Askep Trauma Dada

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

ASKEP TRAUMA DADA

A. REVIEW ANATOMI FISIOLOGI


Untuk kasus trauma thorax / dada, setidaknya terdapat 3 bagian / organ
yang perlu dipelajari secara sistematis, yaitu rongga thorax, paru-paru
dan jantung.
1. Rongga Thorax
Rongga

Thorax

tersusun

atas

jaringan

tulang

dan

otot

(Muskuloskeletal), yang membentuk suatu rongga (Cavum). Didalam


rongga thorax terdiri dari beberapa organ vital yaitu ; jantung yang
merupakan organ utama pada sistem kardiovaskuler, dan paru-paru
yang juga merupakan organ utama pada sistem pernapasan.
Rangka thorax dibentuk oleh columna vertebralis, tulang costa,
cartilago costa, dan sternum. Costa terdiri dari 12 pasang tulang
rusuk, dimana dari 12 pasang tersebut terbagi menjadi : 7 pasang
costa sejati, 3 pasang costa palsu, dan 2 pasang costa melayang.
Tulang-tulang tersebutlah yang melindungi cavum thorax dan
beberapa organ didalamnya.
Rongga ini dilapisi oleh tiga otot yang menyerupai dinding otot
abdomen. Ketiga otot tersebut yaitu ;
a. M. Intercostalis Externus
Otot ini berjalan mengisi rongga intercostalis dari vertebra
posterior sampai di perbatasan kostokondral di anerior, kemudian
otot ini terus berjalan ke depan sebagai membran yang tipis,
secara kasat mata, otot ini akan terlihat seperti huruf V.
b. M. Intercostalis Internus
Otot ini berjalan mengisi rongga intecostalis dari sternum sampai
ke angulus costa kemudian berjalan ke belakang sebagai suatu
membran yang tipis, secara kasat mata, otot ini akan terlihat
seperti huruf A.

Askep Trauma Dada

c. M. Intercostalis Intima (terdalam)


Nervus intercostal adalah rami anterior primer dari n. Segmentalis
torakalis. Hanya enam nervus teratas yang berjalan dalam rongga
intercostalis, sisanya masuk ke dalam dinding anterior abdomen.
Nervus intercostal berjalan melewati 11 costa, sedangkan costa
ke 12 dilewati oleh nervus subcosta. Adapun cabang-cabang
Nervus Intercostalis adalah :
1) Cabang kolateral yang menyuplai otot di rongga intercostalis
(juga disuplai oleh n. Intercostalis utama).
2) Cabang sensoris dari pleura (nervus atas) dan peritonium
(nervus bawah).
Yang merupakan perkecualian adalah :
a) Nervus Inercostalis ke-1 bergabung dengan pleksus
brakialis dan tidak memiliki cabang kutaneus anterior.
b) Nervus Intercostalis ke-2 bergabung dengan Nervus
Cutaneus medialis dilengan melalui cabang Nervus
Interkostobrakialis, oleh karena itu nervus ini menyuplai
kulit ketiak dan sisi medial lengan.
2. Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Banyaknya alveoli 700.000.000 buah paru-paru
kiri dan kanan. Paru-paru di bagi 2, yaitu paru-paru kanan yang terdiri
dari 3 lobus yaitu : lobus pulmo dextra superior, lobus media dan
lobus inferior. Paru-paru kiri hanya terdiri dari 2 lobus karena
berbatasan langsung dengan organ jantung didalam rongga thorax.
Adapun kedua lobus tersebut yaitu : pulmo sinistra lobus superior dan
lobus inferior. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-

Askep Trauma Dada

paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus


superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dn 3 buah segmen
pada lobus inferior. Organ ini terletak pada rongga dada yang
menghadap ke tengah rongga dada. Paru-paru di bungkus oleh
selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu pleura
visceral dan pleura parietal (Martini, 2000).
Menurut Tambayong (2001), proses pernapasan dapat dibagi atas
empat kriteria yaitu :
a. Ventilasi pulmonal yang artinya masuk dan keluarnya udara dari
atmosfir ke bagian alveolus
b. Difusi Oksigen dan Karbondioksida yang masuk dari udara yang
masuk ke pembuluh darah disekitar alveoli
c. Transportasi oksigen dan karbondioksida oleh darah ke sel
d. Pengaturan Ventilasi.
Pernafasan

paru-paru

merupakan

pertukaran

oksigen

dan

karbondioksida yang terjadai di paru-paru. Oksigen di ambil melalui


mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk
melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam
kapiler pulmonal, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen
menembus membrane, dan diambil oleh sel darah merah di bawa ke
jantung dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh. Ada 4 proses
yang berhubungan dengan pernafasan paru-paru :
a. Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara
dalam alveoli dengan udara luar.
b. Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk
ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke
paru-paru.

Askep Trauma Dada

c. Distribusi arus udara dan arus darah dengan jumlah yang tepat
untuk di capai semua bagian.
d. Difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler
karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
3. Jantung
Menurut Martini. (2001), jantung merupakan sebuah organ muskuler
berongga yang terdiri dari otot-otot. Otot jantung merupakan jaringan
istimewa karena jika dilihat dari bentuk dan susunannya sama
dengan otot serat lintang, dan cara kerjanya dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom atau diluar kemauan kita.
Jantung terletak dirongga dada sebelah depan (cavum mediastinum
anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas
diafragma, dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara costa V
dan VI, dua jari dibawah papila mamae. Pada tempat ini teraba
adanya denyutan jantung yang disebut iktuscordis. Ukuran jantung +
sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250 300
gram. Organ ini tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan pembungkus
(Perycardium), lapisan otot (Myocardium), dan lapisan terdalam
(Endocardium) yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir
yang melapisi permukaan rongga jantung. Pada bagian dalam
jantung inilah terdapat 4 ruang / rongga, yaitu atrium kanan, atrium
kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Keempat ruang ini dihubungkan
dengan keberadaan katup Atrioventrikularis dan katup Semilunaris.
Curah jantung adalah volume darah yang disemprotkan oleh setiap
ventrikel setiap menit. Dua penentu curah jantung adalah kecepatan
denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume
darah yang dipompa per denyut). Pada keadaan normal (fisiologis)
jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri dan ventrikel kanan
sama besarnya bila tidak demikian maka akan terjadi penimbunan
darah di tempat tertentu, misalnya bila jumlah darah yang

Askep Trauma Dada

dipompakan ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri maka


jumlah darah tidak dapat diteruskan oleh ventrikel kiri ke peredaran
darah sistemik sehingga terjadi penimbunan darah di paru-paru.
Jumlah yang dipompakan ventrikel dalam satu menit disebut curah
jantung dan jumlah darah yang dipompakan ventrikel pada setiap kali
sistol disebut isi sekuncup. Secara normal pada setiap sistol ventrikel
tidak terjadi pengosongan total dari ventrikel, hanya sebagian dari isi
ventrikel yang dikeluarkan. Curah jantung pada pria dewasa dalam
keadaan istirahat + 5 liter dan dapat turun atau naik pada berbagai
keadaan.
Preload adalah jumlah atau volume darah saat pengisian kembali ke
atrium kanan melewati vena cava superior dan vena cava inferior
sedangkan Afterload adalah jumlah atau volume darah dalam sekali
pompa oleh ventrikel kiri keseluruh tubuh.
B. PENGERTIAN TRAUMA DADA / THORAX
Trauma dada adalah trauma tajam atau tumpul thorax yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, pneumothorax, hematothorax, dan
sebagainya (FKUI, 1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura
paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam
maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan
(Suzanne & Smetzler, 2001).
Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ; Trauma
Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik
tumpul

maupun

tajam

pada

dada

atau

dinding

thorax,

yang

menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan

Askep Trauma Dada

bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi


atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan
paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik
seperti ; Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan
sebagainya.
C. ETIOLOGI
1. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada
2. Penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan
3. Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.
4. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga,
ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
5. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
6. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
7. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
8. Pukulan daerah thorax dan Fraktur tulang iga
9. Tindakan medis (operasi)
D. KLASIFIKASI
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Trauma Tajam
a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma

Askep Trauma Dada

f.

Trauma Mediastinal

g. Trauma Tumpul
1) Tension pneumothoraks
2) Trauma tracheobronkhial
3) Flail Chest
4) Ruptur diafragma
5) Trauma mediastinal
6)

Fraktur kosta

E. PATOFISIOLOGI
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk
kompresi maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya
menyebabkan memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika
mengenai sternum, trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard
jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan
perubahan tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran bernapas
jika kontusio terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax
juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup
maupun terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail
Chest, yaitu suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai
kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi
karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua
atau lebih garis fraktur. Adanya semen fail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan
parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang
maka akan menyebabakan hipoksia yang serius.
Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali
berdampak lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda
tumpul. Benda tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding
dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus organ

Askep Trauma Dada

yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan


perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama
akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga
thorax maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif
akan terus meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat
seperti Pneumothorax, penurunan ekspansi paru, gangguan difusi,
kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung. Adapun gambaran proses
perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada skema 2.1.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
2. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
4. Dyspnea, takipnea
5. Takikardi
6. Tekanan darah menurun.
7. Gelisah dan agitasi
8. Kemungkinan cyanosis.
9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
11. Ada jejas pada thorak
12. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi
vena leher
13. Bunyi muffle pada jantung
14. Perfusi jaringan tidak adekuat
15. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi
dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

Askep Trauma Dada

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola
dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air
bag dan lain lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien
dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan
dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius
trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan pH
Pemeriksaan gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam
penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam
basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar
karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama
pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang
dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri
radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan pH,
serta kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil
pemeriksaannya :
Nilai Normal

Asidosis

Alkaliosis

pH ( 7,35 s/d 7,45 )

Turun

Naik

HCO3 (22 s/d 26)

Turun

Naik

PaCO2 (35 s/d 45)

Naik

Turun

BE (2 s/d +2)

Turun

Naik

PaO2 ( 80 s/d 100 )

Turun

Naik

Tabel 1.1 : Nilai Normal dan Kesimpulan Perubahan Hasil AGD dan pH (Hanif,
2007)

Askep Trauma Dada

Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan


diagnosis penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat
dilakukan dalam rangka pemantauan hasil / respon terhadap
pemberian terapi / intervensi tertentu kepada klien dengan keadaan
nilai AGD dan pH yang tidak normal baik Asidosis maupun Alkaliosis,
baik Respiratori maupun Metabolik. Dari pemantauan yang dilakukan
dengan

pemeriksaan

ketidakseimbangan

sudah

AGD

dan

pH,

terkompensasi

dapat

atau

diketahui

belum

tidak

terkompensasi.
Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang
menunjukkan kondisi sudah / tidak terkompensasi.
Jenis Gangguan Asam Basa
Asidosis respiratorik tidak
terkonpensasi
Alkalosis respiratorik tidak
terkonfensasi
Asidosis metabolic tidak
terkonfensasi
Alkalosis metabolic tidak
terkonfensasi
Asidosis respiratorik
kompensasi alkalosis metabolic
Alkalosis respiratorik
kompensasi asidosis metabolic
Asidosis metabolic kompensasi
alkalosis respiratorik

PH

Total CO2

PCO2

Rendah

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Rendah

Rendah

Rendah

Rendah

Normal

Tinggi

Tinggi

Rendah

Normal

Tinggi

Normal

Normal

Rendah

Normal

Normal

Rendah

Rendah

Normal

Tinggi

Tinggi

Alkalosis metabolic
kompensasi asidosis
respiratorik
Tabel 2.2 : Acuan Nilai Hasil Pemantauan AGD dan pH ( FKUI, 2008)

Askep Trauma Dada

10

4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul
toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis
dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum
pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan
ini sebelum dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik

dan

transesofagus

menegakkan

diagnose

adanya

sangat
kelainan

membantu
pada

jantung

dalam
dan

esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi,


adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub
jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh
seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya
hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi
akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan
adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia,
gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan
seperti kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan
adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
a. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
b. Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan
kebutuhan oksigen jaringan tubuh.

Askep Trauma Dada

11

H. PENATALAKSANAAN
1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun
di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya
harus

mendapatkan

tindakan

yang

tanggap

darurat

dengan

memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.


Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan
masing-masing klien secara spesifik. Bantuan oksigenisasi penting
dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui
dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar
maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan
memperhatikan :
a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan
pada jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan
dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan
jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,
sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat
dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan
berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka
lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah
satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas
oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang
dagu (Head tild chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula
(Jaw Thrust Manuver).

Askep Trauma Dada

12

b. Pemeriksaan

dan

Penanganan

Masalah

Usaha

Napas

(Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik
melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan
merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel),
biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu
waktu. Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang
ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan
metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi
jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang mengalami
kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus
akibat trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi
fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai
pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan menghentikan
perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari
penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga
prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada
penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan
sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis
dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien
yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi
cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium

Askep Trauma Dada

13

darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat


darurat.
2. Konservatif
a. Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan
kelanjutan dari pemberian sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap
akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan
penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari
terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya
pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ
jantung.
b. Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan
perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari
masuknya mikroorganisme pathogen.
c. Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan
dan kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan
keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi broad
spectrum antibiotic, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x
sehari.
d. Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif
jika

penderita

memiliki

indikasi

akan

kebutuhan

tindakan

fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program


pengobatan konservatif.

Askep Trauma Dada

14

3. Invasif / Operatif
a. WSD (Water Seal Drainage)
WSD

merupakan

tindakan

invasif

yang

dilakukan

untuk

mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura,


rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
1) Indikasi
a) Pneumothoraks

Spontan > 20% oleh karena rupture bleb

Luka tusuk tembus

Klem dada yang terlalu lama

Kerusakan selang dada pada sistem drainase

b) Hemothoraks

Robekan pleura

Kelebihan antikoagulan

Pasca bedah thoraks

c) Thorakotomy

Lobektomy

Pneumoktomy

d) Efusi pleura

Penyakit paru serius

Kondisi inflamasi

e) Emfiema
2) Tujuan
i.

Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura


dan rongga thorak

ii. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura


iii. Mengembangkan

kembali

paru

yang

kolaps

dan

mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga


dada.

Askep Trauma Dada

15

3) Tempat / Area Pemasangan WSD


Bagian apex paru (apical)

Anterolateral interkosta ke 1-2

Fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

4) Jenis-jenis WSD
i.

WSD dengan sistem satu botol

Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan


pada pasien simple pneumothoraks

Terdiri

dari

botol

dengan

penutup

segel

yang

mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan


1 lagi masuk ke dalam botol

Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung


selang terendam 2cm untuk mencegah masuknya
udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps
paru

Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka


untuk memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar

Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan


gravitasi.

Undulasi

pada

selang

cairan

mengikuti

irama

pernafasan :
-

Inspirasi akan meningkat

Ekpirasi menurun

Askep Trauma Dada

16

ii. WSD dengan sistem 2 botol

Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan


drainage dan botol ke-2 botol water seal

Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang


awalnya kosong dan hampa udara, selang pendek
pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2
yang berisi water seal.

Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1


dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal
botol 2.

Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara


dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD
dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk
ke WSD.

Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks,


hemopneumothoraks, efusi peural.

iii. WSD dengan sistem 3 botol

Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk


mengontrol jumlah hisapan yang digunakan.

Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan

Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah


air pada botol ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada
kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air
botol WSD.

Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan


yang ditambahkan.

Botol ke-3 mempunyai 3 selang :


-

Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan


tube pada botol ke dua.

Tube pendek lain dihubungkan dengan suction.

Tube di tengah yang panjang sampai di batas


permukaan air dan terbuka ke atmosfer
Askep Trauma Dada

17

5) Komplikasi Pemasangan WSD


a) Komplikasi primer

: perdarahan,

edema

paru,

tension pneumothoraks, atrial


aritmia
b) Komplikasi sekunder

: infeksi, emfisema

b. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan
negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen dalam waktu yang lama. ( Brunner dan
Suddarth, 1996).
1) Klasifikasi
Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat
tersebut mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah
ventilator tekanan negatif dan tekanan positif.
a) Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif
pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan
intratoraks
mengalir

selama
ke

inspirasi

dalam

memungkinkan

paru-paru

sehingga

udara

memenuhi

volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada


gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi
neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular,
sklerosisi

lateral

amiotrifik

dan

miastenia

gravis.

Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil


atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan
ventilasi sering.

Askep Trauma Dada

18

b) Ventilator Tekanan Positif


Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru
dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas
dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang
selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan
intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara
luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer.
Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan
bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan
positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset
telah tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup
mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang
telah ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus
mati. Ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya
untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan. Ventilator
waktu

bersiklus

adalah

ventilator

mengakhiri

atau

mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume


udara yang diterima klien diatur oleh kepanjangan
inspirasi dan frekuensi aliran udara .
Ventilator ini digunakan
Ventilator

volume

pada

bersiklus

neonatus dan
yaitu

ventilator

bayi.
yang

mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang


telah ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada
klien , siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara
pasif. Ventilator

volume bersiklus sejauh ini adalah

ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan.

Askep Trauma Dada

19

2) Gambaran ventilasi mekanik yang ideal adalah :


a) Sederhana, mudah dan murah
b) Dapat memberikan volume tidak kurang 1500cc dengan
frekuensi nafas hingga 60x/menit dan dapat diatur ratio
I/E.
c) Dapat digunakan dan cocok digunakan dengan berbagai
alat penunjang pernafasan yang lain.
d) Dapat dirangkai dengan PEEP
e) Dapat memonitor tekanan , volume inhalasi, volume
ekshalasi, volume tidal, frekuensi nafas, dan konsentrasi
oksigen inhalasi
f)

Mempunyai fasilitas untuk humidifikasi serta penambahan


obat didalamnya

g) Mempunyai fasilitas untuk SIMV, CPAP, Pressure Support


h) Mudah membersihkan dan mensterilkannya.
3) Indikasi Klinik
a) Kegagalan Ventilasi

Neuromuscular Disease

Central Nervous System disease

Depresi system saraf pusat

Musculosceletal disease

Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi

b) Kegagalan Pertukaras Gas

Gagal nafas akut

Gagal nafas kronik

Gagal jantung kiri

Penyakit paru-gangguan difusi

Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch

Askep Trauma Dada

20

4) Peran Perawat
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien
dan

fungsi

ventilator.

Dalam

mengkaji

klien,

perawat

mengevaluasi hal hal berikut :


a) Tanda-tanda vital
b) Bukti adanya hipoksia
c) Frekuensi dan pola pernafasan
d) Bunyi nafas
e) Status neurologis
f)

Volume tidal, ventilasi semenit, kapasitas vital kuat

g) Kebutuhan pengisapan
h) Upaya ventilasi spontan klien
i)

Status nutrisi

j)

Status psikologis

5) Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang
diberikan antara lain :
a) Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri,
tekanan arteri pulmonal dan tanda-tanda vital yang
adekuat.
b) Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi
lendir yang minimal.
c) Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan
suhu tubuh dan jumlah sel darah putih.
d) Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
e) Berkomunikasi secara efektif melalui pesan tertulis, gerak
tubuh atau alat komunikasi lainnya.
f)

Dapat mengatasi masalah secara efektif

Askep Trauma Dada

21

Anda mungkin juga menyukai