Referat Kandidiasis
Referat Kandidiasis
PENDAHULUAN
Kandidiasis adalah infeksi jamur tersering pada manusia. Di Amerika
Serikat, 80 juta penduduk menderita gangguan kesehatan yang disebabkan
Candida. Kandidiasis terjadi di seluruh dunia dan menyerang segala usia, baik
laki-laki maupun wanita, tetapi data menunjukkan 70% penderitanya adalah
wanita. Di Indonesia, dialaporkan 84%penderita AIDS yang dirawat di RSCM
juga menderita kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur oportunistik candida
albicans (Kuswadji, 2006).
Candida merupakan jamur komensal yang antara lain hidup dalam rongga
mulut, saluran pencernaan, dan vagina. Akan tetapi, jika keseimbangan flora
normal seseorang terganggu atatupun pertahanan imunnya menurun, maka sifat
komensal candida ini d ini dapat berubah menjadi pathogen. Beberpaa spesies
antara lain C. albicans, C. stellatoidea, dan C. tropicalis yang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia. Dari beberapa spesies tersebut, C. albicans dianggap
sebagai spesies paling pathogen dan menjadi penyebab utama terjadinya
kandidiasis (Kuswadji, 2006; Madgalena, 2009).
Meningkatnya prevalensi kendidiasis juga disebabkan oleh berbagai faktor
predisposisi, seperti rendahnya daya tahan tubuh hospes; pasien menjalani
pengobatan dengan antibiotik spectrum luas dalam jangka lama; iritasi kronik
akibat pemakaian protesa yang tidak sesuai (Kuswadji, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kandidiasis adalah penyakit infeksi primer atau sekunder yang
menyerang kulit, kuku, selaput lendir dan alat dalam yang disebabkan oleh
berbagai spesies Candida (Sutanto, 2008).
B. Etiologi
Penyebab yang tersering ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari
kulit, mulut, selaput mukosa vagina. Genus Candida merupakan sel ragi
uniseluler yang termasuk ke dalam Fungi imperfecti atau Deuteromycota,
kelas Blastomycetes yang memperbanyak diri dengan cara bertunas, famili
Cryptococcaceae. Genus ini terdiri lebih dari 80 spesies, yang paling patogen
adalah C. albicans selain itu adalah C. Glabrata, C. tropicalis, C.
parapsilosis, C. guillermondii dan C. Krusei. C.albicans merupakan
penyebab tersering (60-75%) berbagai manifestasi klinis (Syarifuddin, 2002).
Candida adalah penyebab tersering ruam bokong pada bayi, dimana
daerah tersebut sangat lembab. Infeksi kandida umumnya terjadi terutama
pada penderita diabetes dan obesitas. Antibiotik dan kontrasepsi oral
meningkatkan risiko terjadinya kandidiasis kutaneus (Scott, 2009).
C. Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur,
baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak
jelas tetapi insidensi diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini
lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi
(Kuswadji, 2008; Siregar, 2004). Infeksi superfisialis pada umumnya
disebabkan oleh Candida albicans, sedangkan infeksi sistemik lebih
bervariasi, kurang dari 50 % disebabkan oleh Candida non Candida albicans
(Sutanto, 2008).
D. Faktor Risiko
Faktor risiko yang berperan dalam perubahan sifat Candida dari
komensal menjadi patogen meliputi faktor endogen dan faktor eksogen. Pada
faktor endogen dipengaruhi oleh keadaan fisiologik, faktor yang berpengaruh
antara lain kehamilan, usia pasien yang sangat muda atau sangat tua serta
siklus menstruasi pada pasien wanita, selain itu beberapa faktor yang turut
mempengaruhi perubahan tersebut diantaranya adalah keadaan malnutrisi
(defisiensi riboflavin) penyakit endokrin seperti diabetes melitus serta
penyakit keganasan. Di samping itu pengobatan dengan antibiotik,
kortikosteroid, sitostatik maupun imunosupresan juga dapat meningkatkan
prevalensi kandidiasis.
Sementara faktor eksogen yang berpengaruh terhadap terjadinya
kandidiasis antara lain adalah iklim panas dan kelembaban menyebabkan
perspirasi meningkat, kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki dalam air
yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur,
ontak dengan penderita (misal pada trush atau balanopositis) (Kuswadji,
2008). Faktor risiko berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida
albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia
karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. (Sutanto, 2008).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat
hebat. Terdapat lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan semakin
meluas, makula atau papul, mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih kecil
yang kemudian menjadi lebih besar). Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit,
genital, bokong, di bawah payudara atau di daerah kulit yang lain. Infeksi
folikel rambut (folikulitis) mungkin seperti pimple like appearance (Scott,
2009).
Berdasarkan tempat yang terkena Conant dkk. (1971), membaginya
menjadi kandidiasis selaput lendir, kandidiasis kutis, kandidiasis sistemik,
dan reaksi id. (kandidid).
1. Kandidiasis selaput lendir
a. Kandidiasis oral (thrush),
3
b. Perleche
c. Vulvovaginitis
d. Balanitis atau balanopostitis
e. Kandidiasis mukokutan kronik
f. Kandidiasis bronkopulmonar dan paru.
2. Kandidiasis kutis meliputi
a. Lokalisata yaitu daerah intertriginosa dan daerah perianal
b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidiasis kutis granulomatosa.
3. Kandidiasis sistemik meliputi
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia
4. Reaksi id. (kandidid)
1) Kandidiasis selaput lendir
a. Trush
Merupakan Pseudomembranous candidiasis atau biasa disebut
thrush merupakan jenis oral candidiasis yang paling sering dijumpai.
Jenis ini biasanya dijumpai pada bayi dan orang yang sangat lemah.
Thrush pada dewasa bisa merupakan pertanda adanya gangguan
kekebalan, kemungkinan akibat diabetes atau AIDS. Jenis ini juga
dijumpai pada orang yang melakukan terapi kortikosteroid dan yang
mengalami penurunan sistem imun seperti HIV. Jenis ini dapat dikenali
dengan adanya lesi berwarna putih menyerupai gumpalan keju atau susu
pada mukosa bukal mulut. Lesi putih tersebut tersusun atas kumpulan
hype kusut, ragi, sel-sel epitel, sel api, fibrin dan debris (Neville, 2002).
Lesi ini umumnya tidak nyeri dan dapat dilepaskan dengan mudah akan
tetapi meninggalkan permukaan yang berdarah. Pada orang dewasa lebih
sering terjadi inflamasi, eritema, dan terkikisnya bagian mulut yang
menimbulkan rasa menyakitkan (Kuswadji, 2008).
Gejala
lain
yang
dialami
pasien
yang
timbul
akibat
glositis kronik, lidah tampak halus dengan papila yang atrofik atau lesi
berwarna putih di tepi atau di bawah permukaan lidah. Bercak putih tidak
tampak jelas bila penderita sering merokok.
Perleche
Perleche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang
menyebabkan retakan dan sayatan kecil. Bisa berasal dari gigi palsu yang
letaknya bergeser dan menyebabkan kelembaban di sudut mulut sehingga
tumbuh jamur. Lesi berupa fisur pada sudut mulut, lesi ini mengalami
maserasi, erosi, basah dan dasarnya eritematosa. Faktor predisposisinya
adalah defisiensi riboflavin (Kuswadji, 2006).
2) Kandidiasis kutis
a. Kandidiasis intertriginosa
Terjadi di lipatan ketiak, lipat paha, lipat payudara, antara jari
tangan dan kaki dan umbilikalis. Biasanya terjadi pada orang-orang
gemuk. Gejalanya berupa bercak kemerahan berbatas tegas, bersisik,
basah, dan dikelilingi lesi-lesi satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah
yang erosif dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi
primer (Kuswadji, 2008).
ibunya
menderita
kandidiasis
vagina
atau
gangguan
Patogenesis
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi
yang komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan gejala klinis, yaitu:
1. Faktor penentu patogenitas kandida adalah (Madgalena, 2009; Conny,
2006):
a) Spesies
melekat
adalah
suatu
glikoprotein
permukaan
atau
10
kandida
dengan
sel
epitel.
Kemudian
kandida
komplemen
dan
merangsang
terbentuknya
imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigenantibodi di permukaan sel kandida, yang dapat melindungi kandida
dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu kandida juga akan
mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain (Kuswadji,
2006).
2) Mekanisme non imun
11
Manan
dan
manoprotein
merupakan
molekul-
dalam
aktifitas
adhesif.
Pada
umumnya Candida
albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru
terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu (Kuswadji,
2006).
3. Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun
eksogen, antara lain (Kuswadji, 2006; Madgalena, 2009):
a. Faktor endogen :
1) Perubahan fisiologik (Kehamilan, karena perubahan pH dalam
vagina, kegemukan, karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik,
endokrinopati, gangguan gula darah kulit, penyakit kronik :
tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk).
2) Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.
3) Imunologik : penyakit genetik.
b. Faktor eksogen :
1) Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
2) Kebersihan kulit
3) Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur.
4) Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida
albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia
karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora
12
berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak
jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan
oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam
jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzimenzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase (Madgalena, 2009).
Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut,
feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat
membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh.
Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat
jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai
parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan
lebih lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan
ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam
jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya
nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada
keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang
masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa (Madgalena, 2009).
Rippon (1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan
untuk memulai suatu lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa
yang melakukan invasi. Dengan proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada
kandidosis akut biasanya hanya terdapat blastospora, sedang pada yang
menahun didapatkan miselium. Kandidiasis di permukaan alat dalam
biasanya hanya mengandung blastospora yang berjumlah besar, pada stadium
lanjut tampak hifa. Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil
pemeriksaan bahan klinik, misalnya dahak, urin untuk menunjukkan stadium
penyakit. Kelainan jaringan yang disebabkan oleh Candida albicans dapat
berupa peradangan, abses kecil atau granuloma (Madgalena, 2009).
G. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis
kandidiasis
dapat
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
13
diketahui faktor predisposisi dan gejala klinis pada pasien. Tergantung dari
jenis kandidiasis yang dialami.
Dari hasil anamnesis biasanya didapatkan pasien mengeluh gatal-gatal
diserati kemerahan. Gatal-gatal yang dirasakan muncul tiba-tiba dan semakin
lama semakin meluas. Gatal diikuti dengan adanya rasa perih dan awalnya
basah. Karakteristik dari kandidiasis plak eritem batas tegas disertai lesi papul
eritem
disekelilingnya
(lesi
satelit),
pseudomembran
(pada
mukosa/intertriginosa/interdigitalis).
Efloresensi atau sifat-sifatnya yaitu kulit berupa daerah eritematosa,
erosif, kadang-kadang dengan papula dan bersisik. Pada keadaan kronik,
daerah-daerah likenifikasi, hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang
berfisura. Sedangkan pada kuku berupa kuku tak bercahaya, berwarna hitam
coklat, menebal, kadang-kadang bersisik. Sekitar kuku eritematosa, erosif
dengan vesikel (Siregar, 2004).
Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu dengan
adanya pemeriksaan penunjang, antara lain (Kuswadji, 2006):
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH
10% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa
semu.
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk
mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar
atau lemari suhu 37C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like
colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan membiakkan
tumbuhan tersebut pada corn meal agar.
3. Pemeriksaan pH vagina
Pada kandidiasis vulvovaginalis pH vagina normal berkisar antara 4,04,5 bila ditemukan pH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanya
bakterial vaginosis, trikhomoniasis atau adanya infeksi campuran.
14
H. Diagnosis Banding
1. Kandidiasis kutis lokalisata dengan (Kuswadji, 2006):
a. Eritrasma
b. Dermatitis intertriginosa
c. Dermatofitosis ( tinea )
2. Kandidiasis kuku dengan tinea unguium
3. Kandidiasis vulvovaginitis dengan :
a. Trikomonas vaginalis
b. Gonore akut
c. Leukoplakia
d. Liken planus
I.
Penatalaksanaan
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian
secara topikal maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis akut maupun
kronik. Kecenderungan saat ini adalah pemakaian regimen antimikosis oral
maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi. Antimikosis untuk
pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya krim,
lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam
pemilihan bentuk obat topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan
dengan penderita sebelum memilih bentuk yang lebih nyaman untuk pasien.
Untuk keradangan pada vulva yang ekstensi mungkin lebih baik dipilih
aplikasi lokal bentuk krim. Hendaklah mengingatkan pasien untuk
menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi (Sandy et al, 2000).
Penatalaksanaan untuk kandidiasis antara lain (Kuswadji, 2006):
Non Medikamentosa :
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi :
a. Pemakaian antibiotik secara hati-hati
b. Menghindari obesitas
c. Menghindari bekerja pada tempat-tempat yang lembap/banyak air
(Siregar, 2004).
2. Higiene sanitasi yang baik :
3. Menghentikan pemakaian obat-obatan yang tidak perlu
4. Mengobati penyakit sistemik yang mendasari
15
Medikamentosa
1. Topikal
Obat topikal untuk kandidiasis meliputi:
a. Larutan ungu gentian -1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari,
b. Nistatin: berupa krim, salap, emulsi,
c. Amfoterisin B,
d. Grup azol antara lain:
1) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
2) Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
3) Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
4) Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
5) Antimikotik yang lain yang berspektrum luas (Kuswadji, 2006).
2. Sistemik
a. Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna,
obat ini tidak diserap oleh usus.
b. Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik
c. Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per
vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200
mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau
dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
d. Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk
orang dewasa 2 x 100 mg sehari selama 3 hari.
3. Khusus:
a. Kandidiasis intertriginosa : pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit
tetap kering dengan penambahan bedak nistatin topikal, klotrimazol
atau mikonazol 2 kali sehari. Pasien dengan infeksi yang luas
ditambahkan dengan flukonazol oral 100 mg selama 1-2 minggu atau
itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu.
b. Diaper disease : Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi panas
dan lembab. Pengeringan udara, sering mengganti diaper dan selalu
16
ekonazol,
ketokonazol,
isokonazol,
omokonazol,
17
Komplikasi
Adapun komplikasi kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain :
1. Rekurens atau infeksi berulang kandida pada kulit
2. Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang aneh dan
mungkin menginfeksi daerah di sekitar kuku
3. Disseminated candidiasis yang mungkin terjadi pada tubuh yang
immunocompromised (Scott, 2009).
K. Pencegahan
19
20
BAB III
KESIMPULAN
1. Kandidiasis merupakan penyakit infeksi primer atau sekunder yang
menyerang kulit, kuku, selaput lendir dan alat dalam yang disebabkan oleh
berbagai spesies Candida
2. Penyebab tersering dari Candida albicans adalah yang dapat diisolasi dari
kulit, mulut, selaput mukosa vagina.
3. Faktor risiko yang berperan dalam perubahan sifat Candida dari komensal
menjadi patogen meliputi faktor endogen dan faktor eksogen.
4. Gejala klinis yang muncul dapat berupa gatal dan terdapat lesi kulit yang
kemerahan atau terjadi peradangan semakin meluas, makula atau papul.
Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit, genital, bokong, di bawah
payudara atau di daerah kulit yang lain.
5. Penatalaksanaan terpenting dari kandidiasis adalah menghindari atau
menghilangkan faktor predisposisi yang meliputi pemakaian antibiotik
secara hati-hati, menghindari obesitas, dan menghindari bekerja pada
tempat-tempat yang lembab atau banyak air.
21
DAFTAR PUSTAKA
Conny, Riana. 2006. Karakteristik Candida Albicans. Dalam: Cermin Dunia
Kedokteran, Volume 151. PP 33-5
Kuswadji. 2006. Kandidiasis. Dalam: Djuanda A., Hamzah M., Aishah A., Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakulats Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. PP: 103-6
Kuswadji. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Balai Penerbit
FK UI. Jakarta
Lies Marlysa Ramali, Sri Wardani. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam:
Dermatomikosis superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2005 ; 55-66
Madgalena, Maria. 2009. Candida Albicans. Departemen Mikrobiologi: Fakultas
Kedokteran USU
Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. 2002. Oral & Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Pennsylvania: Saunders. 187-199
Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F. Kusmarinah. 2000.
Mekanisme Pertahanan Pejamu pada Infeksi Kandida. Dalam : Media
Dermato-venereologica Indonesiana, Jakarta; 187-92
Scott L F. 2009. Cutaneous Candidiasis. Available from http:// www. emedicine.
com/ (2009).
Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. ECG. Jakarta
SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Atlas
Penyakit Kulit dan Kelamin. Airlangga University Press. Pp:86-92
Sutanto, I., Ismid I.S., Sjarifuddin P.K. dan Sungkar S. 2008. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran Edisi 4. Balai Penerbit FK UI, Jakarta
Syarifuddin. 2002. Epidemologi Kandidosis. J Mikol Ked Indon Vol 3, No.1 dan
No.2, Desember; 20-3
WolfK, Richard AJ, Dick S. 2007. Candidiasis. Dalam : Fitzpatrick. Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology. Ed 5th. New york. McGraw Hill
Company
22