Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

KERACUNAN
PADA ANAK

OLEH:
Nama

: Irna Fiseba

Stambuk

: 09 777 023

Pembimbing

: dr. Christina kolondam, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
RSU ANUTAPURA PALU
2014

DAFTAR ISI

Pendahuluan
A. Intoksikasi obat-obatan
-

Salisilat

Paracetamol

B. Intoksikasi makanan
-

Keracunan botulisme

10

Keracunan makanan tercemar bakteri

11

Keracunan jengkol

11

Keracunan singkong

12

C. Intoksikasi gas dan zat kimia


-

Karbon monoksida dan rokok

13

Organophoidesphorus insectisida

15

Insektisida carbamate

19

Senyawa korosif

19

Senyawa hidrokarbon

20

Alumunium dan zink fosforus

20

D. Prinsip Penatalaksanaan Terhadap Racun Secara Umum

Penutup

21

23

PENDAHULUAN
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Sehingga keracunan termasuk
salah satu keadaan darurat medis yang paling umum terjadi.
Pada bayi dan anak, keracunan adalah keadaan gawat darurat medik yang dapat
membawa akibat fatal. Di indonesia sendiri untuk prevalensinya belum bisa diketahui.
Namun diperkirakan kelompok usia terbanyak mengalami keracunan adalah usia 4-9
tahun.
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya zat dapat
menyebabkan keracunan antara lain : zat padat (obat-obatan dan makanan), zat gas (CO2)
dan zat cair (alcohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, peptisida, biasa atau

racun

hewan).
Racun-racun tersebut masuk kedalam tubuh manusia melalui beberapa cara, yaitu
melalui kuli, jalan nafas (inhalasi) saluran pencernaan, suntikan mata (kontaminasi mata.
Racun ini dapat menmbulkan reaksi berbahaya terhadap tubuh yang mengancam jiwa
seperti depresi sistem pernafasan, kerusakan otak dll. Oleh karena itu diperlukan tindakan
yang cepat, tepat dan mantap dalam penanganannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Keracunan merupakan salah satu keadaan darurat medis yang paling umum
terjadi. Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Semua zat dapat menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya.
Berbeda dengan alergi, keracunan memiliki gejala yang bervariasi dan harus ditindaki
dengan cepat dan tepat karena penanganan yang kurang tepat tidak menutup
kemungkinan hanya akan memperparah keracunan yang dialami penderita.1
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya zat dapat
menyebabkan keracunan antara lain: zat padat (obat-obatan dan makanan), zat gas (CO2)
dan zat cair (alcohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, peptisida, biasa atau

racun

hewan).1.2
Racun-racun tersebut masuk kedalam tubuh manusia melalui beberapa cara,
diantaranya:
1. Melalui kulit
2. Melalui jalan nafas (inhalasi)
3. Melalui saluran pencernaan (mulut)
4. Melalui suntikan
5. Melalui mata (kontaminasi mata)
Untuk menegakkan diagnosis maka diperlukan autoanamnesis dan aloanamnesis
yang cukup cermat serta diperlukan bukti-bukti yang diperoleh ditempat kejadian.
Adapun penyebab keracunan dapat dikenali melalui bau racn tersebut atau warna urin
setelah terkontaminasi dengan racun tersebut antara lain

Karakteristik bau racun


Bau

Penyebab

Aseton

Isopropyl alcohol,aseton

Almond

Sianida

Bawang putih

Arsenic, selenium, talium

Telur busuk

Hydrogen sulfide, merkaptan


Karakteristik warna urin
Warna urine

Penyebab

Hijau/biru

Metilin biru

Kuning-merah

Rifampisin. Besi (Fe)

Coklat tua

Fenol, kresol

Butiran keputihan

Primidon

Coklat

Haemoglobinuria

Periksalah tanda terbakar didalam atau sekitar mulut, atau apakah ada stridor
(kerusakan laring) yang menunjukkan racun bersifat korosif. Rawat inap semua anak
yang keracunan zat besi, peptisisda, paracetamol atau aspirin, narkotik dll.
Anak yang kemasukan bahan korosif atau bahan hidrokarbon jangan dipulangkan
sebelum observasi selama 6 jam. Bahan korosif dapat menyebabkan edema paru yang
mungkin membutuhkan waktu beberapa jam sebelum timbul gejala.

A. INTOKSIKASI OBAT-OBATAN
1)

Analgetik
Salisilat (aspirin)
Definisi. Asam salisilat dan derivatnya yang lebih dikenal sebagai
asetosal atau aspirin adalah analgesik antipretik dan antiinflamasi yang luas
digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. 1,2,4
Dosis. Konsumsi salisilat pada dosis lebih dari 150mg aspirin / kg berat
badan dapat menyebabkan keracunan . Pada anak dengan dosis 2,7 gram

/hari mungkin sudah bersifat fatal. Keracunan salisilat juga dapat terjadi
pada konsumsi minyak wintergreen atau ketika salep salisilat (misalnya
untuk menghilangkan verruca) diterapkan secara luas pada kulit. 1,2,4
Mekanisme keracunan. Salisilat mengganggu metabolism glukosa dan
asam lemak, juga menyebabkan terjadinya uncoupling fosforilasi oksidatif,
sehingga ATP yang diproduksi tidak efisien, akumulasi asam laktat dan
melepaskan panas. 1,2,4
Manifestasi klinik. Overdosis aspirin umumnya menimbulkan gejala
mual, muntah, tinnitus dan tuli. Kadang-kadang salsilat menimbulkan
hipertermia berat yang berakhir dengan kematian. Umumnya pemberian
dosis tinggi salisilat pada anak menimbulkan demam dan kejang. 1,2,4
Stimulasi langsung dari pusat pernapasan menghasilkan hiperventilasi.
Vasodilatasi perifer dan berkeringat banyak terjadi pada keracunan cukup
parah. Petechiae dan perdarahan subconjunctival dapat terjadi karena
berkurangnya agregasi platelet.
Tanda-tanda keracunan salisilat serius termasuk asidosis metabolik,
gagal ginjal dan sistem saraf pusat (SSP) efek seperti agitasi, kebingungan,
dan koma. Jarang terjadi edema paru dan edema serebral. 1,2,4
Kematian dapat terjadi sebagai akibat dari depresi SSP (susunan saraf
pusat) dan kolaps kardiovaskular. Adanya asidosis metabolik adalah tanda
prognosis buruk, karena hasil asidosis peningkatan mebolisme salisilat
melintasi sawar darah-otak. Hal ini penting untuk mengukur konsentrasi
salisilat plasma . Hal ini sebaiknya dilakukan pada 6 jam atau lebih setelah
konsumsi karena penyerapan lanjutan dari obat. 1,2,4
Pengobatan. Lakukan tindakan cuci lambung dengan air atau larutan
natrium bikarbonat 3-5 %. Tindakan ini masih efektif 4 sampai 6 jam
sesudah menelan obat. Pengobatan lainnya adalah pengobatan asimptomatik.
Pasien seringkali sangat dehidrasi, dan kehilangan cairan dari muntah
dan berkeringat harus diganti dengan memberikan cairan intravena glukosa
dan NaCl,

meskipun penggunaan cairan intravena dapat menimbulkan

edema paru. Apabila terdapat asidosis, atasi dengan Alkalinisasi urin


6

Hemodialisis sangat efektif menghilangkan salisilat dan mengoreksi


asam-basa dan kelainan keseimbangan cairan dan harus dipertimbangkan
ketika konsentrasi serum diatas 700 mg /L. Indikasi lain untuk hemodialisis
pada keracunan salisilat adalah jika timbul efek SSP yang berat seperti koma
atau kejang-kejang, edema paru dan gagal ginjal akut. 1,2,4
Pemberian vitamin

K dan vitamin C dapat diberikan bila ada

perdarahan. 3

Paracetamol
Paracetamol menyebabkan gangguan hepatik dalam dosis yang berlebihan.
Sangat

jarang,

tapi

dapat

juga

menyebabkan

kerusakan

ginjal.

Penatalaksanaan pada pasien dengan overdosis paracetamol terangkum dalam


gambar 1.1.
Jika pasien datang sekitar 1 jam setelah overdosis paracetamol,
pengaktifan charcoal dapat diberikan sebagai tambahan. Antidote pilihan
adalah N-acetylcysteine, yang memberikan perlindungan lengkap terhadap
toksisitas jika diberikan dalam waktu 10 jam dari overdosis , kemanjurannya
menurun setelahnya. Untuk alasan ini, jika pasien lebih dari 8 jam setelah
konsumsi, pemberian N - acetylcysteine tidak harus ditunda untuk menunggu
hasil konsentrasi parasetamol dalam darah, tetapi harus dihentikan jika hal ini
kemudian terbukti di bawah garis pengobatan . 1,2,4

Gambar 1.1 penatalaksanaan overdosis paracetamol

Metionin 12 gram oral 4 jam-an, dengan total empat dosis, merupakan


obat alternatif

yang cocok untuk keracunan parasetamol ketika N -

acetylcysteine tidak tersedia. Jika seorang pasien menyajikan lebih dari 15


jam setelah konsumsi, tes fungsi hati, rasio protrombin (atau rasio normalisasi
8

internasional - INR ) dan tes fungsi ginjal harus dilakukan, obat penawar
dimulai, dan pusat informasi racun atau unit hati lokal dihubungi untuk
dimintai nasihat. Dalam beberapa kasus sampel gas darah arteri akan perlu
diambil. Transplantasi hati harus dipertimbangkan pada individu yang
mengalami gagal hati akut karena keracunan parasetamol. 1,2,4
Jika beberapa ingesti parasetamol telah terjadi selama beberapa jam atau
hari, tidak ada manfaat dalam mengukur konsentrasi plasma parasetamol
karena akan uninterpretable. Pasien tersebut harus diberikan N-acetylcysteine
jika dosis parasetamol melebihi 150 mg / kg berat badan dalam satu periode
24-jam atau 75 mg / kg berat badan dalam 'kelompok berisiko tinggi' (Gambar
1). 1,2,4
Keracunan juga dapat terjadi dengan konsumsi minyak wintergreen atau
ketika salep salisilat (misalnya verruca remover) diterapkan secara luas pada
kulit. Aspirin overdosis umumnya menghasilkan mual, muntah, tinnitus dan
tuli. Stimulasi langsung dari pusat pernapasan menghasilkan hiperventilasi.
Vasodilatasi perifer dengan pulsa berlari dan berkeringat banyak terjadi pada
keracunan cukup parah. 1,2,4
Petechiae

dan

perdarahan

subconjunctival

dapat

terjadi

karena

berkurangnya agregasi platelet tapi ini membatasi diri. Tanda-tanda keracunan


salisilat serius termasuk asidosis metabolik, gagal ginjal dan sistem saraf pusat
(SSP) efek seperti agitasi, kebingungan, koma dan cocok. Jarang, paru dan
edema serebral terjadi. Kematian dapat terjadi sebagai akibat dari depresi SSP
dan kolaps kardiovaskular. Pengembangan asidosis metabolik adalah tanda
prognosis buruk, karena hasil asidosis peningkatan pengalihan salisilat
melintasi penghalang darah-otak. 1,2,4

B. INTOKSIKASI MAKANAN
1. Keracunan botulisme
Toksin botulinum adalah neurotoksin (eksotoksin) yang dikeluarkan
oleh Clostridium botulinum. Kuman anaerob ini tumbuh dalam media
minyak, daging, ikan yang tidak sempurna diproses atau diawetkan dan
dijual dalam kaleng.6
Toksin botulinum menyebabkan hambatan impuls saraf pada motor
endplate dan mengakibatkan kelumpuhan. Selain itu juga dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan pada saraf pusat dan proses
degeneratif pada hati dan ginjal. 6
Tanda dan gejala klinis. Gejala klinik antara lain kelainan pada
mata, kelumpuhan otot mata, kelumpuhan nervi kranialis secara simetris,
disfagia/disatria, kelumpuhan menyeluruh termasuk kelumpuhan otot
pernafasan, muntah terjadi pada saat permulaan penyakit dan seringkali
hebat. 6
Gejala akut dapat muncul 2 jam-8 hari setelah menelan makanan
yang terkontaminasi. Semakin pendek waktu antara menelan makanan
yang terkontaminasi

dengan timbulnya gejala makin berat derajat

keracunannya. Gejala awal dapat berupa suara parau, mulut kering dan
tidak enak di epigastrium. Gejala pada bayi meliputi hipotoni, konstipasi,
sukar minum atau makan, kepala sukar ditegakkan dan refleks muntah
hilang. 6
Tatalaksana. Adapun tatalaksana dari keracunan botulisme adalah:
Eliminasi racun dengan bilas lambung atau obat pencahar

Bila depresi nafas memberat, perlu dilakukan pernafasan mekanik


buatan sampai tanda vital membaik kembali

Antidotum yang dianjurkan adalah antitoksin botulisme secara


intravena 10-50 ml setelah dilakukan tes kulit.
Sering diberikan Quanidin hidroklorid untuk melawan blokade
neuromuskular dengan dosis 15-35 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis.
10

2. Keracunan makanan tercemar bakteri


Secara epidemiologi, bakteri bakteri yang seringkali menyebabkan
keracunan adalah salmonella dan stafilokokkus. Bakteri ini menghasilkan
enterotoksin yaitu toksin yang mempuyai efek toksik yang bekerja di
saluran pencernaan. Bakteri dan toksin ini tidak tahan dengan panas. Oleh
karena itu makanan- makanan yang dimasak secara matang merupakan
sumber keracunan antara lain sosis, ikan, susu, gado-gado, salad dll. 6
Tanda dan gejala. Gejala klinis utama adalah muntah dan diare yang
timbul 3-6 jam setelah makanan ditelan, berlanjut sampai 12-24 jam, dan
kemudian mereda. Kadang-kadang timbul nyeri perut

hebat, demam,

dehidrasi, dan kekakuan otot. 6


Tatalaksana. Tatalaksana terutama bersifat suportif dan simptomatis
dengan cara pemberian cairan secara intravena, memberikan obat untuk
meredam gerakann usus. 6

3. Keracunan jengkol
Definisi. Biji jengkol pada beberapa daerah tertentu di Indonesia
biasa dimakan. Jengkol sering menimbulkan gejala keracunan. Hal ini
diketahui bahwa yang menyebabkan keracunan adalah asam jengkol yang
merupakan asam amino yang mengandung belerang yang dapat isolasi
dari biji jengkol (Pithecolobiumlobatum) oleh Van veen dan Hyman pada
tahun 1933. 2,4
Epidemiologi.

Angka

kejadian

keracunan

jengkol

menurut

penyelidikan sadatun dan suharyono adalah umur 4-7 tahun, perbandingan


antara penderita anak laki-laki dan perempsuan adalah 9:1. 2,4
Mekanisme keracunan. Mekanisme keracunan jengkol adalah efek
dari hablur (kristal) dari sam jengkol yang menyebabkan penyumbatan
pada traktus urinarius. 2,4

11

Gejala klinik. Keluhan pada umunmnya timbul 5-12 jam setelah


memakan jengkol.awalnya timbul gejala nyeri perut, kadang-kadang
disertai muntah dan kadang-kadang hematuri. 2,4
Pada anak gejala yang sering didapat ialah infiltrate urin pada penis,
skrotum, yang dapat meluas sampai didaerah suprapubic dan region
inguinal. 2,4
Diagnosis. Pada pemeriksaan mikroskopik urin dapat ditemukan
hablur asam jengkol berupa jarum runcing yang kadang-kadang
bergumpal menjadi ikatan atau berupa roset. 2,4
Terapi. Jika gejala penyakit ringan (muntah, sakit perut) penderita
tidak usah dirawat,cukp dinasehanti agar banyak minum serta memberikan
natrium bikarbonat. Bila gejala berat (oliogouria, hematuri, anuria dan
tidak dapat minum) penderita perlu dirawat dan diberi infuse natrium
bikarbonatdalam larutan glukosa 5 %. Dosis dewasas dan anak 2-5
mEq/kgBB selama 4-8 jam. 2,4

4. Keracunan singkong
Penyebab keracuanan singong adalah asam sianida yang terkandung
dalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam sianidanya
berbeda-beda. Namun tidak semua orang yang memakan singkong akan
menderita keracunan. Hal ini disebabkan selain kadar asam sianida yang
terdapat

dalam

singkong

sendiri,

juga

dipengaruhi

oleh

cara

pengolahannya sampai dimakan. 2,4


HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini
akan mengganggu oksidasi (pengangkutan O2) ke jaringan dengan jalan
mengikat enzim sitokrom oksidase. Akibatnya oksigen tidak dapat
dipergunakan oleh jaringan dan tetap tinggal dalam pembuluh darah vena
yang berwarna merah cerah oleh adanya oksihemoglobin. 2,4
Ikatan antara

sitokrom dan HCN bersifat reversible. Ikaan ini

menyebabkan oksigen tidak dapat ke jaringan sehingga organ yang

12

sensitive terhadap kekurangan oksigen akan menderita terutama jarigan


otak. 2,4
Gejala klinik yang mulai muncul adalah kejang dan kematian oleh
karena kegagalan pernafasan. Kerja dari racun ini sangat cepat, hanya
dalam hitungan menit. Apabila HCN murni ditelan dala keadaan lambung
kosong dalam kadar asam yang tinggi, maka kerja dari racun ini akan
sangat cepat sekali. 2,4
Dosis lethal dari HCN adalah 60-90 mg. tubh sebenarnya mempunyai
kemampuan mendetoksikasi HCN tetapi sistem enzim rodanase ini bekerja
sangat lambat sehingga keracunan masih dapat timbul. Kerja enzim ini
dapat dipercepat dengan memasukkan sulfur kedalam tubuh. Secara klinis
hal inilah yang dipakai sebagai dasar menyuntikkan natrum tiosulfat pada
pengobatan keracunan oleh singkong, HCN pada umumnya. 2,4

C. INTOKSIKASI GAS DAN ZAT KIMIA


a) Karbon monoxide dan rokok
Definisi. Karbon monoksida (CO) adalah penyebab utama kematian
karena keracunan, dan sangat berbahaya karena tidak berwarna, non-iritan
dan tidak berbau. Hal ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari
bahan organik terutama di rumah-rumah dengan kompor gas dan beberapa
jenis sistem pemanas yang membakar gas alam, kayu, batu bara atau
parafin, dan asap knalpot kendaraan. 1,2,4
Mekanisme keracunan. Risiko keracunan paling besar di mana
kurangnya ventilasi. CO mengikat hemoglobin untuk membentuk
carboxyhaemoglobin (COHb), mengurangi kapasitas pembawa oksigen
darah. Hal ini juga bertindak sebagai menyebabkan keadaan sesak nafas
kimia karena merusak fungsi oksidase sitokrom dan dengan demikian
pemanfaatan oksigen oleh jaringan.

1,2,4

Gambaran klinik. Gambaran klinis awal keracunan karbon


monoksida yang parah akut adalah sakit kepala, mual dan muntah, ataksia
dan nistagmus, mengantuk, hiperventilasi, hiper-refleksia dan menggigil.
13

Kemudian lesu, koma, kejang, hipotensi, depresi pernapasan, kolaps


kardiovaskular dan kematian. Beberapa pasien mengalami gelisah atau
agresif dari pada mengantuk. 1,2,4
Diagnosis. Kelainan EKG (ST segmen depresi, kelainan gelombang
T, takikardia ventrikel atau fibrilasi ventrikel) sering terlihat. Edema
serebral umum dan tanda-tanda cerebellar, hiper-refleksia atau ekstensor
plantar

dapat

hadir.

CO-diinduksi

rhabdomyolysis

menyebabkan

mioglobinuria dan gagal ginjal telah dilaporkan. 1,2,4,5


Keracunan CO tingkat rendah dapat memperburuk angina dan
menghasilkan defisit neurobehavioural halus, dengan kemampuan untuk
mempertahankan perhatian atau kinerja yang paling sensitif terhadap
gangguan. 1,2,4
Pasien pulih dari keracunan CO mungkin menderita gejala sisa
neurologis termasuk tremor, perubahan kepribadian, gangguan memori,
hilangnya ketajaman visual, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan
fitur Parkinsonian. 'Tingkat rendah' keracunan CO kronis menyebabkan
gejala sulit untuk membedakan dari influenza, seperti mual, muntah, sakit
kepala, lesu, dan sakit dan nyeri. 1,2,4.5
Konsentrasi COHb adalah nilai dalam mengkonfirmasikan paparan
CO, meskipun mungkin tidak akan meningkat cukup untuk diagnostik
dalam kasus-kasus kronis. Nilai normal yang sampai 3-5% dan bisa
setinggi 6-10% pada perokok. Namun, konsentrasi COHb diukur di rumah
sakit tidak berkorelasi dengan baik dengan tingkat keparahan keracunan,
bahkan pada keadaan akut, karena konsentrasi COHb darah jatuh dengan
cepat pada penghentian eksposur dan terapi oksigen berikut selama
transfer ambulans ke rumah sakit. 1,2,4
EKG harus dilakukan pada semua orang dengan keracunan akut,
terutama pada pasien dengan penyakit jantung yang sudah ada
sebelumnya. Analisa gas darah arteri harus dilakukan pada semua orang
dengan keracunan serius. Bacaan saturasi oksigen oleh pulse oximetry

14

menyesatkan, karena hal ini mengukur baik COHb dan oksihemoglobin.


1,2,4

Pengobatan. Langkah pertama dalam mengobati keracunan CO


adalah untuk menghapus pasien dari sumber paparan. Jalan napas,
pernapasan dan sirkulasi harus cukup dipelihara dan oksigen diberikan
sesegera mungkin. Waktu paruh COHb sementara menghirup udara
berkisar antara 4 sampai 6 jam. 1,2,4.5
Pada oksigen 100% pada tekanan ambien, waktu paruh dari COHb
berkurang menjadi sekitar 40 menit. Dengan demikian, oksigen aliran
tinggi harus diberikan, misalnya 8 liter per menit, idealnya melalui
sungkup ketat seperti yang digunakan untuk CPAP. Ini harus dilanjutkan
sampai COHb kurang dari 5 % dan setidaknya 6 jam setelah paparan. 1,2,4
Kadang-kadang ini memakan waktu 12-20 jam. Intravenous
NaHCO3 harus dihindari, karena mengganggu pelepasan oksigen ke
jaringan. Pemberian cairan intravena berlebihan juga harus dihindari,
terutama pada orang tua, karena risiko edema paru. Kejang dikendalikan
dengan diazepam. Sebagian besar kematian terjadi pada mereka yang telah
ditemukan di tempat kejadian atau yang tidak sadar pada saat kedatangan
di rumah sakit. Penggunaan oksigen hiperbarik adalah kontroversial. 1,2,4

b) Organophoidesphorus insectide
Organofosfat (OP) senyawa yang banyak digunakan sebagai
pestisida di bidang pertanian, untuk pemberantasan vektor malaria dan
filariasis, dan sebagai agen perang kimia (gambar 3). 1,2,4
Intoksikasi pestisida OP diperkirakan mencapai 3 juta per tahun di
seluruh dunia dengan sekitar 300 000 kematian. Tingkat kematian setelah
proses pencernaan sengaja OP pestisida di negara berkembang di Asia
adalah sekitar 20% dan dapat mencapai 70% selama musim-musim
tertentu dan pada rumah sakit pedesaan. 1,2,4

15

Gambar 3. Komponen organophoidesphorus


Agen OP saraf yang digunakan dalam perang kimia. Agen G diserap
oleh inhalasi atau perkutan, mereka menguap dan menghilang dengan
cepat setelah digunakan. Agen V adalah racun kontak kecuali aerosol, dan
mencemari tanah selama beberapa minggu atau bulan. Mereka terkait
dengan OP pestisida tetapi jauh lebih tinggi akut toksisitas, terutama
percutaneously. Toksikologi dan manajemen agen saraf dan keracunan
pestisida serupa. 1,2,4.5
Mekanisme toksisitas. Ops menonaktifkan acetylcholinesterase
(AChE) oleh fosforilasi menyebabkan akumulasi asetilkolin (ACh) pada
sinaps kolinergik (Gambar 4). Pemulihan mengikuti munculnya kembali
AChE aktif mengikuti sintesis atau hidrolisis spontan AChE terfosforilasi.
AChE terfosforilasi mungkin kehilangan kelompok kimia sehingga
inaktivasi yang menjadi ireversibel, ini dikenal sebagai 'penuaan'. Tingkat
penuaan berbeda dan lebih cepat dengan senyawa dimetil (3,7 jam)
dibandingkan senyawa dietil (31 jam). Agen saraf (terutama soman)
menyebabkan penuaan dalam beberapa menit. 1,2,4
Beberapa gangguan dilaporkan setelah keracunan OP tidak dapat
dikaitkan dengan penghambatan AChE saja. Konsekuensi penghambatan
sistem enzim lain dengan Ops yang belum pasti.
16

Gambar 4. Mekanisme toksisitas organophosforus

Gambaran klinis. onset, keparahan dan durasi keracunan tergantung pada


rute eksposur dan agen yang terlibat.
Sindrom kolinergik akut. Sindrom kolinergik akut dapat terjadi
dalam beberapa menit pemaparan, biasanya dalam waktu satu jam.
Sulphurated Ops memiliki karakteristik pedas bawang putih seperti bau
yang dapat dideteksi dalam napas, muntah dan atau pakaian. 1,2,4
Gambaran patognomonik adalah miosis dan fasikulasi otot, tetapi ini
mungkin tidak jelas pada anak-anak. Fitur muscarinic dan nikotinat
lainnya ditunjukkan pada Gambar 5. Bradikardia akan diprediksi dari
mekanisme kerja, tapi takikardia terjadi pada 20% kasus. Disfungsi saraf
pusat sering memiliki gambaran paralysis anggota badan, pernapasan dan
otot kadang-kadang ekstra-okular dapat mengikuti. 1,2,4
Depresi pusat pusat pernapasan, sekresi berlebihan, bronkokonstriksi
dan kelumpuhan otot berkontribusi terhadap kegagalan pernapasan.
17

Ketidaksadaran dan kejang dapat terjadi lebih awal. Tahap kolinergik akut
biasanya berlangsung 48-72 jam, dengan sebagian besar pasien yang
memerlukan dukungan kardiorespirasi intensif dan pemantauan. 1,2,4
Gambaran parkinsonian, pankreatitis, disfungsi hati sementara,
kelumpuhan pita suara dan demam dapat terjadi sebelum onset atau
selama pengobatan. Kematian dini dari OP keracunan pestisida diri hasil
dari kegagalan pernafasan dan kolaps kardiovaskular.

Gambar 5. Acute cholinergic syndrome

Pengobatan.

Cholinesterase

(ChE)

estimasi

(butiril

plasma

cholinesterase dan sel darah merah AChE) adalah satu-satunya alat


biokimia berguna untuk mengkonfirmasikan paparan Ops. 1,2,4
Jalan napas dibersihkan dan oksigen aliran tinggi diberikan.
Resusitasi mouth-to-mouth/nose langsung harus dihindari. Pakaian yang
18

terkontaminasi dan lensa kontak harus dua kantong, kulit dicuci dengan
sabun dan air, dan mata irigasi. Setelah menelan, lavage lambung dapat
dilakukan dalam waktu satu jam asupan, diikuti oleh selang nasogastrik,
setelah membangun akses intravena dan perlindungan jalan nafas. Kejang
dikendalikan dengan diazepam intravena . 1,2,4
Pemantauan EKG, analisis gas darah, suhu, urea dan elektrolit,
amilase dan glukosa adalah wajib . Kasus yang parah harus dikelola dalam
unit perawatan intensif, dan mungkin membutuhkan ventilasi yang
mendukung. 1,2,4

c) Iksektisida karbamat
Insektisida karbamat (misalnya aldicarb, karbofuran, methomyl)
menghambat sejumlah esterases jaringan, terutama AChE. Mekanisme
kerja, gambaran klinis dan manajemen yang mirip dengan senyawa OP.
Namun, gambaran klinis kurang parah dan durasi toksisitas yang lebih
pendek, sebagai kompleks karbamat /ChE memisahkan cepat dengan
waktu paruh 30-40 menit dan tidak mengalami penuaan. 1,2,4
Atropin dapat diberikan secara intravena dalam dosis kecil sering
(0,5-1,0 mg iv untuk orang dewasa) sampai tanda-tanda atropinisation
berkembang. Diazepam dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan.
Penggunaan oximes tidak perlu dan dapat merugikan. 1,2,4

d) Senyawa korosif
Contoh : sodium hydroxide (NaOH), pottassium hydroxide (KOH), larutan
asam (misalnya pemutih, desinfektan)
Jangan rangsang anak untuk muntah atau memberikan arang aktif
ketika zat korosif telah masuk dalam tubuh karena bisa
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada mulut, kerongkongan,
jalan nafas, esofagus dan lambung.
Berikan air atau susu sesegera mungkin untuk mengencerkan
bahan korosif
19

Jika keracunan dengan gejala klinis berat, jangan berikan apapun


melalui mulut dan siiapkan evaluasi bedah untuk memeriksa
kerusakan esofagus.

e) Senyawa hidrokarbon
Contoh :minyak tanah, terpentin, premium
Jangan rangsang anak untuk muntah atau memberikan arang aktif.
Tindakan perangsangan muntah dapat menyebabkan pneumonia
aspirasi yang dapat mengakibatkan sesak nafas dan hipoksia.
Gejala klinis lain adalah ensefalopati.

f) Aluminium dan zink fosforus


Racun tikus ini baru-baru ini menjadi sarana umum keracunan diri di
India utara, dengan tingkat kematian 60 %. Bila tertelan, kedua senyawa
bereaksi dengan air di perut untuk menghasilkan fosfin yaitu racun paru
ampuh yang menyebabkan parah nyeri terbakar retrosternal dan muntah
diikuti dengan hipotensi berat. 1,2,4
Subjek menjadi gelisah, takipneu, hipotensi dan oliguri atau anuria.
Bahkan beberapa tablet bisa berakibat fatal. Kedua hypomagnesaemia dan
hipermagnesamia telah dilaporkan, karena memiliki toksisitas hati dan
miokarditis. Terapi suportif tetap satu-satunya bentuk yang tersedia dari
manajemen karena tidak ada obat penawar khusus . Banyak dokter
melakukan lavage lambung dengan minyak sayur untuk mengurangi
pelepasan fosfin beracun. Jika hypomagnesaemia hadir, magnesium sulfat
( 10 mmol iv bolus ) telah dilaporkan untuk mengurangi kejadian aritmia
jantung. Kebanyakan pasien meninggal meskipun perawatan suportif
optimal1,2,4

20

D. PRINSIP PENATALAKSANAAN TERHADAP RACUN SECARA UMUM


Secara umum, tindakan yang perlu dilakukan pada keracunan adalah :
1. Memberikan pertolongan pertama
Perhatikan adanya tanda kegawatdaruratan dengan konsep ABCD:
Airway . apakah jalan nafas bebas?
Breathing. Apakah ada kesulitan bernafas ?
Circulation. Tanda syok (akral dingin, CRT > 3 detik, nadi cepat dan lemah)
Dehydration. Tanda dehidrasi berta pada anak dengan diare.

2. Identifikasi racun semaksimal mungkin


3. Menghambat penyerapan dan eliminasi racun (tergantung dari cara racun
masuk kedalam tubuh )
Prinsip penatalaksanaan terhadap racun yang tertelan
Dekontaminasi lambung (cuci lambung) efektif bila dilakukan
sebelum masa pengosongan lambung terlewati (1-2 jam).
Kontraindikasi untuk dekontaminasi lambung adalah :
E. Keracunan bahan korosif atau senyawa hidrokarbon (minyak
tanah dll) karena mmepunyai resiko terjadinya gejala
keracunan yang lebih serius
F. Penurunan kesadaran.
Prinsip penatalaksanaan keracunan melalui kontak kulit atau mata
Untuk kontaminasi melalui kulit, lepaskan semua pakaian
dan barang pribadi dan cuci menyeluruh seluruh daerah yang
terkontaminasi dengan air hangat yang banyak.
Prinsip penatalaksanaan terhadap racun yang terhirup
G. Keluarkan anak dari sumber pajanan
H. Berikan oksigen, jika diperlukan.
I. Terhirupnya gas iritan dapat menyebabkan pembengkakakan
dan sumbatan jalan nafas bagian atas, bronkospasme dan
21

delayed pneumonitis. Intubasi endotracheal, bronkodilator


dan bantuan ventilator mungkin diperlukan.

4. Memberikan antidotum bersamaan dengan eliminasi racun


5. Pengobatan suportif yang rasional dan efektif.

22

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu


Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Kelompok usia terbanyak mengalami keracunan adalah usia 4-9 tahun.
Berdasarkan wujudnya zat dapat menyebabkan keracunan antara lain : zat padat
(obat-obatan dan makanan), zat gas (CO2) dan zat cair (alcohol, bensin, minyak
tanah, zat kimia, peptisida, biasa atau racun hewan).
Racun-racun tersebut masuk kedalam tubuh manusia melalui beberapa cara, yaitu
melalui kuli, jalan nafas (inhalasi)saluran pencernaan, suntikan mata (kontaminasi
mata.
Penatalaksanaan keracunan sesuai dengan cara masuk racun tersebut kedalam
tubuh
Racun ini dapat menmbulkan reaksi berbahaya terhadap tubuh yang mengancam
jiwa seperti depresi sistem pernafasan, kerusakan otak dll.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Davidsons. Poisoning . Principles of medicine(E-book). 20th edition. Newyork;2010


2. FKUI. Toksikologi. Ilmu Kesehatan Anak Jilid III. Cetakan ke-11. Jakarta: FKUI; 2007.
3. FKUI. Intoksikasi. Farmakologi dan terapi. Ed5. Jakarta;2009
4. Wahab AS dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume I. Edisi 15. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC: 2000.
5. Tschudy MM, Arcara KM. Poisoning. The Harriet Lane Handbook A Manual for Pediatric
House Officers. 19th Ed. Elservier;2012.

24

Anda mungkin juga menyukai