalam gas kromatografi adalah gas mengangsur suatu cairan atau tahap keperluan padat. Di dalam cairan kromatografi adalah campuran cairan pindah gerakkan melalui cairan yang lain, suatu padat, atau suatu gel agar. Mekanisme separasi komponen mungkin adalah adsorpsi, daya larut diferensial, ion-exchange, penyebaran/perembesan, atau mekanisme lain (David. 2001). Teknik kromatografi merupakan teknik pemisahan yang sangat sensitif, yang dapat memisahkan campuran kompleks, seperti minyak bumi yang merupakan campuran dari ratusan senyawa yang terkandung di dalamnya, dan masih banyak lagi keunggulan lainnya. Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Khopkar, 2007). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya (Khopkar, 2007). KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Khopkar, 2007). KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat (Khopkar, 2007). Bila KLT dibandingkan dengan KKt, kelebihan khas KLT ialah keserbagunaan, kecepatan, dan kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkanoleh kenyataan bahwa di samping selulosa, sejumlah penjerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada plat kaca atau penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi (Harborne, 1987; 13). Adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan (Khopkar, 2007: 155). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Khopkar, 2007). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Khopkar, 2007). Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : (Khopkar, 2007). Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak. Pada dasarnya kromatografi lapis tipis (KLT atau TLC = Thin layer Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahannya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastic sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada pross pemisahan berlaku sebagai fasa diam (Soebagio, 2002: 87). Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Clark, 2007). Bahan adsorben sebagai fasa diam digunakan silica gel, alumina, dan serbuk selulosa. Partikel silica gel mengandung gugus hidroksil di permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar. Alumina lebih disukai untuk memisahkan senyawa-senyawa polar lemah, sedangkan silica gel lebih disukai untuk memisahkan molekul-molekul seperti asam-asam amino dan gula. Magnesium silikat, kalsium silikat, dan arang aktif mungkin juga dapat digunakan sebagai adsorben (Soebagio, 2002; 87-88). Zat yang paling umum digunakan sebagai adsorben adalah alumina, silica gel, dan bubuk silica. Zat-zat tersebut dibuat bubuk tepung yang selanjutnya tersebar di atas lempeng dan dibuat sedemikian rupa hingga ketebalannya merata. Kadang-kadang suatu pengikat, misalnya plaster parte ditambahkan untuk menambah daya lekat zat tersebut. Setelah kering, selanjutnay diaktivasi dengan pemanasan dalam oven pada temperature 110 oC selama beberapa jam. Cara kerjanya sama dengan kromatografi kertas. Deteksi terhadap noda timbul kadang- kadang lebih mudah dibandingkan kromatografi kertas karena dapat dipakai cara- cara yang lebih umum (Clark, 2007). Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Gambar ini menunjukkan bagian kecil dari permukaan silika (Clark, 2007). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Terdapatnya sejumlah kecil air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan (Soebagio,2002; 88). Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Khopkar, 2007). Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alomina, selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup (Chamber) (Rudi, 2010) Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen- komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh pase diam dibawah gerakan pelarut pengembang. Pada dasarnya KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas , terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyatanya terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk selulosa. Partikel selika gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar air. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Gambar kromatografi lapis
Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah bewarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relative pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen ( fase gerak ) untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut: Rf juga menyatakan drajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Karenan itu Rf juga disebut factor referensi. Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur pada medium tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada dinding yang menghasilkan garis-garis dengan jarak ternentu. KLT dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion anorganik, kompleks senyawa senyawa organik dengan anorganik, dan senyawa senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa senyawa organik sintetik. Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan kromatografi kertas ialah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat. Banyak pemisahan yang memakan waktu berjam-jam bila dikerjakan dengan kromatografi kertas, tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa menit saja bila dikerjakan dengan KLT. Empat macam adsorben yang umum dipakai ialah silika gel, alumina, kieselguhr, dan selulosa. Sampel yang merupakan campuran senyawa yang akan dipisahkan, dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya kloroform atau zat pelarut lain yang serupa, yang mempunyai titik didih antara 50-100 C. Tetesan sampel harus di usahakan sekecil mungkin dengan meneteskan berulang kali, dengan di biarkan mengering sebelum tetesan berikutnya dikerjakan. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like, yakni untuk memisahkan sampel yang bersifat non polar digunakan sistem pelarut yang bersifat non polar juga. Penggunaan sinar ultraviolet dapat memberikan fluoresensi pada plat yang mengandung unsur fosfor (Adnan, 1997).
Berikut merupakan rumus menghitung Rf :
Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna: 1. 1. Menggunakan pendarflour Mungkin anda masih ingat apa yang telah saya sebutkan bahwa fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika anda menyinarkannya dengan sinar UV, akan berpendar. Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika anda menyinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap. Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, anda harus menandai posisi- posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pinsil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Seketika anda mematikan sinar UV, bercak-bercak tersebut tidak tampak kembali. 1. 2. Penunjukkan bercak secara kimia Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu. Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan. Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan. Penggunaan kromatografi lapis tipis untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa Anggaplah anda mempunyai campuran asam amino dan ingin menemukan asam amino-asam amino tertentu yang terkandung didalam campuran tersebut. Untuk sederhananya, mari kira berasumsi bahwa anda mengetahui bahwa campuran hanya mungkin mengandung lima asam amino. Setetes campuran ditempatkan pada garis dasar lempengan lapis tipis dan bercak- bercak kecil yang serupa dari asam amino yang telah diketahui juga ditempatkan pada disamping tetesan yang akan diidentifikasi. Lempengan lalu ditempatkan pada posisi berdiri dalam pelarut yang sesuai dan dibiarkan seperti sebelumnya. Bagian kiri gambar menunjukkan lempengan setelah pelarut hampir mencapai bagian atas dari lempengan. Bercak-bercak masih belum tampak. Gambar kedua menunjukkan apa yang terjadi setelah lempengan disemprotkan ninhidrin. Tidak diperlukan menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat membandingkan bercak-bercak pada campuran dengan bercak dari asam amino yang telah diketahui melalui posisi dan warnanya. Dalam contoh ini, campuran mengandung asam amino 1, 4 dan 5.
Fase Diam Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena strukturnya, ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat dll. Fasa diam yang digunakan TLC tidak sama dengan yang digunakan untuk kromatografi kolom, terutama karena ukuran dan zat yang ditambahkan. Fase diam dijual dengan spesifikasi tertentu, iaitu ukuran (diameter) dalam mesh dan untuk kegunaannya (mis: untuk TLC atau kromatografi kolom). Beberapa fase diam yang banyak dijual dipasaran: Silika gel Silika gel merupakan fase diam yang sering digunakan pada TLC. Dalam perdagangan dijual dengan variasi ukuran (diameter) 10-40m. Makin kecil diameter akan makin lambat kecepatan alir fase geraknya dengan demikian mempengaruhi kualitas pemisahan. Luas permukaan silica gel bervariasi dari 300- 1000 m2/g. Bersifat higroskopis, pada kelembaban relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%. Macam-macam silka gel yang dijual dipasaran: Silika gel dengan pengikat. Pada umumnya digunakan pengikat gypsum, (CaSO4 5-15%). Jenis ini diberi nama Silika gel G. Ada juga menggunakan pengikat pati (starch) dan dikenal Silika gel S, penggunaan pati sebagai pengikat mengganggu penggunaan asam sulfat sebagai pereaksi penentuan bercak.
Silika gel dengan pengikat dan indicator flouresensi. Jenis silica gel ini sama seperti silika gel diatas dengan tambahan zat berfluoresensi bila diperiksa dibawah lampu UV A, panjang atau pendek. Sebagai indicator digunakan timahkadmium sulfida atau mangan-timah silikat. Jenis ini disebut Silika gel GF atau Silika gel GF254 (berflouresensi pada 254 nm). Silika gel tanpa pengikat, dikenal dengan nama Silika gel H atau Silika gel N. Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indicator flouresensi. Silika gel untuk keperluan pemisahan preparative
Alumina Banyak digunakan setelah silika gel, alumina termasuk kelompok fase diam yang beraktifitas tinggi. Alumina yang digunakan TLC bersifat sedikit basa (pH 9), ada juga yang bersifat netral (pH 7) dan alumina yang bersifat asam (pH 4). Juga digunakan CaSO4 sebagai pengikat yang dapat menurunkan bebasaan pada tinggkat tertentu. Sepertihalnya Silica gel, alumina dikenal dengan atau tanpa pengikat dan bahan indicator. Pemberian namapun identik dengan silika gel dengan code G.H.P.F.
Selulosa Menggunakan selulosa sebagai fase diam maka mekanisme pemisahannya sama seperti mekanisme pemisahan pada kromatografi kertas. Perbedaannya hanya serat selulosenya pada TLC/KLT lebih pendek dari pada serat selulosa kromatografi kertas. Panjang serat bervariasi 2-20 . Serat lebih pendek menyebabkan difusi rendah selama elusi dan menghasilkan bercak yang sempit (lebih kecil). Selulosa untuk TLC terdapat dim bentuk selulosa serat asli (contohnya MN 300) dan selulosa mikrokristal (contohnya Avicel). Fase diam selulosa biasanya digunakan senyawa yang bersifat polar.
Fase diam-jel silika Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina. Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan basil yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT (Lenny, 2006) Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa geraknya berupa campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007)
Berikut ini adalah beberapa penjerap fase diam yang digunakan pada KLT :
Fase Gerak Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak : Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan. Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan asam. Pencampuran dari campuran fase gerak juga harus diperhatikan. Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organik. Dapat digunakan satu macam pelarut organic saja ataupun campuran. Bilamana fase gerak merupakan campuran pelarut organik dengan air maka mekanisme pemisahan adalah partisi. Pemilihan pelarut organic ini sangat penting karena akan menentukan keberhasilan pemisahan. Pendekatan polaritas adalah yang paling sesuai untuk pemilihan pelarut. Senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar. Sebaliknya, senyawa non polar lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari pada fase gerak yang polar.
Pelarut organik yang sering digunakan sebagai fase gerak (deret eluotropik)
Pengamatan (mendeteksi) bercak / visualisasi Cara mengamati bercak pada TLC dapat digolongkan menjadi dua : Pertama dengan cara merusakkan / mereaksikan komponen/senyawa yang ada bercak itu dan Kedua tanpa merusakkan komponen / senyawa. Cara pertama dengan menyemprotkan pereaksi penanda. Banyak pereaksi-pereaksi yang digunakan dapat dilihat dalam literature dan dijual dipasaran (niaga). Contoh pereaksi semprot yang umum untuk senyawa organik adalah asam sulfat dalam metanol, selanjutnya bercak dipanaskan di dalam oven, sebaiknya digunakan oven yang ada jendela kacanya sehingga dapat diikuti perubahan bercak selama pemanasan menjadi bercak warna hitam. Pada dasarnya adalah reaksi oksidasi pada senyawa organic oleh asam sulfat. Pereaksi lain adalah dengan disemprot dengan larutan lodium dan paling mudah adalah dengan memasukkan plat kedalam bejana yang berisi uap lodium (Kristal lodium diletakkan dalam bejana, tidak merusak 75% senyawa). Contoh pereaksi semprot dan penggunaannya dapat dilihat pada tabel dibawah. Cara ke dua, yang tidak merusak komponen/ senyawa di bercak. Untuk senyawa berwarna atau berpendar dibawah lampu UV (berfluoresensi) tidak ada masalah menggunakan silika tanpa tambahan zat berpendar. Sedang untuk senyawa yang tidak berpendar dibawah lampu UV digunakan fase diam dengan tambahan zat berpendar.
Macam pereaksi warna / penanda dan penggunaannya III. CARA KERJA 1. Membuat fase gerak - Kloroform : Aseton ( 4 : 1 ) Ambil kloroform sebanyak 14,4 ml Dan Aseton sebanyak 3,6 ml
Masukan dalam beaker glass
aduk ad larut
Pindahkan dalam Chamber
Biarkan jenuh (30menit)
- Etilasetat : Metanol : NH4OH (85:10:5) Ambil Etilasetat 15,3 ml, Metanol 1,8 ml Dan NH4OH 0,9 ml
Masukan dalam beaker glass
aduk ad larut
Pindahkan dalam Chamber
Biarkan jenuh (30menit)
2. Membuat Larutan Uji dan Larutan Pembanding Ambil sedikit (qs) masing-masing dari Sampel, Parasetamol, Fenobarbital, Salisilamida, Asam Mefenamat
Masukkan dalam tabung reaksi kecil
Tambahkan Alkohol
Tutup dengan kapas 3. Penotolan Pada Lempeng Gilica Gel Masing-masing larutan uji dan pembanding ditotol kan satu pipa kapiler dengan jarak 1cm
Biarkan totolan kering
Masukan dalam chember untuk di eluasi
Angkat jika eluasi sudah sampai batas garis
Keringkang silika lalu amati bercak Dibawah UV 254 nm
Hitung harga Rf
IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN Pembuatan Eluen Kloroform = 4/5x18 = 14,4 ml Aseton = 1/5x18 = 3,6 ml Etil asetat = 85/100x18 = 15,3 ml Metanol = 10/100x18 = 1,8 ml NH4OH = 5/100x18 = 0,9 ml
V. PEMBAHASAN Analisis kuantitatif dengan KLT ada dua macam. Yang pertama noda cuplikan setelah dikembangkan diukur langsung luasnya atau kerapatannya (density). Secara manual atau menggunakan alatalat yang disebut densitometer. Tehnik ini disebut evaluasi in one. Luas atau kerapatan noda dibandingkan dengan kerapatan noda senyawa standar yang telah diketahui konsentrasinya. Cara yang kedua, noda diambil dengan cara dikerok atau diisap dengan suatu alat kemudian dilarutkan dalam suatu pelarut dan larutan terakhir diamati dengan spectrometer UV vis atau ditimbang (gravimetric) setelah pelarut diuapkan. Cara gravimetric hanya dapat dilakukan apabila jumlah cuplikan cukup besar. Cara ini tidak membutuhkan standar pembanding Pada percobaan ini, tehnik kromatografi lapis tipis yang digunakan adalah suatu plat tipis (aluminium) yang berfungsinya untuk tempat berjalannya adsorbens sehingga proses migrasi analit oleh solventnya bisa berjalan. Hal inilah yang membedakan antara kromatografi kertas dengan kromatografi lapis tipis. Yang dimana pada KLT menggunakan plat tipis sedangkan pada KK menggunakan kertas (lapisan selulosa) sehingga proses elusinya lebih lama (kira kira 1020 menit lebih lama dari KLT). Perbedaan lainnya dari kedua kromatografi tersebut adalah pembentukan noda pada adsorbensnya dimana pada KLT noda yang dihasilkan lebih tajam dibandingkan noda yang nampak dalam KK. Hal ini disebabkan pada KK penyusun dari adsorbens berupa selulosa yang dapat mengikat air, sehingga ketika dielusi dengan suatu pelarut atau fase gerak maka noda yang dihasilkan mengalami penyebaran akibat terdapatnya gugus OH dalam adsorbens yang masih tertingal dalam fase diamnya sehingga penampakan nodanya terlihat lebih pudar dan bentuk nodanya tidak bulat. Sedangkan dalam KLT adsorbens yang digunakan berupa slika gel (SiO 2 ) yang tidak mengikat molekul air, sehingga noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam. Faktor penyebab yang mempengaruhi nilai Rf pada KLT seperti kualitas adsorben, ketebalan lapisan, kejenuhan ruang kromatografi, tehnik pengembangan (elusi), suhu, dan kualitas pelarut. Fase gerak adalah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Pada percobaan kali ini digunakan campuran aseton-HCl. Digunakan HCl karena HCl dapat mengikat zat sampel dan membawanya menuju garis akhir plat dengan bantuan aseton yang merupakan zat organic yang mudah menguap. Pencampuran campuran fase gerak memperhitungkan dari kepolaran dari masing-masing pelarut. Pencampuran harus didahulukan dari yang paling polar, semi polar dan yang paling non polar. Hal tersebut dikarenakan bila fase non polar langsung ditambahkan pada pelarut fase yang polar maka kedua pelarut tesebut tidak akan menyatu karena perbedaan derajat kepolaran yang sangat jauh. Bila diteruskan, maka pada chamber akan terbentuk dua fase eluen yang menyebabkan hasil yang nampak akan buruk. Penentuan nilai Rf suatu standar analit pada KLT pada dasarnya sama dengan penentuan nilai Rf dalam KK, dimana nilai Rf ditentukan dengan membandingkan jarak noda yang dihasilkan dari migrasi solvent/ pelarutnya dengan jarak sample/ standar. Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan kromatografi planar (KK mapun KLT), dimana jika nilai Rf-nya besar berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) maksimum sedangkan jika nilai Rf-nya kecil berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) minimum. Tidak munculnya noda dalam percobaan kali ini dapat disebabkan oleh faktorfaktor yang mempengaruhi nilai Rf seperti diatas, akan tetapi ada juga kemungkinan lain misalnya noda yang tidak nampak, sehingga untuk menampakkan noda tersebut harus direaksikan dengan reagen penampak warna berupa ion logam transisi untuk membentuk kompleks, karena salah satu ciri senyawa kompleks adalah berwarna akibat adanya bilangan koordinasi dari atom pusatnya. Adapun untuk identifikasi dan deteksi zat setelah terbentuknya noda dilakukan dengan beberapa cara misalnya; planimetri, densitometri, spektrofotometri, dan fluorensis, dimana masing masing alat tersebut memeliki kelebihan dan kekurangan yang jika dijabarkan akan lebih panjang dan rumit karena dihubungkan dengan proses penggunaanya.
VI. KESIMPULAN 1. Sampel yang diberikan merupakan salisilamida.
DAFTAR PUSTAKA
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Kedokteran EGC. Clark, Jim. 2007. Kromatografi Lapis Tipis. Instrument Analisis Harborne. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : Penerbit ITB. Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida. FMIPA. Semarang. Khopkar, S,M. 2009. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia. Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press. Rudi, L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari: Universitas Haluoleo. Rudi, L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari: Universitas Haluoleo. Shevla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. Soebagio. 2002. Kimia Analitik II. Malang : JICA Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp. Sumatera Utara: USU Repository. Sudjadi. 1988. Metode pemisahan. Yogyakarta : Kanisius Underwood, AL dan JR. Day R.A. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif edisi keenam. Jakarta: Erlangga. .