menggunakan dana investasi dari sumbar dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri
(PMA). Jenis RS yang kedua adalah RS Umum, RS Jiwa, RS Khusus (mata, paru, kusta,
rehabilitasi, jantung, kanker, dsb). Jenis RS yang ketiga adalah RS kelas A, kelas B
(pendidikan dan non-pendidikan), RS kelas C dan RS kelas D (Kepmenkes No.51
Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah meningkatkan status semua RS Kabupaten
menjadi kelas C.
Kelas RS juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada RS kelas A
tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk spesialistik. RS kelas B mempunyai
pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. RS kelas C
mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan
anak). Di RS kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar.
Keputusan Menteri Kesehatan No.134 Menkes/SK/IV/78 Th.1978 tentang susunan
organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia antara lain
Pasal 1 : Rumah Sakit Umum adalah organisasi di lingkungan Departemen Kesehatan
yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Dirjen Yan Medik.
Pasal 2 : Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan kesehatan
(caring) dan penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan keadaan cacat badan dan
jiwa (rehabilitation).
Pasal 3 : Untuk menyelenggarakan tugas tersebut RS mempunyai fungsi :
1. Melaksanakan usaha pelayanan medik
2. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik
3. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan kesehatan
4. Melaksanakan usaha perawatan
5. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan paramedis
6. Melaksanakan sistem rujukan
7. Sebagai tempat penelitian
Pasal 4 :
1. RS Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah RS kelas A, kelas B, kelas C.
2. RS Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang
spesialistik dan subspesialistik yang luas
3. RS Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik
yang luas.
4. RS Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik
paling sedikit empat spesialis dasar yaitu: Penyakit Dalam, Penyakit Bedah, Penyakit
Kebidanan/Kandungan, dan Kesehatan Anak.
SUSUNAN ORGANISASI RSU DI INDONESIA
Untuk Rumah Sakit Umum kelas A, susunan organisasinya diatur sesuai dengan SK
Menkes No. 543/VI/1994 adalah sebagai berikut.
1. Direktur
2. Wakil Direktur yang terdiri dari:
* Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan
* Wadir Penunjang Medik dan Instalasi
* Wadir Umum dan Keuangan
* Wadir komite Medik
Tiap-tiap Wadir diberikan tanggung jawab dan wewenang mengatur beberapa
bidang/bagian pelayanan dan keperawatan serta instalasi. Instalasi RS diberikan tugas
untuk menyiapkan fasilitas agar pelayanan medik dan keperawatan dapat terlaksana
dengan baik. Instalasi RS dipimpin oleh seorang kepala yang diberikan jabatan non
struktural. Beberapa jenis instalasi RS yang ada pada RS kelas A adalah instalasi rawat
jalan, rawat darurat, rawat inap, rawat intensif, bedah sentral, farmasi, patologi klinik,
patologi anatomi, gizi, laboratorium, perpustakaan, pemeliharaan sarana rumah sakit
(PSRS), pemulasaran jenazah, sterilisasi sentral, pengamanan dan ketertiban lingkungan,
dan binatu.
Komite Medik (KM) juga diberikan jabatan nonstruktural yang fungsinya menghimpun
anggota yang terdiri dari para kepala Staf Medik Fungsional (SMF). KM diberikan dua
tugas utama yaitu menyusun standar pelayanan mediks dan memberikan pertimbangan
kepada direktur dalam hal:
1. Pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak klinis khusus
lepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan (diklat), serta penelitian
dan pengembangan (litbang).
2. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika profesi.
Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI berdasarkan usulan dari
Direktur RS. Dengan mengkaji struktur organisasi dan tugas-tugas pokok RS, dapat
dibayangkan bahwa manajemen sebuah RS hampir mirip dengan manajemen hotel. Yang
berbeda, tujuan mereka yang berkunjung dan jenis pelayanannya. Masyarakat yang
berkunjung ke RS bertujuan untuk memperoleh pelayanan medis karena kejadian sakit
yang dideritanya, sedangkan mereka yang berkunjung ke hotel adalah untuk bersenagsenang.
Pembentukan KM di RS sangat diperlukan untuk membantu tugas-tugas direktur RS
dalam menjaga mutu dan etika pelayanan RS. KM dibentuk berdasarkan SK Dirjen Yan.
Medik Depkes RI sesuai dengan usul Direktur RS. Masa kerja Wadir KM adalah tiga
tahun. Di bawah Wadir KM terdapat panitia infeksi nasokomial, panitia rekam medis,
farmasi da terapi, audit medik, dan etika.
SMF yang menggantikan UPF ( Unit Pelaksanaan Fungsional) terdiri dari dokter umum,
dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Mereka mempunyai tugas pokok
menegakkan diagnosis, memberikan pengobatan, pencegahan penyakit, peningkatan dan
pemulihan kesehatan, penyuluhan, pelatihan dan penelitian pengembangan pelayanan
medis. Untuk RS kelas A jumlah SMF yang dimiliki minimal 15 buah yakni(1) Bedah (2)
Kesehatan Anak (3) Kebidanan dan Penyakit Kandungan (4) Penyakit Dalam (5)
Penyakit Saraf (6) Penyakit Kulit dan Kelamin (7) THT (8) Gigi dan Mulut (9) Mata (10)
Radiologi (11) Patologi Klinik (12) Patologi Anatomi (13) Kedokteran Kehakiman (14)
Rehabilitasi Medik (15) Anestesi.
Masing-masing Wadir juga dilengkapi sekretariat khusus dan bidang-bidang yang dibagi
lagi menjadi subbagian dan seksi ( sesuai dengan SK Menkes No. 134). Susunan RSU
kelas B hampir sama dengan kelas A. Bedanya hanya terletak pada jumlah dan jenis-jenis
masing-masing SMF. Untuk RSU kelasB tidak ada subspesialisasinya.
Susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana jika dibandingkan dengan kelas A
dab B. Di sini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi dengan staf khusus yang
mengurus administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan medis dan jumlah
staf profesional (medis dan paramedis) yang dipekerjakan pada tiap-tiap RS ini. Secara
umum, jenis kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan juga akan ikut menentukan
peningkatan kelas sebuah RS di suatu wilayah, terutama yang berlokasi di ibu kota
provinsi.
PENERAPAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT
Rumah sakit perlu menerapkan sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan. Untuk itu rumah sakit di Indonesia harus menciptakan kinerja yang unggul.
Kinerja yang unggul atau Performance Excellence merupakan salah satu faktor utama
yang harus diupayakan oleh setiap organisasi untuk memenangkan persaingan global,
begitu juga oleh perusahaan penyedia jasa pelayanan kesehatan.
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola rumah sakit untuk menciptakan
kinerja yang unggul diantaranya melalui pemberian pelayanan yang bagus serta tindakan
medis yang akurat dan mekanisme pengelolaan mutu tentunya.
Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit swasta dalam
mempertahankan atau meningkatkan jumlah konsumen adalah pelayanan. Tuntutan untuk
mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan nyaman semakin meningkat, sesuai dengan
meningkatnya kesadaran arti hidup sehat. Keadaan ini dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat yang perlu mendapat perhatian
dari pengelola rumah sakit.
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, di setiap kota besar seperti Jakarta
banyak sekali usaha rumah sakit dengan kualitas pelayanan dan peralatan medis yang
prima dapat kita temukan di setiap sudut kota, sehingga masyarakat konsumen yang
tadinya harus ke luar negeri demi servis dan kualitas dokter yang prima, sekarang tidak
perlu lagi ke luar negeri.
Dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen, rumah sakit berusaha
untuk mempunyai tenaga dokter ahli yang tetap, sekaligus memperkerjakan dokter waktu
dan dokter kontrak. Bahkan di beberapa rumah sakit di kota besar seperti Jakarta dapat
kita jumpai pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD) yang ditangani oleh dokter tetap
maupun dokter kontrak.
Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat dan sarana lengkap seperti
laboratorium dengan tenaga analis, radiologi dan tempat perawatan yang serba lengkap.
Sedangkan untuk tenaga dokternya mereka mengambil dokter-dokter spesialis yang
terkenal dan pengelola rumah sakit menganggap dokter spesialis dan pasiennya sebagai
customer mereka
Untuk menjaga agar dokter spesialis ternama tersebut tetap menjadi customer mereka,
maka pihak rumah sakit melakukan strategi sedemikian rupa. Diantaranya dengan
menyediakan peralatan medis yang dikehendaki oleh para dokter tersebut
Sedangkan untuk menghasilkan mekanisme pengelolaan mutu yang bagus, perusahaan
dalam hal ini rumah sakit perlu menerapkan metode pengukuran yang efektif untuk dapat
menganalisis dan menemukan dimensi mutu 0 yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan
untuk mencapai mutu yang tinggi. Salah satu model pengukuran yang sudah dikenal luas
dan terbukti secara efektif membantu keberhasilan penerapan sistem manajemen mutu
adalah sistem Malcolm Baldrige National Quality Award. Malcolm Baldrige National
Quality Awards (MBNQA) merupakan sistem manajemen yang sangat efektif untuk
menghasilkan loyalitas pelanggan dan kinerja tinggi bila diterapkan dengan tepat.
Kriteria penilaian/pengukuran kinerja yang dimiliki oleh MBNQA juga dapat digunakan
oleh industri jasa pelayanan kesehatan, yang disebut dengan Performance Excellence for
Health Care based on MBNQA. Kriteria dari Performance Excellence for Health Care
based on MBNQA terdiri dari 7 kategori, yaitu: Health Care Results, Patient -and Other
Customer- Focused Results, Financial and Market Results, Staff and Work System
Results, Organizational Effectiveness Results, Governance and Social Responsibility
Results.
Dengan penerapan sistem manajemen mutu secara menyeluruh dan model pengukuran
tepat maka perusahaan akan menjadi perusahaan kelas dunia yang siap memenangkan
persaingan.
Dalam penerapannya, manajemen di rumah sakit dapat dilihat dari fungsi perencanaan
rumah sakit dan fungsi pergerakan dan pelaksanaan rumah sakit.
FUNGSI PERENCANAAN RUMAH SAKIT
Perencanaan merupakan proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk
mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan
taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan suatu organisasi.
Ada dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu untuk mencapai Protective
bennefits yaitu merupakan hasil dari pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam pembuatan keputusan dan Positive benefit yaitu untuk peningkatan pencapaian
tujuan organisasi.
Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan masalahmasalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia,
menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan merupakan fungsi yang penting karena akan menentukan fungsi-fungsi
manajemen yang lainnya dan merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara
keseluruhan. Perencanaan manajerial akan memberikan pola pandang secara menyeluruh
terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan
akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan
secara efektif dan efisien.
Manfaat Perencanaan Rumah Sakit
Melalui perencanaan program di rumah sakit akan dapat diketahui:
1. Tujuan program di rumah sakit dan bagaimana cara mencapainya.
2. Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Struktur organisasi rumah sakit yang dibutuhkan.
4. Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.
5. Sejauh mana efektifitas kepemimpinan di rumah sakit.
6. Komunikasi serta bentuk dan standar pengawasan yang perlu dikembangkan oleh
manajer dan perlu dilaksanakan.
Keuntungan perencanaan rumah sakit yang baik:
1. Aktifitas di rumah sakit lebih terarah untuk mencapai tujuan.
2. Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.
3. Alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.
4. Memberikan landasan pokok fungsi manajemen lainnya yaitu fungsi pengawasan.
Kerugian perencanaan rumah sakit:
1. Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan
datang.
2. Memerlukan biaya yang cukup besar.
3. Hambatan psikologis.
4. Menghambat timbulnya inisiatif.
5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.
nasional?
* Apakah masalah kesehatan tsb. dapat dipecahkan dengan potensi yg. Ada?
3. Penentuan tujuan program
Kriteria penentuan tujuan program:
* Tujuan adalah hasil yang diinginkan (tolok ukur keberhasilan kegiatan).
* Tujuan harus sesuai dengan masalah, bisa dicapai, bisa diukur, bisa dilihat hasilnya.
* Tujuan penting untuk membuat perencanaan dan mengevaluasi hasilnya.
* Target operasional berhubungan dengan waktu.
* Tetapkan kegiatan program untuk mencapai tujuan.
* Tetapkan masalah dan faktor-faktor penghambat sebelum tujuan dan target operasional
ditetapkan.
Contoh: Untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan antenatal care ibu-ibu hamil,
dirumuskan tujuan pelayanan meningkatnya cakupan K1 (kunjungan ibu hamil yang
pertama) dari 80% menjadi 100%, dan K4 60% menjadi 80%. Perlu didistribusikan
bidan di setiap desa. Perlu penyediaan kit bidan lengkap.
4. Mengkaji hambatan dan kelemahan program
Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program kesehatan
yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari masyarakat, lingkungan,
Puskesmas maupun dari sektor lainnya.
Hambatan program dalam manajemen rumah sakit antara lain:
* Hambatan pada sumber daya yaitu meliputi motivasi yang rendah pada staf pelaksana,
partisipasi masyarakat yang rendah, peralatan tidak lengkap, informasi tidak valid, dana
yang kurang dan yang waktu kurang.
* Hambatan pada lingkungan yaitu meliputi geografis (jalan rusak), iklim, tingkat
pendidikan rendah, sikap dan budaya masyarakat (mitos, tabu, salah persepsi) serta
perilaku masyarakat yang kurang partisipatif.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah membuat daftar hambatan dan kendala
program kemudaian mengeliminasi, memodifikasi, serta mengurangi yang tidak bisa
dilakukan dan menyesuaikannya dengan tujuan operasional kegiatan program.
5. Membuat rencana kerja operasional
Dengan Rencana Kerja Operasional (RKO) akan memudahkan pimpinan mengetahui
sumber daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau. Pembahasan rencana kerja
operasional meliputi:
* Mengapa kegiatan ini penting dilaksanakan?
perawat, dan tenagapenunjang lainnya), dan keempat adalah pemahaman pengguna jasa
pelayanan RS (pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di
RS.
Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan fungsi actuating
ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar tidak menjadi penghambat
penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu, mereka harus memahami benar visi dan misi
RS yang ingin dikembangkan oleh pihak manajemen (direktur) RS. Oleh karena itu,
fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan kerja dari sebuah tatanan sistem yang
terpadu.Pelayanan kesehatan dimasing-masing SMF adalah subsistemnya.
Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS dan semua
staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi, koordinasi
merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating. Ketiganya akan
memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS menembangkan mutu
pelayanan kesehatan di masing-masing SMF.Di sisi lain, dibutuhkan juga peningkatan
keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS sehingga lebih mampu mengintregasikan
masing-masing tugas SMF ke dalam satu kesatuan gerak (networking) yang harmonis
dan saling menunjang peningkatan mutu pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya.
Jika pendekatan ini kurang dipahami oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF,
budaya kerja yang berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan
berkembang. Meraka cenderung akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan
sarana dan prasarana (input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik,
keuangan, dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan budaya
kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi RS.
Meraka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan tugas istimewa
memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada masyarakat (customer) yang
menggunakan jasa pelayanan RS.
REKAM MEDIS DAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT\
Dalam pelayanan kesehatan dan kedokteran terutama di rumah sakit maupun praktik
pribadi, peranan pencatatan Rekam Medik sangat penting dan sagat melekat pada
pelayanaan. RM adalah orang ketiga dalam pelayanan kesehatan. Catatan demikian akan
berguna untuk merekam dan mengingatkan dokter engan keadaan, hasilpemeriksaan dan
pengobatan yang telah diberikan bila pasien daang kembali untuk berobat ulang setelah
beberapa hari, bulan bahkan tahu.
Untuk mendukung peningkatan mutu dan peranan RM dalam pelayanan kesehatan, IDI
juga menerbitkan Fatwa IDI tentang RM, dalam SK No. 315/PB/A.4/88, yang
menekankan bahwa praktek profesi kedokteran harus meaksanakan RM, tidak saja untuk
dokter yang bekerja di rumah sakit tetapi juga bagi dokter yang praktik pribadi.
Sebelum RM populer seperti sekarang kalangan kesehatan dulunya menggunakan istilah
status pasien tetapi belakangan ini orang lebih cenderung menngunakan istilah Rekam
Medis sebagai terjemahan dari medical record. RM adalah kumpulan keterangan tentang
1. Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal pasien
2. Jumlah pelayanan dan tindakan medik
3. Jumlah tindakan pembedahan
4. Jumlah kunjungan SMF spesialis
5. Pemfaatan oleh masyarakat
6. Contact rate
7. Hospitalization rate
8. Out patient rate
9. Emergency out patient rate
Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka standar nasional,
penilaian dialkukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu pada tahun sebelumnya
di RS yang sama setelah dikembangkan kesepakatan pihak manajemen / direksi RS yang
bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf lainnya yang terkait.
Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2. Pasien diberi obat yang salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada alat penyedot lendir
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat tidak sesuai standar
8. Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.
Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan manajemen RS
(quality of services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf lainnya di RS (quality of
care). Keduanya merupakan oucome dari manajemen manjaga mutu di RS (quality
assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu RS. Dalam hal ini, gugus kendali
mutu dapat ditugaskan kepada komite medik RS karena mereka adalah staf fungsional
(nonstruktural) yang membantu direktur RS dengan melibatkan semua staf SMF RS.
Rumus untuk menghitung mutu pelayanan RS
BOR (Bed Occupancy Rate)
Persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini
memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur RS.
Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu x 100%
Jumlah TT x Jumlah hari dalam satu satuan waktu
Hospitalization Rate
Total hari rawat x 100%
Jumlah populasi
Out Patient Rate
Total kunjungan (baru + lama) x 100%
Jumlah populasi
Emergency Out Rate Patient
Total kunjungan pasien gawat darurat x 100%
Jumlah populasi
Hasil perhitungan standar mutu pelayanan RS tersebut harus dibandingkan dengan
masing-masing standar mutu nasional. Untuk ukuran mutu yang tidak ada standar
nasionalnya, angkanya dibandingkan dengan hasil penilaian tahun-tahun sebelumnya.
Standar nasional untuk asuhan kesehatan RS di Indonesia
1. BOR : 75-85%
2. ALOS : 7-10 hari
3. TOI : 1-3 hari
4. BTO : 5-45 hari
5. NDR (48 jam) : < 2,5%
6. GDR : <3%
7. Anasthesia Death Rate : 1/5000
8. Post Operation Death Rate : <1%
9. Post Operative Infection Rate : <1%
10. Normal Tissue Removal Rate : <10%
11. Maternal Death Rate : <0,25%