Anda di halaman 1dari 38

BIOETIKA

dr. Agung Frijanto, SpKJ

Definisi Etika
Etik berasal dari kata etos yang berarti baik.
Etik : cabang ilmu filsafat yg mempelajari moralitas.
Bioetika adalah salah satu cabang dari etik normatif
Bioetik atau biomedical ethics : etik yang
berhubungan dengan praktik kedokteran dan atau
penelitian di bidang biomedis.

Beberapa contoh pertanyaan di dalam bioetika


Apakah seorang dokter berkewajiban secara moral
untuk memberitahukan kepada seorang yang
berada dalam stadium terminal bahwa ia sedang
sekarat?
Apakah membuka rahasia kedokteran dapat
dibenarkan secara moral?
Apakah aborsi ataupun euthanasia dapat
dibenarkan secara moral?

Contoh Pertanyaan bioetik


dibenarkan atau tidaknya suatu hukum dilihat dari segi etik

Apakah dapat dibenarkan membuat suatu peraturan


perundang-undangan yang mewajibkan seseorang untuk
menerima tindakan medis yang bersifat life saving,
meskipun bertentangan dengan keinginannya?
Apakah dapat dibenarkan secara etik apabila suatu hukum
yang mengharuskan memasukkan seseorang dengan
gangguan jiwa ke dalam rumah sakit, meskipun
bertentangan dengan keinginan pasien?
Apakah dapat dibenarkan membuat suatu peraturan yang
membolehkan tindakan medis apa saja yang diminta oleh
pasien kepada dokternya, meskipun sebenarnya tidak ada
indikasi?

Etika Kedokteran
Pada dasarnya manusia memiliki 4 kebutuhan dasar, yaitu
(a). kebutuhan fisiologis, (b). kebutuhan psikologis, (c).
kebutuhan sosial, serta (d). kebutuhan kreatif dan spiritual.
Kebutuhan2 tsb harus dipenuhi secara berimbang.
Apabila seseorang memilih untuk memenuhi kebutuhan
tersebut secara tidak berimbang, maka ia telah menentukan
secara subyektif apa yang baik bagi dirinya, yang belum
tentu baik secara obyektif.
Baik disebabkan oleh ketidaktahuan atau akibat kelemahan
moral,
seseorang dapat saja tidak mempertimbangkan semua
kebutuhan tersebut dalam membuat keputusan etik,
sehingga berakibat terjadinya konflik di bidang keputusan
moral.

Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau


kedokteran, selain mempertimbangkan keempat kebutuhan
dasar diatas,
keputusan hendaknya juga mempertimbangkan hak-hak
asasi pasien.
Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan juga
pelanggaran atas kebutuhan dasar diatas, terutama
kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk


atau benar-salahnya suatu sikap dan atau perbuatan
seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.

Penilaian baik-buruk dan benar-salah dari sisi moral


tersebut menggunakan pendekatan teori etika.

Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang


adalah teori deontologi dan teleologi.
Deontologi mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu
perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri
(Kant),
Teleologi mengajarkan untuk menilai baik-buruk tindakan
dengan melihat hasilnya atau akibatnya (Hume, Bentham,
Mills).
Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran agama,
tradisi dan budaya, sedangkan teleologi lebih kearah
penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada
azas manfaat (aliran utilitarian).

Beauchamp and Childress (1994) untuk mencapai ke suatu keputusan


etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle)
atau Kaidah Dasar Bioetik (KDB) yaitu :

1.Prinsip otonomi prinsip moral yang menghormati hakhak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self
determination). Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent.

2.Prinsip beneficence, prinsip moral yang mengutamakan


tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien.
Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk
kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya
(manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).

3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral


yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien.
Prinsip ini dikenal sebagai primum non
nocere atau above all do no harm.

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang


mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan
sumber daya (distributive justice).

Dilema Etik

Hasil penalaran moralitas dengan menggunakan


kaidah dasar kaidah dasar di atas pada umumnya
akan saling menunjang antara satu kaidah dasar
dengan kaidah dasar lainnya. Namun dalam
keadaan tertentu mereka dapat saling bertentangan
(ethical dilemma),
sehingga mengakibatkan
kesulitan dalam membuat keputusan etik.

Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus


dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan klinis,
profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai
panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical
conduct).
Nilai nilai dalam etika profesi tercermin di dalam
sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah dokter
berisikan suatu kontrak moral antara dokter dengan
Tuhan, sedangkan kode etik kedokteran berisikan kontrak
kewajiban moral antara dokter dengan peer-groupnya,
yaitu masyarakat profesinya.

Etika Klinik

Pembuatan keputusan etik terutama dalam situasi


klinik, dapat juga dilakukan dengan pendekatan
yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar
moral. Jonsen, Siegler dan Winslade (tahun 2002)
mengembangkan teori etik yang menggunakan 4
topik yang esensial dalam pelayanan klinik yaitu :
1. Medical indication
2. Patient preferrences
3. Quality of life
4. Contextual features

Medical indication
meliputi semua prosedur diagnostik dan terapi yang
sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan
mengobatinya. Penilaian aspek indikasi ini ditinjau
dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah
Beneficence dan Nonmaleficence. Pertanyaan etika
pada topik ini adalah serupa dengan seluruh
informasi yang selayaknya disampaikan kepada
pasien pada doktrin Informed consent.

Patient preferrence

memperhatikan nilai (value) dan penilaian pasien tentang


manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berati
cerminan kaidah autonomy. Pertanyaan etiknya meliputi
pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunter, sikap
dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa
pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan
keyakinan yang dianut oleh pasien

Quality of life

merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran yaitu


memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup
insani. Apa, siapa dan bagaimana melakukan penilaian
kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis
yang berkaitan dengan beneficence, Nonmaleficence dan
Autonomy

Contextual features
dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis
yang mempengaruhi keputusan seperti faktor
keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan,
alokasi sumber daya dan faktor hukum.

Hubungan Etik dengan Hukum


Di dalam praktik kedokteran terdapat aspek etik
dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering
tumpang tindih pada suatu issue tertentu, seperti
pada issue informed consent, wajib simpan rahasia
kedokteran, profesionalisme, dll.
Bahkan di dalam praktik kedokteran, aspek etik
sudah tidak dapat dipisahkan dari aspek
hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik
yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau
sebaliknya norma hukum yang dibuat dengan
mengacu atau berdasarkan nilai nilai etika.

Dalam hal terdapat konflik etika dalam pelayanan


kesehatan / kedokteran, ketentuan hukum seringkali
membatasi pilihan etik atau bahkan menciptakan konflik
etik.
Pada kasus diundangkannya undang-undang wabah telah
mengabaikan kaidah moral autonomy pasien, atau berarti
mengakibatkan konflik baru antara beneficence dengan
autonomy bagi pasien.
Atau adanya ketentuan hukum tentang informed consent
telah mengakibatkan konflik etik bagi dokter, antara
mengakui otoritas pasien atas dirinya dengan kewajiban
profesinya untuk melakukan sesuatu pertolongan yang
kebetulan tidak disetujui pasien.

Kesamaan Etik dengan Hukum


- Sama sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup
bermasyarakat
- Sebagai obyeknya adalah tingkah laku manusia
- Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar
tidak saling merugikan
- Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi

Perbedaan Etik dengan Hukum


ETIK

HUKUM

Berlaku untuk lngkungan profesi

Berlaku untuk umum

Disusun berdasarkan kesepakatan anggota


profesi

Disusun oleh badan pemerintahan

Tidak seluruhnya tertulis

Tercantum secara terinci dalam kitab undang


undang dan berita lembaran atau berita acara

Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa


tuntunan

Sanksi terhadap pelanggaran hukum berupa


tuntutan

Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis


Kehormatan Etik Kedokteran (dibentuk oleh
IDI) dan kalau perlu diteruskan kepada Panitia
Petimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran
(dibentuk DEPKES)

Pelanggaran hukum diselesaikan melalui


pengadilan

Penyelesaian pelanggaran Etik tidak selalu


disertai bukti fisik

Penyelesaian pelanggaran hukum memerlukan


bukti fisik

Surat keterangan yang sering dimintakan kepada dokter:

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Surat keterangan sehat


Surat keterangan sakit/ cuti sakit
Surat keterangan kelahiran, surat kematian, cacat
Surat keterangan untuk menikah,
surat keterangan penyakit menular
Surat keterangan ahli
Pembuatan visum
Pembuatan kwitansi

Sanksi hukum pembuatan surat keterangan yang tidak benar


Pasal 267 KUHP :
1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan
palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat
diancam dengan hukuman penjara paling lama 4 tahun
2.
Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan
seseorang dalam rumah sakit gila atau untuk menahannya disitu
dijatuhkan hukumam penjara paling lama 8 tahun 6 bulan
3. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memberikan surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai
dengan kebenaran

Pasal 179 KUHP :


1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib
memberikan keterangan ahli demi keadilan
2. Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku
juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli.
Dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik
baiknya dan sebenar benarnya menurut pengetahuan dalam
bidang keahliannya

KODEKI Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat
yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Kep KKI No:17/KKI/KEP/VIII/2006 (Pedoman
Penegakkan Disiplin Profesi Kedokteran) Pasal 18;
- Membuat keterangan medik yg tdk didasarkan kpd hasil
pemeriksaan yg diketahuinya secara benar & patut.

Memahami dan menjelaskan sikap profesional dokter dan sanksi


hukum bila tidak melakukan sikap yang profesional

PELANGGARAN BERAT
1. Mencemarkan kehormatan profesi dokter:
Melakukan pelanggaran susila
Membuat surat cuti tidak benar, surat kematian palsu,
kwitansi fiktif, keterangan sehat tidak diperiksa dulu,
visum tidak benar
Melakukan kerja sama dengan farmasi
Praktek terkun
Ikut kegiatan promosi obat

2. Membahayakan keselamatan pasien


Menimbulkan kematian janin/pasien
Menimbulkan cacat fisik /mental
Menyebabkan pasien tidak dapat cari nafkah
Menyebabkan pasien dirawat di RS

3. Merugikan kepentingan umum:


Merugikan kepentingan orang banyak
Menimbulkan kegelisahan/tata nilai
Membahayakan masyarakat
Penelitian tidak dgn informed consent

PENETAPAN SANKSI

Teguran tertulis
Membuat karya tulis
Mengikuti sidang MKEK
Membuat permintaan maaf tertulis
Pendidikan penyegaran
Skorsing
Pemecatan

Memahami & mampu menjelaskan


hubungan dokter dengan pasien

Hubungan dokter-pasien dimulai pada saat pasien datang ke


dokter untuk meminta pertolongan. Pada saat ini dokter
telah memulai memikul tanggung jawab hukum.
Oleh karena itu komunikasi dokter dengan pasien sangat
penting agar mudah dalam pemeriksaan, penegakan
diagnosis dan penentuan terapi.

Hubungan dokter-pasien dapat berupa:


1.
Aktif Pasif
- pasien melaksanakan perintah dokter, jika tidak
diperintah tidak melakukan apa-apa.
2.
Petunjuk kerja sama
- peran pasien penting
- misalnya pada kasus TBC, pasien harus patuh minum
obat, tetapi dengan pemahaman pentingnya minum obat
dari pasien sehingga cepat sembuh.
3.
Peran bersama
- peran pasien setara,
bahkan dlm alternatif pemilihan obat
- pasien berkonsultasi karena keinginan sembuh dan
percaya kepada dokter.

Komunikasi dokter-pasien akan terbuka bila dokter bersedia


mendengarkan secara aktif keluhan pasien,serta bersifat
empati pada pasien. Komunikasi dokter-pasien merupakan
milik bersama. Dokter perlu memahami harapan pasien yang
datang pada dokter.
Saluran komunikasi:

Mendengarkan aktif

Empati

Motivasi

Percaya

Memahami dan mampu menjelaskan hak dan kewajiban dokter


Hak dokter:
1. Melakukan praktik dokter
2. Memperoleh informasi yang benar dari pasien
3. Bekerja sesuai standar profesi
4. Hak privasi dokter/ketentraman
5. Menolak tindakan medik

yg bertentangan dgn hukum, agama, etik & hati nurani


6. Mengakhiri hubungan dokter-pasien
7. Menolak pasien bukan bidangnya
8. Bekerja, mengeluarkan surat keterangan dokter.
9. Menerima honor
10. Membela diri
11. Sebagai anggota profesi

Kewajiban umum seorang dokter


1. Keselamatan pasien diutamakan
2. Melaksanakan KODEKI

Hak dan Kewajiban pasien

Kewajiban pasien:
1. Memberi informasi yang jelas kepada dokter
2.
Memenuhi petunjuk atas nasehat dokter
3.
Memberikan honorarium yang pantas.

Hak pasien:
1. Pasien berhak memilih dokternya secara bebas
2. Pasien berhak menerima atau menolak tindakan pengobatan
sesudah ia memperoleh informasi yang jelas
3. Pasien berhak mengakhiri atau meneruskan hubungan dengan
dokternya atau bebas untuk memilih atau menggantinya dengan dokter
lain
4. Pasien berhak dirawat oleh dokter yg secara bebas menentukan
pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak
luar
5. Pasien berhak atas privasi yang harus dilindungi, iapun berhak atas
kerahasiaan data-data mediknya
6. Pasien berhak meninggal secara bermartabat dan terhormat
7. Pasien berhak menerima/ menolak bimbingan moril ataupun
spiritual
8. Pasien berhak mengadukan dan berhak atas penyelidikan
pengaduannya serta berhak diberi tahu hasilnya.

Wassalam

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai