Kondisi Geologi Bayat Kabupaten Klaten 1
Kondisi Geologi Bayat Kabupaten Klaten 1
FAKULTAS BIOLOGI
KELOMPOK II
Martin Pardi Saputra
(18)
BI / 07760
(19)
BI / 07761
Lila Imami
(20)
BI / 07762
(22)
BI / 07764
Niswati Zulfah
(23)
BI / 07765
(25)
BI / 07767
(28)
BI / 07770
Yunriska Rona
(29)
BI / 07771
(32)
BI / 07774
Siti Munziatun
(33)
BI / 07775
Andi Nurmala
(36)
BI / 07778
YOGYAKARTA
Desember 2006
BAB I
PENDAHULUAN
A. Maksud dan Tujuan
Kegiatan Kuliah Lapangan Geologi yang dilaksanakan pada Sabtu, 2
Desember 2006 ini bertujuan untuk mempelajari kondisi geologi dengan
berbagai fenomena yang ada pada setiap stasiun pengamatan di Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk
menerapkan teori-teori yang telah didapat dari materi kuliah.
B. Lokasi
Kuliah Lapangan Geologi dilaksanakan di Kecamatan Bayat, Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah, dengan 4 stasiun pengamatan yang terdiri atas :
1. Stasiun Pengamatan 1 : di Gunung Temas
2. Stasiun Pengamatan 2 : di Watuperahu
3. Stasiun Pengamatan 3 : di Gunung Joko Tuwo
4. Stasiun Pengamatan 4 : di dataran fluvial di sebelah timur Gunung Tugu
C. Metode
Dalam pembuatan peta tematik menggunakan metode :
1. Terestrial, yaitu pemetaan langsung di lapangan.
2. Konvensional
3. Pengambilan data sekunder
E. Tahap Penelitian
1. Tahap Persiapan (6 Oktober 2006 1 Desember 2006)
2. Tahap Pelaksanaan (2 Desember 2006)
3. Tahap Pembuatan Laporan ( 3 Desember 2006 8 Januari 2007)
BAB II
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Stasiun Pengamatan I
Lokasi: Gunung Temas
I.
Deskripsi Geomorfologi
Dilihat dari geomorfologinya, lokasi SP I merupakan topografi
perbukitan dengan morfogenesisnya berupa dataran karst. Dividenya
berbentuk rata/datar, dengan stadia daerah yang tergolong tua.
Gambar A.1.
Geomorfologi Stasiun Pengamatan I
Pencucian adalah proses berubah dan berpindahnya komponenkomponen kimia suatu batuan atau mineral oleh larutan. Batu
gamping, dolomit, dan marmer mudah mengalami proses ini.
Oksidasi adalah proses penambahan valensi positif atau
pengurangan valensi negatif. Jadi, ada perpindahan satu elektron atau
lebih dari suatu ion atau atom. Oksidasi dapat pula diartikan sebagai
reaksi suatu zat dengan oksigen. Dalam hal ini, zat tersebut adalah
mineral dalam batuan.
Pelapukan kimia karena kegiatan organisme atau disebut juga
pelapukan biokimia disebabkan oleh asam humus yang terjadi dari
bahan organik humus yang hancur karena bakteri dan terlarutkan oleh
air.
Pelapukan kimia kerapkali terjadi bersamaan dengan pelapukan
fisik, seperti halnya yang mungkin terjadi di SP I ini. Misalnya pada
proses eksfoliasi dan pelapukan membola.
Eksfoliasi adalah pengelupasan batuan menjadi bentuk lempeng
lengkung karena bagian luar batuan lapuk oleh hidrasi atau hidrolisis
kemudian rontok oleh tenaga mekanik.
Pelapukan membola atau pelapukan sferoidal adalah pelapukan
yang disebabkan karena batuan mengalami retakan-retakan (biasanya
karena kekar), kemudian retakan itu terisi oleh air. Air ini
menyebabkan hidrasi atau hidrolisis pada bagian-bagian batuan di
sekitar retakan itu. Akibatnya, terjadilah inti-inti batuan segar
berbentuk membulat dikelilingi oleh tanah hasil pelapukannya.
II.
Deskripsi Litologi
Batuan adalah massa materi mineral, baik yang kompak keras
maupun yang tidak, yang membentuk bagian kerak bumi. Batuan dapat
terdiri dari satu macam mineral atau kumpulan berbagai macam
mineral. (Whitten dan Brooks)
Ditinjau dari segi Teknik Sipil, batuan (rock) adalah sesuatu yang
keras, kompak, dan atau berat yang untuk memisahkannya, bila perlu
harus dengan ledakan. (Weasley)
Gambar A.2.
Wilayah berbatu di Stasiun Pengamatan I
apabila terbentuk oleh hasil reaksi kimia tertentu, baik yang bersifat
anorganik maupun biologik. Pada SP I, struktur batuan tergolong
berlapis (crossing of world: mengakar ke atas), yang merupakan ciri
khas batuan sedimen klastik.
Menurut Spencer, struktur berlapis disebabkan oleh adanya
perbedaan komposisi, warna, tekstur, porositas, dan struktur batuan
yang ada.
Sementara itu, tekstur batuan tergolong berbutir sedang (1/162)
mm. Dengan demikian, dapat disebut pula kalkorenit, yaitu batu
gamping klastik berukuran batu pasir. Tekstur batuan adalah sifat yang
menunjukkan derajat pengkristalan, bentuk, ukuran butir, dan pola
susunan butir mineral-mineral di dalam massa batuan.
Komposisi batuan diperkirakan terdiri atas kalsit (CaCO3), napal
(kalsit dan lempung), dan batu pasir. Tebal lapisan batuan tergolong
tebal hingga sangat tebal, sedangkan tebal tanah tergolong sedang (50
100 cm).
III. Deskripsi Struktur Geologi
a)
Kekar
Kekar merupakan salah satu bentuk proses orogenesis,
yaitu proses terangkat dan terlipatnya jalur kerak bumi oleh
tenaga endogenik sehingga terjadi struktur antiklin dan sinklin.
Proses ini dapat terjadi di daerah yang relatif sempit. Kekar
(joint) adalah bagian permukaan atau bidang yang memisahkan
batuan, dan sepanjang bidang tersebut belum terjadi pergeseran.
Di samping merupakan bidang datar, kekar dapat pula
merupakan bidang lengkung.
Jenis
kekar
yang
teramati
adalah
kekar
diagonal
Lipatan
Lipatan (fold) merupakan salah satu hasil proses orogenesis
yang terjadi karena batuan mengalami gaya kompresi.
Jenis lipatan yang teramati adalah monoklin. Berdasarkan
hasil pengukuran dengan menggunakan kompas geologi, jurus
o
o
dan kemiringan bidang lapisan batuan adalah E 160 / 19 W, di
b)
Bencana geologi
Bencana-bencana geologi yang harus diwaspadai dapat
terjadi di SP I antara lain berupa erosi, gerakan massa dalam
bentuk sliding, dan tanah longsor. Berbagai kubangan yang
terdapat di lokasi tersebut juga berpotensi menimbulkan wabah
penyakit malaria. Selain itu, terdapat rumah yang terletak di atas
batuan, sehingga sangat membahayakan jika terjadi longsor.
Gambar A.3.
Rumah di atas batuan
Lain-lain
Lahan digunakan sebagai permukiman dan tempat bercocok
tanam. Vegetasi yang tampak di SP I antara lain jati, semak, pepaya,
dan pisang dengan kerapatan vegetasi tergolong sedang. Ketebalan
tanah termasuk sedang, yaitu sekitar 8090 cm.
Gambar A.4
Bentuk lahan yang digunakan untuk permukiman
Gambar A.5.
Berbagai vegetasi di Stasiun Pengamatan I
B.
Deskripsi Geomorfologi
Berdasarkan geomorfologinya, SP IIA merupakan topografi
perbukitan dengan morfogenesis dataran aluvial berupa hasil aluvium
yang baru diendapkan, dengan ciri-ciri tidak adanya horizon tanah dan
tidak ada/sedikitnya perubahan batuan induk. Wilayahnya tergolong
lembah, dengan kedalaman lembah ravine (>300 cm). Bentuk
dividenya rata/mendatar dengan stadia lembah maupun stadia daerah
yang tergolong tua.
10
Gambar B.1.
Geomorfologi Stasiun Pengamatan IIA
Deskripsi Litologi
Berdasarkan hasil pengamatan, luas singkapan batuan di SP IIA
tergolong sedang. Beberapa jenis batuan yang teramati antara lain batu
gamping Nummulithes yang terdapat pada lepasan-lepasan dan hanya
sebagian yang mengandung lensa, batu pasir karbonatan yang terdapat
pada singkapan, dan batu kuarsa pada lepasan.
Warna batuan umumnya kehitam-hitaman. Beberapa batuan
dalam kondisi segar, tetapi beberapa batuan lain ditemukan dalam
kondisi yang lapuk hingga agak lapuk. Struktur batuan adalah struktur
berfosil mengandung nummulithes (fosil yang ada di laut). Struktur
11
Gambar B.2.
Batu gamping Nummulithes
b)
Bencana geologi
Bentuk bencana geologi yang harus diwaspadai dapat
terjadi di SP IIA antara lain berupa erosi dan retakan-retakan.
12
Gambar B.3.
Retakan pada tanah
IV. Lain-lain
Sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk permukiman berupa
desa dan tempat bercocok tanam. Lahan yang ada memang cukup baik
digunakan sebagai ladang, tegalan, dan perkebunan. Beberapa vegetasi
yang teramati antara lain rumput-rumputan, jati, singkong, dan pisang.
Selain itu, terdapat lahan tidak bervegetasi di wilayah berbatu.
C.
Deskripsi Geomorfologi
Berdasarkan geomorfologinya, SP IIB merupakan topografi
perbukitan dengan morfogenesis berupa dataran aluvial. Wilayahnya
tergolong lembah dengan kedalaman >300 cm, sehingga tergolong
ravine. Bentuk dividenya rata/mendatar dengan stadia lembah maupun
stadia daerah yang tergolong tua.
Gambar C.1
Geomorfologi Stasiun Pengamatan IIB
13
Deskripsi Litologi
Batuan metamorf adalah batuan yang telah berubah karena
bertambahnya tekanan dan temperatur. (Katili & Marks)
Batuan metamorf adalah batuan yang mempunyai sifat-sifat
nyata yang dihasilkan oleh proses metamorfisme. Perubahan dalam
batuan metamorf adalah kristalisasi baru. (Grout)
Batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan
mineralogik dan struktur oleh metamorfisme dan terjadi langsung dari
fase padat tanpa melalui fase cair. (Turner)
Luas singkapan batuan di SP IIB tergolong sedang dengan jenis
batuan yang teramati adalah schist (berupa singkapan). Dideskripsikan
berupa schist karena mineralnya tampak lebih rapat. Warna batuan
kecoklatan hingga kemerah-merahan.
14
Gambar C.2.
Schist pada Stasiun Pengamatan IIB
b)
Bencana geologi
Beberapa bentuk bencana geologi yang mungkin terjadi di
SP IIB antara lain gerakan massa berupa sliding, erosi, dan
retakan-retakan akibat kondisi lingkungan yang sangat lapuk.
IV. Lain-lain
Lahan yang terdapat di SP IIB digunakan sebagai permukiman
berupa pedesaan dan tempat bercocok tanam dalam bentuk tegalan,
15
ladang, dan kebun. Beberapa jenis vegetasi yang teramati antara lain
mangga, jati, bambu, kelapa, rumput, dan pisang.
Selain itu, terdapat pula lahan tidak bervegetasi di wilayah
berbatu.
D.
Deskripsi Geomorfologi
Berdasarkan geomorfologinya, SP IIC merupakan topografi
perbukitan dengan morfogenesis berupa dataran aluvial. Wilayahnya
tergolong lembah dengan kedalaman >300 cm, sehingga tergolong
ravine. Bentuk dividenya rata/mendatar dengan stadia lembah maupun
stadia daerah yang tergolong tua.
Gambar D.1.
Geomorfologi Stasiun Pengamatan IIC
Deskripsi Litologi
Luas singkapan batuan tergolong sedang dengan jenis batuan
yang teramati adalah diorit yang menurut klasifikasi Williams
tergolong batuan beku asam menengah. Batuan beku asam menengah
umumnya memiliki kadar silika 5266% dengan color-indices (indeks
warna) <40. Batuan beku itu sendiri adalah batuan yang terbentuk
langsung dari pembekuan magma.
16
mata
telanjang,
atau
porphiritikphanerik
b)
Bencana geologi
Beberapa bencana geologi yang mungkin terjadi antara lain
erosi, gerakan massa berupa sliding, dan retakan-retakan.
IV. Lain-lain
Penggunaan lahan yang teramati berupa permukiman dalam
bentuk desa serta tempat bercocok tanam berupa tegalan, ladang, dan
perkebunan. Beberapa vegetasi yang tampak antara lain mangga,
rumput-rumputan, kelapa, dan ketela.
17
Gambar D.2.
Salah satu bentuk vegetasi di SP IIC
E.
Deskripsi Geomorfologi
Berdasarkan hasil pengamatan, morfografi SP IIIA merupakan
topografi perbukitan berupa lereng pejal. Wilayah ini tergolong stadia
daerah tua.
Gambar E.1.
Geomorfologi Stasiun Pengamatan IIIA
Deskripsi Litologi
18
Gambar E.2.
Morfologi batuan di Stasiun Pengamatan IIIA
Kekar
Jenis kekar yang teramati berupa kekar diagonal, dengan
kerapatan tergolong rapat, yaitu antara 110 cm.
b)
Sesar
Terdapat tanda sesar berupa garis atau geseran.
b)
Bencana geologi
19
Lain-lain
Penggunaan lahan yang teramati berupa perkebunan. Beberapa
vegetasi yang terdapat di SP IIIA antara lain jati, jarak, dan rumputrumputan.
Selain itu, terdapat pula lahan tidak bervegetasi di wilayah
berbatu.
F.
Deskripsi Geomorfologi
Berdasarkan hasil pengamatan, morfografi SP IIIB merupakan
topografi perbukitan. Wilayah ini tergolong stadia daerah tua.
Gambar F.1.
Geomorfologi Stasiun Pengamatan IIIB
Deskripsi Litologi
Luas singkapan batuan tergolong luas, dengan jenis batuan yang
teramati antara lain schist merah dan marmer. Warna batuan adalah
merah hingga kecoklat-coklatan.
20
b)
Bencana geologi
Bencana geologi yang mungkin terjadi adalah erosi dan
gerakan massa berupa rock fall (jatuhan batuan) dan debris flow
(jatuhan bahan rombakan), yaitu gerakan massa batuan atau
bahan rombakan yang jatuh bebas karena adanya tebing terjal
menggantung (hanging cliff), berupa gerakan yang cepat.
V.
Lain-lain
Sebagian besar lahan yang ada digunakan untuk perkebunan.
Berbagai jenis vegetasi yang ditemukan antara lain jati, jarak, dan jenis
rumput-rumputan.
Gambar F.2.
Vegetasi di Stasiun Pengamatan IIIB
21
G.
Stasiun Pengamatan IV
Lokasi: Dataran fluvial di sebelah timur Gunung Tugu
I.
Deskripsi Geomorfologi
Berdasarkan hasil pengamatan, morfografi SP IV merupakan
topografi dataran dengan morfogenesis berupa dataran aluvial.
Wilayah ini tergolong stadia daerah tua.
Gambar G.1.
Geomorfologi Stasiun Pengamatan IV
Deskripsi Litologi
Jenis batuan yang teramati adalah batu pasir dengan warna
keabu-abuan sampai kehitam-hitaman. Struktur batuan tergolong
berlapis dengan tekstur berbutir sedang, yaitu berukuran antara 1/162
cm.
Tebal lapisan batuan tergolong tipis dengan tingkat pelapukan
agak lapuk, dan tebal tanah yang tergolong tebal.
22
b)
Bencana geologi
Bencana geologi yang mungkin terjadi di SP IV adalah
erosi.
IV. Lain-lain
Sebagian besar lahan digunakan sebagai permukiman berupa
desa dan tempat bercocok tanam dalam bentuk sawah, tegalan, atau
ladang. Berbagai vegetasi yang dapat dijumpai antara lain ketela, padi,
dan jati.
V.
Hasil Pembidikan
o
o
Gunung Jabalkat: N 120 E dan S 300 W
Gambar G.2.
Gunung Jabalkat tampak dari Stasiun Pengamatan IV
Gambar G.3
Gunung Cakaran tampak dari Stasiun Pengamatan IV
23
BAB III
KESIMPULAN
2.
3.
4.
24
DAFTAR PUSTAKA
Billings, M.P. 1954. Structural Geology. Tokyo: Charles E. Tuttle Company.
Katili, J.A. dan P. Marks. 1963. Geologi. Bandung: Kilat Madju.
Soetoto, Ir., S.U. Diktat Kuliah Geologi. 1995. Yogyakarta: Fakultas Geologi
Universitas Gadjah Mada.
http://gc.lib.itb.ac.id
http://www.freelists.org
http://www.indocaver.org
25