Anda di halaman 1dari 12

RUPTUR UTERI

DIAJUKAN DALAM RANGKA MELENGKAPI TUGAS


ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN

DISUSUN OLEH:
ALDWINA NOVIA
HELMA TUSSADIYAH
NOVA TRI DAMAYANTI
ULAN RISKI JUNITA
YUNI ANDRIYANI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG

2B KEBIDANAN

2014

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai Metode Kontrasepsi Tanpa Alat:
Suhu Basal sesuai waktu yang telah ditargetkan.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan baik moral
maupun material, langsung maupun tidak langsung. kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang mendukung penyusunan ini.
Kami menyusun makalah ini dengan sistematis agar dapat dimengerti oleh pembaca
dan bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi mahasiswa Kebidanan. Namun kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan
kritik dari pembaca. Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat.

Tanjungpinang, Maret 2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1.

Latar Belakang

Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah
penyulit kehamilan seperti ruptur uteri. Ruptur uteri merupakan salah satu ben--tuk perdarahan
yang terjadi pada ke-ha-mil-an lanjut dan persalinan, selain pla-senta pre-via, solusio plasenta,
dan gangguan pem---bekuan darah. Pe-nye--bab kematian janin dalam rahim pa-ling ting--gi
oleh karena faktor ibu yaitu ibu de-ngan penyulit kehamilan ruptur uteri.
Terjadinya ruptura uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan
suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya kematian ibu dan anak karena ruptura
uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tertinggi kita jumpai di negara-negara yang
sedang berkembang, seperti Afrika dan Asia. Angka ini sebenernya dapat diperkecil bila ada
pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping
fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga
merupakan faktor yang penting.
Ibu-ibu yang telah mengalami pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak
sempurna lagi dan takut diceraikan oleh suaminya. Oleh karena itu, diagnosa yang tepat serta
tindakannya yang jitu juga penting, misalnya menguasai teknik operasi.

I. 2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Rumusan Masalah
Apakah pengertian rupture uteri?
Apakah etiologi dari rupture uteri?
Bagaimanakah etiologi dari rupture uteri?
Bagaimanakah mekanisme terjadinya rupture uteri?
Bagaimanakah cara mendiagnosa rupture uteri?
Bagaimanakah upaya pencegahan rupture uteri?
Bagaimanakah cara penanganan rupture uteri?

1
2
3
4
5
6
7

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian rupture uteri
Untuk mengetahui etiologi dari rupture uteri
Untuk mengetahui etiologi dari rupture uteri
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya rupture uteri
Untuk mengetahui cara mendiagnosa rupture uteri
Untuk mengetahui upaya pencegahan rupture uteri
Untuk mengetahui cara penanganan rupture uteri

I. 3.

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Pengertian Ruptur Uteri


Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena
angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah
dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen. Ruptura uteri masih sering dijumpai di
Indonesia karena persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum
mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan
dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya ruptura uteri.
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau
diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab ruptura
uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk
salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada
perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai
kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini.
Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang
sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan
kematian. Syok yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan
heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk
diwaspadai pada partus lama atau kasep.

2. 2.

Etiologi

Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada
sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya
tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan
parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi
bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada
persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat
operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi. Stimulasi
uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab yang
sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya
tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus
berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.

2. 3.

Klasifikasi

Menurut waktu terjadinya


1. Ruptura uteri gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berkolasi pada korpus.
2. Ruptura uteri durante partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Menurut lokasinya
1. Korpus uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi. Seperti seksio sesarea
klasik (korporal) atau miomektomi.
2. Segmen bawah rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju) SBR tambah lama tambah
regang dan tipis dan akhirnya terjadinya ruptura uteri.
3. Serviks uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau vesi dan ekstraksi, sedang
pembukaan belum lengkap.
4. Kolpoporeksis-kolporeksi
Robekan-robekan diantara serviks dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum
1. Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya ( perimetrum), sehingga terdapat
hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uiterus, dengan bahaya peritonitis.
2. Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal
dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Menurut etiologinya
1. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC miomektomi,
perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada
graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital
dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, misalnya
mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan hidramnion dimana
dinding rahim tipis dan regang.
2. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis,
postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat karena kelainan kongenital dari janin :
Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak
janin: letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi,
letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan

lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida
dengan sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan
partus yang salah.
Menurut gejala klinis
1. Ruptura uteri imminens (membakat=mengancam); penting untuk diketahui. Gejala klinis
akan dibicarakan kemudian.
2. Ruptura uteri (sebenarnya).

2. 4.

Mekanisme Ruptur Uteri

Pada umumnya uterus dibagiatas dua bagian atas : korpis uteri dan serviks. Batas
keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kirakira 20 mg, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukurankavum uteri, maka mulailah
terbentuk SBR ismus ini.
Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl.
Lingkaran bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat pada 2-3 jari diatas simfisis, bila meninggii
maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptura uteri mengancam (RUM).
Ruptura uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus.
Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah dimengerti, karena adanya lokus minoris resistens.
Rumus mekanisme terjadinya ruptur uteri:
R=H+O
Dimana :
R = Ruptur
H = His Kuat (tenaga)
O = Obstruksi (halangan)
Pada waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan
cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat
maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat), maka SBR
yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis.
Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR
tadi. Dalam hal terjadinya ruptur uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparatus untuk
memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum latum, ligamentum sacrouterina dan
jaringan parametra.
2. 5.

Diagnosis dan gejala klinis

Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptura uteri
mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak secepatnya
supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.

Gejala Ruptur Uteri Mengancam (RUM)


- Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus sudah lama
berlangsung
- Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
- Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan bahkan
meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
- Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
- Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering,
lidah kering dan haus, badan panas (demam).
- His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
- Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama
sebelah kiri atau keduanya.
- Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba
tipis dan nyeri kalau ditekan.
- Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang
bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang.
Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh, untuk itu
dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di
dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus
posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
- Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas,
terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri.
- Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
- Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem
porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Gejala-gejala ruptura uteri

Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah
ruptur uteri sebenarnya.
1) Anamnesis dan Inspeksi
- Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolaholah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin
sampai kolaps.
- Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
- Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
- Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.

Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian
terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
Kontraksi uterus biasanya hilang.
Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis
(paralisis usus).

2) Palpasi
- Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
- Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
- Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba bagianbagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya kadang-kadang teraba
uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
- Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur,
apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.

4) Pemeriksaan dalam
- Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke
atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
- Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau
jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan
bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar
maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat
diraba fundus uteri.

2. 6.

Upaya Pencegahan

Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada
pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya dapat kita ambil langkahlangkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan antenatal (prenatal).
- Panggul sempit atau CPD
- Anjurkan bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya kalau
kepala belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan pelvimetri.
Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer saat inpartu.
- Malposisi Kepala

- Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk melakukan
seksio sesarea primer saat inpartu.
- Malpresentasi
- Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
- Hidrosefalus
- Rigid cervix
- Tetania uteri
- Tumor jalan lahir
- Grandemultipara + abdomen pendulum
- Pada bekas seksio sesarea
Beberapa sarjana masih berpegang pada diktum : Once a Caesarean always a
Caesarean, tetapi pendapat kita disini adalah Once a Caesarean not necessarily a Caesarean,
kecuali pada panggul yang sempit. Hal ini disebut Repeat Caesarean Section. Pada keadaan
dimana seksio yang lalu dilakukan korporal pasien harus bersalin dirumah sakit dengan observasi
yang ketat dan cermat mengingat besarnya kemungkinan terjadi ruptur spontan. Kalau perlu
lakukan segera repeat c section. Pasien seksio sesaria dengan insisi SBR dibandingkan dengan
korporal menurut statistik kemungkinan terjadinya ruptur relatif kecil, Namun demikian partus
harus dilakukan di RS dan kalau kepala sudah turun lakukan ekstraksi forsep.
i.
Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin di RS
dengan pengawasan yang teliti.
ii.
Ruptur uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara lege artis, jangan
melakukan tindakan kristaller yang berlebihan, bidan dilarang memberikan oksitocin
sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan penataran supaya waktu memimpin persalinan
jangan mendorong-dorong, karena dapat menimbulkan ruptura uteri traumatika.

2. 7.

Penanganan

Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan
cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang pernah
mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati
terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus
segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan
efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan
bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum
perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan
tidak akan bisa diterima.

Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita


dengan pemberian infuse cairan dan transufi darah, kardiotonika, antibiotic dan sebagainya. Bila
keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan tindakan
jenis operasi:
1. Histerektomi, baik total maupun subtotal.
2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.

Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
Keadaan umum
Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
Jenis luka robekan
Tempat luka
Perdarahan dari luka
Umur dan jumlah anak hidup
Kemampuan dan keterampilan penolong

2. 8.

Prognosis

Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortilitas yang ditemukan dalam
berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin masih hidup pada saat
terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah
dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi.
Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau
mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan pernah pula
ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat, tindakan operasi segera,
ketersediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan
prognosis yang sangat besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang
sangat besar bagi wanita dengan ruptura pada uterus yang hamil.

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan

Ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau bersalin merupakan suatu bahaya besar yang
mengancam jiwa ibu dan janinya. Kematian ibu dan bayinya karena ruptur uteri masih tinggi
terutama di negara berkembang .
Terjadinya ruptur uteri dapat di cegah dengan prenatal care , pimpinan partus yang baik
, kecepatan merujuk dan penyediaan darah bagi ibu ruptur uteri.

3.2.

Saran

1. Bagi tenaga kesehatan :


- Tenaga ksehatan hendaknya dapat memberikan pelayanan kesehatan mulai dari
awal kehamilan dan saat persalinan dengan baik untuk menghindari ruptura uteri.
- Tenaga kesehatan harus cepat dan tanggap dalam mengambil keputusan dalam
penatalaksanaan ruptura uteri.
2. Bagi ibu dan keluarga :
- Melakukan kunjungan ANC selama kehamilan.
- Bersalin di Nakes
- Segera datang ke tenaga kesehatan jika terdapat tanda tanda bahaya pada
kehamilan dan tanda tanda persalinan.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba I.B.G, 2010, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta
Mochtar,Rustam. 2005. SinopsisObstetri Fisiologi dan Patologi. EGC: Jakarta.
Salmah.2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. EGC: Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka- Sarwono
Prawirohardjo
Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi I. EGC : Jakarta.
Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai