Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum

Hari/tanggal : Kamis/12 Desember 2013

Konservasi Tanah dan Air

Waktu

: 14.30 17.50 WIB

PJP

: Dr. Ir. Oteng Haridjaja,MSc.

Asisten

: 1. Inna Hariani, S.Pt. Msi


2. Dede Sulaiman, SP
3. Rini Dwi Kusumawati, SP

EROSI YANG MASIH DAPAT DITOLERANSIKAN ATAU


DIBIARKAN (TOLERABLE SOIL LOST/ TSL)
Disusun oleh:
Kelompok 6 B-1
Emma Sukma Maharani

J3M112102

Fitriana Haediningrum

J3M112106

Indra Suryapratama

J3M112108

Annisa Widyastuti

J3M112115

Ahmad Maulana Aziz

J3M112116

Ari Agustyas Nur H

J3M112122

Putri Ratu Pertiwi

J3M112123

M Fathul Azindani

J3M112128

Natalia Dwi Kristiany

J3M112130

*Dana Isnawati

J3M212135

Della Olivia

J3M212143

TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian
permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifatsifat sebagi akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan
induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Arsyad
1989).
Erosi adalah suatu proses pelepasan dan pengangkutan partikel-partikel
tanah yang disebabkan oleh tenaga erosi seperti angin, hujan atau aliran
permukaan (Suripin 2004). Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan
organik dan liat dari dalam tanah (selektivitas erosi) ke badan-badan air (sungai)
yang kemudian diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke
lautan. Erosi yang terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian
tanah yang lembut (horizon A dan B), sehingga horizon C (bahan induk) dan
bahkan horizon R (batuan induk) muncul ke permukaan (Arsyad 1989).
Nilai TSL (tolerable soil erosion) adalah nilai laju erosi yang masih dapat
dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup
bagi

pertumbuhan

tanaman/tumbuhan

yang

memungkinkan

tercapainya

produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan
atau ditoleransikan yang diberi lambang T. Batas tertinggi erosi yang masih dapat
dibiarkan kadang-kadang dapat juga ditetapkan dengan tujuan utama untuk
pengendalian kualitas air atau untuk mengendalikan laju pendangkalan waduk
(Arsyad 1989). Besarnya erosi ditoleransikan (TSL) secara sederhana dapat
dikatakan bahwa tidak boleh melebihi proses pembentukan tanah. Sebagai bahan
perbandingan ditentukan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan untuk setiap
penggunaan lahan yang sedang diukur tingkat bahaya erosinya (Utomo 1989).
Pendugaan erosi dari sebidang tanah adalah metode untuk memperkirakan
laju erosi yang akan terjadi dari tanah, dipergunakan dalam penggunaan lahan dan
pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan

dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atauditoleransikan sudah dapat
ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijakan penggunaan tanah dan tindakan
konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah, sehingga
tanahdapat dipergunakan secara produktif dan lestari.Tindakan konservasi tanah
dan penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang dapat menekan laju erosi agar
sama atau lebih kecil dari laju erosi yang masih dapat dibiarkan. Metode prediksi
juga merupakan alat untuk menilai apakah suatu program atau tindakan
konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu bidang tanah atau
suatu DAS. Pendugaan erosi adala halat bantu untuk mengambil keputusan dalam
perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah (Arsyad 2000).

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu menghitung nilai TSL
pada beberapa bidang lahan dengan bentuk penggunaan berbeda-beda.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Purwowidodo

(1999) menyatakan bahwa erosi tanah adalah kejadian

pengikisan lapisan tanah (umumnya yang terletak di permukaan lahan) oleh biang
erosi (air hujan) yang melibatkan dua proses berurutan yang terpisah, yaitu
pemecahan tanah yang diikuti oleh pengangkutan bahan-bahan tanah terpecah dan
pengendapannya.
Arsyad (1989) menambahkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
erosi tanah meliputi hujan, angin, limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan
lereng, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya, dan ada atau tidaknya
tindakan konservasi.
Menurut Kartasapoetra (2000), yang dimaksudkan dengan erosi yang
masih diperbolehkan (Soil Loss Tolerance) yaitu untuk mengetahui besarnya erosi
yang mungkin dapat diimbangi atau lebih diimbangi dengan tindakan atau

perlakuan manusia yang dapat membantu lajunya pembentukan tanah, sehingga


besarnya erosi selalu dibawah laju pembentukan tanah. Besarnya laju erosi yang
dapat diperbolehkan menggunakan metode Thomson (1957) dan metode Hammer
(1981).
Menurut Kartasapoetra (2000), yang dimaksudkan dengan erosi yang
masih diperbolehkan (Soil Loss Tolerance) yaitu untuk mengetahui besarnya erosi
yang mungkin dapat diimbangi atau lebih diimbangi dengan tindakan atau
perlakuan manusia yang dapat membantu lajunya pembentukan tanah, sehingga
besarnya erosi selalu dibawah laju pembentukan tanah. Besarnya laju erosi yang
dapat diperbolehkan menggunakan metode Thomson (1957) dan metode Hammer
(1981).

BAB III
ALAT BAHAN DAN METODE
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah alat tulis dan kalkulator.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah data sifat tanah,
nilai factor kedalaman tanah, nilai kedalaman sisa sesuai guna lahan.

3.2 Cara Kerja


Alat dan bahan yang diperlukan disiapkan. Dilakukan perhitungan nilai
TSL untuk sub order Tropept (Tanah A), sub order Udult (Tanah B) adalah 30
ton/ha/tahun, dan sub order Aquult (Tanah C) dengan menggunakan metode
Hammer (1991), yaitu:

Selanjutnya dilakukan perhitungan TSL untuk lahan yang dimanfaatkan


sebagai lahan pertanian tanaman jagung, tanaman singkong, dan tanaman durian
menggunakan rumus:
(

Dengan dm sebagai kedalaman sisa yang diinginkan sesuai dengan jenis tanaman
yang ditanam dilahan tersebut. Selanjutnya data yang diperoleh dicatat.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel
Tabel 1. Hasil Perhitungan TSL
TSL (ton/ha/thn)

Jenis
Tanah

Lahan Kosong

Lahan Jagung

Lahan Singkong

Lahan Durian

Tanah A

28,5

29,5

22,5

10,8

Tanah B

30,0

21,0

24,0

12,0

Tanah C

20,4

11,4

14,4

2,4

4.1.2 Perhitungan

Tanah A
Diketahui : de (latosol) = 95 cm = 950 mm , fd (tropept) = 1 , T = 400
TSL =
=

= 2,375

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 2,375 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 28,5

Tanah B
Diketahui : de (Podsolik Merah Kuning) = 95 cm = 950 mm
fd (Udult) = 1 , T = 400
TSL =

= 2,5

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 2,5 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 30

Tanah C
Diketahui : de = 95 cm = 950 mm , fd (Aquult) = 0,80 , T = 400
TSL =
=

= 1,7

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 1,7 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 20,4

Tanah A (Lahan Jagung)


Diketahui : de (latosol) = 95 cm = 950 mm , fd (tropept) = 1 , T = 400 ,
dm (Jagung) = 30 cm = 300 mm
TSL =
=

= 1,625

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 1,625 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 19,5

Tanah B (Lahan Jagung)


Diketahui : de (Podsolik Merah Kuning) = 125 cm = 1250 mm ,
fd (Udult) = 1 , T = 400 , dm (Jagung) = 30 cm = 300 mm
TSL =
=

= 1,75

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 1,75 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 21

Tanah C (Lahan Jagung)


Diketahui : de = 85 cm = 850 mm , fd (Aquult) = 0,80 , T = 400 ,
dm (Jagung) = 30 cm = 300 mm
TSL =
=

= 0,95

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 0,95 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 11,4

Tanah A (Lahan Singkong)


Diketahui : de (latosol) = 95 cm = 950 mm , fd (tropept) = 1 , T = 400 ,
dm (singkong ) = 20 cm = 200 mm
TSL =
=

= 1,875

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 1,875mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 22,5

Tanah B (Lahan Singkong)


Diketahui : de (Podsolik Merah Kuning) = 125 cm = 1250 mm ,
fd (Udult) = 1 , T = 400 , dm (Singkong) = 20 cm = 200 mm
TSL =
=

=2

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 2 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 24

Tanah C (Lahan Singkong)


Diketahui : de = 85 cm = 850 mm , fd (Aquult) = 1 , T = 400 ,
dm (Singkong) = 20 cm = 200 mm
TSL =
=

= 1,2

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 1,2 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 14,4

Tanah A (Lahan Durian)


Diketahui : de (latosol) = 95 cm = 950 mm , fd (tropept) = 1 , T = 400 ,
dm (Durian) = 60 cm = 600 mm
TSL =
=

= 0,9

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 0,9 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 10,8

Tanah B (Lahan Durian)


Diketahui : de (Podsolik Merah Kuning) = 125 cm = 1250 mm ,
fd (tropept) = 1 , T = 400 , dm (durian) = 60 cm = 600 mm
TSL =
=

=1

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 1 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 12

Tanah C (Lahan Durian)


Diketahui : de = 85 cm = 850 mm , fd (Aquult) = 1 , T = 400 ,

dm (Durian) = 60 cm = 600 mm
TSL =
=

= 0,2

Ton/ha/th= T(mm/th) x BI x 10
= 0,2 mm/th x 1,2 gr/cc x 10 = 2,4

4.2 Pembahasan
Adanya pengaruh iklim (hujan dan angin) dan pergeseran-pergeseran
dalam tanah (tektonis) serta perbuatan-perbuatan manusia yang sengaja atau tak
sengaja

melakukan

penyimpangan-penyimpangan

dari

ketentuan

(yang

semestinya selalu diperhatikan bagi pengawetan tanah dan air), maka dapatlah
ditentukan bahwa sangat sulit untuk meniadakan dan atau mencegah sama sekali
terjadinya erosi sampai tingkat tanpa adanya erosi pada lahan-lahan pertanian atau
lahan yang digunakan manusia untuk sesuatu maksud, terutama pada lahan-lahan
yang memiliki kemiringan (Kartasapoetra 2010). Karena sangat sulitnya itu, maka
disamping melakukan perawatan atau pemeliharaan terhadap tanah yang diolah,
perlu dilakukan beberapa penelitian sampai sejauh mana erosi tanah maksimum
dapat dibiarkan (Tolerable Soil Lost). Menurut Malamassam dan Pakasi (2006),
kehilangan tanah yang dapat dibiarkan adalah batas maksimum erosi tanah yang
diperkenankan, dimana produktivitas tanah masih dapat dipertahankan secara
ekonomis dan lestari. Yang dimaksud dengan ini yaitu untuk mengetahui besarnya
erosi yang mungkin masih dapat diimbangi atau lebih diimbangi dengan tindakan
atau perlakuan manusia yang dapat membantu lajunya pembentukan tanah,
sehingga besarnya erosi selalu di bawah laju pembentukan tanah.
Hammer (1991) mengenalkan konsep TSL dengan mempertimbangkan
umur guna tanah yaitu waktu yang diperlukan untuk habis tererosinya suatu
kedalaman tanah. Pada konsep ini, laju TSL ditentukan menurut fungsi
hubungan :

di mana TSL adalah laju erosi yang masih dapat dibiarkan (mm/tahun atau
ton/ha/tahun), fd adalah faktor kedalaman tanah (mm), de adalah kedalaman
efektif (mm) dan T adalah umur guna tanah (untuk kepentingan pelestarian
digunakan 400 tahun). Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan
metode Hammer, erosi yang diperbolehkan (TSL) di sub order Tropept (Tanah A)
adalah 28,5 ton/ha/tahun, erosi yang diperbolehkan (TSL) di sub order Udult
(Tanah B) adalah 30 ton/ha/tahun, dan erosi yang diperbolehkan (TSL) di sub
order Aquult (Tanah C) adalah 20,4 ton/ha/tahun. Erosi yang diperbolehkan (TSL)
untuk pemanfaatan lahan pertanian untuk tanaman jagung di sub order Tropept
(Tanah A) yaitu 19,5 ton/ha/tahun, sedangkan erosi yang diperbolehkan (TSL)
untuk pemanfaatan lahan untuk tanaman singkong di sub order Tropept (Tanah A)
yaitu 22,5 ton/ha/tahun, dan erosi yang diperbolehkan (TSL) untuk pemanfaatan
lahan untuk tanaman durian yaitu 4,8 ton/ha/tahun. Sedangkan, perhitungan untuk
sub order Udult (Tanah B) yang dimanfaatkan untuk penanaman jagung, singkong,
dan durian, diketahui nilai erosi yang diperbolehkan (TSL) berturut-turut yaitu 21
ton/ha/tahun, 24 ton/ha/tahun, dan 12 ton/ha/tahun. Terakhir, perhitungan
pemanfaatan lahan pertanian untuk sub order Aquult (Tanah C) yang
dimanfaatkan untuk penanaman jagung, singkong, dan durian, diketahui nilai
erosi yang diperbolehkan (TSL) berturut-turut yaitu 11,4 ton/ha/tahun, 14,4
ton/ha/tahun, dan 2,4 ton/ha/tahun.
Berdasarkan data nilai TSL tersebut, diketahui bahwa pemanfaatan lahan
pertanian akan menjadikan nilai erosi yang diperbolehkan oleh suatu lahan
menjadi menurun. Nilai dm (kedalaman sisa yang diinginkan) yang semakin
tinggi, akan mengakibatkan nilai TSL suatu lahan semakin rendah. Seperti yang
dapat dilihat untuk pemanfaatan lahan untuk tanaman durian pada sub order
Tropept (Tanah A) dengan nilai dm 60 cm, menghasilkan nilai erosi yang
diperbolehkan (TSL) menjadi sangat rendah yaitu 10,8 ton/ha/tahun. Berbeda
dengan pemanfaatan lahan untuk tanaman singkong dan jagung dengan nilai dm
berturut-turut yaitu 20 cm dan 30 cm, menghasilkan nilai dm yang cukup tinggi

dan tidak terlalu jauh dengan nilai TSL pada sub order Tropept (Tanah A) yang
belum dimanfaatkan yaitu 22,5 ton/ha/tahun dan 19,5 ton/ha/tahun.
Untuk mengetahui apakah pemanfaatan lahan pertanian tersebut baik atau
tidak, kita perlu mengetahui besarnya laju erosi yang dihasilkan oleh penanaman
tanaman tersebut lalu membandingkan dengan laju erosi yang diperbolehkan
(TSL) untuk penanaman tanaman tersebut. Seperti yang dikatakan oleh
Kartasapoetra (2010) bahwa mengetahui besarnya erosi adalah penting terutama
bagi pelaksanaan pertanian, sejauh manakah erosi itu belum mengganggu
produktivitas

pertanian

sehingga

usaha-usaha

pertanaman

tetap

dapat

dilangsungkan sebagaimana biasanya. Namun, apabila pemanfaatan suatu lahan


ternyata menghasilkan laju erosi yang lebih besar dibandingkan dengan laju erosi
yang diperbolehkan (TSL), maka harus segera dilakukan penataan kembali model
pemanfaatan lahan untuk menekan laju erosi tanah, sehingga degradasi lahan
dapat berkurang. Menurut Douglass H.K Lee (1957) menyatakan bahwa dalam
pertanaman, penggantian yang lambat laun dari pohon-pohon komersial untuk
pohon-pohon yang tidak produktif adalah suatu cara lain lagi untuk pengawetan
tanah. Tanaman-tanaman pada tanah mempunyai peranan menyumbang dalam
pengawetan dan pembentukan tanah, seperti misalnya pohon-pohonan yang tinggi
banyak menyumbang pembentukan tanah dengan bahan-bahan organiknya atas
serasah, demikian pula halnya semak-semak dan rumput-rumputan karena semaksemak atau rumput-rumput itu memainkan peranan stabilisasi yang penting di
dalam ekologi yang kompleks dan membantu mengawasi erosi.
Menurut Soil Conservation Service USDA, tentang Soil Loess Tolerance,
besarnya erosi maksimal yang masih dibiarkan (TSL) dapat diperkirakan yaitu
apabila erosi telah berlangsung dengan memindahkan tanah dari kedudukannya
sejumlah ton per hektar per tahun, seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.

Tabel 2. Besarnya Erosi Maksimal yang Masih Dibiarkan (Sesuai dengan


Keadaan Tanah)
Sifat dan keadaan tanah

Tanah yang tererosi (ton/ha/tahun)

1. Tanah dangkal di atas batuan

1,12

2. Tanah dalam di atas batuan

2,24

3. Tanah lapisan dalam, padat, di


atas batuan lunak

4,48

4. Tanah dengan permeabilitas


lambat di atas batuan lunak

11,21

5. Tanah yang permeable di atas


batuan lunak

13,41

Sumber: Thompson at all, Soil and Soil Fertility (1957), Suwardjo, Penggunaan
Sisa-Sisa Tanah untuk Konservasi Tanah, LBB, (1978).
BAB V
KESIMPULAN
Nilai TSL di sub order Tropept (Tanah A) adalah 28,5 ton/ha/tahun, sub
order Udult (Tanah B) adalah 30 ton/ha/tahun, dan di sub order Aquult (Tanah C)
adalah 20,4 ton/ha/tahun. Erosi yang diperbolehkan (TSL) untuk pemanfaatan
lahan pertanian untuk tanaman jagung tanah A yaitu 19,5 ton/ha/tahun, sedangkan
untuk pemanfaatan lahan tanaman singkong yaitu 22,5 ton/ha/tahun, dan untuk
pemanfaatan lahan tanaman durian yaitu 4,8 ton/ha/tahun. Sedangkan,
perhitungan untuk sub order Udult (Tanah B) yang dimanfaatkan untuk
penanaman jagung, singkong, dan durian berturut-turut yaitu 21 ton/ha/tahun, 24
ton/ha/tahun, dan 12 ton/ha/tahun. TSL untuk sub order Aquult (Tanah C) untuk
penanaman jagung, singkong, dan

durian yaitu 11,4 ton/ha/tahun, 14,4

ton/ha/tahun, dan 2,4 ton/ha/tahun. Jadi, pemanfaatan lahan pertanian akan


menjadikan nilai erosi yang diperbolehkan oleh suatu lahan menjadi menurun.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Arsyad S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. Bogor (ID): Departemen Ilmu-ilmu
Tanah. Fakultas Pertanian, IPB.
Douglas HK Lee. 1957. Climate and Economic Development in the Tropics. New
York: Harper & Brothers.
Hammer WI. 1991. Second Soil Conservation Consultant Report. Bogor: Centre
for Soil Research.
Kartasapoetra

AG.

2000.

Kerusakan

Tanah

Pertanian

dan

Usaha

Merehabilitasinya. Jakarta (ID): Bina Aksara.


Kartasapoetra AG. 2010. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta (ID):
Rineka Cipta.
Malamassam MR dan Pakasi SE. 2006. Simulasi Pemanfaatan Lahan Berdasarkan
Pendugaan Erosi Tanah: Studi Kasus Sub DAS Mowewe di DAS
Konaweha Sulawesi Tenggara. Dalam Jurnal Perennial, Vol. 2, No. 2: 4752.
Purwowidodo. 1999. Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Bogor (ID): IPB
Press.
Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta (ID): Andi
Offset Yogyakarta,.
Utomo W H. 1989. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang (ID): IKIP Press.

Anda mungkin juga menyukai