Anda di halaman 1dari 13

VITILIGO

I.

PENDAHULUAN

Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan pada
penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin bentuk
reduksi. Diantara berbagai pigmen tersebut yang paling berperan adalah pigmen melanin.
Pigmen yang memberikan warna hitam pada kulit dan sekaligus sebagai salah satu faktor
pelindung kulit terhadap paparan sinar ultraviolet. Salah satu kelainan yang melibatkan
menyebabkan penurunan produksi melanin yaitu Vitiligo.1
Vitiligo adalah kelainan pigmentasi yang didapat pada kulit dan membrane mukosa,
yang ditandai dengan makula hipopigmentasi dengan batas yang tegas dengan
pathogenesis yang kompleks.2,3 Asal mula kata vitiligo tidak diketahui. Pada abad ke 16
Hieronemyus mercurialis menduga bahwa vitiligo berasal dari bahasa latin yaitu kata
vitium atau vitellum yang berarti cacat.4 Pada sumber yang lain menyebutkan bahwa
vitiligo berasal dari kata vitellus yang berarti veal dalam bahasa inggris yaitu daging sapi
muda(pucat, berwarna pink).5 Pengobatan Vitiligo mempunyai banyak pilihan dan
bersifat individual. Repigmentasi biasanya membutuhkan waktu yang lama sehingga
membutuhkan kesabaran penderita, dokter maupun orang tua.2

Gambar 1. Vitiligo. Kelainan pigmentasi pada kulit dengan makula hipopigmentasi yang
berbatas tegas. Dikutip dari www.oddee.com

II.

EPIDEMIOLOGI
Kejadian vitiligo tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi 0,1-2,0%. Di Amerika
serikat Insidensi diperkirakan sekitar 1%.2,3Prevalensi di Denmark diperkirakan sekitar
0,38%.6 Vitiligo umumnya mulai muncul pada anak-anak ataupun dewasa muda, umur
10-30 tahun, walaupun dapat terjadi pada semua umur. Rata-rata umur penderita sekitar
20 tahun.Tidak ada kerentanan pada ras tertentu. Pada wanita dilaporkan lebih rentan
menderita vitiligo dikarenakan wanita lebih memperhatikan segi kosmetikk sehingga
lebih banyak untuk memperoleh pengobatan,, walaupun secara statistik tidak terlalu
signifikan. Hubungan keluarga pada vitiligo terutama ditemukan pada ras nonmediteranian. 30% kasus vitiligo ditemukan adanya riwayat kelainan yang sama pada
keturunan.2,3

III.

ETIOLOGI
Vitiligo merupakan kelainan kulit multifaktor dengan etiopatogenesis yang
kompleks.Namun, Penyebab vitiligo belum diketahui dengan pasti sehingga sering
disebut sebagai kelainan yang idiopatik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa vitiligo
merupakan kelainan herediter yang diturunkan melalui autosom dominan. Beberapa
sumber lain menyebutkan bahwa autoimun, autositoksik, neural serta genetik juga
merupakan proses yang patut dipikirkan sebagai penyebab vitiligo.3,6,7

IV.

PATOGENESIS
Dari sekian banyak teori-teori yang diajukan mengenai patogenesis vitiligo. Beberapa
diantaranya yaitu :
1. Hipotesis Autoimun
Pada teori ini Terdapat autoantibodi anti melanosit yang bersifat toksik terhadap
melanosit dan akan menghambat pembentukan melanin. Teori ini didukung oleh
ditemukannya autoantibodi terhadap beberapa organ spesifik seperti tiroid, Sel
parietal gaster dan sel adrenal pada penderita vitiligo. Penurunan T-helper cell yang

abnormal juga didapatkan dari pemeriksaan profil sel T pada beberapa penderita
vitiligo.
2. Hipotesis Neurogenik
Neuropeptida Y, suatu bahan yang dilepaskan oleh ujung syaraf perifer
merupakan elemen yang dapat bersifat toksik pada melanosit. Dan kemudian akan
menghambat pembentukan melanin.
3. Self destruct Teori Lemer
Penumpukan bahan toksik yang diakibatkan oleh mekanisme pertahanan yang
tidak sempurna pada sintesis melanin pada melanosit (campuran phenolik ) dapat
menghancurkan melanosit. Hipotesis ini berdasarkan campuran bahan kimia (phenol)
yang dapat menghancurkan melanosit.
4. Hipotesis autositotoksik
Berdasarkan observasi, pada saat sintesis melanin terbentuk bahan kimia yang
sitotoksik terhadap sitoplasma sel, yang kemudian akan merusak komponen penting
pada sel seperti mitokondria.
5. Hipotesis genetik
Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan melalui autosomal dominan. Cacat genetik
ini dapat menyebabkan ditemukannya melanosit abnormal yang mudah mengalami
trauma sehingga dapat mengganggu produksi dan differensiasi melanosit. Faktor
genetik yang mengatur biosintesis melanin, Respon terhadap stress oksidatif dan
regulasi autoimunitas juga berkaitan dengan pathogenesis vitiligo.4,6
Dari serangkaian proses yang dapat menyebabkan vitiligo dapat disimpulkan bahwa
penurunan aktivitas melanosit dan kurangnya kadar melanin merupakan faktor utama
terjadinya vitiligo.
V.

KLASIFIKASI

Lesi pada vitiligo dikelompokkan berdasarkan distribusi dan perluasan pada kulit.
Secara umum Vitiligo dapat dibagi atas :2,3,5,6,8
1. Tipe lokalisata
-

Fokal : Satu atau beberapa Makula depigmentasi yang tersebar pada satu
daerah. Terutama terdapat pada daerah menurut distribusi N. Trigeminus,
Leher dan trunkus.

Segmental : Persebaran makula depigmentasi menurut distribusi dermatomal


yang unilateral. Peptida neural biasanya terlibat dalam patogenesis vitiligo
tipe ini. Anak-anak merupakan kelompok utama penderita.

Mukosal : Makula depigmentasi hanya terdapat pada membran mukosa.

2. Tipe Generalisata
Tipe yang sering dijumpai, tersebar luas di bagian tubuh dan biasanya
memiliki pola yang simetris dan bilateral.
-

Akrofasial : Makula depigmentasi yang terdapat pada distal ekstremitas dan


wajah.

Vulgaris

: Makula depigmetasi yang menyebar luas.

Campuran : Campuran antara akrofasial dan Vulgaris

3. Tipe Universalis
Proses depigmentasi yang hampir mengenai seluruh tubuh dan hanya
sedikit

yang

ditemukan.

mengalami

pigmentasi

normal.

2,3,5,6,8

Tipe

ini

jarang

Menurut klasifikasi Nardlund, dikatakan sebagai vitiligo

universal apabila lesi >80% permukaan kulit tubuh.9

Gambar 2. Klasifikasi Vitiligo. Dikutip dari textbook Dermatology


volume one, Jean L. Bolognia
VI.

FAKTOR PENCETUS
Walaupun onset timbulnya makula depigmentasi pada vitiligo sulit ditentukan dengan
pasti.Ada beberepa faktor pencetus yang meningkatkan resiko terjadinya vitiligo :

Trauma
Vitiligo kerap terjadi pada daerah yang sering mengalami trauma atau sering
kali disebut sebagai koebner phenomenon.

Gambar 3. Fenomena Koebner . Daerah yang sering mengalami trauma lebih


rentan mengalami vitiligo.Dikutip dari New England Journal of Medicine

Sinar matahari
Pada kulit yang sering terpapar sinar matahari lebih rentan terjadi vitiligo.

Emosi dan stress


40% penderita vitiligo mengalami emosi dan stress berlebih 6 bulan sebelum
onset vitiligo.10,11

VII.

GEJALA KLINIS
Bentuk yang paling umum dari vitiligo yaitu makula amelanosis yang dilapisi
kulit normal. Makula-makula tersebut memiliki warna yang seragam yaitu putih susu
atau layaknya seperti warna kapur. Berbatas tegas dan berbentuk konveks dengan
perbatasan kulit normal seakan-akan menginvasi kulit normal. Memiliki ukuran
bundar atau linear, ukuran beberapa millimeter sampai centimeter. Lesi biasanya
meluas secara sentrifugal.2,3
Lesi yang ada biasanya asimptomatik atau tidak disertai gejala yang biasanya
menyertai lesi kulit lainnya seperti gatal dan nyeri. Walaupun kadang pada lesi yang
sering terpapar matahari dapat merasakan nyeri akibat luka bakar.2,3,11

Vitiligo dapat mengenai seluruh bagian tubuh tanpa pengecualian, namun daerah
yang sering mengalami trauma atau mendapat paparan sinar matahari lebih rentan
menjadi tempat predileksi. Tempat predileksi vitiligo diantaranya muka, bagian
dorsum manus, axilla, nipple, umbilicus, sacrum , inguinal maupun daerah
anogenital.2,3
Depigmentasi juga dapat terjadi pada rambut pada kulit kepala yang ditandai
dengan perubahan warna pada rambut menjadi warna putih atau abu-abu. Pada
awalnya hanya sebagian kecil rambut yang mengalami depigmentasi. Perubahan
warna tersebut juga dapat terjadi pada rambut pada alis, bulu mata, ketiak dan pubis.
Oleh karena itu rambut putih yang lebih dini muncul yaitu dibawah usia dekade
ketiga mengindikasikan vitiligo. Pada kasus ini tidak terjadi repigmentasi
spontan.2,3,11
Berikut merupakan variasi klinis pada vitiligo :

Tricrhome vitiligo
Vitiligo

dengan

lesi

kulit

depigmentasi

dan

hipopigmentasi.

Lesi

hipopigmentasi cenderung akan menjadi depigmentasi total.

Quadricrhome vitiligo
Terdapat makula perifollikular atau batas hiperpigmentasi pada daerah yang
mengalami proses repigmentasi.

Inflammatory vitiligo
Eritema pada tepi lesi makula depigmentasi.2,3,8

VIII.

HISTOPATOLOGIS

Gambar4 : Anak panah menunjukkan batas yang memisahkan kulit yang mempunyai
pigmen melanin (kiri) dan tidak (kanan).Dikutip dari
http://emedicine.medscape.com/article/1109642-overviewmedicine

Pada lesi kulit depigmentasi dilakukan biopsi di sekitar pinggir lesi dan diperiksa
dengan bantuan mikroskop cahaya. Hasilnya menunjukkan hilangnya sebagian atau
seluruh melanosit pada epidermis dan pada batas epidermis terdapat dendrit yang besar
dan panjang. Histokimia dengan menggunakan pewarnaan dopa untuk mendeteksi adanya
enzim tyrosinase yang merupakan enzim khusus pada melanosit, serta pewarnaan
Fontana mason untuk mendeteksi melanin.Pada pemeriksaan mikroskop elektron,
penemuan sel langerhans lebih banyak terdapat pada daerah basal epidermis
dibandingkan dengan daerah tengah epidermis.3,6,8,11
IX.

DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis vitiligo berdasarkan lesi kulit yang khas, yaitu makula
depigmentasi berupa bercak putih dengan batas tegas serta distribusi yang jelas. Umur
penderita saat lesi mulai muncul penting untuk menyingkirkan kausa kongenital. Pada
keadaan kulit penderita yang berwarna putih sehingga sulit dibedakan antara vitiligo
dengan kulit yang normal, dapat dilakukan pemeriksaan sinar wood yang akan
memberikan hasil berupa makula amelanosis yang putih berkilau. Pemeriksaan
histopatologi sangat penting untuk membedakan dengan kelainan depigmentasi
lainnya.2,3,6

Gambar 5: Pemeriksaan dengan menggunakan Lampu Wood.


Lampu Wood merupakan alat pencahayaan yang menggunakan sinar ultraviolet A yang
dipancarkan pada gelombang 365nm. Pemeriksaan ini dilakukan didalam ruang yang gelap.
Pemeriksa dibiarkan beradaptasi dengan ruangan gelap selama 30s sebelum memulakan
pemeriksaan. Lampu Wood memberi kesan putih berkilau pada lesi hipopigmentasi (Gambar
A) berbanding pada pencahayaan menggunakan sinar normal (Gambar B).Sumber :

http://content.nejm.org/cgi/ content/full/360/2/160

X.

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
Berikut beberapa penyakit yang memiliki lesi seperti vitiligo 2,3:

XI.

Piebaldism

Tinea Vesicolor

Pytiriasis Alba

Leukodermal chemical

Post inflammatory Hypopigmentation

PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan pada vitiligo yaitu repigmentasi dan menstabilkan proses
depigmentasi.8 Proses repigmentasi yang dimaksud yaitu membentuk cadangan baru
melanosit yang diharapkan akan tumbuh dalam kulit dan menghasilkan pigmen melanin.
Ada banyak pilihan terapi yang dapat memberikan hasil cukup memuaskan pada sebagian
besar pasien. Walaupun begitu, pengobatan vitiligo membutuhkan waktu, karena sel yang
baru terbentuk akan berproliferasi dan bermigrasi ke daerah yang mengalami
depigmentasi. Oleh karenanya 3 bulan merupakan waktu minimal untuk melihat derajat
respon terhadap pengobatan yang diberikan.11
Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas:
1. Pengobatan secara umum yaitu:
Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan dan
menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita maupun orang
tua2
Penggunaan tabir surya (SPF12-30) pada daerah yang terpapar sinar matahari.
Melanosit merupakan pelindung alami terhadap sinar matahari yang tidak dijumpai
pada penderita vitiligo. Penggunaan tabir surya mempunyai beberapa alasan yaitu:
Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari
(sunburn) dan dapat mengakibatkan timbulnya kanker kulit

Trauma yang diakibatkan sinar matahari (sunburn) selanjutnya dapat


memperluas daerah depigmentasi (Koebner phenomenon)
Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit normal menjadi
lebih gelap
Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah pada tengah hari dan
menggunakan tabir surya yang dapat melindungi dari sinar UVA dan UVB11
Kamuflase kosmetik
Tujuan penggunaan kosmetik yaitu menyamarkan bercak putih sehingga tidak
terlalu kelihatan. Yang biasa digunakan adalah Covermark dan Dermablend.11

2. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia penderita
yaitu:
A. Usia dibawah 12 tahun
Steroid topikal
Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan
terhadap autodestruksi melanosit dan menekan proses immunologis. Steroid topikal
merupakan bentuk pengobatan yang paling mudah. Steroid yang aman digunakan pada
anak adalah yang potensinya rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3 bulan.
Pengguaan steroid topikal yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama, dapat
menimbulkan efek samping yaitu terjadinya atrofi pada kulit, telengiektasis.8,10,11
Tacrolimus topikal
Berdasarkan penelitian tacrolimus topikal 0.1% dapat digunakan sebagai
pengobatan alternatif vitiligo pada anak. Tacrolimus adalah makrolid lakton yang
diisolasi dari hasil fermentasi streptomyces tsukubaensis. Merupakan suatu
immunosupressor yang poten dan selektif. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi
kalsineurin yang menyebabkan supresi dari aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan
sitokin. Berdasarkan penelitian, penggunaan tacrolimus topical 0.1% memberikan
hasil yang baik pada daerah wajah dan memiliki efek samping yang lebih minimal
dibandingkan dengan steroid topikal poten yaitu adanya rasa panas atau terbakar dan
rasa gatal, namun biasanya menghilang setelah beberapa hari pengobatan9,11

PUVA topikal
Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan vitiligo tipe
lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan tubuh. Digunakan
cream atau solution Methoxsalen (8-Methoxypsoralen, Oxsoralen) dengan konsentrasi
0,1-0,3%. Dioleskan 12-30 menit sebelum pemaparan pada lesi yang dpigmentasi.
Pemaparan menggunakan UV-A dengan dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan
berikutnya dosis dapat ditingkatkan sebanyak 0,12 joule sampai terjadi eritema yang
ringan. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada
awal pengobatan selama 5 menit pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5
menit dan maksimum selama 15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali
seminggu, tetapi tidak dalam 2 hari berturut turut. Setelah selesai pemaparan, daerah
tersebut dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat
timbul adalah photoaging, reaksi fototoksik dan penggunaan yang lama dapat
meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat selama 3-6
bulan.

B. Usia lebih dari 12 tahun (remaja)

SISTEMIK PUVA
Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu pada
vitiligo tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8-MOP, Oxsolaren),
bekerja dengan cara menghambat mitosis yaitu dengan berikatan secara kovalen pada
dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A. dosis yang diberikan 0,2
0,4 mg/kg/BB/oral, diminum 2 jam sebelum pemaparan. Pemaparan menggunakan UV-A
yang berspektrum 320-400 nm. Dosis awal pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap
pngobatan dosis UV-A dapat ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang depigmentasi
akan berubah menjadi merah jambu muda. Dosis tersebut akan dipertahankan pada level
yang konstan pada kunjungan yang berikutnya, sehingga terjadi repigmentasi pada kulit.
Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal
pengobatan selama 5 menit, pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit
sehingga dicapai eritema ringan dan maksimum 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan
satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dilakukan 2 hari berturut-turut.

Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit terbakar
dan meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita mendapat pengobatan dengan
psoralen secara sistemik, sebaiknya sewaktu dilakukan pemaparan menggunakan
kacamata pelindung terhadap sinar matahari hingga sore hari, untuk menghindari
terjadinya toksisitas pada mata. Terapi dilanjutkan minimum 3 bulan untuk menilai
respon pengobatan. 8,10,11

TERAPI BEDAH
Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitasnya stabil, dapat dilakukan
transplantasi secara bedah, yaitu :
1. Autologous skin graft
Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang tidak luas. Tehnik ini
menggunakan jaringan graft yang berasal dari pasien itu sendiri dengan pigmen yang
normal, yang kemudian akan dipindahkan ke area depigmentasi pada tubuh pasien itu
sendiri. Repigmentasi akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu setelah dilakukan
graft. Komplikasi yang dapat terjadi pada tempat donor yang resipien yaitu infeksi,
parut, cobblestone appearance ataupun dijumpainya bercak-bercak pigmentasi atau
tidak terjadi samasekali repigmentasi.
2. Suction Blister
Prosedur tekhnik ini yaitu dibentuknya bulla pada kulit yang pigmentasinya normal
menggunakan vakum suction dengan tekanan 150 Hg ataupun menggunakan alat
pembekuan. Kemudian atap bula yang terbentuk dipotong dan dipindahkan ke daerah
depigmentasi. Komplikasi tekhnik ini adalah timbulnya jaringan parut, cobble stone
appearance ataupun terjadi repigmentasi yang tidak sempurna. Tetapi dengan tekhnik
ini, resiko timbulnya jaringan parut lebih sedikit dibandingkan prosedur graft yang
lain.11,12

DEPIGMENTASI
Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada
vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau
mendekati tipe vitiligo universal. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih seperti
20% monobenzyl ether dari hydroquinone (benzoquin 20%), yang dioleskan pada daerah
normal (dijumpai adanya melanosit). Dilakukan sekali atau dua kali sehari. Efek samping

yang utama adalah timbulnya iritasi lokal berupa kemerahan ataupun timbul rasa gatal.
Oleh karena itu dilakukan test pengolesan hanya pada satu lengan bawah yang dioleskan
sehari sekali. Apabila dalam 2 minggu tidak terjadi iritasi selanjutnya cream dapat
dioleskan sehari 2 kali. Kemudian setelah 2 minggu pengolesan tidak terjadi iritasi maka
krim tersebut dapat dioleskan pada tempat dimana saja pada tubuh. Bahan ini bersifat
sitotoksik terhadap melanosit dan menghancurkan melanosit. Depigmentasi bersifat
permanen dan irreversibel. Kulit penderita akan menjadi albinoid dan membutuhkan tabir
surya.

TATTO (MIKROPIGMENTASI)
Tatto merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan peralatan
khusus yang bersifat permanen. Tehnik ini memberikan respon yang terbaik pada daerah
bibir dan pada daerah yang berkulit gelap. Efek sampingnya yaitu terdapat herpes
simplex labialis.

XII.

PROGNOSIS
Perkembangan penyakit vitiligo sulit diramalkan, dimana lesi depigmentasi dapat

menetap, meluas atau bahkan mengalami repigmentasi. Biasanya perkembangan penyakit


vitiligo bertahap dan pengobatan dapat mencegah menetapnya lesi seumur hidup pada
penderita. Perkembangan lesi depigmentasi sering kali responsif pada masa awal
pengobatan. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% penderita walaupun secara
kosmetik hasilnya kurang memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai