Anda di halaman 1dari 12

PENYAKIT HUNTINGTON

I.

Pendahuluan
Penyakit Huntington merupakan penyakit herediter yang jarang
terjadi, dinamakan sesuai nama seorang dokter Amerika George
Huntington yang pertama kali menulis penyakit ini pada tahun 1872.
Nama awal penyakit ini adalah chorea Huntington, dari bahasa Yunani
yang berarti tarian. Chorea digambarkan sebagai gerakan memutar,
memuntir, membelit, tidak terkontrol dan konstan yang memburuk secara
progresif sejalan dengan berkembangnya penyakit. Namun, beberapa
penderita Huntington awitan-dewasa mengalami rigiditas berat dan tidak
mampu bergerak yang berat tetapi bukan chorea, sehingga gejala
dominannya adalah akinesia. 1-3
Penyakit huntington terjadi pada dekade ke-4 dan ke-5. Prevalensi dari
penyakit ini adalah 5-10 orang per 100.000 populasi. Pada penelitian The
National Institute of Neurological Disorder and Stroke (NINDS, 2000)
memperkirakan lebih dari 30.000 orang di Amerika Serikat menderita
Huntington, atau 1:10.000 orang. 1,4
Sebagian kecil kasus Huntington dapat bersifat sporadik yang
kejadiannya tanpa adanya riwayat herediter dalam keluarga. Kasus-kasus
seperti ini dapat disebabkan karena adanya mutasi genetik baru pada gen
yang terjadi selama proses perkembangan sperma yang nantinya akan
membawa faktor resiko pengulangan trinukleotida CAG yang menjadi
sumber penyebab dari Huntington.5

II.

Etiologi
Penyakit Huntington terjadi akibat degenerasi neuron yang
terprogram secara genetik di daerah ganglia basalis yang terkait dengan
defek pada kromosom 4 berupa gangguan perbanyakan dari trinukleotida
yang bersifat autosomal dominan. Gen pada kromosom 4 menghasilkan

protein huntingtin yang diespresikan secara luas pada susunan saraf pusat.
Gen ini berisikan pengulangan trinukleotida CAG yang normalnya hanya
berjumlah 26 buah. Namun pada pasien dengan penyakit Huntington,
pengulangan trinukleotida CAG dapat mencapai lebih dari 36 buah.
Pengulangan yang lebih dari 100 biasanya terjadi pada masa anak-anak
(juveinile) yang diturunkan oleh ayahnya. 1-6
III. Patofisiologi
Manusia dapat bergerak dikarenakan adanya stimulus dari sistem
saraf sensorik ke sistem saraf motorik yang prosesnya telah diatur di dalam
tubuh. Informasi sensorik akan diintegrasikan di semua tingkat sistem saraf
dan menyebabkan adanya respons motorik yang dimulai dalam medulla
spinalis dengan refleks-refleks otot yang relatif sederhana, meluas ke batang
otak dengan respons yang lebih kompleks, dan akhirnya, meluas ke
serebrum, tempat kecekapan otot yang paling kompleks dikendalikan.7
Stimulus motorik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu motoris
piramidalis dan motoris extrapiramidalis. Sentrum motoris piramidalis
terdapat pada cortex cerebri lobus frontalis, yaitu pada area 4 yang disebut
dengan gyrus precentralis atau area motoris primer, area 6 & 8 atau yang
dikenal dengan area premotoris dan area 44 & 45 atau area broca yang
berfungsi sebagai sentrum bicara motoris.7,8
Sentrum motoris ekstrapiramidalis terdiri atas cortex cerebri pada
area 5 &7 lobus parietalis, area 22 pada lobus temporalis, dan area 19 pada
lobus oksipitalis, ganglion basale, subthalamus, nukleus ventralis dan
centromedianus / intralaminaria, reticularis thalami, cerebellum, nukleus
ruber, substantia nigra, formatio retikularis, nucleus.7,8
Peranan motoris piramidalis adalah mengawali atau memicu gerakan
yang diinginkan, menghasilkan patron gerakan yang diinginkan, namun
gerakan yang timbul tidak halus, belum terampil, dan tidak tangkas.
Sedangkan peranan motoris extrapiramidalis adalah memperhalus gerakan

yang telah dikoneksikan oleh motoris piramidalis sehingga hasil dari


interkoneksi

keduanya

akan

menghasilkan

gerakan

yang

teratur,

tangkas/terampil, dan terkoordinasi dengan baik.7,8

Basalis9
Pada Huntington terjadi degenarasi neuron di daerah korteks cerebri
Gambar 1. Ganglia

dan ganglia basalis dengan target sasaran neuron pada striatum, terutama yang
berada pada nucleus kaudatus, putamen dan globus palidus. Selain
menghasilkan neurotransmitter, ganglia basalis terhadap korteks cerebri
berperan penting dalam koordinasi impuls motoris yang terutama bersifat
inhibisi untuk menghasilkan gerakan terkoordinasi yang diinginkan,
mengendalikan intensitas relatif dari gerakan yang terpisah, arah gerakan, dan
pengurutan gerakan paralel yang multipel.1,8 Oleh karena itu jika terdapat
kelainan pada ganglia basalis baik struktural maupun fungsional akan
menghilangkan efek inhibisi sehingga pada klinis dapat ditemukan gerakan
abnormal yang bersifat repetitif ataupun ritmik.10

Sejalan dengan progresifnya penyakit dan defek kromosom, akan


mengakibatkan

munculnya

kejadian

kehilangan

neuron

yang

dapat

mengakibatkan defisiensi asam glutamat dekarboksilasi dan kolin dalam


ganglia basalis sehingga terjadi kekacauan biokimia seperti penurunan
produksi GABA, kejadian kehilangan neuron juga dapat menyebabkan atrofi
korteks yang tentu dapat mengakibatkan kurangnya mekanisme inhibisi pada
jalur motorik halus sehingga koordinasi dan kontrol gerakan halus dan
tangkas menjadi terganggu juga dapat bermanifestasi berupa gangguan
pikiran, persepsi dan memori (gangguan psikiatrik).1-6

Gambar 2. Patomekanisme GABA8

IV. Manifestasi Klinis

Gejala klinis ditandai dengan gerakan chorea, gejala psikiatri, dan


demensia. Gerakan chorea ini terjadi secara tiba-tiba, singkat, asimetri,
tersendat-sendat yang melibatkan wajah, lidah, dan ekstremitas. Gerakan ini
muncul secara spontan selama melakukan kegiatan volunter yang lamakelamaan dapat menyebabkan gangguan cara berjalan yang berat, gangguan
berbicara, dan gangguan menelan. Pada masa anak-anak, gejala yang timbul
dapat berupa rigiditas akinetik, dystonia, dan kejang dengan masa klinis yang
lebih pendek.1-6

Gambar 3. Gerarakan chorea11

Gambar. 4 Atrofi korteks cerebri, nucleus kaudatus, dan putamen4

Gejala psikiatri dapat bervariasi, termasuk di antaranya gangguan


tingkah laku dan gangguan kepribadian, mood, dan afektif, utamanya depresi,
dan psikotik yang sering menjadi skizofrenia. Gejala-gejala ini diikuti
dengan penurunan fungsi kognitif yang lambat laun menjadi demensia.
Alkoholisme dan bunuh diri memiliki insidens yang tinggi pada penyakit ini
di mana perjalanan klinisnya rata-rata 10-15 tahun.1-6
V.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis ditemukan
riwayat keluarga menderita hal yang sama, biasanya terjadi pada usia
degeneratif, serta terdapat gangguan psikiatrik dan kemunduran kognitif
secara progresif. Ditemukan gerakan chorea yaitu gerakan spontan yang
terjadi secara tiba-tiba dan berlebihan dengan waktu kejadian dan tempat
predileksi yang tidak menentu.1-6,12

Gambar. 5 Perbandingan CT-Scan pada Huntington Disease dan orang normal.13

Pada pemeriksaan CT-Scan ditemukan atrofi pada korteks cerebri,


nukleus kaudatus, dan putamen, serta flattening pada ventrikel lateralis.
Selain itu, koreksi gen juga dapat dilakukan khususnya pada pasien yang
memiliki riwayat menderita penyakit yang sama dalam keluarga serta untuk
menyingkirkan penyakit penyakit defek gen yang memliki manifestasi
klinis yang sama.1-6,12
VI. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk penyakit Huntington, yaitu penyakit
Parkinson, Multiple Sclerosis, dan Neuroakantositosis. Penyakit parkinson
adalah gangguan pada basal ganglia dan merupakan salah satu gangguan
neurologis tersering yang menyerang 1% dari setiap individu yang berusia di
atas 60 tahun. Terdapat dua temuan neuropatologi yang utama pada penyakit
ini: hilangnya neuron dopaminergik berpigmen pada substansia nigra dan
adanya badan-badan Lewy. Kebanyakan dari kasus Parkinson yang idiopatik
disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Pasien dengan Parkinson
menunjukkan dua onset manifestasi: onset manifestasi klinis awal dan onset
tanda motorik. Gejala awal berlangsung lama (berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan), dengan tremor sebagai gejala paling sering. Terdapat 4 tanda
kardinal dari Parkinson: tremor saat istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan
instabilitas postural.14
Kedua, Multiple Sclerosis yaitu penyakit inflamasi yang dimediasi
oleh sistem imun yang menyerang akson-akson bermyelin pada susunan saraf
pusat sehingga merusak myelin dan akson dengan berbagai derajat keparahan.
Penyakit ini ditandai dengan episode defisit neurologis yang reversibel. Pada
kebanyakan pasien, episode-episode ini berangsur-angsur diikuti dengan
penurunan fungsi neurologis yang progresif. Penyebab dari penyakit ini belum
diketahui, tetapi kemungkinan berkaitan dengan faktor genetik dan nongenetik, seperti virus, kekurangan vitamin D, atau faktor lingkungan yang

kesemuanya berakibat pada gangguan autoimun sehingga menyebabkan


serangan terhadap imunitas susunan saraf pusat yang rekuren.15
Ketiga, Neuroakantositosis yaitu sekelompok gangguan heterogen
yang ditandai dengan gejala neurologis dan akantositosis, yaitu kelainan pada
sel-sel darah merah. Kelainan neurologis biasanya berupa gangguan
pergerakan atau ataxia, gangguan kepribadian, gangguan kognitif, neuropati
aksonal, dan bangkitan. Dalam perjalanannya, kebanyakan pasien memiliki
manifestasi berupa akantositosis pada hapusan darah tepi (10-30%) berupa
eritrosit berbentuk seperti bintang atau memiliki tanduk.16
VII. Penatalaksanaan
Tatalaksana pada penyakit Hutington dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu, secara medikamentosa dan non-medikamentosa. Beberapa sumber
juga mengemukakan bahwa terapi gen juga dapat menjadi pilihan dalam
menangani penyakit Huntington. Menurut Journal of Biological Chemistry
yang diterbitkan pada Juni 2009, menjelaskan bahwa seorang peneliti telah
mengultur sebuah sel yang memperlihatkan adanya bentukan gen RCAN1
yang dikenal sebagai RCAN-1L, gen ini secara dramatis mengalami
penurunan pada otak akibat penyakit Huntington. RCAN-1L ini ditemukan
pertama kali di laboratorium penulis jurnal tersebut. Investigasi dari penelitian
tersebut juga menunjukkan adanya peningkatan level RCAN-1L yang
nantinya dapat menyelamatkan sel dari efek toksik dari penyakit Huntington
tersebut, kemungkinan suatu saat gen ini dapat dijadikan salah satu terapi baru
dalam menangani penyakit Huntington.17
Secara medikamentosa, tidak terdapat pengobatan pasti atau terapi
spesifik

untuk

penyakit

Huntington.

Namun,

beberapa

pengobatan

simptomatis dapat diberikan untuk mengatasi gangguan motorik dan psikiatri

penderita. Beberapa intervensi dapat dilakukan untuk membantu penderita


agar mampu beradaptasi terhadap perubahan dan ketidakmampuan fungsi
tubuh sejak dini. Pengobatan untuk penyakit ini masih dalam tahap
perkembangan. Namun, perlu disadari bahwa obat obat yang digunakan
untuk mengatasi gejala juga memiliki efek samping yang dapat
memperburuk gejala yang lain. Beberapa obat yang dapat digunakan pada
gangguan motorik terdiri atas
a) Tetrabenazine (Xenazine) merupakan obat yang spesifik dalam menekan
gerakan berupa sentakan-sentakan menggeliat yang involuntar. Efek
samping serius dari pemakaian obat in dapat menjadi faktor resiko dalam
memperburuk atau menjadi pemicu kejadian depresi atau beberapa
kondisi psikiatrik lainnya.
b) Obat Antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan clozapine (Clozaril)
memiliki efek untuk menekan pergerakan. Obat ini biasanya digunakan
untuk pengobatan chorea. Obat ini memperburuk kontraksi involunter
(distonia) dan kekakuan otot.
c) Obat obatan lain juga dapat dijadikan sebagai medikasi untuk mebantu
pasien menekan chorea, distonia dan kekakuan otot yang seperti obat
obatan antibangkitan misalnya clonazepam (Klonopin) dan obat-obatan
antibangkitan misalnya diazepam (Valium). Obat-obatan seperti ini dapat
mengganggu kesadaran dan memiliki efek ketergantungan dan mudah
untuk disalahgunakan.1,18,19
Selain itu, pengobatan pada gangguan psikiatrik juga dibutuhkan.
Medikasi pada ganguan psikiatrik dapat bervariasi tergantung pada tanda dan
gejala yang terjadi. Penatalaksanaan gangguan psikiatrik dapat berupa :

a)

Obat antidepresan seperti escitalopram (Lexapro), fluoxetine (Prozac,


Sarafem) dan sertraline (Zoloft). Obat-obat ini memiliki efek dalam
menangani gangguan kompulsif-obsesif. Efek samping dari obat ini adalah
mual, diare, gangguan tidur dan masalah seksual.

b)

Obat antipsikotik dapat menekan ledakan emosi, agitasi, dan beberapa


gejala yang memperlihatkan gangguan mood/perasaan atau kondisi
psikosis.

c)

Obat pengendali mood dapat mencegah terjadinya asosiasi peninggian dan


penurunan gangguan bipolar seperti lithium (Lithobid) dan antikonvulsan,
seperti asam valproac (Depakene), divalproex (Depakote), dan lamotrigine
(Lamictal). Efek samping yang biasa terjadi adalah penambahan berat
badan, tremor, dan masalah gastrointestinal. Pemeriksaan darah rutin
penting dilakukan sebelum pemakaian lithium sebab dapat mengakibatkan
gangguan atau masalah pada tiroid dan ginjal.18,19
Pengobatan secara non-medikamentosa dapat dilakukan dengan

fisioterapi, konseling psikiatrik (psikoterapi), dan terapi okupasi. Peranan


seorang psikoterapis/psikiater dibutuhkan dalam membantu pasien untuk
menangani masalah masalah perilaku (behavior disorder), dapat memberi
masukan masukan strategis, memberi harapan selama menjalani proses
terapi penyakit dan dapat menjadi fasilitator yang efektif diantara anggota
keluarga penderita.18
Selain itu, peranan seorang okupasis dan fisioterapis juga tidak kalah
penting, mereka dapat membantu penderita dalam mengajarkan latihan atau
gerakan yang aman yang mampu meningkatkan kekuatan, flexibilitas,
keseimbangan dan koordinasi gerak. Latihan ini dapat menjaga pergerakan
motorik tubuh sehingga mampu menurunkan faktor resiko jatuh. Instruksi
berupa ajaran pengendalian postur tubuh yang aman dan sesuai dapat

meningkatkan kewaspadaan terhadap gangguan pergerakan (movement


disorder) dan dapat mengurangi keparahan gangguan pergerakan. Penggunaan
alat bantu jalan atau kursi roda dibutuhkan pada pasien, seorang fisioterapis
akan memberi instruksi yang sesuai dengan penggunaan alat bantu tersebut.
Perlu diingat bahwa penyakit Huntington secara signifikan merusak kontrol
dari otot-otot mulut dan tenggorokan yang sangat penting untuk proses bicara,
makan dan menelan. Seorang ahli terapi bicara dapat membantu penderita
untuk meningkatkan kemampuan bicara agar terdengar lebih jelas atau dapat
meningkatkan kemampuan dalam menggunakan alat-alat komunikasi tubuh
juga meningkatkan kemampuan penggunaan otot-otot pengunyah untuk
proses makan dan menelan.18
Sejalan dengan perjalanan penyakit penderita, terkadang anggota
keluarga tidak dapat lagi memberikan perhatian yang selalu dibutuhkan
pasien, sehingga pasien perlu ditempatkan dalam suatu institusi. Anggota
keluarga membutuhkan banyak dukungan emosional untuk mengatasi
perburukan penyakit dalam jangka waktu yang lama. Konseling genetik dan
penjelasan penyakit secara teliti juga diperlukan karena penyakit ini
diwariskan secara herediter.1
VIII. Prognosis
Belum

ada

pengobatan

kausatif

bagi

penderita

Huntington.

Pengobatan hanya bersifat simptomatis agar dapat menghambat progresivitas


klinis penyakit yang sudah ada.2 Sejalan dengan progresivitas penyakitnya,
penderita Huntington lebih cenderung untuk meninggal. Namun hal ini tetap
tergantung kepada lingkungan internal dan eksternal tubuh penderita itu
sendiri.19
IX. Penutup

Penyakit Huntington merupakan penyakit herediter yang terjadi akibat


degenerasi neuron yang terprogram secara genetik didaerah ganglia basalis.
Kelainan ini terkait dengan defek pada kromosom 4 berupa gangguan
perbanyakan dari trinukleotida CAG yang bersifat autosomal dominan.
Manifestasi penyakit ini memperlihatkan

movement disorder akibat

degenerasi neuron pada sistem ekstrapiramidal motorik disertai gangguan


kognitif-psikiatrik yang progresif. Untuk mendiagnosa penyakit ini dapat
dengan dilakukannya anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang. Belum ada terapi kausal pada penyakit ini. Namun, terapi
simtomatik baik yang bersifak medikamentosa maupun non-medikamentosa
dapat memperbaiki keadaan penderita seiring dengan perjalan penyakitnya.

Anda mungkin juga menyukai