Anda di halaman 1dari 132

BAB I

PENDAHULUAN
Sebagaimana yang diketahui jumlah penduduk di Indonesia adalah yang
kelima terbesar di dunia. Ini merupakan suatu potensi nasional yang besar bila
dapat dibina kualitas insaninya. Pada dasarnya kualitas manusia ditentukan oleh
derajat kesehatannya. Masalah kesehatan di negara berkembang pada umumnya
dan indonesia pada khususnya harus dimengerti dengan baik. Hal ini sangat
terkait dengan pola kependudukan serta lingkungan yang mempengaruhinya. Pada
piramida kependudukan di Indonesia saat ini menunjukkan besarnya jumlah anakanak umur 0 15 tahun yaitu sekitar 38,6% dari seluruh jumlah penduduk.
Perkembangan

perekonomian

dan

kemajuan

tingkat

kesehatan

akan

mempengaruhi motalitas kependudukan.


Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan
Departemen Kesehatan tahun 1986 menunjukkan bahwa penyakit jantung
menduduki urutan ke-3 sebagai penyebab kematian, dengan catatan pada
golongan 45 tahun keatas penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian, sedangkan pada SKRT 1972 penyakit jantung masih
menduduki urutan ke-11. Begitu pula kekerapan penyakit jantung juga meningkat
dari 5,2% - 6,3%.
Selain faktor kependudukan, yang mempengaruhi meningkatnya penyakit
jantung dan pembuluh darah adalah pola hidup yang tidak sehat, seperti pola
makan yang tinggi lemak, kebiasaan merokok, dan kurangnya olahraga.
Penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak terdapat di Indonesia
adalah Penyakit Jantung Koroner, Penyakit Jantung Reumatik, Hipertensi, dan
Genetik.

Pengobatan dan tindakan untuk penyakit jantung memerlukan biaya yang


mahal. Oleh karena itu seorang dokter perlu memahami berbagai penyakit jantung
agar dapat menanggulangi secara tepat dan bila perlu merujuknya untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih khusus. Untuk itu perlu dipahami perjalanan
penyakit, persentase klinis, pemeriksaan fisik yang dilengkapi dengan pembacaan
foto rontgen, Elektrokardiogram dan laboratorium. Disamping itu perlu dikenal
juga berbagai pemeriksaan lainnya yang lebih rinci seperti elektrokardiografi dan
kateterisasi jantung.

BAB II
ANATOMI JANTUNG
Jantung Normal yang dibungkus oleh perikardium terletak pada
mediastinum medialis dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Hampir dua
pertiga bagian terletak di sebelah kiri garis median sternum.
Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut perikardium.
Terdiri dari 2 lapisan, yaitu perikardium viseral dan perikardium parietal. Diantara
kedua lapisan perikardium ini terdapat cairan bening licin yang berfungsi
membantu jantung agar mudah bergerak pada saat pemompaan darah. Jumlah
cairan perikardium pada orang normal adalah adalah 10-20 ml.
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventikel
kanan dan kiri. Darah vena mengalir kedalam jantung melalui vena cava superior
dan inferior yang masuk ke dalam atrium kanan. Kemudian melalui katup
trikuspid darah mengalir ke dalam ventrikel kanan. Darah keluar dari ventrikel
kanan menuju paru, kemudian melalui vena pulmonal, darah yang kaya oksigen
masuk ke atrium kiri kemudian mengalir masuk ke ventikel kiri. Antara atrium,
ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari jantung terdapat katup-katup
jantung, yaitu katup atrio-ventrikuler dan katup semiluner.
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu sistem saraf simpatis
dan parasimpatis. Serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan
ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama
memberikan persarafan pada nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler dan serabutserabut otot atrium, dapat juga menyebar ke dalam ventikel kiri.
Perdarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh koroner
utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Sedangkan aliran darah
balik dari otot jantung dan sekitarnya dialirkan melalui vena koroner yang
berjalan berdampingan dengan arteri koroner. Pembuluh limfe pada jantung terdiri

dari 3 kelompok pleksus, yaitu subendokardial, miokardial dan subepikardial.


Penampungan cairan limfe dari kelompok pleksus yang paling besar adalah
pleksus subepikardial, dimana pembuluh-pembuluh limfe akan membentuk satu
trunkus yang berjalan sejajar dengan arteri koroner meninggalkan jantung dan
berakhir pada kelenjar limfe antara vena cava superior dan arteri inominata.

BAB III
DIAGNOSIS PENYAKIT JANTUNG ANAK
Penyakit Jantung pada pediatrik masih merupakan masalah yang pelik dan
sering menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Berikut ini
adalah distribusi penyakit jantung anak berdasarkan umur.
Jumlah kasus berdasarkan
kelainan
Acquired Heart

Golongan umur
CHD

Normal

TOTAL

disease
RHD
Non-RHD

02
398
0
14
93
26
165
16
31
177
6 12
142
117
43
225
>12
26
47
19
36
TOTAL
731
180
107
531
Berdasarkan Insiden poliklinik Jantung Anak RSCM (1970-1973)

505
389
527
128
1549

Kelainan Jantung VSD ( defek septum ventrikel ), VSD + PS (Stenosis


Pulmonal), ASD (defek septum atrium), PDA (duktus arteriosus persisten),
koarktasio aorta, Stenosis pulmonal , Stenosis aorta, Transposisi Arteri-arteri
Besar (TGA), dan Tetralogi Fallot, merupakan Penyakit jantung kongenital yang
masih banyak terdapat di Indonesia . Sedangkan pada penyakit jantung didapat,
umumnya dijumpai pada anak diatas 5 tahun, yang terutama disebabkan oleh
penyakit demam reumatik.
Diagnosis klinis yang teliti pada kelainan sistem kardiovaskular biasanya
dapat ditegakkan dengan 4 cara pemeriksaan klinis non-invasif yaitu anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan elektrokardiografi, dan pemeriksaan radiologis
dada. Dengan melakukan anamnesis kita dapat menggali informasi dari pasien
mengenai penyakitnya sehingga kita dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit
sampai dengan 70 %, 30 % adalah pemeriksaan fisik, hasil lab dan foto-foto. Jika

gejala-gejala penyakit jantung dimulai pada masa bayi, waktu datangnya tanda
ataupun gejala harus diperhatikan, karena ini dapat memberi pegangan mengenai
keadaan jantung spesifik.

Dari anamnesis yang dilakukan


mencurigakan adanya penyakit jantung :
1.

terdapat

keluhan-keluhan

yang

Sianosis
Pada sianosis, keluhan yang paling sering diutarakan oleh orang tua adalah
warna biru di bibir, mukosa mulut dan kuku. Sianosis terjadi akibat darah
yang beredar ke seluruh tubuh mengandung darah kotor yang rendah oksigen.
Anak dengan sianosis sering terlihat cepat lelah.
Kondisi ini juga timbul pada kelainan paru atau gangguan nafas lainnya,
dan bisa juga terdapat ketika kejang atau kedinginan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis tentang sianosis :
Kapan sianosis mulai timbul, apakah segera setelah lahir atau beberapa

2.

minggu atau bulan kemudian


Derajat birunya apakah tetap, berkurang atau bertambah, karena seringkali

sianosis timbul secara bertahap.


Frekuensi, lama, dan faktor-faktor pencetus yang menimbulkan serangan

sianotik
Bila bayi menjadi biru setelah menangis biasa, mungkin disebabkan oleh

kelainan jantung
Bila bayi menjadi biru bila menangis lama sambil menahan nafas disebut

kejang nafas.
Menurunnya toleransi latihan
Menurunnya toleransi latihan disebabkan karena jantung tidak dapat
memenuhi kebutuhan sirkulasi dalam keadaan kebutuhan yang meningkat
(cadangan jantung berkurang).
Pada bayi, dapat dinilai dari sulit atau tidaknya minum susu baik ASI
maupun pengganti ASI. Pada bayi normal, setelah tidak minum susu selama
lebih kurang 6 jam, akan terus menyusu terus menerus sampai kenyang (ratarata 10-15 menit). Pada bayi dengan kelainan jantung bawaan, kemampuan
untuk minum susu terus menerus berkurang. Bayi akan minum beberapa

menit, kemudian terlihat bernafas cepat / sesak, terengah-engah, istirahat atau


tertidur baru kemudian minta minum lagi.
Pada bayi dengan gagal jantung berat, bayi sampai tidak mampu untuk
3.

minum sama sekali.


Hambatan tumbuh kembang
Secara fisik, berat badan bayi jelas terlihat lebih terhambat dibanding
tinggi badan. Sedangkan kepala tumbuh normal sesuai dengan usia
kronologis sehingga seakan-akan bayi terlihat menderita hidrosefalus. Ada
atau tidaknya hambatan perkembangan dapat diketahui dari perkembangan
fisik, motorik, mental, dan membandingkannya dengan nila-nilai normal

4.

untuk usia yang sesuai.


Infeksi saluran nafas berulang
Penderita kelainan jantung bawaan yang disertai peningkatan aliran darah
ke paru seringkali menderita infeksi saluran nafas atas maupun pneumonia
berulang. Gagal jantung dan juga pada penderita kelainan kantung sianotik
akan menambah kemungkinan terjadinya infeksi saluran nafas. Pada bayi dan
anak normal sampai umur 2 tahun, infeksi saluran nafas ringan sampai sedang

5.

sebanyak 5-6 kali setahun mungkin masih normal.


Riwayat keluarga
Beberapa kelainan jantung bawaan dan didapat memiliki kecendrungan
familiar sehingga harus diteliti adanya penyakit-penyakit yang diderita
keluarga.riwayat kehamilan ibu pada trimester pertama juga perlu diteliti
(obat-obat yang diminum, adanya penyakit, perdarahan, trauma).

6.

Lain-lain
Adanya kelainan sendi, demam, eritema marginatum, gerakan-gerakan
korea, nodul subkutan perlu ditanyakan khusus karena merupakan sifat-sifat
khas dari kelainan penyakit jantung reumatik.

Pemeriksaan Fisik Kardiologi Anak

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada keadaan bayi tenang dan


kooperatif, karena jika dilakukan pada anak yang kesakitan, gelisah dan menangis
akan sulit memperoleh hasil yang baik.
a.

Keadaan umum
Yang dinilai adalah kesadaran, keadaan gizi, dan apakah penderita dalam
keadaan distres atau tidak.

b.

Terdapatnya kelainan bawaan, seperti :


Sindrom
Down (trisomi 21)

Penyakit Jantung Bawaan


Defek Atrioventrikular, defek septum

ventrikel
Trisomi 17-18 dan 13-15
Defek septum ventrikel
Turner (XO)
Koarktasio aorta
Turner lelaki (XO) dan Mosaik Stenosis pulmonal
(XO/XY)
Marfan

Insufisiensi
defek

aorta,

septum

insufisiensi

atrium

dan

mitral,
penyakit

Holt-Oram

miokardium
Defek
septum

Ellis Van-Creveld

atrioventrikular
Atrium tunggal, anomali total drainasi

Williams
Mukopolissakarida
Rubella

vena pulmonalis
Stenosis aorta supravalvular
Kelainan katup aorta, miokardium
Duktus arteriosus persisten, stenosis

atrium,

kanalis

pulmonal, stenosis cabang a. Pulmonalis


perifer.
c.

Malar flush
Pada curah jantung yang berkurang, pipi akan terlihat kebiru-biruan
akibat dilatasi kapiler dermis.

d.

Sianosis
Sianosis adalah warna kebiruan pada kulit (Hb > 0,5 gr%).
Sianosis Sentral

Sianosis ini diakibatkan oleh kurangnya saturasi oksigen arteri sistemik, yang

terlihat jelas pada mukosa bibir, lidah dan konjungtiva. Dapat disebabkan oleh:
- Shunt jantung kanan dan kiri
- Penyakit paru dengan oksigenasi yang berkurang
Sianosis Tepi
Sianosis ini terjadi akibat lambatnya aliran darah pada daerah sianotik dan
vasokonstriksi akibat kompensasi berkurangnya curah jantung ataupun pada

keadaan syok.
Sianosis Diferensial
Pada sianosis ini, kepala dan ekstremitas atas tampak merah sedangkan bagian
bawah dan ekstremitas bawah tampak biru.

Pemeriksaan Jantung
1.

Inspeksi
Perhatikan adanya deformitas dada. Pembesaran jantung kanan dapat
menyebabkan bulging dada kiri (benjolan prekordial kiri disertai peningkatan
aktivitas prekordial). Penonjolan difus dapat terjadi bila terdapat hipertrofi

2.

ventrikel kiri dan kanan.


Palpasi
Kita dapat memastikan iktus kordis, denyutan jantung, aktivitas ventrikel
serta getaran bising. Pada bunyi jantung II yang mengeras seperti pada
hipertensi pulmonal seringkali dapat teraba detak pulmonal. Jika terjadi
hiperaktivitas ventrikel kiri akan teraba heaving ke arah lateral mid
klavikularis kiri. Sedangkan pada hiperaktivitas ventrikel kanan dapat teraba

3.

heaving pada garis parasternal kiri bawah dan subxifoid.


Perkusi
perkusi dapat dilakukan untuk menentukan batas-batas jantung secara

klinis.
4. Auskultasi

Seluruh dinding dada dari prekordium sampai ke punggung harus


diperiksa. Bila mungkin anak diletakkan berbaring terlentang, stetoskop
diletakkan mulai dari apeks ke arah tepi kiri sternum kemudian menuju ke
basis jantung, kemudian ke sepanjang tepi kanan sternum dan akhirnya
seluruh dinding depan dan belakang toraks harus diperiksa.pemeriksa
menentukan bunyi jantung I dan II, serta bila ada bunyi jantung III dan IV.
Perhatikan semua bunyi dan bising jantung apakah berubah dengan fase-fase
respirasi serta perubahan posisi. Stetoskop yang dipakai harus sesuai dengan
besarnya anak. Berhubung variasi besarnya dada pada bayi dan anak sangat
luas, lebih baik menggunakan stetoskop yang dapat diganti ukurannya, baik
yang bentuk sungkup maupun bentuk sederhana.tidak ada keharusan untuk
melakukan auskultasi jantung dengan urutan tertentu. Pemeriksaan auskultasi
jantung pada pasien dilakukan dengan berbagai posisi.

Pemeriksaan Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan pada a. Brachialis, a. Radialis, a. Femoralis, a.
Dorsalis pedis kanan dan kiri.
Nadi yang cepat:

10

Takikardia sinus : ansietas, menangis, demam, latihan fisik, tiroksikosis,

anemia, perdarahan dan berbagai keadaan lain.


Takiaritmia : takikardia atrial paroksismal, fibrilasi atrium, takikardi
ventrikel.

Nadi yang lambat


-

Bradikardia sinus : pada atlet terlatih, tekanan intraventrikular meninggi,

ikterus.
Bradiaritmia : jika frekuensi dibawah 40/menit biasanya didapatkan oleh
blok jantung lengkap.

Nadi yang lemah dihubungkan juga dengan gagal jantung, temponade


perikardium, obstruksi saluran keluar ventrikel kiri, atau kardiomiopati.

Tabel Frekuensi Nadi Normal pada Saat Istriahat


(Daniel Bernstein, Nelson Pediatric Textbook)
Umur
Neonatus
1-11 Bulan
2 Tahun
4 Tahun
6 Tahun
8 Tahun
10 Tahun
12 Tahun
14 Tahun
16 Tahun
18 Tahun

Batas Normal

Rata-Rata

Batas Normal

Terendah
70/menit
80
80
80
75
70
70
Wanita
Pria
70
65
65
60
60
55
55
50

125/menit
120
110
100
100
90
90
Wanita
Pria
90
85
85
80
80
75
75
70

Tertinggi
190/menit
160
130
120
115
110
110
Wanita
Pria
110
105
105
100
100
95
95
90

Pemeriksaan Tekanan Darah

11

Tekanan darah harus diukur di lengan atau di kaki. Fasilitas klinik pediatri
harus dilengkapindengan manset 3, 5, 7,12, 18 cm. Perhatikan juga fase korotkoff.
Fase I bunyi detak yang pertama didengar
Fase II seperti fase I ditambah bunyi desis
Fase III fase II yang mengeras
Fase IV bunyi tiba-tiba melemah
Fase V bunyi menghilang

Nilai normal tekanan darah pada bayi dan anak (mmHg)


(Shinebourne dan Anderson (1978))
UMUR
Neonatus
1-12 bulan
1-3 tahun
4-8 tahun
9-15 tahun

SISTOLIK
50-75
60-90
75-100
80-115
85-125

DIASTOLIK
30-45
40-70
50-75
50-75
50-80

Bunyi Jantung

12

Bunyi jantung I
Bunyi jantung I dianggap terjadi akibatbunyi penutupan katup atrioventikular,
meskipun sebenarnya bunyi ini setidaknya terjadi dari 4 kompleks komponen
bunyi pada awal kontraksi jantung. Komponen mitral bunyi jantung I disebut M1,
sedangakan komponen trikuspid disebut T1. karena T1 terjadi kira-kira 0.03 detik
setelah M1, maka sering bunyi jantung I terdengar terpecah (split) sempit.

Bunyi jantung II
Bunyi jantung II terjadi dari kompleks bunyi akibat penutupan katup
semilunar (katup aorta dan pulmonal). Komponen aorta bunyi jantung II disebut
A2, komponen pulmonalnya disebut P2. pada bayi, anak dan dewasa muda
normal, bunyi jantung II terdengar terpecah (split) pada inspirasi, dan terdengar
sebagai bunyi tunggal pada ekspirasi.
Bunyi jantung III
Bunyi jantung III bernada rendah, terdengar 0.10 sampai 0.12 detik setelah
bunyi jantung II. Bunyi jantung III terdengar paling baik di apeks atau parasternal
kiri bawah, dan lebih jelas bila pasien miring kekiri. Bunyi jantung III dapat
terdengar pada anak sampai dewasa muda normal. Bunyi ini diduga akibat

13

deselerasi darah pada akhir pengisisan cepat ventrikel pada saat distole. Bunyi
jantung III akan mengeras bila pengisian ventrikel bertambah, misalnya pada
dilatasi ventrikel. Bila bunyi jantung III akan mengeras dengan disertai takikardia,
maka akan terjadi irama derap (gallop rhythm), suatu hal yang patologis.
Bunyi jantung IV
Bunyi jantung IV juga bernada rendah, terjadi akibat deselerasi darah pada
saat pengisisan ventrikel oleh atrium, karena itu disebut juga bunyi atrium. Bunyi
ini tidak terdengar pada bayi dan anak normal.
Irama derap
Irama derap (gallop rhythm) terjadi bila bunyi jantung III dan / atau IV
terdengar keras disertai takikardia, sehingga terdengar seperti derap kuda yang
berlari. Irama derap yang terdiri dari bunyi jantung I, II, III disebut irama derap
protodiastolik, sedangkan bila terdiri dari bunyi jantung IV,I,II disebut irama
derap presistolik. Bila bunyi jantung III & IV bergabung disebut irama derap
sumasi ( summation gallop). Terdapatnya irama derap menunjukkan keadaan yang
patologis. Bila irama derap terdengar pada neonatus berarti terdapat gagal jantung.
Opening Snap
Opening snap adalah bunyi pembukaan katup, biasanya yang dimaksud ialah
katup mitral. Bunyi ini patologis, sering terdengar pada pasien dewasa dengan
stenosis mitral. Pada anak bunyi ini jarang terdengar. Opening snap terdengar
setelah bunyi jantung II dan biasanya mendahului bising mid-diastolik.
Klik
Klik ialah bunyi detakan pendek bernada tinggi. Dikenal beberapa jenis klik,
namun sering terdengar pada anak ialah :

Klik ejeksi pada stenosis aorta/ stenosis pulmonal valvular

Klik sistolik pada dilatasi aorta ( tetralogi fallot, sindroma


marfan)

14

Klik mid-sistolik pada prolaps katup mitral

Bising Jantung
Bising jantung terjadi akibat terdapatnya arus darah turbulen melalui
jalan yang sempit atau jalan abnormal. Pada tiap bising jantung harus dirinci
karakteristiknya sebagai berikut :
1.

Fase bising
Berdasarkan tempatnya pada siklus jantung ditentukan apakah termasuk
bising sistolik, diastolik, atau keduanya. Bising sistolik terdengar antara bunyi
jantung I dan II, sedangkan bising diastolik terdengar antara bunyi jantung II
dan I. Karena itu, penentuan bunyi jantung I dan II secara akurat adalah suatu
sine qua non.

2.

Kontur/ bentuk bising


a)

Bising sistolik

Bising holosistolik (pansistolik)


Bising dimulai bersamaan dengan bunyi jantung I, terdengar
sepanjang fase sistolik dan berhenti bersamaan dengan bunyi
jantung II. Bising holosistolik terdapat pada defek septum ventrikel
(VSD), insufisiensi mitral, atau insufisiensi tricuspid.

Bising sistolik dini


Bising mulai

terdengar bersamaan

dengan bunyi

jantung

dekresendo, dan berhenti sebelum bunyi jantung II. Bising ini


terdapat pada defek septum ventrikel kecil tipe muscular.

Bising ejeksi sistolik


Bising dimulai setelah bunyi jantung I, bersifat kresendodekresendo, dan berhenti sebelum bunyi jantung II. Bising ini
terdapat pada bising inosen, bising fungsional, stenosis pulmonal
atau stenosis aorta, defek septum atrium, atau tetralogi fallot.

Bising sistolik akhir

15

Bising dimulai setelah pertengahan fase sistolik, kresendo, dan


berhenti bersama dengan bunyi jantung II. Bising sistolik akhir
terdapat pada insufisiensi mitral kecil dan prolapsus katup mitral.
b)

Bising diastolik

Bising diastolik dini


Dimulai bersamaan dengan bunyi jantung II, dekresendo, dan
bersama sebelum bunyi jantung I. bising diastolik dini terdapat
pada insufisiensi aorta atau insufisiensi pulmonal.

Bising mid- diastolik (disebut juga diastolik flow murmur)


Bising ini terjadi dikarenakan aliran darah berlebih (stenosis relatif
katup mitral atau trikuspid), misalnya pada VSD besar, PDA yang
besar, ASD besar, insufisiensi mitral.

Bising diastolik akhir (bising mid diastolik dengan aksentuasi


presistolik, atau bising presistolik)
Bising ini dimulai pada pertengahan fase diastolik, kresendo, dan
berakhir bersamaan dengan bunyi jantung I. Bising ini terdapat
pada stenosis mitral organik.

c)

Bising sistolik dan diastolik

Bising kontinu
Bising ini dimulai setelah bunyi jantung I, bersifat kresendo,
mencapai puncaknya pada bunyi jantung II kemudian dekresendo
dan berhenti sebelum bunyi jantung I berikutnya. Bising ini
terdapat pada PDA, fistula arterio-vena, atau pirau ekstrakardial
lainnya.

Bising to and fro


Bising to and fro adalah kombinasi dari bising ejeksi sistolik dan
bising diastolik dini. Bising ini terdapat pada kombinasi stenosis
aorta dan insufisiensi aorta, stenosis pulmonal dan insufisiensi
pulmonal.

3.

Derajat bising

16

Menurut leathan derajat bising dinilai dengan skala 1 sampai 6 :

Derajat 1 :
Bising sangat lemah, hanya terdengar oleh pemeriksa yang
berpengalaman di tempat tenang.

Derajat 2 :
Bising yang lemah tapi mudah didengar,penjalaran terbatas.

Derajat 3 :
Bising yang cukup keras tidak disertai getaran bising,penjalaran
sedang sampai luas.

Derajat 4:
Bising yang keras dengan disertai getaran bising,penjalaran luas.

Derajat 5:
Bising yang keras yang juga terdengar bila stetoskop tidak seluruhnya
menempel pada dinding dada, penjalarannya sangat luas.

Derajat 6:
Bising sangat keras, terdengar bila stetoskop diangkat 1 cm dari
dinding dada,penjalarannya sangat luas.

4.

Pungtum maksimum bising


Semua bising jantung dapat dilokalisasi tempat terdengarnya yang paling
keras. Bising mitral misalnya terdengar paling keras di apeks, bising trikuspid
di parasternal kiri bawah, bising pulmonal di sela iga ke 2 tepi kiri sternum,
bising aorta di sela iga ke 2 tepi kanan atau kiri sternum.

5.

Penjalaran bising
Yang dicari ialah kearah mana bising paling baik dijalarka. Bising mitral
biasanya menjalar baik ke lateral / aksila, bising pulmonal ke sepanjang tepi
kiri sternum, dan bising aorta ke apeks dan daerah karotis.

6.

Kualitas bising
Bising dapat terdengar seperti meniup (blowing), seperti yang terdengar
pada defek septum ventrikel atau insufisiensi mitral, atau rumbling seperti
pada stenosis mitral. Bising dengan nada tinggi dan dengan vibrasi terdengar

17

pada bising inosen (bising still); pada ruptur korda tendinei terdengar bising
khas yang disebut bising burung camar (sea-gull murmur).
7.

Frekuensi atau nada bising


Bising dapat bernada tinggi (high frekuensi murmur) atau rendah (low
frekuensi atu low pitched murmur). Bising sistolik (defek septum ventrikel,
insufisiensi mitral) atau bising diastolik dini bernada tinggi, sedangkan bising
mid diastolik biasanya bernada rendah.

8.

Perubahan intensitas bising dengan perubahan posisi & repirasi


Bising mitral mengeras bila pasien miring ke kiri, sedangkan bising
pulmonal dan aorta mengeras bila pasien menunduk, bising pada jantung
kanan akan mengeras pada saat inspirasi.
Bising jantung merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada
pemeriksaan kardiologi (pada anak). 40-45% anak pernah mengalami bising
jantung dalam masa kanak-kanaknya.

Secara umum bising jantung dapat dibagi dalam :


a)

Bising Jantung Fungsional


Bising jantung fungsional terjadi akibat keadaan curah jantung yang
meningkat, misalnya pada anemia, demam, tirotoksikosis, latihan fisik,
anxietas, dan lain-lain.

b)

Bising Jantung Inosen


Berbagai jenis bising inosen dapat ditemukan pada 50-75% anak normal.
Karakteristik bising inosen:
o Hampir selalu berupa bising ejeksi sistolik, kecuali dengung vena
(venous hum) dan bising arteri mamaria (mammary souffle) yg
bersifat kontinu.
o berderajat 3/6 atau kurang, sehingga tidak

disertaiada getaran

bising.
o penjalarannya terbatas, meskipun kadang-kadang dapat terdengar
luas di prekordium.

18

o cenderung berubah intensitasnya dengan perubahan posisi;


biasanya bising ini lebih baik bila pasien telentang dan menghilang
atau melemah bila pasien duduk, kecuali pada dengung vena yang
justru baru dapat terdengar bila pasien duduk.
o tidak berhubungan dengan kelainan struktural jantung.
Jika bising inosen bersifat normal, maka bising patologik sebaliknya. Sebab
bising patologik berasal dari suatu keadaan yang abnormal/ patologi(kelainan
struktur anatomi atau karena kelainan fungsi).
Derajat bising menurut Leathan dinilai menjadi 6 skala, yaitu skala 1-6.
Yang adalah sebagai berikut :
-

Derajat I : Bising sangat lemah, hanya terdengar oleh pemeriksa yang

sudah berpengalaman dan di tempat tenang.


Derajat II : Bising yang lemah tapi mudah didengar dan penjalarannya

terbatas.
Derajat III : Bising yang cukup keras namun tidak disertai getaran bising,

penjalaran sedang sampai luas.


Derajat IV : Bising yang keras yang disertai getaran bising, penjalaran

luas.
Derajat V : Bising yang keras yang juga bisa terdengar walaupun
stetoskop tidak seluruhnya menempel pada dinding dada, penjalarannya

sangat luas.
Derajat VI : Bising sangat keras, juga bisa terdengar apabila stetoskop
diangkat 1 cm dari dinding dada, penjalarannya sangat luas.

Perbedaan Bising Inosen dan Bising Patologik


Perbedaan bising inosen dan bising patologik terletak pada beberapa ciri
khas. Untuk mempermudah maka kita harus terlebih dahulu mengetahui ciri- ciri

19

bising inosen sehingga dapat membandingkannya dengan bising sistolik. Yang


adalah Sebagai berikut :
-

Bising inosen biasanya terdapat pada fase sistolik kecuali dengung vena
Bising inosen biasanya pendek dan penjalarannya buruk atau tidak khas
Bising inosen intensitasnya lemah, biasanya sampai derajat 2.
Dengan adanya perubahan posisi, bising inosen cenderung melemah, berubah

intensitasnya atau bahkan menghilang.


Dengan melakukan manuver Valsava, intensitas bising dapat berkurang atau
bahkan menghilang sama sekali.

Pemeriksaan Radiologis untuk Jantung


1.

Rontgenogram

Rontgenogram dapat memberikan informasi tentang besar dan bentuk


jantung, aliran darah paru, edema paru, dan anomali paru-paru serta toraks
yang menyertai yang mungkin bisa terkait dengan sindrom kongenital
(displasia skelet, kelebihan atau kekurangan jumlah tulang iga, riwayat
2.

pembedahan jantung sebelumnya).


CT SCAN
Pemeriksaan ini menggunakan sinar- X dan citra yang dihasilkan
merupakan irisan melintang atau axial dari organ- organ yang sudah

3.

diperiksa.
Ekokardiografi

20

Cara pemeriksaan ini teknik yang efektif untuk mendiagnosis penyakit


jantung kongenital pada bayi dan anak. Pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk mengevaluasi fungsi kontraktil jantung, perbedaan tekanan diseberang
stenosis katup, arah aliran diseberang shunt, terbukannya arteri koronaria,
adanya cairan perikardium, tumor jantung atau trombus ruangan, dan lain4.

lain.
MRI
Bayangan resonansi magnetik membantu dalam diagnosis dan manajemen
penderita penyakit jantung kongenital. Cara ini menghasilkan gambar
tomografi jantung pada setiap proyeksi dengan menggambarkan respon
jaringan pada bidang magnet homogen bila dipajankan pada ledakan energi
frekuensi radio. Metode penggambaran jantung non invasif ini emberi
gambaran diagnostik pada malformasi pembuluh darah, termasuk koarktosio
aorta, stenosis arteria pulmonalis cabang proksmal, dan transposisi arteri-arteri
besar, juga malformasi jantung sederhana dan kompleks, termasuk stenosis
aorta, stenosis pulmonal, defek sekat atrim, defek sekat ventrikel, tetralogi
fallot, ventrikel tunggal, dan inversi ventrikel. MRI terutama berguna dalam
mengevaluasi anatomi cabang distal arteri pulmonalis dan anomali muara vena
pulmonalis.
Dengan dilakukannya pemeriksaan radiologik tersebut diatas maka ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan :


1. Kelainan bentuk thoraks

21

- Asimetri dada yang ditimbulkan oleh penonjolan 1 sisi dada.


- Bentuk dada burung ( pectus carinatum ) dan pectus ekskavatus.
2. Posisi dan besar jantung
Bentuk normal jantung menyerupai buah pear dengan posisi
jantung normal mengarah ke arah kiri. Besar jantung dinyatakan dalam
cardiothoracic ratio ( CTR ) yaitu perbandingan antara lebar maksimal
jantung dengan lebar maksimal rongga dada.
Pada keadaan tertentu bentuk jantung dapat mengarahkan pada
suatu diagnosis, misalnya jantung yang berbentuk seperti sepatu karena
segmen pulmonal yang cukup dan apex yang terangkat terdapat pada
tetralogi fallot. Pada transportasi arteri besar komplit seringkali bentuk
jantung sepeti telur yang terletak pada sisanya dengan mediastinum yang
sempit. Pada anomali total drainase vena pulmonalis supracardiak bentuk
yang khas adalah bentuk seperti angka delapan atau bentuk manusia salju
( snow-man appearance ). Pada pericarditis yang berat seringkali bentuk
jantung seperti tempayan.
3. Keadaan paru
Penilaian terhadap fungsi pernapasan dengan memperhatikan ada
atau tidaknya dispneu, takipneu, napas cuping hidung serta retraksi.
4. Kelainan intra thoracal lainnya.

KLASIFIKASI PENYAKIT JANTUNG


Penyakit jantung dibagi menjadi dua golongan :
1.
Penyakit jantung bawaan
2.
Penyakit jantung didapat
Kelainan jantung bawaan dibagi menjadi beberapa bagian :
1.
Pembagian berdasar akibat yang tampak dari kelainan
o
PJB dengan sianosis
o
PJB tanpa sianosis
2.
Pembagian berdasarkan anatomi
a.
Kelainan aorta :
Koarktasio aorta
Kelainan arkus aorta
Cincin aorta
PDA
Aortic pulmonary window
Kelainan pembuluh darah koroner
Kelainan basis aorta
b.
Kelainan arteri pulmonalis

22

c.
3.

Stenosis arteri pulmonalis


Kelainan pada vaskular
Aplasia salah satu cabang arteri pulmonalis
PS valvular
Ketiadaan bawaan katup pulmonal
Kelainan katup atrio-ventrikular ( septum, atrium, ventrikel,sistem

vena.)
Pembagian berdasar fisiologi :
a.
PJB yang dipengaruhi oleh beban tekanan saja
Kelainan yang menjurus ke arah beban tekanan pada
jantung bagian kanan yaitu : stenosis pulmonal dan sindrom
b.

hipoplastik.
Kelainan yang menjurus ke arah beban tekanan pada

jantung bagian kiri yaitu : stenosis aorta, koarktasio aorta.


PJB yang dipengaruhi oleh beban volume saja.
Kelainan yang menjurus ke arah beban volume pada
-

jantung bagian kanan, yaitu : defek septum ( ASD)


Kelainan yang menjurus ke arah beban volume pada
jantung bagian
kiri, yaitu : defek septum ventrikel, duktus arteriosus

c.

persisten.
PJB dengan kombinasi beban tekanan dan beban volume, yaitu :
tetralogi fallot, atresia trikuspid, transposisi arteri-arteri besar.

Sedangkan pembagian penyakit jantung didapat, yaitu :


1. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
2. Demam reumatik berulang
3. Demam reumatik kronik
4. Penyakit jantung reumatik kronik
5. Insufisiensi mitral
6. Stenosis mitral
7. Insufisiensi aorta
8. Endokarditis bakterialis
9. Miokarditis non reumatik
10. Miokarditis difterika
11. Perikarditis
12. Jantung pada glomerulonefritis akut
13. Jantung pada anemia
14. Gagal jantung

23

Berbagai kelainan jantung yang disebutkan diatas dapat menyebabkan baik


kegagalan sirkulasi pada janin sampai kematian. Oleh karena itu perlu untuk
mengenali berbagai keadaan yang segera memerlukan tindakan intervensi dan
melakukan berbagai upaya preventif untuk menurunkan angka mortalitas bayi.
1. Gagal jantung

Suportif

Tirah baring ( istirahat mutlak di tempat tidur ). Terutama diperlukan pada


anak-anak besar yang menderita gagal jantung, dengan posisi setengah
duduk dalam suasana sesantai mungkin. Bayi dapat ditidurkan dengan
posisi 30-40.

Medikamentosa
-

Digitalis Tujuan penggunaannya adalah untuk memperlambat


frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraksi otot jantung, dan

meninggikan curah jantung


Diuretik Sangat bermanfaat

bendungan,bila pemberian digitalis saja tidak memadai


Morfin dan amonium Untuk gagal jantung akut dengan edema

paru hebat
Vasodilator Banyak dipergunakan pada pasien gagal jantung

untuk

mongering

gejala

yang tidak memberi respon yang memuaskan dengan pengobatan


klasik

Dietetik

24

Pemberian minum dengan porsi kecil tapi sering sehingga kebutuhan


cairan dan kalori terpenuhi

Terapi bedah

Dilakukan bila terapi medikamentosanya tidak memadai.

2. Disritmia jantung

Pengobatan darurat
Penting untuk menghentikan takidisritmia secepatnya dengan:
Rangsangan vagus,dapat dilakukan dengan refleks diving ( kantong
es pada wajah pasien ) pemijatan sinus koromikos, muntah,
manuver valsava
Rangsangan mekanik dengan pemukulan dada
Farmakologi dengan digoksin intravena,propanolol intravena

Pengobatan bukan darurat


Digoksin oral
Propanolol oral
Verapamil oral

3. Henti jantung
Resusitasi
Bebaskan jalan napas
Lakukan pernapasan buatan
Masase jantung
Memperbaiki irama jantung
Perawatan dan pengobatan complicacy

4. Aritmia

25

5.

Takidisritmia : kuninidin,prokainamid
Disritmia karena digitalis : fenitoin
Tachycardia atau fibrilasi ventrikel breathy : bretilium
Takiritmia SV : verapamil

Payah jantung

Istirahat

Oxygen

Obat penenang

Perbaiki anemia

Antibiotik

Digitalis

Diuretik

3.

Spel Hipoksia

Knee-Chest Position

Oksigen 100%

Injeksi Morfin Sulfat 0,1 mg/KgBB untuk mendepresi pusat


pernafasan dan menghilangkan reflex 3-5 mg/KgBB selama 3-5 menit
jika serangan memberat atau menetap

Jika serangan menetap atau berulang diberikan propanolol 0,02-0,1


mg/KgBB/dosis IV selama 10 menit dilanjutkan pemberian oral 0,20,5 mg/KgBB/6 jam (KI : asma)

4.

Vasopresor secara intavena


Krisis Hipertensi
Menurunkan tekanan sistolik secepat dan seaman mungkin
(dikondisikan pada keadaan klinis penderita).

26

Obat-obatan antihipertensi digunakan adalah obat dgn onzet cepat


dan mudah difitrasi, sehingga dapat menurunkan tekanan darah
secara tepat.

Beberapa Keadaan Akut Penyakit Jantung yang Harus Segera Ditangani,


ialah :
1.

Angina pectoris yang tidak hilang dengan istirahat

2.

Muka pucat

3.

Tachycardia

4.

Didapatkan keadaan dispnea, takipnea, ortopnea

5.

Aritmia

6.

Syok dan hipoksia

7.

Sianosis menetap

Pada anak dengan penyakit jantung yang tidak akut tindakan yang dapat diambil
yaitu dengan sikap mencegah komplikasi dengan melakukan pengobatan yang
adekuat dan memberikan pengarahan pada keluarga.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk pengobatan yang tidak darurat dengan
pemberian obat antara lain :

Digoksin oral

Propanolol oral

Verapamil oral

27

BAB IV
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Fisiologi Sirkulasi Janin
Pada janin, darah dengan oksigen relatif cukup (pO2 30 mmHg)
mengalir dari plasenta melalui v.umbilikalis. Separuh jumlah darah ini
mengalir melalui hati, sedang sisanya memintas hati melalui duktus venosus
ke v.cava inferior, yang juga menerima darah dari hati (melalui v.hepatika)
serta tubuh bagian bawah.
Sebagian besar darah dari v.kava inferior mengalir ke dalam atrium kiri
melalui foramen ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri, aorta ascendens, dan
sirkulasi koroner. Dengan demikian sirkulasi otak dan koroner mendapat darah
dengan tekanan oksigen yang cukup. Sebagian kecil darah v.kava inferior
memasuki ventrikel kanan melalui katup trikuspid. Darah yang kembali dari
leher dan kepala janin (pO2 10 mmHg) memasuki atrium kanan melalui
v.kava superior, dan bergabung dengan darah dari sinus koronarius menuju
ventrikel kanan, selanjutnya ke a.pulmonalis. Pada janin hanya 15% dari
ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya melewati duktus arteriosus
menuju aorta desendens, bercampur dengan darah dari aorta asendens. Darah
dengan kandungan oksigen yang rendah ini akan mengalir ke organ organ
tubuh sesuai dengan tahanan vaskular masing masing, dan juga ke plasenta
melalui a.umbilikalis yang keluar dari a.iliaka interna. Dengan demikian,
tubuh bagian atas janin (termasuk arteri koronaria dan sereblar dan yang ke
ekstremitas atas) dialiri hanya dari ventrikel kiri dengan darah yang

28

mempunyai PO2 sedikit lebih tinggi daripada darah yang mengaliri bagian
bawah tubuh janin, yang berasal sebagian terbesar dari ventrikel kanan.
Pada janin normal, ventrikel kanan memompakan 60% seluruh curah
jantung, sisanya dipompa oleh ventrikel kiri. Curah jantung janin
didistribusikan sebagai berikut;
1. 60% (dipompakan ke a.pulmonalis) 8% menuju paru & 52% melewati
duktus arteriosus menuju aorta desendens.
2. 40% (menuju ke aorta asendens) 4% ke sirkulasi koroner, 20% ke
arteri leher dan kepala, hanya 16% tersisa yang melewati istmus aorta
menuju aorta desendens.
Jadi aorta desendens menerima 52% + 16% = 68% curah jantung, jauh
lebih banyak daripada istmus yang hanya menerima 16% saja. Dimensi
pembuluh darah tergantung kepada besarnya aliran darah, karenanya istmus
aorta yang sempit pada janin merupakan keadaan yang normal. Bila duktus
menutup pada saat kelahiran, istmus akan melebar. Perlu dibedakan istmus
yang sempit dan koarktasio aorta pada periode ini.
Diameter d.arteriosus pada janin sama dengan diameter aorta, dan
tekanan pulmonalis juga sama dengan tekanan aorta. Tahanan vaskular paru
masih tinggi oleh karena konstriksi otot a.pulmonalis. Dimensi aorta dan
a.pulmonalis dipengaruhi oleh aliran darah ke kedua pembuluh ini. Pada
kelainan dengan hambatan aliran ke a.pulmonalis, seluruh curah jantung
menuju ke aorta asendens, hingga penyempitan istmus tidak terjadi.
Sebaliknya, bila aliran ke aorta asendens terhambat, misalnya pada stenosis
aorta, maka a.pulmonalis berdilatasi dan terjadi hipoplasia aorta serta istmus.
Fisiologi Sirkulasi Pasca-lahir
Pada saat lahir, sirkulasi janin harus segera beradaptasi dengan
kehidupan ekstrauterin seperti pertukaran gas dipindahkan dari plasenta ke
paru-paru. Pengembangan mekanik paru-paru dan kenaikan PO2 arterial
menyebabkan penurunan tahanan vaskuler pulmonal cepat. Secara serentak

29

penghentian sirkulasi plasenta bertahanan rendah mengakibatkan penambahan


tahanan vaskuler sistemik. Curah darah dari ventrikel kanan sekarang
mengalir seluruhnya ke dalam sirkulasi pulmonal, dan karena tahanan
vaskuler pulmonal lebih rendah daripada tahanan vaskuler sistemik, shunt
melalui duktus arteriosus berbalik dan menjadi dari kiri ke kanan. Selama
perjalanan beberapa hari, PO2 arterial yang tinggi mengkontriksi duktus
arteriosus dan ia menutup, akhirnya menjadi ligamentum arteriosum.
Kenaikan volume aliran darah pulmonal yang kembali ke atrium kiri
menaikkan volumen dan tahanan atrium kiri cukup untuk secara fungsional
menutup foramen ovale, walaupun foramen dapat tetap terbuka dengan probepaten selama bertahun-tahun.
Pengambilan plasenta dari sirkulasi juga menyebabkan penutupan duktus
venosus. Dengan demikian, dalam beberapa hari peralihan, total dari sirkulasi
paralel (janin) ke seri (dewasa) hampir sempurna. Ventrikel kiri sekarang
dirangkaikan dengan sirkulasi sistemik tahanan tinggi, dan ketebalan dinding
dan massanya mulai bertambah. Sebaliknya, ventrikel kanan sekarang
dirangkaikan dengan sirkulasi pulmonal bertahan rendah, dan ketebalan
dinding dan massanya sedikit berkurang. Ventrikel kiri, yang pada janin
memompa darah hanya pada bagian atas tubuh dan otak, sekarang harus
menghantarkan seluruh curah jantung sistemik (sekitar 350 ml/kg,
penambahan curah hampir 200%. Kenaikan yang mencolok pada pekerjaan
ventrikel kiri ini dicapai melalui gabungan isyarat hormonal dan metabolik,
termasuk penambahan katekolamin sirkulasi dan penambahan di tingkat
reseptor miokardium (adrenergik B) yang dipengaruhi oleh katekolamin.
Beberapa dari perubahan ini sebenarnya spontan bersama dengan
pernapasan pertama, dan yang lain dipengaruhi selama beberapa jam atau
beberapa hari. Sesudah pada mulanya ada penurunan ringan pada tahanan
darah

sistemik,

kemudian

ada kenaikan

progresif

dengan semakin

bertambahnya umur. Frekuensi jantung melambat sebagai akibat respon


baroreseptor pada kenaikan tahanan vaskuler sistemik bila sirkulasi plasenta
dihilangkan. Rata-rata tekanan aorta sentral pada neonatus cukup bulan adalah
75/50 mmHg.

30

Dengan mulainya ventilasi, penurunan tahanan vaskuler pulmonal


mencolok terjadi karena vasodilatasi aktif (terkait PO2) maupun pasif (terkait
mekanik). Pada neonatus normal, penutupan duktus arteriosus dan penurunan
tahanan vaskuler pulmonal menyebabkan penurunan tekanan arteri pulmonalis
dan ventrikel kanan. Penurunan yang besar tahanan pulmonal dari tingkat
janin yang tinggi ke tingkat dewasa yang rendah pada bayi manusia terjadi
pada hari 2-3 pertama tetapi dapat diperpanjang selama 7 hari atau lebih.
Lewat umur beberapa minggu pertama, tahanan vaskuler pulmonal bahkan
menurun lebih lanjut akibat perubahan bentuk vaskularisasi pulmonal,
meliputi penipisan otot polos vaskuler dan penambahan pembuluh darah baru.

Perbedaan Sirkulasi Janin dan Keadaan Pasca-Lahir


1. Pada janin terdapat pirau (shunt) baik intrakardial (foramen ovale) maupun
ekstrakardial(duktus arteriosus Botalli, duktus venosus Arantii). Arah shunt
dari adalah kanan ke kiri yakni dari atrium kanan ke kiri melalui foramen
ovale dan dari a.pulmonalis menuju ke aorta melalui duktus arteriosus. Pada
sirkulasi bayi pasca lahir shunt intra dan ekstra kardiak tidak ada.
2. Pada janin ventrikel kiri dan kanan bekerja secara serentak, namun pada bayi
pasca lahir ventrikel kiri berkontraksi sedikit lebih awal dari ventrikel kanan
3. Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan tahanan yang
lebih tinggi daripada ventrikel kiri. Pada bayi pasca lahir ventrikel kanan
akan melawan tahanan paru, yang lebih rendah daripada tahanan iskemik
yang dilawan ventrikel kiri.
4. Pada janin darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar menuju
ke aorta melalui duktus arteriosus dan hanya sebagian kecil yang menuju
paru. Namun pada bayi pasca lahir darah dari ventrikel kanan seluruhnya ke
paru.
5. Pada janin paru mengambil oksigen dari darah, bukannya memberikan
oksigen pada darah. Darah memperoleh oksigen di dalam plasenta. Pada
bayi pasca lahir paru memberikan O2 kepada darah.

31

6. Pada janin plasenta merupakan tempat utama untuk pertukaran gas, makanan
dan ekskresi. Pada bayi pasca lahir organ-organ lain mengambil alih
berbagai fungsi tersebut.
7. Pada janin plasenta menjamin berjalannya sirkuit bertahanan rendah. Pada
pasca lahir hal ini tidak terjadi.

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


Definisi

32

Ialah kelainan susunan jantung, mungkin sudah terdapat sejak lahir. Kata
susunan berarti menyingkirkan aritmia jantungsedangkan mungkin
sudah terdapat sejak lahir berarti tidak selalu dapat ditemukan selama
beberapa minggu/bulan setelah lahir.

PEMBAGIAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


Kelainan jantung bawaan dibagi berdasarkan:
1. Golongan potensial sianosis

KJB non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah (Antara lain

VSD,ASD,PDA)
KJB non sianotik dengan vaskularisasi paru normal (Antara lain

stenosis aorta, koarktasio aorta)


KJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang (Antara lain

tetralogi fallot)
KJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah (Antara lain
transposisi pembuluh darah besar)

2. Kelainan anatomi
Pada kelainan anatomi dibagi menjadi:

Kelainan aorta (koarktasio aorta, kelainan arkus aorta, cincin aorta,


PDA(Pecten Ductus Arteriosus), aortic pulmonary window,
kelainan basis aorta dan pembuluh darah koroner).

Kelainan arteria pulmonalis (aplasia salah satu cabang arteri


pulmonalis,sianosis pulmonal valvular,ketiadaan bawaan katup
pulmonal).

Kelainan katup atrio-ventrikular (septum, atrium, ventrikel, sistem


vena).

3. Kelainan fisiologis

33

Menurut kerja fisiologis dari jantung, maka kelainan jantung bawaaan


digolongkan berdasarkan pengaruh dari:

Beban tekanan jantung


Beban tekanan jantung dibagi menjadi beban tekanan jantung
bagian kanan (stenosis pulmonal) dan beban tekanan jantung
bagian kiri (stenosis aorta, koarktasio aorta).

Beban volume jantung


Beban volume jantung dibagi menjadi beban volume jantung
bagian kanan (ASD (Atrial Septal Defect)) dan beban volume
jantung bagian kiri (VSD (Ventricular Septal Defect)).

Kombinasi beban tekanan dan volume jantung (TF (Tetralogi


Fallot), TA(Tricuspid Atresia), TGA(Transposition of the Great
Arteries))

INSIDEN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu penyebab utama kematian yang
sering ditemukan pada masa neonatus (sebesar 10%) dari seluruh kelainan bawaan dan
30%nya menyebabkan kelainan bawaan pada bayi. Perkembangan pada bidang
diagnostik, tatalaksana medikamentosa dan tehnik intervensi non bedah maupun bedah
jantung dalam 40 tahun terakhir dapat memperbesar harapan hidup pada neonatus dengan
penyakit jantung bawaan yang kritis. Bahkan dengan perkembangan ekokardiografi fetal,
telah dapat dideteksi defek anatomi jantung, disritmia serta disfungsi miokard pada masa
janin. Pada tindakan pencegahan terhadap timbulnya gangguan organogenesis jantung
pada masa janin belum dapat diidentifikasi, walaupun terdapat beberapa faktor yang
saling berhubungan (faktor genetik dan lingkungan).
Penyakit jantung bawaan bisa terjadi pada anak-anak di dunia tanpa melihat
kedudukan sosio-ekonomi. Kejadian ini berlaku antara 8 -10 kejadian bagi setiap 1000
kelahiran hidup. Jika seorang anak menderita penyakit jantung bawaan, kadar
berulangnya kejadian ini pada anaknya nanti ialah antara 4,9 -16% . Penyakit Jantung

34

bawaan merupakan 42% dari keseluruhan kecacatan kelahiran. Sebagian besar dari
kematian bayi akibat kecacatan kelahiran adalah disebabkan oleh keabnormalan jantung.
Menurut Persatuan Jantung Amerika, pada tahun 1992, kecacatan jantung
merupakan 31,4% dari semua kematian akibat kecacatan kelahiran. Kira-kira 40.000 bayi
yang dilahirkan setiap tahun mendapat kecacatan jantung. Dari jumlah ini:
4-10% menghidap atrium septal defek (ASD),
8-11% menghidap koartasio aorta
9-14% menghidap tetralogi fallot
10-11% menghidap tranposisi arteri besar (TGA)
6 - 11% menghidap patent duktus arteri (PDA),
14-16% menghidap ventrikel septal defek (VSD).

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


VSD ( Ventricular Septal Defect )
Defek septum ventrikel adalah kelainan jantung bawaan berupa lubang pada
septum intraventrikular. Defek ini dapat terjadi pada setiap sekat ventrikel, namun
sebagian besar adalah tipe membranosa. Lubang tersebut hanya satu atau lebih yang
terjadi dikarenakan kegagalan fusi septum interventrikuler semasa janin dalam
kandungan. Hal ini mengakibatkan darah dari ventrikel kiri langsung mengalir ke
ventrikel kanan dan sebaliknya.

35

Gambar Jantung Normal dan Jantung dengan VSD

Gambar A: menunjukkan struktur dan laju darah jantung yang normal, Gambar B:
menunjukkan 2 lokasi VSD. Defek menyebabkan darah yang kaya akan oksigen di ventrikel kiri
bercampur dengan darah yang miskin oksigen di ventrikel kanan.

Penyebab
Penyebab dari VSD tidak diketahui. VSD lebih sering ditemukan pada
anak-anak dan merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Pada anak-anak
dengan lubang yang sangat kecil, tidak menimbulkan gejala dan seringkali
menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18 tahun. Pada keadaan
VSD yang lebih berat bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan gagal jantung.
VSD bisa ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya.
Faktor prenatal yang mungkin berhubungan dengan VSD:

Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil,

Gizi ibu hamil yang buruk,

Ibu yang alkoholik,

36

Usia ibu diatas 40 tahun,

Ibu menderita diabetes.

Angka kejadian
VSD merupakan kelainan jantung yang sering dijumpai. Menurut data
dari Rumah Sakit Harapan kita pada tahun 1996 tipe perimembranus yang
paling banyak ditemukan (60%), yang kedua adalah subarterial (37%), yang
terjarang adalah tipe muskuler (3%).
Patofisiologi
Ukuran fisik defek yang besar bukan satu-satunya yang menentukan besar
shunt (pirau) dari kiri ke kanan. Besar shunt juga ditentukan oleh tingkat
tahanan vaskular pulmonal dibanding dengan tahanan vaskuler sistemik. Jika
terdapat defek kecil (< 0,5 cm2) disebut defek restriktif dan tidak mempengaruhi
tekanan pada ventrikel kanan. Tekanan yang lebih tinggi pada ventrikel kiri
mendorong shunt dari kiri ke kanan, tetapi ukuran pada defek membatasi
besarnya shunt. Pada defek besar nonrestriktif(> 1,0 cm2) tekanan pada ventrikel
kanan dan kiri seimbang. Pada defek ini arah dan besar shunt ditentukan oleh
rasio tahanan vaskuler pulmonal terhadap sistemik.
Setelah lahir, bila VSD besar, tahanan vaskuler pulmonal dapat lebih
tinggi daripada normal. Hal ini dapat menyebabkan besar shunt dari kiri ke
kanan terbatas. Tahanan vaskuler pulmonal turun pada minggu pertama sesudah
lahir. Hal ini

akibat dari penurunan normal media arteria dan arteriol

pulmonalis kecil, bertambahnya besar shunt dari kiri ke kanan dan


menyebabkan gejala klinis VSD menjadi tampak.
Pada penderita dengan VSD yang besar, ketebalan medial arteriola
pulmonal bertambah. dengan kejadian yang terus menerus dapat mengakibatkan
terjadinya penyakit obstruktif vaskuler pulmonal. Bila rasio tahanan pulmonal

37

terhadap sistemik mendekati 1:1, shunt menjadi 2 arah dan tanda-tanda gagal
jantung mereda serta penderita menjadi sianosis (fisiologi eisenmenger). Saat ini
dengan dilakukannya intervensi bedah awal pada penderita dengan VSD besar
dapat mengurangi penambahan progresif tahanan plumonal.
Gejala:
Pada VSD darah dari paru-paru yang masuk ke jantung, kembali dialirkan
ke paru-paru. Akibatnya jumlah darah di dalam pembuluh darah paru-paru
meningkat dan menyebabkan:
sesak nafas,
bayi mengalami kesulitan ketika menyusu,
keringat yang berlebihan,
berat badan tidak bertambah.
Gambaran klinis
VSD dibagi menjadi :
1. VSD kecil
Diameter pada defek kecil yaitu 1 5 mm. VSD kecil memiliki shunt dari
kiri ke kanan kecil dan arterial pulmonalis normal adalah kejadian yang
paling sering. Pada penderita ini tidak bergejala dan lesi jantung biasanya
ditemukan selama pemeriksaan fisik rutin. Hal ini dikarenakan defeknya
yang kecil, sehingga VSD kecil tidak menyebabkan gangguan hemodinamik.
Pada VSD kecil anak dapat tumbuh sempurna tanpa keluhan.
Palpasi: impuls ventrikal kiri tampak jelas pada apeks kordis. Biasanya
getaran bising teraba pada sela iga III dan IV kiri. VSD tanpa komplikasi ini
tidak mengakibatkan thrill atau getaran di fosa suprastenarlis

38

Auskultasi: pada VSD kecil, bunyi jantung I dan II normal. Bunyi jantung III
dapat terdengar cukup keras bila terdapat dilatasi ventrikel. Semakin kecil
defek, maka semakin keras bising yang terdengar. Hal ini dikarenakan arus
turbulen lebih nyata. Kebanyakan bising bersifat meniup, bernada tinggi,
berderajat 3/6-6/6.
Pada VSD kecil pemeriksaan rontgen dada biasanya normal, walaupun
kardiomegali minimal dan penambahan vaskularisasi paru yang tidak tentu
mungkin teramati.
2. VSD sedang
Defek sedang memiliki diameter 5-10 mm. Shunt dari kiri ke kanan yang
cukup besar menyebabkan peningkatan aliran darah ke paru dan
bertambahnya aliran darah yang kebali ke atrium.hal ini menyebabkan
pelebaran atrium kiri dan ventrikel kiri yang hipertrofi dan dilatasi. Pada bayi
tampak gejala takipneu, pertumbuhan yang melambat, dan kesulitan
menghisap susu.
Palpasi : impuls ventrikal kiri tampak jelas pada apeks kordis. Biasanya
getaran bising teraba pada sela iga III dan IV kiri.
Auskultasi : pada defek sedang bunyi jantung II agak keras, splitt sempit
pada sela iga II kiri dekat sternum. Bunyi jantung I sulit dipisahkan dari
bising holosistolik yang kemudian segera terdengar. Bising ini disebut
sebagai bising besifat kasar dan termasuk kebocoran bising. Punctum
maksimum pada sela iga III, IV, dan V kiri dekat sternum menjalar ke sela iga
IV dan II kanan di samping sternum dan ke arah apeks kordis, sering juga
hingga punggung. Intensitas bisingnya derajat II IV.
3. VSD besar

39

Pada defek besar diameter defek lebih dari pada setengah ostium aorta.
Tekanan di ventrikel kanan meninggi. Secara klinis menunjukkan gejala :
nafas pendek, mudah lelah, muncul masalah makan, infeksi saluran nafas,
serangan dispneu paroksismal, berat badan rendah.
Palpasi : impuls jantung hiperdinamik kuat, tekanan arteria pulmonalis
tinggi, penutupan katup pulmonal yang jelas pada sela iga III kiri dekat
sternum, teraba getaran bising pada dinding dada. Pada defek yang sangat
besar getasan bising sering tidak teraba dikarenakan tekanan di ventrikel kiri
sama dengan tekanan di ventrikel kanan. Anak dengan VSD besar yang
disertai gagal jantung memilki tanda terabanya tepi hati tumpul dibawah
lengkung iga kanan.
Auskultasi : bunyi jantung I mengeras pada apeks dan sering diikuti click
sebagai akibat dari terbukanya katup pulmonal dengan kekuatan pada
pangkal arteria pulmonalis yang melebar. Bunyi jantung II

mengeras,

terutama pada sela iga III terdengar bising holosistolik kasar derajat III IV
sepanjang tepi sternum kiri dengan pungtum maksimum di sela iga IV yang
menjalar ke seluruh prekordium sampai ke punggung. Intensitas bising
berkurang bila tekanan sistol di ventrikel kanan meningkat. Pada keadaan ini
bising bersifat dekresendo. Jika shunt kiri dan kanan pada VSD lebih dari
50% pada akan terdengar bising mid-diastolik pada apeks kordis.
Kardiomegali dengan penonjolan kedua ventrikel, atrium kiri,
arteri

pulmonalis

akan

tampak

pada

pemeriksaan

dengan

rontgen.

Elektrokardiogram akan menunjukkan hipertrofi hiperventrikuler dimana


gelombang P akan melekuk atau meruncing (peaked).
4. Selain itu juga terdapat VSD disertai sindrom Eisenmenger

Jika ada sindrom Eisenmenger, penderita akan tampak sianosis dengan jari-jari
berbentuk tabuh, bahkan mungkin disertai gagal jantung kanan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pulsasi arteria pulmonalis yang teraba mungkin

40

ada pada linea parasternalis kiri atas. Bising sistolik ejeksi halus atau bising
holosistolik regurgitasi trikuspidalis mungkin dapat didengar sepanjang linea
parasternalis kiri. Bising diastolic dekresendo awal insufisiensi pulmonal dapat
juga terdengar sepanjang linea parasternalis kiri. Derajat sianosis tergantung
pada stadium penyakit. Tekanan sistolik dan diastolic arteria pulmonalis akan
naik, derajat shunt dari kiri ke kanan akan minimal, dan akan ditemukan
desaturasi darah dalam ventrikel kiri. Secara rontgen, ukuran jantung
bervariasi dari normal hingga sangat membesar. Batang arteria pulmonalis
akan membesar di daerah hilus dan ukurannya mengecil sedikit demi sedikit
dengan cepat pada cabang-cabang perifer. Ventrikel dan atrium kanan
menonjol. Ukuran jantung dapat normal sampai membesar

yang dapat

diperiksa dengan roentgenografi.


Penanganan
Penanganan pada VSD ditentukan oleh besar-kecilnya VSD. Pada VSD
yang kecil umunya tindakan operatif tidak perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan
umumnya VSD akan menutup secara spontan. Tindakan operatif pada VSD kecil
hanya dilakukan apabila penderita mengalami endokarditis bakterialis yang
sangat besar (akibat infeksi saluran nafas). Pada VSD besar tindakan bedah
sangat diperlukan. Penutupan defek dilakukan dengan bantuan mesin jantungparu. Operasi ini dilakukan pada usia lebih muda.
Prognosis
Umumnya pada VSD kecil memiliki prognosis yang baik. Pada VSD
besar sebagian anak meninggal dunia. Sebagian yang lain akan berkembang
menjadi sindrom eisenmeger yang juga akan meninggal pada usia muda. Apabila
operasi dilakukan pada waktu yang tepat penderita masih dapat hidup. Adapun
prognosis dari kompleks Eisenmenger adalah penderita sianosis akan mengalami
berbagai tingkat polisitemia tergantung pada keparahan dan lama hipoksia.

41

ASD ( Arterial Septal Defect )


ASD merupakan kelainan jantung bawaan tersering setelah PDA. Kelainan ini
disebabkan oleh defek (lubang) pada sekat atau dinding atrium atau serambi jantung.
ASD ini dapat terjadi pada setiap bagian sekat atrium. Akibat dari ASD darah dari atrium
kiri yang seharusnya pergi ke atrium kiri, akan masuk ke dalam ke dalam atrium kanan,
kemudian ke ventrikel kanan. Jika lubang ASD besar akan mengakibatkan beban volume
di jantung kanan, di samping itu juga menyebabkan beban volume di jantung kiri.
Terdapat beberapa jenis ASD, dan yang tersering adalah ASD sekundum. Jenis ini dapat
ditutup dengan alat yang disebut Amplatzer Septal Occuluder (ASO). Alat ini
dimasukkan lewat kateter dari pembuluh darah di lipat paha.

Gambar Jantung Normal dan Jantung dengan ASD

Gambar A: menunjukkan strukutur dan aliran darah jantung normal, Gambar B: menunjukkan
jantung dengan ASD dimana darah yang kaya akan oksigen dari atrium kiri bercampur dengan
darah yang mengandung sedikit oksigen dari atrium kanan.

Angka Kejadian
Angka kejadian ASD sekundum

sebesar 7% 10 %

dari seluruh

kelainan jantung bawaan dan 2 kali lebih sering terjadi pada wanita daripada
pria. ASD Primum hanya sebesar 3% dan defek sinus venosus sebesar 15%.

42

Berdasarkan letak lubangnya ASD dibagi menjadi :


1. Defek septum atrium sekundum atau ASD sekundum, terletak di fossa ovalis
ASD sekundum adalah bentuk defek yang paling sering dan bersamaan
dengan katup atrioventrikuler normal. Defek ini dapat terjadi tunggal atau
multipel. Defek dapat meluas ke inferior kearah vena kava inferior dan
ostium sinus koronarius, ke superior kearah vena kava superior atau posterior.
Patofisiologi : derajat shunt dari kiri ke kanan tergantung pada ukuruan defek
dan juga pada kelenturan relative ventrikel kanan dan kiri, serta tahanan
vaskuler relative pada sirkulasi pulmonal dan sistemik. Pada defek yang
besar, shunt mengalirkan darah teroksigenasi dari atrium kiri ke atrium
kanan, aliran darah pulmonal 2 4 kali aliran dara sistemik.
Gejala pada bayi dengan ASD adalah akibat struktur ventrikel kanan yang
pada awal kehidupannya memiliki dinding otot tebal dan kurang lentur. Hal
ini membatasi shunt dari kiri ke kanan. Ketika bayi bertambah usia, dinding
ventrikel kanan menjadi lebih tipis dikarenakan berkurangnya penekanan dan
shunt dari kiri ke kanan yang melewati ASD bertambah. Aliran darah yang
besar melewati sisi kanan jantung menyebabkan pembesaran atrium dan
ventrikel kanan serta dilatasi ateria pulmonalis. Walaupun aliran pulmonal
besar tekanan arteria pulonalis tetap normal. Hal ini dikarenakan tidak adanya
hubungan tekanan tinggi antara sirkulasi pulmonal dan sistemik. Ventrikel
kiri dan aorta pada ASD sekundum ukurannya normal. Sianosis dapat terjadi
pada orang dewasa yang memiliki penyakit vaskuler pulmonal.
2. Defek septum atrium primum atau ASD primum, terletak di ostium primum
ASD primum termasuk salah satu bentuk defek sektum atrio ventrikuler.
Kelainan ini dikelompokan bersama (ASD primum dan defek bantalan endo

43

kardium) karena mereka menggambarkan spektrum kelainan embrional dasar,


defisiensi sekat atrioventrikuler (AV). ASD primum terletak pada bagian
bawah sekat atrium dan tepat di atas katup mitral dan trikuspidal. Biasanya
secara fungsional katup trikuspidal normal, meskipun terdapat kelainan
anatomik sekat daun katup dan sekat ventrikel utuh.
Patofisiologi : kelainan dasar ASD primum adalah kombinasi shunt dari kiri
ke kanan yang melewati defek atrium dengan insufisiensi mitral. Shunt
biasanya sedang sampai besar, sedangkan derajat insufisiensi mitral ringan
sampai berat, tekanan arteria pulmonalis normal atau hanya sedikit
bertambah. Fsiologi dari lesi ini mirip dengan ASD sekundum.
3. Defek sinus venosus, terletak di sinus venosus
Defek ini terletak pada bagian atas sekat atrium yang berhubungan dengan
masuknya vena kava superior. Sering kali satu atau lebih vena pulmonalis
mengalirkan darah kedalam vena kapa superior. Terkadang vena kava
superior membelakangi defek. Gangguan hemodinamik, gambaran klinis,
elektrokardiogram dan rontgenogram serupa dengan ASD sekundum.
Auskultasi pada ASD
Pada ASD bunyi jantung I normal atau mengeras bila defek besar. Bunyi
jantung II terdengar terpecah lebar dan menetap (wide and fixed split). Beban
volume jantung kanan akibat shunt dari atrium kiri ke atrium kanan
menyebabkan waktu ejeksi ventrikel kanan memanjang, sehingga bunyi jantung
II terpecah lebar. Variasi akibat pernafasan tidak terjadi, karena setiap perubahan
volume di atrium kanan akan diimbangi oleh perubahan besarnya shunt dari
atrium kiri ke atrium kanan. Beban volume ventrikel kanan menyebabkan
terjadinya stenosis pulmonal relatif yang bermanifestasi sebagai bising ejeksi
sistolik ditep kiri sternum pada sela iga II dengan derajat tidak lebih dari 3/6.
Pada shunt yang besar dapat terdengar bising mid-diastolik didaerah parasternal

44

kiri bawah akibat stenosis trikuspid relatif karena volume atrium kanan
bertambah akibat shunt kiri ke kanan.

Penanganan

Pada ASD sekundum penderita dengan atau tanpa gejala dianjurkan


melakukan pembedahan. Waktu penutupan yang efektif adalah beberapa waktu
sebelum penderita sekolah. Penutupan dilakukan pada pembedahan jantung
terbuka, dan memiliki angka mortalitas kursng dsri 1%. Perbaikan lebih disukai
selama masa anak awal. Hal ini dikarenakan mortalitas dan morbiditas
pembedahan lebih besar pada masa dewasa ketika tanda-tanda yang datang
lambat muncul. Pada anak dengan shunt yang besar memiliki hasil operasi yang
baik. Gejala-gejala menghilang dengan cepat, perkembangan fisik bertambah,
ukuran jantung berkurang menuju normal, elektrokardiogram menunjukkan
pengurangan gaya ventrikel kanan. Pada yang mengalami perbaikan awal arimia
sering lambat berkurang.

45

Pada ASD ovale dilakukan kateterisasi jantung untuk menegaskan tentang


drainase venosa. Koreksi anatomi ASD ovale memerlukan penyisipan tambahan
untuk menutup defek dan menyatukan masuknya anomali vena ke atrium kiri.
ASD primum didekati dengan melakukan irisan dari atrium kanan. Celah
dalam katup mitral yang terlihat ditutup dengan menyelipkan tambalan prostesis.
Prognosis
ASD sekundum memiliki hasil yang baik pada masa anak-anak. Biasanya
gejala tidak tampak hingga dekade ke-3 atau sesudahnya. Endokarditis infektif
sangat jarang terjadi. Komplikasi pasca bedah, seperti gagal jantung dan fibrilasi
atrium dialami pada penderita yang dioperasi setelah usia 20 tahun. Pada ASD
ovale memiliki hasil pembedahan yang baik. Angka mortalitas pembedahan
untuk untuk ASD primum rendah.

PDA (Patent Ductus Arteriosus)


Setiap bayi baru lahir memiliki pembuluh darah yang disebut duktus arteriosus
(pembuluh darah yang menghubungkan aorta dengan arteri pulmonalis). Duktus
arteriosus merupakan bagian dari peredaran darah normal pada janin. Pada bayi normal
duktus arteriosus menutup secara fungsional 10 15 jam setelah lahir dan secara
anatomis menjadi ligamentum arteriosus pada usia 2 -3 minggu. Jika duktus arteriosus
tidak menutup disebut duktus arteriosus persisten. PDA merupakan penyakit jantung
bawaan yang mempengaruhi hemodinamika. PDA mudah untuk di diagnosa.

46

Angka Kejadian
Pada bayi cukup bulan PDA terjadi 1 dari 2000 kelahiran atau 5 10 % dari
seluruh kelainan jantung bawaan. Pada bayi prematur angka kejadiannya lebih tinggi,
terutama bila terjadi distres pernafasan.

Patofisiologi
Dikarenakan tekanan aorta yang lebih tinggai, aliran darah melalui duktus
berjalan dari aorta ke arteria pulmonalis. Luasnya shunt tergantung pada ukuran duktus
dan pada rasio tahanan vaskuler pulmonal dan sistemik. Jika PDA kecil, tekanan dalam
arteria pulmonalis, ventrikel kanan, dan atrium kanan normal. Tetapi jika PDA besar,
tekanan arteria pulmonalis dapat naik ketingkat sistemik selama sistol dan diastol.
Penderita dengan PDA besar, jika tidak dioperasi berisiko mengalami penyakit vaskulal
pulmonal. Pada PDA terdapat tekanan nadi yang besar dikarenakan terjadi kebocoran
darah ke dalam arteria pulmonalis selama diastol.
Gambaran Klinis
Bising sering ditemukan secara kebetulan pada anak tanpa keluhan. Pada anak
yang lain infeksi saluran nafas residif serta cepat lelah merupakan keluhan yang timbul.

47

Kegagalan jantung pada bayi hanya terjadi pada shunt kiri ke kanan yang besar.
Pertumbuhan badan terganggu pada shunt besar, sebagai akibat dari vasodilatasi
pembuluh darah tepi.
Palpasi : pada apeks kordis aktifitas ventrikel kiri meningkat. Pada sela iga II kiri getaran
bising teraba. Tanda khas pada denyut nadi berupa pulsus seler (water hammer pulse) hal
ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu sistol dan diastol, sehingga
didapatkan tekanan nadi yang besar.
Auskultasi : Shunt dari aorta ke arteri pulmonlis menyebabkan terjadinya bising kontinyu
disela iga II tepi kiri sternum yang menjalar ke daerah infraklavikular, daerah karotis,
sampai punggung. Bunyi jantung I dan II biasanya normal, walaupun bunyi jantung II
sulit diketahui karena tertutup oleh puncak bising. Pada bayi baru lahir sering terdengar
bising sistolik. Hal ini dikerenakan pada bayi resistensi vaskular paru masih tinggi.
Pada bayi ataupun anak yang menderita PDA akan menampakkan gejala seperti:

Tidak mau menyusu,

Berat badannya tidak bertambah,

Berkeringat secara berlebihan,

Kesulitan dalam bernafas,

Jantung yang berdenyut lebih cepat,

Pada balita akan mudah kelelahan.

Penanganan
Setelah diagnosis ditegakkan, segera dilakukan operasi pemotongan atau
pengikatan duktus. Pemotongan lebih diutamakan untuk menghindari terjadinya
rekanalisasi. Pada duktus yang pendek, pemotongan tidak dilakukan karena
beresiko besar. Operasi dilakukan dengan atau tanpa gejala. Terutama pada PDA
yang mengarah ke hipertensi pulmonal yang irevesibel dan endokarditis lenta.
Prognosis

48

tanpa dilakukan operasi, penderita PDA dapat bertahan hidup hingga usia
40 tahun. Panjangnya usia penderita tergantung dari cepat atau lambatnya timbul
obstruksi pembuluh darah paru. Adanya sepsis lenta dapat memperburuk
prognosis. Semakin cepat operasi dilakukan, semakin tinggi harapan hidup anak.

PS (Stenosis Pulmonal)
Stenosis pulmonal terdapat di berbagai tempat seperti di valvulus atau di
infundibulum. PS valvular sering terdapat tanpa keluhan sedangkan PS infundibular
sering dengan kombinasi VSD. Hemodinamka PS terjadi akibat sempitnya lubang pada
katup pulmonal. Hal ini menyebabkan ventrikel kanan bekerja lebih berat. Pada tipe
valvular aliran yang timbul dikarenakan lubang yang sempit atau disebut juga jet steam.
Jet steam mengakibatkan dinding arteri pulmonalis yang tipis menjadi lemah dan
berdilatasi.

49

Stenosis pulmonal dibagi menjadi:


PS ringan
Biasanya asimptomatik dan tampak sehat, tumbuh kembang normal, dan
toleransi latihan normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan venosa dan
nadi normal. Jantung tidak membesar, impuls apeks normal, dan impuls ventrikel
kanan tidak teraba. Bising sistolik ejeksi pulmonal yang relative pendek dapat
didengar maksimal di atas daerah pulmonal dan dapt menyebar minimal
kelapangan paru secara bilateral. Bising biasanya didahului oleh klik ejeksi

50

pulmonal yang didengar paling baik di linea parasternalis kiri atas selama
ekspirasi. BJ II membelah dengan elemen pulmonal yang berintensitas normal
mungkin sedikit tertunda.
PS berat
Mungkin ada tanda-tanda gagal jantung kanan dan intoleransi pada latihan
fisik. Pada pemeriksaan fisik bising sistolik ejeksi diperpanjang lebih keakhir
sistolik dan menjadi lebih keras dan lebih kasar. Bising akan menyebar
kelapangan paru. Dengan pembatasan gerakan katup yang lebih berat, klik ejeksi
pulmonal tidak meningkat. BJ II membelah, dengan komponen pulmonal tertunda
dan mengurang yang dapat tidak terdengar.
Gambaran klinis
Umumnya penderita PS berwajah bulat, tidak terdapat gangguan berat
badan. Keluhan yang mungkin ditemukan adalah mudah lelah dan dispneu pada
waktu stres. Tekanan pada ventrikel kanan yang terus menerus menyebabkan
terjadinya gagal jantung. Sianosis pada PS terjadi jika terdapat shunt dari kanan
ke kiri melalui foramen ovale. Sianosis juga timbul pada anak dengan curah
jantung rendah. Anak ini menunjukan gejala dispneu paroksismal pada waktu
istirahat nyeri prekordium, sinkope, dan epistaksis berulang.
Palpasi : Akivitas ventrikel kanan jelas terlihat pada prekordium. Pada anak
dengan PS sedang dan berat sering teraba getaran bising pada sela iga II dan III
kiri dan di fosa suprasternalis.
Auskultasi : Pada PS bunyi jantung I normal, bunyi jantung II terpecah agak lebar
dan lemah, bahkan pada stenosis berat bunyi jantung II terdengar tunggal. Bising
ejeksi sistolik terdengar click. Bunyi abnormal ini tidak terdengar pada stenosis
infundibular atau stenosis valvular berat. Makin berat stenosisnya, makin lemah
P2 dan makin panjang bising yang terdengar, hingga menempati seluruh fase
sistolik.
Penanganan

51

Indikasi operasi dilakukan apabila ditemukan tekanan ventrikel kanan


lebih dari 70 mmHg.

Salah satu cara operasinya adalah dengan membuka

MPA(main pulmonary artery), yaitu operasi yang langsung dilakukan pada katup
dengan menutup sirkulasi vena.
Prognosis
Setelah usia 30 tahun, umunya penderita tanpa operasi akan meninggal.
Pada PS ringan tanpa endokarditis lenta dapat hidup normal. Pada PS berat
memiliki prognosis yang buruk. Pada PS berat yang disertai sianosis tindakan
pembedahan merupakan kontraindikasi.

Koarktasio Aorta
Koarktasio Aorta adalah penyempitan pada aorta, yang biasanya terjadi
pada titik dimana duktus arteriosus tersambung dengan aorta dan aorta membelok
ke bawah. Aorta adalah arteri utama pada tubuh. Aorta mengedarkan darah yang
kaya akan oksigen ke seluruh bagian tubuh, kecuali paru-paru. Cabang pertama
dari aorta mengalirkan darah ke tubuh bagian atas (lengan dan kepala). Kemudian
darah mengalir ke tubuh bagian bawah (perut dan tungkai).

Berbagai tingkat konstriksi aorta dapat terjadi pada sala satu titik dari
arkus transversum sampai biforkasio iliaka. 98% koarktasio aorta terjadi tepat

52

pada distal permulaan arteria subklavia kiri. Koarktasio aorta 2 kali lebih sering
terjadi pada laki-laki dari pada wanita. Koarktasio aorta merupakan tanda dari
sindrom turner dan disertai dengan katup aorta bikuspid.
Diagnosis koarktasio aorta amat sederhana, yaitu dengan menentukan
tekanan darah pada lengan dan tungkai. Pada bentuk klasik penyempitan aorta
terdapat dekat pada pembagian arteri subklavia kiri dari arkus aorta dan pangkal
duktus. Penyempitan berkembang dalam bentuk diabol sepanjang jarang pendek
dari aorta. Tipe ini disebut tipe pasca duktus. Tipe praduktus dulu disebut
sebagai tipe juvenil. Pada tipe ini letak kelainan di inter dan extra kardial, sering
juga ditemukan VSD.
Patofisiologi
Koarktasio dimulai saat kehidupan janin yang terdapat kelainan jantung,
yang menyebabkan aliran darah melalui katup aorta berkurang. Setelah lahir
koarktasio pasca-duktal darah aorta asenden mengalir melalui segmen sempit
untuk mencapai aorta desenden. Pada usia beberapa hari pertama paten duktus
arteriosus berperan melebarkan area aorta pasca duktus dan memperbaiki
obstruksi sementara. Pada bayi, terjadi shunt duktur dari kiri ke kanan dan tidak
terdapat sianosis. Pada koarktasio pasca duktus yang berat atau bila ada hipoplasia
arkus transversum darah ventrikel kanan terejeksi melalui duktus untuk memasok
aorta desenden.
Gejala:
Gejalanya mungkin baru timbul pada masa remaja, tetapi bisa juga muncul
pada saat bayi, tergantung kepada beratnya tahanan terhadap aliran darah.
Gejala koarktasio aorta berupa:

Pusing,

Pingsan,

kram tungkai pada saat melakukan aktivitas,

53

tekanan darah tinggi yang terlokalisir (hanya pada tubuh bagian atas),

kaki atau tungkai teraba dingin,

kekurangan tenaga,

sakit kepala berdenyut,

perdarahan hidung,

nyeri tungkai selama melakukan aktivitas.

Gambaran Klinis
Koarktasio banyak ditemukan pada usia sekolah dan remaja, pada anak
dikenal bila terjadi gagal jantung. Sebagian besar koarktasio tanpa keluhan, pada
usia sekolah jarang terdapat keluhan pusing atau kaki dingin. Bila terdapat
keluhan tersebut pada anak, hal ni merupakan akibat dari hipertensi bagian atas
dan tubuh. Keluhan yang terjadi berupa nyeri kepala yang hebat, epistaksis yang
hilang timbul. Pada anak laki-laki koartasio aorta menyebabkan bentuk badannya
menjadi atletik.
Diagnosis
Diagnosis pada koarktasio aorta dilakukan dengan palpasi. Perbedaan tekanan
darah dengan tekanan pada lengan lebih tinggi dari pada tekanan tungkai
memungknkan dugaan kaorktasio aorta.
Palpasi : Getaran bising lemah pada fosa supra sternalis, tidak menjalar ke leher.
Pada anak besar yang disertai kolateral meluas terdapat pulsasi pada aksila,
punggung, sela iga paling atas.
Auskultasi : Terdengar bising akibat koarktasio dan akibat kolateral. Bising
koarktasio terdengar jelas pada pungung, berupa bising sistolik derajat 2-3. Bila
lumen sangat menyempit maka terdapat bising kontinyu di aorta akibat jet
stream melalui penyempitan tersebut. Pada anak besar akibat melebar dan

54

berkeloknya arteri inter kostalika akan terdengar bising diastolik yang


ditimbulkan oleh kolateral pada sela iga paling atas.
Penanganan
Koarktasio aorta tanpa komplikasi perlu dioperasi. Pada stenosis yang
pendek dilkukan reseksi da anastomosis end to end. Pada stenosis yang panjang
setelah melakukan reseksi dan graft. Untuk menghindari komplikasi sebaiknya
operasi dilakukan saat anak berusia 6 tahun. Operasi yang dilakukan dibawah usia
5 tahun hanya jika terdapat indikasi yang mendesak, seperti gagal jantung, dan
tekan darah tubuh bagian atas tinggi.
Prognosis
Koarktasio tanpa komplikasi tidak memberikan kesulitan pada bayi
menyusu. Komplikasi timbul pada usia 20-35 tahun, dengan rata-rata harapan
hidup hingga 35 tahun.

TF (Tetralogi Fallot)
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang
ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal, yaitu: defek septum ventrikel,
stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Komponen
yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis
pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif ,
makin lama makin berat.
Pada TF darah vena seluruhnya tertampung di ventrikel kanan, kemudian
masuk ke aorta tanpa membebani ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan timbulnya
hipertrofi ventrikel kanan sedangkan ventrikel kiri relatif kecil umumnya
obstruksi pada TF hanya sampai pada bagian jalan keluar pada ventrikel kanan,
disertai atau tidak dengan kombinasi PS valvular. VSD umumnya besar dan sering
terletak dibagian atas septum ventrikel. Overiding aorta lebih mengarah ke

55

hemodinamika. Basis aorta terhadap VSD berpindah ke arah ventral, terkadang


membuat bentuk yang disebut transposisi sebagian aorta. Hiperrofi ventrikel
kanan adalah akibat obstruksi vertikel kanan. Aorta umumnya melebar. Pada TF
berat terjadilah arteri inter kostalis dari aorta desenden serta anyaman kolateral
yang rapat dari arteri bronkialis dalam perut.

Jantung Normal dengan Jantung dengan Tetralogi Fallot

Gambar A: menunjukkan struktur dan aliran darah jantung normal, Gambar B: menunjukkan
jantung dengan 4 defek tetralogi fallot.

Angka Kejadian
Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak
ditemukan. Tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan
pada anak, kira-kira 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara
penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi
fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang
ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya shunt kanan ke kiri. Di RSU Dr.
Soetomo sebagian besar pasien Tetralogi fallot
prevalensi menurun setelah berusia 10 tahun.

56

didapat diatas 5 tahun

dan

Patofisiologi
Anulus katupulmonalis dapat berukuran normal atau sangat sempit. Jika
saluran keluar aliran ventrikel kanan tersumbat sempurna (atresia pulmonal),
mungkin ada segmen batang arteria pumonalis yang berlanjut dengan aliran
ventrikel kanan, atau dipisahkan oleh katup pulmonal fibrosa tetap tidak
berlubang. Terkadang cabang arteria pulmonalis dapat terputus. Pada kasus yang
lebih berat aliran darah pumonal dipasok oleh PDA dan arteria kolateral aorto
pulmonal besar yang keluar dari aorta.
Aliran balik vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan normal.
Bla ventrikel kanan berkonstraksi karena adanya stenosis pulmonal yang
menycolok, maka darah melalui shunt VSD kedalam aorta, akibatnya terjadi
disaturasi arteria dan sianosis yang menetap.Tekanan sistolik dan diastolik puncak
pada ventrikel sama, dan pada jajaran sistemik terjadi perbedaan tekanan besar di
sebelah saluran aliran keluar ventrikel kanan yang tersumbat, dan tekanan arteria
pulmonalis lebih rendah dari normal. Tingkat penyumbatan aliran ventrikel kanan
menentukan waktu mulainya gejala, keparahan sianosis, tingkat hipertrofi
ventrikel kanan. Jika penyumbatan pada aliran kanan ringan hingga sedang dan
ada keseimbangan shunt pada VSD maka penderita tidak mengalami sianosis.
Gejala:
Gejala pada TF adalah:
Sianosis , bertambah waktu bangun tidur, menangis atau sesudah makan.
Dispneu,
Kelelahan,
Gangguan pertumbuhan,
Hipoksia (timbul sekitar umur 18 bulan),
Dapat terjadi apneu,

57

Dapat terjadi kehilangan kesadaran,


Sering jongkok bila berjalan 20-50 meter, untuk mengurangi dispneu,
Takipneu,
Jari tabuh dengan kuku seperti gelas arloji,
Hipertrofi gingiva,
Vena jugularis terlihat penuh/menonjol.
Gambaran Klinis
Palpasi : Impuls ventrikel kanan jelas, sering teraba getaran bising sepanjang tepi
sternum kiri.
Auskultasi : Karakteristik bunyi dan bising jatung pada TF mirip dengan bunyi
dan bsin jantung pada stenosis pulmonal, tetapi makin berat stenosisnya makin
lemah bising yang terdengar. Hal ini dikarenakan lebih banyak darah dialihkan ke
ventrikel kiri dan aorta dari pada ke arteri pulmonalis. Pada TF dapat terdengar
click sitolis akibat dilatasi aorta.

58

Tanda khas radiologic pada Tetralogy Fallot


Secara roentgenografi, konfigurasi khas seperti terlihat pada pandangan
anteroposterior terdiri atas dasar sempit, cekungan tepi kiri jantung pada daerah
yang biasanya ditempati oleh arteria pulmonalis, dan ukuran jantung normal.
Ventrikel kanan yang hipertrofi menyebabkan bayangan apeks bundar terangkat
sehingga terletak lebih tinggi di atas diafragma daripada normal. Siluet jantung
serupa dengan siluet sepatu boot atau sepatu kayu (coeur en sabot). Daerah hilus
dan lapangan paru-paru relative terang, karena aliran darah pulmonal berkurang
dan/atau ukuran arteria pulmonalis kecil. Aorta biasanya besar, dan pada 20%
kasus arkus aorta ke kanan bukannya ke kiri, hasil ini pada suatu lekukan posisikearah-kiri bayangan trakeobronkhial terisi udara pada pandangan anteroposterior
atau dapat dikonfirmasi dengan perpindahan tempat esophagus berisi barium
kekiri.

Perbedaan TF ringan dan berat


Perbedaan

TF Ringan

TF Berat

59

Anamnesis

Belum ada keluhan sianosis

Sianosis, sesak napas mendadak,


napas

Kussmaul,

lemas,dan

bahkan

ada

(cyanotic

kejang

spells).

Perbedaan

TF Ringan

TF Berat

Pem.Fisik

Pertumbuhan masih normal,

Jari jari tabuh, squatting, gigi

Impuls ventrikel kanan teraba geligi buruk, geographic tounge,


jelas,

skoliosis

Getaran bising di sternum kiri,

Bising ejeksi sistolik di daerah

Bentuk dada masih normal,

pulmonal semakin lemah.

Bising ejeksi sistolik di daerah


pulmonal.
Perbedaan

TF Ringan

TF Berat

Radiologi & Jantung tidak membesar,

Arkus aorta di kanan pd 25%,

Laboratoriu

Vaskularisasi paru ,

Eritrosi dan Ht N/

Apeks

jantung

kecil

dan

terangkat,
Konus pulmonalis cekung
gambaran mirip sepatu.
Lab Eritrosit dan Ht .

Penanganan
Tindakan operasi pada TF wajib bagi semua penderita. Pada bayi dengan
sianosis, dilakukan pelebaran stenosis trans ventrikel. Koreksi total dengan
menutup VSD seluruhnya dan melebarkan PS. Umur optimal untuk koreksi total
pada usia 7-10 tahun.

60

Prognosis
Tanpa operasi TF memiliki prognosis buruk. Biasanya anak mencapai usia
15 tahun. Ancanman pada anak TF adalah abses otak dan menderita perdarahan
banyak. Hal ini dikarenakan berkurangnya trombosit dan fibrinogen.

Cyanotic Spells
Cyanotic spell (spell hipoksik) adalah suatu sindrom yang ditandai oleh
serangan gelisah, menangis berkepanjangan, hiperventilasi, bertambah biru,
lemas, atau kadang-kadang kejang.
Cyanotic spell ini sering terjadi pada usia 3 bulan sampai 3 tahun.
Cyanotic spell ini dapat berakibat kelumpuhan bahkan kematian.
Cara mengatasi cyanotic spell
1 Penempatan bayi pada abdomen pada posisi lutut-dada (knee-chest/elbow
position). Dengan cara ini aliran balik vena sistemik akan berkurang
karena sebagian darah akan terkumpul di ekstremitas bawah dan tahanan
vaskuler sistemik akan meningkat sehingga aliran pirau dari kanan ke kiri
akan berkurang.
2 Pemberian oksigen masker agar oksigenasi membaik.
3 Injeksi morfin subkutan dengan dosis tidak melebihi 0,2 mg/kg. Injeksi
dapat diberikan dan dapat diulang setelah 10 menit. Morfin ini akan
mendepresi pusat pernapasan dan menghilangkan reflex hiperventilasi.
4 Bila serangan berat atau menetap, maka akan terjadi asidosis metabolic.
Berikan natrium bikarbonat 3-5 mg/kg BB intravena selama 3-5 menit.
5 Bila spell menetap atau berulang, berikan propanolol 0,02-0,1 mg/kg
BB/dosis secara intravena selama 10 menit, dilanjutkan dengan pemberian
secara oral 0,2-0,5 mg/kg BB/6 jam. Jangan diberikan pada penderita
asma.
6 Vasopresor yang dapat diberikan secara intravena, antara lain adalah
Fenilefrin (Neo Synephrine) 2-5 mg/kg BB/menit intravena bolus atau 0,1

61

mg/kg BB intramuscular. Vasopresor akan meningkatkan tahanan vaskuler


sistemik. Pada pemberian perhatikan tekanan darah penderita dengan
ketat. Jangan pakai epinefrin atau norepinefrin.
7 Arterio-pulmonary shunt atau koreksi total dilakukan bila saturasi darah
arteri tidak naik > 30% atau cyanotic spell berulang yang tidak dapat
diatasi dengan obat-obatan.
Pemeriksaan laboratorik pada cyanotic spell
Pada penderita sianosis harus dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hgb)
dan hematokrit (Hct). Peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit merupakan
petunjukk adanya penurunan aliran darah ke paru akibat stenosis pulmonal
infundibuler yang progresif, pirau antara arteri sistemik dan paru yang tidak
adekuat atau penyakit pembuluh darah paru yang progresif.
Pemeriksaan pH berulang mungkin diperlukan karena asidosis ulang yang
cepat dapat terjadi.

Dekstrokardia

Dextro-kardia adalah sebuah deskripsi nama yang mengindikasikan bahwa


jantung ada di sebelah kanan hemitoraks. Dekstro cardia dapat disebabkan oleh
sisi kiri jantung normal berpindah ke sisi kanan (entah disebabkan oleh tekanan
oleh suatu massa dari sisi kiri hemitoraks atau paru-paru kanan yang kolaps
sehingga mendorong jantung). Ataupun memang karena jantungnya yang
berpindah memutar secara anatomis.

62

Suatu keadaan medis jantung yang berada pada sisi kanan dada.

Diagnosis
Auskultasi;
Secara klinis, suara jantung dapat terdengar lebih keras di sisi kanan
daripada kiri dada. Dapat ditemukan gejala - gejala penyakit jantung kongenitas,
jika memang ada kelainan kelainan yang berhubungan penyakit jantung
congenital. Dekstro kardia yang asimptomatik dapat terjadi bersamaan gejala
Kartagener Sindrom.
Radiologis tampak jantung di sebelah kanan dada.
EKG;
Inversi gelombang P dan T
Kompleks antara II dan III normal
Kompleks hantaran aVr sama dengan avL N
Antaran Avf tetap sama dengan AvF N

KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN


Pada umumnya anak-anak dengan PJB mempunyai komplikasi-komplikasi
yang disebabkan oleh PJBnya sendiri. Komplikasi - komplikasi yang mungkin
terjadi baik pada PJB biru atau tidak biru:

Kesulitan makan atau minum.

BB sulit naik bahkan cenderung turun.

Sering infeksi saluran pernafasan.

Sering berkeringat dan sesak

Pada PJB yang biru sering terjadi serangan sianotik yang ditandai dengan
sering lemas, sesak dan pingsan.

Perlu diperhatikan berbagai keadaan komplikasi yang harus segera dikirim ke Rumah
sakit yaitu
1. Pada PJB biru sering terjadi serangan sianotik yang ditandai:

63

Biru semakin biru


Bertambah sesak
Nafas cepat
Lemas s/d pingsan

Bila orang tua menemukan anak dengan kondisi tsb langsung lakukan:

Anak ditenangkan (digendong)


Diberi posisi lutut ditekuk dan diletakan ke dada

Kalau kondisi bertambah memburuk segera dibawa ke RS terdekat atau


segera ke Pusat Jantung Nasional Harapan Kita

Kalau anak sudah mulai tenang, sesak berkurang, anak di istirahatkan

Jika kondisi tersebut sering berulang segera kontrol ke Dr. Jantung

Obat yang diberikan oleh Dokter harus diminum sesuai aturannya.

2. Sering infeksi saluran nafas (batuk, filek):


Jaga kebersihan rumah
Hindarkan dari suhu udara yang panas atau terlalu dingin
Pada bayi usahakan jemur matahari pagi
Pada anak jangan terlalu sering jajan
Hindari makanan yang merangsang batuk
Bila batuk dan filek terus-terusan segera ke puskesmas, RS atau RS. Jantung

Prinsip pengobatan medik pada PJB secara umum:


A. Keadaan umum pasien
Pengobatan awal terutama ditujukan untuk menjaga suhu tubuh, koreksi
gangguan asam basa, hipoksia dan hipoglikemia.
B. Terapi medik
Bila yang dihadapi adalah PJB kritis akibat decompensated PDA,
ditandai hiperaktif prekordium, bising kontinyu pada ICS 2 kiri, wide
pulse pressure, bounding pulses, kardiomegali dan peningkatan
vaskularisasi pada foto polos dada, maka pembatasan cairan dan
pemberian diuretika diteruskan. Bila tidak ada respons maka segera
diberikan Indomethasin 0,2 0,3 mg/kg/BB/dosis intravena diulang
setiap 8-12 jam sampai maksimal 3 kali/hari. Bila belum juga ada

64

respon, program bisa dulang sampai 2 -3 hari, kalau tetap tidak ada
respons maka segera dilakukan operasi ligasi duktus.
Bila yang dihadapi adalah PJB kritis yang bergantung kepada
terbukanya duktus (ductus dependent systemic circulation atau ductus
dependent pulmonary circulation), maka meneruskan pemberian
prostaglandin E1 dengan dosis minimal yang optimal.
C. Intervensi non bedah
Dilatasi katup pada critical pulmonal/ aortic stenosis dengan balloon
valvuloplasty memberikan hasil yang cukup dramatis.
D. Tindakan bedah
Di negara yang sudah maju, telah dilakukan operasi koreksi jantung pada
masa neonatus, sehingga tindakan bedah ini merupakan tindakan rutin
dari penatalaksanaan awal PJB sianotik. Di Indonesia hal ini belum
dapat dilaksanakan, sehingga tindakan bedah biasanya merupakan
langkah lanjutan dari penatalaksanaan PJB sianotik. Tindakan bedah
tersebut berupa :

bedah paliatif untuk meningkatkan aliran darah ke paru dengan


pintasan Blalock-Taussig atau modifikasinya, atau tindakan mengikat
arteri pulmonalis untuk mengurang aliran darah ke paru, dan

bedah definitif untuk menjamin fisiologi yang normal dengan


melakukan koreksi anatomik.

Adakalanya PJB memerlukan rujukan, jika ditemui keadaan :


1.

kemampuan dokter kurang mencukupi

2.

peralatan diagnostik-terapik medik yang lebih memadai tidak tersedia

Memberi keterangan pada orang tua pasien


Umumnya penderita dengan penyakit kongenital ringan tidak memerlukan
penanganan. Orang tua dan anak harus sadar bahwa anak diharapkan dapat hidup

65

normal dan tidak perlu pembatasan pada aktivitas anak. Perbedaan antara penyakit
jantung kongenital dan penyakit koroner degeneratif pada orang dewasa harus
ditekankan.
Perawatan kesehatan umum, termasuk diet berimbang dengan baik,
pencegahan anemia, dan program imunisasi biasa harus dianjurkan. Imunisasi
rutin harus diberikan dengan menambah vaksin influenza Profilaksis terhadap
endokarditis infeksi harus dilakukan selama prosedur gigi.
Untuk penderita penyakit jantung sedang sampai berat juga tidak perlu
terlalu dibatasi dalam pendidikan.. Pendidikan fisik harus diubah sesuai dengan
kemampuan anak untuk berpartisipasi. Olahraga kasar dan kompetitif harus
dijauhi. Anak perlu pembatasan aktivitas bila terdapat gejala-gejala seperti
dispneu, nyeri kepala dan kelelahan pada penderita sianosis yang merupakan
tanda hipoksemia.
Transportasi ke sekolah dapat membantu sehingga kelelahan tidak akan
menganggu aktivitas di kelas.
Perawatan kesehatan umum, termasuk diet berimbang yang baik,
pencegahan anemia defisiensi besi penting untuk penderita sianosis yang akan
menunjukkan perbaikan toleransi latihan fisik dan kesehatan umum dengan kadar
Hb yang cukup.

66

BAB V
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

Definisi
Demam reumatik adalah sindrom klinis yang diakibatkan oleh peradangan
kerana infeksi streptokokus beta hemolitikus golongan A, dengan gejala sistemik
mayor (satu atau lebih) sebagai berikut:
-

poliartritis migrans akut (penyakit radang sendi multipel),

karditis (peradangan jantung),

manifestasi susunan saraf pusat (cth: korea minor),

nodul subkutan, dan

eritema marginatum

Penyakit jantung reumatik adalah penyakit jantung yang merupakan


komplikasi

dari demam reumatik.

Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi taerjadinya demam
reumatik adalah keadaan sosio-ekonomi yang rendah, kepadatan penduduk yang
tinggi, faktor genetik, usia, daerah beriklim sedang, daerah tropis yang bercuaca
lembab, dan perubahan suhu yang mendadak.
Keadaan sosio-ekonomi yang rendah dan kepadatan penduduk yang tinggi
berpengaruh dalam timbulnya penyakit demam reumatik. Di negara maju dengan
keadaan ekonomi yang lebih baik terjadi penurunan angka kejadian demam
reumatik. Dalam hal usia, kelompok usia 5-15 tahun merupakan usia tertinggi
serangan akut demam reumatik pertama.
Faktor risiko genetika host juga memegang peranan penting dalam terjadinya
demam reumatik, yaitu antigen D8/17B dan antigen HLA (histocompatibility II)

67

tertentu pada penderita demam reumatik. Selain itu, demam reumatik juga
memiliki kecenderungan untuk mengenai lebih dari satu anggota keluarga dan
lebih sering pada saudara kembar monozigotik.

Patologi Anatomi
Otot jantung yang terinfeksi streptokokus tersebut menyebabkan
peradangan pada ketiga lapisan otot jantung (pankarditis). Pada pemeriksaan
patologi anatomi akan ditemukan gambaran sebagai beikut:
-

Terjadi infiltrasi sel-sel radang pada miokardium, otot edema dan nekrosis.

Terdapat nodul peradangan fokal yang patognomonik disebut juga jisim


Aschoff, sangat khas pada jantung (daerah yang terkena radang
meninggalkan jaringan parut berupa benda-benda Aschoff).

Terdapat jisim Aschoff merupakan focus nekrosis fibrinoid, dikelilingi


oleh limfosit, makrofag, dan beberapa sel plasma. Perlahan-lahan
dikelilingi jaringan parut fibrosa.

Pada daerah perikardium terlihat edema, infiltrasi jisim Aschoff, dan


eksudasi fibrin.

Endokardium termasuk katup-katup jantung yang avaskular pada keadaan


normal menjadi hiperemik, edema, dan infiltrasi sel radang. Kumpulan
jisim Aschoff subendokardial, menginduksi penebalan yang disebut plak
MacCallum.

Daun katup mengalami perlengketan menimbulkan stenosis, sedangkan


jaringan parut disertai retraksi menyebabkan kebocoran katup.

Bising jantung yang patologis pada Demam Reumatik


Bising yang ditemukan pada Demam reumatik bersifat high pitch dan
blowing. Bising mid-diastolik yang menyertai bising sistolik juga ditemukan,
yang disebut dengan bising Carey Coombs, terjadi karenea stenosis mitral yang

68

relatif karena adanya dilatasi ventrikel kiri dan peningkatan pengisian ventrikel
kiri pada fase diastolik.

Perbedaan Deman Reumatik tanpa karditis dan dengan karditis


Pada demam reumatik tanpa karditis kelainan terdapat pada bagian luar
dari jantung, seperti sendi, kulit, paru, jaringan otak, ginjal, pembuluh darah.
Sedangkan pada demam reumatik dengan karditis, ditemukan kelainan pada
jantung yang bersifat irreversibel. Kelainan tersebut dapat ditemukan hanya pada
satu lapisan otot jantung (perikarditis/endokarditis) maupun pada seluruh lapisan
otot jantung (pankarditis).
Pada karditis dapat ditemukan gejala kesulitan bernafas (dyspnoe)/sesak
nafas, nyeri dada yang ringan-sedang, edema, dan denyut jantung yang meningkat
tajam (takikardia). Adanya insufisiensi aorta dapat juga menjadi suatu gambaran
adanya karditis pada demam reumatik.

Beda bunyi jantung yang murni dengan bunyi jantung yang bising
Bising jantung yang terdengar pada umumnya adalah bising sistolik di daerah
apeks jantung yang menggambarkan adanya regurgitasi katup mitral akibat
ejeksi darah. Bising jantung yang berbeda pada demam reumatik akut
disebabkan karena insufisiensi katup. Bising jantung yang paling umum
ditemukan saat demam reumatik akut, adalah :
o Murmur Apical pansystolic merupakan sebuah detak yang kencang/kuat,
murmur dengan kualitas yang sangat besar dari mitral regurgitation yang
menjalar hingga axilla kiri. Murmur ini tidak di pengaruhi oleh pernafasan
atau posisi. Intensitas bervariasi biasanya lebih besar dari 2/6 grade.
Ketidakmampuan mitral disebabkan karena disfungsi dari valve, chordae
dan otot papillary

69

o Murmur apical diastolic (Juga dikenal sebagai Murmur Carey Coombs) di


dengar dengan carditis aktif dan biasanya bersamaan dengan ketidakmampuan
dari mitral yang berada dalam kondisi parah. Biasanya berhubungan dengan
mitral stenosis , sesaat volume besar dari refurgitant flow melewati kembali
valve

mitral

selama

pengisisan

ventricular.

Metode

terbaik

untuk

mendengarnya dengna menggunakan bell dari stetoskop. Selagi pasien berada


dalam posisi lateral kearah kiri dan sedang dalam posisi menahan nafas.
Murmur ini mempunyai denyut lemah, bergemuruh dan menggambarkan
bunyi dari genderang dari drum yang di tabuh dari jarak jauh.
Murmur basal diastolic merupakan murmur diastolic awal dari regurgitation
aorta dan detak kencang, keras, decrescendo dan sangat baik didengarkan dengan
right upper stermal border setelah pernafasan dalam dari pasien selagi telungkup
ke arah depan.
Menyusun anamnesis
1. Identitas pasien :
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Nama orangtua
Alamat
Umur, pendidikan serta pekerjaan orengtua
Agama dan suku
2. Keluhan utama (chief complain)
Pada umumnya berupa demam, batuk, sakit waktu menelan,
kadang disertai muntah dan dapat juga terjadi diare. Keadaan anak
menjadi lesu, anoreksia (yang dapat disebabkan karena sakit
menalan), lekas tersinggung, dan menurunnya berat badan.
Athralgia

70

Umumnya dialami selama beberapa hari sampai beberapa minggu,


merupakan rasa sakit di daerah persendian dan sakit terasa saat
melakukan aktivitas.
3. Riwayat perjalanan penyakit
Berisi kronologi yang terinci mengenai keadaan kesehatan pasien sejak
sebelum terdapat keluhan sampai pasien datang berobat.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya perlu diketahui karena
dapat ditemukan kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang
terdahulu dengan penyakit yang sekarang diderita, dan dapat pula
memberikan petunjuk pembuatan diagnosa dan penanganan penyakitnya
sekarang.
5. Riwayat makanan
Memperoleh keterangan tentang makanan yang dikonsumsi oleh anak baik
dalam jangka pendek (bebepara lama sebelum sakit) dan pula jangka
panjang (sejak bayi). Untuk kemudian dapat dinilai/diperkirakan status
gizi anak tersebut.
6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Dilakukan pengukuran pertumbuhan badan, apakah sesuai dengan
perkembangan usia anak tersebut.
7.

Riwayat keluarga

Kriteria Jones untuk Demam Reumatik Akut


Kriteria

Jones

ditujukan

sebagai

pedoman

reumatik/penyakit jantung reumatik akut secara umum.

71

diagnosis

demam

Manifestasi Mayor

Karditis

Manifestasi Minor

Klinis :

Poliartritis Migrans
Korea

Demam

Athralgia

Pernah menderita Demam

Eritema Marginatum

Reumatik (DR)/Penyakit Jantung


Reumatik (PJR)

Nodul Subkutan

Laboratorium :

Reaksi fase akut:


-LED meniggi
-C-Reactive Protein (CRP) positif
-Leukositosis

EKG : PR- interval memanjang

Ditambah

Bukti adanya infeksi Streptokokus sebelumnya, yang ditemukan dari


pemeriksaan titer ASTO (Antistreptolysin O) atau antibody lain (anti DNase B)
meningkat, bukti ditemukannya Streptokokus beta hemolitikus grup A pada
pemeriksaan biakan usap tenggorok, atau adanya riwayat scarlet fever yang baru
saja terjadi.

Diagnosis klinis Demam Reumatik Akut ditegakkan jika didapatkan 2 manifestasi


mayor atau 1 manifestasi mayor + 2 manifestasi minor, dan bukti adanya infeksi
streptokokus sebelumnya yang didapat dari pemeriksaan titer (yang
meningkat),pemeriksaan biakan usap tenggorok, dan pemeriksaan rapid antigen
test. Bila bukti ini tidak didapat, diagnosis diragukan kecuali bila terdapat korea
minor atau karditis yang bersifat kronik.

72

Menerapkan kriteria Jones untuk diagnosis klinik


Kriteria Mayor
1) Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena
merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian
penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga
terjadi penyakit jantung rematik.
Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya
salah satu tanda berikut:
(a) bising baru atau perubahan sifat bising organik,
(b) kardiomegali,
(c) perikarditis,
(d) jantung kongestif.
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul
pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung
kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. Bising pada
karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi
mitral), bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising middiastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang timbul akibat adanya dilatasi
ventrikel kiri.
2) Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba
panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada
demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak
bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada
satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang
saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara
tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat.
Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis)
tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor. Selain itu, agar dapat

73

digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurangkurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah,
serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus
lainnya yang tinggi.
3) Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun
dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini
lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang
dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan
lazim terjadi pada perempuan.
Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian
penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik
meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain.
Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat,
sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada
saat korea mulai timbul.
4) Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam
rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian
tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang
dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai
eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat,
anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah
wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah
dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh
pemberian panas, dan memucat jika ditekan.
Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.
5) Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan
terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna

74

vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah
digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter
sampai sekitar 2 cm.
Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.
Kriteria Minor
1) Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu
kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang
didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam
rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang
penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.
2) Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan
atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri
pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam
hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal.
Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah
dipakai sebagai kriteria mayor.
3) Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai
39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai
suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan
pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu
banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding
yang bermakna.
4) Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar
protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan
peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu

75

ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya


manifestasi mayor yang ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan
gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada
anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju
endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus
infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan
adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan.
5) Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan
abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering
dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik
untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan
merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.
Bukti yang Mendukung
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik
standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya
infeksi streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit
Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun,
dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut.
Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan mela- kukan biakan
usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut.
Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan
adanya infeksi streptokokus akut.
Membedakan Demam Reumatik ringan dengan yang berat
Untuk membedakan secara membedakkan demam rheuma ringan dan DR ringan
dan DR berat

Demam rheumatik ringan dengan gejala peradangan umum:

Demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu.

76

Anak lesu, anoreksia, lekas tersinggung, dan BB menurun.

Pucat

Epistaksis

Arthralgia

sakit perut hebat

Demam rheumatik berat bila mengenai katup jantung sehingga timbul


kerusakan otot jantung.

Mencari infeksi lokal


Jantung
Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap
komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas
pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat,
perikardium dapat juga terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen lain
seperti lupus eritematosus sistematik atau artristis reumatoid juvenil (pada kedua
penyakit ini serositas biasanya ditunjukkan oleh perikarditis), pada demam
reumatik jarang ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau miokarditis.
Perikaditis pada pasien reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis atau
perluasan proses radang.
Penemuan histologis pada karditis reumatik akut tidak selalu spesifik.
Tingkat perubahan histologis tidak perlu berkolerasi dengan derajat klinis. Pada
stadium awal, bila ada dilatasi jantung, perubahan histologis dapat minimal,
walaupun gangguan fungsi jantung mungkin mencolok.
Dengan berlanjutnya radang, perubahan eksudatif dan proliferatif menjadi
lebih jelas. Stadium ini ditandai dengan perubahan edematosa jaringan, disertai
oleh infiltrasi selular yang terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan beberapa
granulosit. Fibrinoid, bahan granular eusinofil ditemukan tersebar di seluruh
jaringan dasar. Bahan ini meliputi serabut kolagen ditambah bahan granular yang

77

berasal dari kolagen yang sedang berdegenerasi dalam campuran fibrin, globulin,
dan bahan-bahan lain. Jaringan lain yang terkena oleh proses penyakit, seperti
jaringan sendi, dapat menunjukkan fibrinoid; hal ini dapat juga terjadi dalam
jaringan yang sembuh pada pasien penyakit kolagen lain.
Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh Aschoff pada
tahun 1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini terdiri dari infiltrat
perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam
roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular. Beberapa sel mempunyai inti
banyak, atau mempunyai inti mata burung hantu dengan titik-titik dan fibril
eksentrik yang menyebar ke membran inti, atau mempunyai susunan kromatin
batang dengan tepi gigi gergaji dan nukleus kisi-kisi atau lingkaran yang melilit.
Sel-sel yang khas ini disebut monosit Anitschkow.
Benda Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah miokardium tetapi
paling sering ditemukan dalam jaringan aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan
paling sering dalam jaringan miokardium pasien yang sembuh dari miokarditis
reumatik subakut atau kronik. Sel Aschoff dapat tampak dalam fase akut;
mungkin pasien ini menderita karditis kronik dengan kumat demam reumatik.
Jarang sel Aschoff ditemukan dalam jaringan jantung pasien tanpa riwayat demam
reumatik.
Reaksi radang juga mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan
endokarditis. Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding
endokardium. Radang jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip
karditis reumatik. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup
aorta. Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat.

78

Gambar 1. Infeksi bakteri demam reuma pada katup jantung


Tinjauan etiologi penyakit katup oleh Roberts menunjukkan bahwa
etiologi reumatik 70% dari kasus dapat berasal dari penyakit katup mitral murni
(isolated) dan hanya 13% dari kasus yang berasal dari penyakit katup aorta murni.
Pada pasien yang kedua katupnya (mitral dan aorta) terlibat, kemungkinan
etiologi reumatik adalah 97%.
Radang awal pada endokarditis dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi
katup. Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri dari edema dan linfiltrasi
selular jaringan katup dan korda tendine. Lesi yang khas endokarditis reumatik
adalah tambalan (patch) MacCallum, daerah jaringan menebal yang ditemukan
dalam atrium kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral posterior. Degenerasi
hialin pada katup yang terkena akan menyebabkan pembentukan veruka pada
tepinya, yang akan menghalangi pendekatan daun-daun katup secara total dan
menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang yang menetap, terjadilah
fibrosis dan klasifikasi katup. Klasifikasi mikroskopik dapat terjadi pada pasien
muda dengan penyakit katup reumatik. Jikalau tidak ada pembalikan proses dan
penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan
pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pascaserangan.
Pasien dengan pankarditis, di samping menderita miokarditis juga
menderita perikarditis. Eksudat fibrin menutupi permukaan viseral maupun sisi

79

permukaan serosa (serositis), dan cairan serohemoragis yang bervariasi


volumenya berada dalam rongga perikardium.
Organ-organ lain
Ruam kulit mencerminkan terdapatnya vaskulitis yang mendasari, yang
mungkin ada pada setiap bagian tubuh dan yang paling sering mengenai
pembuluh darah yang lebih kecil. Pembuluh darah ini menunjukkan proliferasi sel
endotel. Nodul subkutan jarang ditemukan pada pasien demam reumatik akut;
kalaupun ada, nodul ini cenderung ditemukan pada pasien dengan penyakit katup
kronik, terutama stenosis mitral. Histologi nodul subkutan terdiri dari nekrosis
fibrinoid sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel dan mononuklear. Lesi
histologis tersebut serupa dengan lesi pada benda Ascoff, suatu tanda patologis
karditis reumatik.
Seperti pada perikarditis, patologi artritis pada dasarnya sama, yaitu
serositis. Pada artritis reumatik jaringan tulang rawan (kartilago) tidak terlibat,
akan tetapi lapisan sinovia menunjukkan terjadinya degenerasi fibrinoid. Patologi
nodulus subkutan, yang membentuk penonjolan di atas tonjolan tulang dan
permukaan tendo ekstensor, telah diuraikan di atas.
Vaskulitis, yang merupakan dasar proses patologis eritema marginatum, juga
menyebabkan lesi ekstrakardial lain seperti keterlibatan paru dan ginjal yang
kadang ditemukan pada demam reumatik akut. Demikian pula, vaskulitis dapat
merupakan proses patologis yang berhubungan dengan korea Sydenham (St. Vitus
dance). Ganglia basalis dan serebellum adalah tempat perubahan patologis yang
sering ditemukan pada pasien dengan gejala korea Sydenham. Perubahan ini
terdiri dari perubahan selular dengan infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit 1. Pada
literatur lain menyebutkan kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini
(korteks, ganglia basalis, serebellum) tidak dapat menerangkan terjadinya korea,
kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam reumatik yang

80

meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala


korea.
13. Mengobati Demam Reumatik secara suportif, simptomatik dan
etiologik
A. Pengobatan suportif
1. Tirah Baring
Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah
sakit. Tirah baring di rumah sakit untuk pasien demam reumatik derajat 1 , 2, 3
dan 4 berturut-turut 2, 4, 6,12 minggu. Serta lama rawat jalan untuk pasien
demam reumatik derajat 1,2,3 dan 4 berturut-turut 2, 4, 6, 12 minggu. Karditis
hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan, hingga
pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut. Sesudah itu lama
dan tingkat tirah baring bervariasi. Tabel berikut merupakan pedoman umum
untuk mendukung rekomendasi tersebut.
Tabel Pedoman umum tirah baring dan rawat jalan pada pasien demam
reumatik
Status karditis

Penatalaksanaan

Derajat 1

Tirah baring selama 2 minggu dan sedikit


demi sedikit rawat jalan selama 2 minggu

(tanpa karditis)
Derajat 2
(Karditis tanpa kardiomegali)
Derajat 3

dengan salisilat
Tirah baring selama 4 minggu dan sedikit
demi sedikit rawat jalan selama 4 minggu
Tirah baring selama 6 minggu dan sedikit
demi sedikit rawat jalan selama 6 minggu

81

(Karditis dengan kardiomegali)

Tirah baring ketat selama masih ada


gejala gagal jantung dan sedikit demi

Derajat 4

sedikit rawat jalan selama 12 minggu

( Karditis dengan gagal jantung)

2. Diet
Tujuan diet pada penyakit jantung adalah memberikan makanan secukupnya
tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan penimbunan
garam atau air.
Syarat-syarat diet penyakit jantung antara lain: energi yang cukup untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan normal, protein yang cukup yaitu 0,8
gram/kgBB, lemak sedang yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total (10% berasal
dari lemak jenuh dan 15% lemak tidak jenuh), Vitamin dan mineral cukup, diet
rendah garam 2-3 gram perhari, makanan mudah cerna dan tidakmenimbulkan
gas, serat cukup untuk menghindari konstipasi, cairan cukup 2 liter perhari. Bila
kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan
berupa makanan enteral, parenteral atau suplemen gizi.
B. Pengobatan simptomatis
Pengobatan anti radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut
demam reumatik, sedemikian baiknya sehingga respon yang cepat dari artritis
terhadap salisilat dapat membantu diagnosis. Pengobatan anti radang yang lebih
kuat seperti steroid amat bermanfaat untuk mengendalikan perikarditis dan gagal
jantung pada karditis akut, tetapi tidak berpengaruh terhadap sekuelejangka lama
demam reumatik aktif, yaitu insiden penyakit jantung reumatik. Respon yang baik
terhadap steroid tidak berarti memperkuat diagnosis demam reumatik karena

82

kebanyakan artritis, termasuk artritis septik, berespon baik terhadap steroid,


setidaknya pada stadium awal.
Obat anti radang seperti salisilat dan steroid harus ditangguhkan bila atralgia
atau artritis yang meragukan merupakan satu-satunya manifestasi, terutama
apabila diagnosis belum pasti. Analgesik murni, seperti asetaminofen dapat
digunakan karena dapat mengendalikan demam dan membuat pasien merasa enak
namun tidak sepenuhnya mengganggua perkembangan poliartritis migrans.
Munculnya poliartritis migrans yang khas dapat menyelesaikan masalah
diagnosis. Pasien dengan artritis yang pasti harus diobati dengan aspirin dalam
dosis terbagi 2 minggu, dan 75 mg/kgBB/hari selama 2 samapi 6 minggu
berikutnya. Kadang diperlukan dosis yang lebih besar.
Pada pasien karditis, terutama jika ada kardiomegali atau gagal jantung, aspirin
seringkali tidak cukup mengendalikan demam, rasa tidak enak serta takikardi.
Pasien ini harus ditangani dengan steroid, prednison adalah steroid terpilih, mulai
dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi, maksimum 80 mg/hari. Pada
kasus yang sangat akut dan parah, tetapi harus dimulai dengan metil prednisolon
intravena (10 sampai 40 mg), diikuti dengan prednison oral. Sesudah 2 sampai 3
minggu prednison dapat dikurangi bertahap dengan pengurangan dosis harian
sebanyak 5 mg setiap 2 samapi 3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin dengan
dosis 75 mg/kgBB/hari harus ditambahkan dan dilanjutkan selama 6 minggu
setelah prednison dihentikan. Terapi tumpang tindih ini dapat mengurangi insiden
rebound klinis pasca terapi, yaitu munculnya kembali manifestasi klinis segera
setelah terapi dihentikan.Berikut merupakan terapi anti radang yang dianjurkan
untuk mengendalikan manifestasi demam rematik.

83

Tabel Obat anti radang yang dianjurkan pada demam reumatik


Manifestasi klinik

Pengobatan

Artralgia

Hanya analgesik (mis: asetaminofen)

Artritis

Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2 minggu dan


25 mg/kgBB/hari selama 4-6 minggu

Karditis

Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, tapering

minggu, salisilat 75 mg/kg/BB/hari pada minggu kedua, dianjurkan selama 6 minggu


Penatalaksanaan demam reumatik dan reaktivasi penyakit jantung reumatik
seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel Tatalaksana demam reumatik dengan reaktivasi penyakit jantung
reumatik

Manifestasi Klinis

Tirah baring

Obat anti

Artritis

Total : 2 Minggu

inflamasi
Asetosal

Tanpa Karditis

Mobilisasi

100 mg/kgBB

Kegiatan
Masuk

sekolah

setelah 4 minggu,
bebas berolah raga

bertahap 2 Minggu
selama 2 minggu
75mg/kgBB
selama

4minggu

berikutnya
Asetosal

Artritis + Karditis tanpaTotal 4 Minggu


Kardiomegali

Masuk

sekolah

setelah 2 minggu,
Mobilisasi

100 mg/kgBB

bertahap 4 minggu

84

bebas berolah raga.

off 2

selama 2 minggu
75mg/kgBB
4mgg berikutnya
Prednison
Masuk

Artritis+kardiomegali Total 6 minggu

sekolah

setelah 12 Minggu,
Mobilisasi

2mg/kgBB selama

bertahap 6 minggu 2 minggu, tap off


selama 2 minggu

jangan olah raga


berat

atau

kompetitif

Asetosal
75 mg/kgBB
Mulai
minggu
Artritis+Kardiomegali+ Total

awal
ke

selama 6 minggu.
selamaPrednison
Masuk

dekomp.
Dekomp. Kordis

sekolah

Kordis
setelah 12 Minggu,
2mg/kgBB selama
mobilisasi bertahap
dekom
teratasi
2 minggu, tap off
selama 17 minggu
selama 2 minggu
dilarang olah raga.
Asetosal
75 mg/kgBB
Mulai
minggu

awal
ke

selama 6 minggu.
5 tahun

85

Pengobatan Karditis
Pengobatan karditis masih kontroversial, terutama untuk pemilihan pengobatan
pasien dengan aspirin atau harus steroid. Digitalis diberikan pada pasien dengan
karditis yang berat dan gagal jantung. Dosis digitalisasi total adalah 0,04-0,06
mg/kg dengan dosis maksimum 1,5 mg. Dosis rumatnya adalah antara sepertiga
sampai seperlima dosis digitalisasi total, diberikan dua kali sehari. Pengobatan
obat jantung alternatif dipertimbangkan bila pasien tidak berespon terhadap
digitalis.8
Pengobatan Korea
Pada kasus korea yang ringan pada umumnya hanya memerlukan tirah baring.
Pada kasus berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea. Obat
yang sering dipergunakan adalah fenobarbital dan haloperidol. Keberhasilan obat
ini bervariasi. Fenobarbital diberikan dalam dosis 15 sampai 30 mg tiap 6 sampai
8 jam, bergantung pada respon klinis. Pada kasus berat, kadang diperlukan 0,5 mg
setiap 8 jam. Obat antiradang tidak diperlukan pada korea, kecuali pada kasus
yang sangat berat, dapat diberikan steroid.
C. Pengobatan Etiologik
Pengobatan etiologik dilakukan dengan cara eradikasi kuman Streptokokus
pada saat serangan akut dan pencegahan sekunder demam rematik.
Cara pemusnahan Streptokokus dari tonsil dan faring sama dengan pengobatan
faringitis Streptokokus, yakni pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan
dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600.000 samapi
900.000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral 400.000 unit
(250 mg) diberikan 4 kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai
alternatif. Eritromisin 50 mg/kgBB sehari dibagi 4 dosis yang sama, dengan
maksimum 250 mg 4 kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang
alergi penisiin. Obat lain seperti sefalosforin yang diberikan dua kali sehari

86

selama 10 hari juga efektif untuk pengobatan faringitis streptokokus, seperti pada
tabel di bawah ini :
Tabel Pengobatan eradikasi kuman Streptokokus
Pemberian

Jenis antibiotik

Dosis

Intramuskuler

Penisilin Benzatin

BB > 30 kg 1,2 juta

Frekuensi
Satu kali

-Penisilin V

BB< 30 kg 600.000
400.000/250 mg

4 x/hari selama 10 hari

-Eritromisin

50 mg/kgBB/hari

4x/hari selama 10 hari

Oral

-Yang

lain

sepertiDosis bervariasi

Sefalosporin,
Klindamisin,
Nafsilin, Amoksisilin

Prognosis
Pada demam reumatik, hanya kelainan jantung yang dapat menetap,
meninggalkan sekuele. Kelainan sendi, bagiamana pun beratnya selalu akan
sembuh sempurna tanpa gejala sisa. Tidak akan ada kelainan saraf yang menetap
kecuali episode serangan korea berulang. Jadi prognosis pasien terutama
ditentukan kelainan pada jantung pada fase akut, serta adanya gejala sisa
kelainan katup jantung.
Sudah barang tentu derajat kelainan jantung, baik pada fase akut maupun
sebagai gejala sisa, menentukan prognosis. Prognosis lebih buruk pada pasien
berumur di bawah 6 tahun atau bila pemberian profilaksis sekunder tidak
adekuat sehingga terdapat kemungkinan terjadinya reaktivasi penyakit.
Menjelaskan pada keluarga dan pasien mengenai perjalanan penyakit,
pentingnya pengobatan yang teratur, pendidikan dan perawatan

87

Perjalanan Penyakit
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik
dapat dibagi dalam 4 stadium:
A. Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman betaStreptococcus hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya,
keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang
disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada
pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tandatanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali
membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri
tanpa pengobatan.
Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas
pada penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik, yang biasanya
terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik / penyakit
jantung reumatik.
B. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini
berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan
berbulan-bulan kemudian.
C. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik,
saat timbulnya pelbagai manifestasi klinis demam reumatik / penyakit jantung
reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala
peradangan umum dan manifestasi spesifik demam reumatik/penyakit jantung
reumatik.
Gejala Peradangan Umum

88

Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola


tertentu. Anak menjadi lesu, anoreksia, lekas tersinggung dan berat badan
tampak menurun. Anak kelihatan pucat karena anemia akibat tertekannya
eritropoiesis, bertambahnya volume plasma serta memendeknya umur
eritrosit. Dapat pula terjadi epistaksis dan bila banyak dapat menambah berat
derajat anemia. Artralgia, rasa sakit di sekitar sendi selama beberapa
hari/minggu juga sering didapatkan; rasa sakit akan bertambah bila anak
melakukan latihan fisis. Gejala klinis lain yang dapat timbul ialah sakit
perut, yang kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai
apendisitis akut. Sakit perut ini akan memberi respons cepat dengan
pemberian salisilat. Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tandatanda reaksi peradangan akut berupa terdapatnya C-reactive protein dan
pemberian salisilat. Titer ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada
pemeriksaan EKG dapat dijumpai pemanjangan interval P-R (blok AV
derajat I ). Sebagian gejala-gejala peradangan umum ini penting untuk
diagnosis dan dikelompokkan sebagai gejala minor.
Manifestasi Spesifik (disebut juga gejala mayor)
1. Arthritis
2. Karditis
3. Korea
4. Eritema Marginatum
5. Nodul Subkutan
D. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam
reumatik tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa
gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan
katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.

89

Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
Pentingnya pegobatan yang teratur, pendidikan dan perawatan
Anak penderita demam rematik yang tidak mendapatkan penanganan
maksimal akan menderita jantung rematik saat dewasa kelak. Penyakit jantung
rematik menyerang katup-katup jantung. Biasanya, terdapat jeda sekitar 7-10
tahun agar demam rematik berubah menjadi penyakit jantung rematik. Oleh sebab
itu deteksi dini dan pengobatan menyeluruh amat diperlukan.
Sementara itu, apabila anak telanjur terkena demam rematik ada
serangkaian pengobatan dan perawatan yang perlu dicermati. Anak harus dirawat
secara khusus untuk mematikan kuman tadi. Akan diberikan obat yang membantu
meningkatkan kekebalan tubuh selama 4 minggu kepada penderita demam
rematik. Dengan demikian, anak setidaknya menginap selama sebulan di rumah
sakit.
Setelah melewati masa sebulan, perawatan anak tidak bisa dilepaskan
sembarangan. Masih ada serangkaian perawatan khusus dan kontrol serius yang
dilakukan.
Perawatan biasanya memakan jangka waktu yang amat panjang. Penisilin
disuntikkan sampai anak berusia 25 tahun. Malahan pada beberapa kasus suntikan
penisilin diberikan selamanya, bergantung pada tingkat keparahan. Suntikan itu
bertugas mencegah supaya anak yang memiliki sejarah demam rematik tidak
terkena jantung rematik.
Pencegahan primer
Yang dimaksud pencegahan

primer adalah pengobatan yang adekuat

terhadap semua penderita infeksi saluran nafas bagian atas akibat betaStreptococcus hemolyticus grup A, untuk ini diperlukan kemampuan pengenalan
terhadap infeksi Streptococcus oleh para dokter. Jenis obat, cara pemberian
dosisnya sama dengan untuk eradikasi pada pengobatan demam reumatik akut.

90

Pencegahan sekunder
Yang dimaksud pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya infeksi
Streptococcus pada penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik pada
stadium inaktif / tenang, termasuk mereka yang hanya pernah menunjukkan gejala
korea minor saja.
Cara pencegahan sekunder yang diajukan The American Heart Association
dan WHO yaitu dengan pemberian suntikan penisilin berdaya lama setiap bulan.
Pada keadaan-keadaan khusus, atau pada pasien resiko tinggi, suntikan diberikan
setiap 3 minggu. Meskipun nyeri suntikan dapat berlangsung lama, tetapi pasien
lebih suka dengan cara ini karena dapat dengan mudah dan teratur melakukannya
satu kali setiap 3 atau 4 minggu, dibandingkan dengan tablet penisilin oral setiap
hari. Preparat sulfa yang tidak efektif untuk pencegahan primer terbukti lebih
efektif dari pada penisilin oral untuk pencegahan sekunder. Dapat juga digunakan
sulfadiazin yang harganya lebih murah daripada eritromisisn, seerti tertera pada
tabel dibawah ini.
Tabel Pencegahan sekunder demam reumatik

Pemberian
Intramuskuler

Oral

Jenis Antibiotik
Dosis
Penisilin Benzatin BB>30 kg 1,2 juta

Frekuensi
Setiap 3-4 minggu

Penisilin V

BB<30 kg 600.000
250 mg

Eritromisin

250 mg

2 kali sehari

Sulfadiazin

BB > 30 kg 1gr

Sekali sehari

BB< 30 kg 0,5 gr

Sekali sehari

2 kali sehari

Lama pemberian pencegahan sekunder sangat bervariasi, bergantung pada


berbagai faktor, termasuk waktu serangan dan serangan ulang, umur pasien dan

91

keadaan lingkungan. Makin muda saat serangan, makin besar kemungkinan untuk
kumat, setelah pubertas kemungkinan kumat cenderung menurun. Sebagian besar
kumat terjadi dalam 5 tahun pertama sesudah serangan terakhir. Dengan
mengingat faktor-faktor tersebut, maka lama pencegahan sekunder disesuaikan
secara individual. Pasien tanpa karditis pada serangan sebelumnya diberikan
profilaksis minimum lima tahun sesudah serangan terakhir, sekurangnya sampai
berumur 18 tahun.
Pencegahan sekunder harus dilanjutkan selama pasien hamil, akan tetapi
sebaiknya tidak dipakai sulfadiazin karena mendatangkan risiko terhadap janin.
Remaja biasanya mempunyai masalah khusus terutama dalam ketaan minum obat,
sehingga perlu upaya khusus terutama dalam ketaatannya minum obat, sehingga
perlu upaya khusus mengingat risiko terjadinya kumat cukup besar. Untuk pasien
penyakit jantung reumatik kronik, pencegahan sekunder untuk masa yang lama,
bahkan seumur hidup dapat diperlukan, terutama pada kasus yang berat. Beberapa
prinsip umum dapat dikemukakan pada tabel berikut.
Tabel Durasi pencegahan sekunder demam reumatik

Kategori

Durasi
Demam rematik dengan karditis10 th sejak episode terakhir sampai usia
40 th. Kadang seumur hidup
dan kelainan menetap
Demam rematik dengan karditis10 th atau sampai berusia 25 th
tanpa kelainan katub yang menetap
5 th atau sampai berusia 18 th
Demam rematik tanpa karditis

BAB VI

92

PENYAKIT JANTUNG DIDAPAT


NON-REUMATIK

Penyakit Jantung didapat non- reumatik adalah penyakit jantung yang


tidak digolongkan ke dalam penyakit jantung demam reumatik dan juga bukan
penyakit jantung bawaan. Berikut ini beberapa contoh penyakit jantung didapat
non- reumatik.

1.

Difteri
Adalah penyakit toksikoinfeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
Corynnebacterium diphteriae. Penyebaran dan penularan terutama terjadi
melalui udara bersama droplet atau dari eksudat lesi kulit treinfeksi.

Epidemiologi
Miokoardiopati difteri toksika, menurut kepustakaan memiliki prevalensi
sekitar 10-25% dari penderita dengan difteri, dengan angka mortalitas
sekitar 50-60%. Miokarditis sering dapat dideteksi pada penderita dengan
gejala difteri yang tidak khas. Hal ini terutama berkaitan terjadi pada anak
yang lebih tua, dengan korelasi langsung dengan luas dan keparahan lesi
orofaring eksudatif lokal dan juga dengan waktu penundaan pemberian
antitoksin.

Patofisiologi
Setelah kuman Corynnebacterium diphteriae masuk dalam tubuh,
kuman segera memproduksi eksotoksin (toksisn fragmen A dan B), yang
akan diabsorbsi oleh mukus membran dan dibawa oleh system sirkulasi ke
seluruh tubuh, termasuk jantung. Toksin tersebut pada jantung
menyebabkan degenerasi parenkim, infiltrasi lemak dalam jaringan
jantung dan nekrosis miokardium, dengan jalan mennghambat polimerase
RNA penghasil enzim dan protein jaringan jantung. Sehingga akan tampak

93

dilatasi

kardiomiopati

dan

hipertrofi.

Akibatnya

terjadi

blokade

antrioventrikular, blokade berkas His, atau ekstra sistol. Akibatnya terjadi


gangguan sistem konduksi dan kontraktilitas jantung. Kelainan morfologis
jantung dan gangguan yang dapat terjadi :
-

menurunnya daya oksidasi terhadap lemak rantai


panjang

menurunnya konsentrasi karnitin

penumpukan trigliserida berlebihan


selain itu kadar enzim SGOT, SGPT, LDH-1, dan CPK dalam plasma

meningkat akibat kerusakan sel jantung (mionekrosis).

Gambaran Klinis
Secara khas bukti adanya toksisitas pada jantung pada umumnya terlihat
pada minggu ke-2 dan ke-3 ketika lesi pada faring membaik. Namun pada
difteri yang memiliki virulensi tinggi, kolaps sirkulasi dapat terjadi pada
minggu pertama akibat eksotoksin yang menyerang berbagai organ vital,
saraf khususnya region splanknikus, pembuluh darah dan mengakibatkan
perdarahan kelenjar suprarenal. Anak terlihat sakit berat, nadi cepat,
takikardi, akral dingin dan pucat serta tekanan darah turun yang
menggambarkan kegagalan sirkulasi. Takikardi sinus yang

tidak

proporsional dengan tingginya demam menggambarkan toksistas jantung


atau sistem otonom tetapi tidak khas karena dapat disebabkan oleh
berbagai sebab. Jika terjadi bradikardi, maka perlu diwaspadai dan harus
segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Disritmia jantung tunggal atau
progresif dengan blokade jantung derajat I, II dan III, disosiasi
atrioventrikuler dan takikardi ventrikuler. Irama derap dan aritmia dapat
terjadi dan harus dinilai dengan EKG. Pada blok AV berat dapat timbul
sindrom Adams-Stokes, dan pada stadium akhir dapat terjadi gagal jantung
kongestif yang prognosisnya buruk.

Gambaran EKG
Terlihat gambaran tidak khas seperti takikardia sinus dan perubahan
gelombang T-nonspesifik (dapat terjadi pada demam, komplikasi paru dan

94

gangguan elektrolit). Perubahan gelombang T disertai depresi segmen ST


atau elevasi bermakna yang menunjukkan kerusakan miokardium.
Gangguan sistem konduksi berupa blok AV derajat I (interval P-R
memanjang), derajat II dan III, Right Bundle Branch Block, Light Bundle
Branch Block dan disosiasi atrioventrikular. Takikardia ventrikel, fibrilasi
ventrikel dan asistol merupakan stadium akhir. Gambaran klinis berat yang
terlihat pada gangguan konduksi berat terutama diakibatkan oleh gangguan
hemodinamik.

Permeriksaan Radiologis
Pada miokarditis difterika, pemeriksaan radiologis hanya berarti pada
stadium akhir dimana terjadi pembesaran jantung dan kongesti paru akibat
gagal jantung.

Pemeriksaan Laboratorium lainnya


Penentuan kadar enzim seperti SGOT (kerusakan jaringan kronis),
SGPT, LDH dan CPK dapat membantu meramalkan beratnya perjalanan
penyakit prognosis penyakit. Kadar SGOT dan SGPT yang sama-sama
meningkat menunjukkan adanya nekrosis sel jantung yang disertai gagal
jantung.

Diagnosis
Berbagai prosedur diagnostik seperti pemeriksaan specimen, pewarnaan
usap tenggorok dan kultur menggunakkan serum loeffler dapat dilakukan,
tetapi untuk miokarditis difterika terdapat pemeriksaan khas sebagai
penunjang penegakkan diagnosis miokarditis difterika. Secara klinis,
diagnosis miokarditis difterika dapat ditegakkan dengan menemukan
adanya irama derap, bradikardi atau gagal jantung. Pada gambaran EKG
ditemukkan gangguan sistem konduksi dengan disertai atau tidak
perubahan gradien QRS-T dan perubahan segmen ST yang nyata. Dan
pada pemeriksaan laboratorium ditemukan SGOT yang meningkat.

95

Penatalaksanaan

i.

Antitoksin

ii.

Dasar Dosis
Hanya lesi kulit
Penyakit faring/laring 48 jam
Lesi nasofaring
Penyakit meluas lama 72 jam
Pembengkakan leher difus
Antibiotik

Dosis Antitoksin (U)


20.000-40.000
20.000-40.000
40.000-60.000
80.000-100.000
80.000-100.000

Eritromisin

Penisilin G, Penisilil Prokain

Terapi paliatif
a.

Tirah baring minimal 2 minggu

b.

Obat penenang pada anak yang gelisah

c.

Diet mudah dicerna, yang memudahkan


defekasi

d.

Mencegah

berbagai

keadaan

yang

meningkatkan kerja jantun seperti obstipasi, mengedan dan


sebagainya
e.

Kortikosteroid dosis tinggi

f.

Bila

gagal jantung diberikan digitalis,

diuretikum, diet rendah garam dan oksigen.


g.

Bradiaritmia diatasi dengan pertama-tama


sulfas atropine, jika gagal isopril atau alat pacu jantung.

Prognosis
Prognosis miokarditis difterika bergantung pada berat ringannya
penyakit, kelainan EKG, kadar SGOT/SGPT. Perubahan segmen ST
umumnya memiliki prognosis baik, namun gangguan konduksi berat
umumnya memiliki prognosis yang buruk. Tetapi dengan adanya berbagai
kemajuan dibidang kedokteran seperti alat pacu jantung, maka prognosis
dapat menjadi lebih baik.

96

2.

Gangguan Elektrolit

Natrium
Natrium merupakan cairan kation terbanyak dalam cairan ekstraseluler dan
juga merupakan solut utama yang aktif mempertahankan volume intravaskular
dan intraseluler. Jumlah natrium tubauh adalah 58meq/kgbb, dengan perbandingan
6.5meq/kgbb ada di dalam plasma 16.8meq/kgbb ada di cairan intersisial, dan
1.4meq/kgbb dalam cairan intraseluler. Bila terjadi perubahan dalam jumlah
natrium tubuh biasanya mencerminkan adanya perubahan natrium ekstraseluler.
Konsentrasi natrium dalam cairan intersisial merupakan 97% kadar natrium
serum.
Kebutuhan natrium dalam keadaan normal untuk keperluan praktis
diperhitungkan sebesar 2-3meq/100 kal.

Hiponatremia
Hiponatremia dapat terjadi ajibat defisit primer natrium atau intoksikasi ai.
Hiponatremia yang terjadi akibat penurunan kadar natrium dalam darah
tidak memberikan gejala spesifik pada jantung. Namun pada hiponatremia
akibat intoksiskasi air, dapat terjadi kelebihan beban cairan tubuh yang
akan mempengaruhi

beban kerja jantung. Terapi terbaik

untuk

hiponatremia adalah dengan pemberian natrium pada defisit natrium


primer atau diet pembatasan asupan konsumsi air.
Sebab-sebab hiponatremia : pemberian air berlebih, diare berat, penyakit
addison.

Hipernatremia
Hipernatremia (konsumsi natrium lebih dari 10meq/kgbb/hari) dapat
menyebabkan hipertensi akibat penigkatan volume air ekstraselular,
meskipun keadaan ini tidak begitu nyata pada manusia tetapi konsumsi
natrium berlebihan seharusnya dihindari. Pengobatan terbaik ditujukan
untuk menghilangkan kelebihan natrium dalam tubuh. Cairan glukosa

97

dalam air, kalium asetat dan kalsium dapat diberikan sesuai dengan
kebutuhan. Pada keadaan gagal jantung dapat diberikan obat digitalis.
Sebab-sebab hipernatremia : pemberian natrium berlebihan, kehilangan
banyak cairan ( diare hebat, diabetes insipidus), atau kehilangan cairan
dalam jumlah normal pada anak yang sedang koma.
Kalium

Hipokalemia
Hipokalemia menyebabkan selisih potensial elektrik membran sel
meningkat, sehingga perbedaan antara potensial eksitasi dan potensial
istirahat bertambah yang selanjutnya akan menghambat pembentukan
impuls, transmisi dan kontraksi otot sehingga akan menyebabkan
perubahan fungsi sel otot jantung. Perubahan EKG terutama berupa
mendatarnya gelombang T dan munculnya gelombang U.
Sebab-sebah hipokalemia : hiperaldosteronisme primer, malnutrisai, diare
kronik, penyakit dengan muntah berulang (stenosis pilorus, akalasia),
pemberian diuretik, dll.

Hiperkalemia
Penyebab utama hiperkalemia adalah gangguan mekanisme eksresi ginjal.
Hiperkalemia akan menyebabkan penurunan potensial transmembran
terhadap

ambang

depolarisasi,

rangsang

percepatan

sehingga

repolarisasi

menyebabkan
dan

kelambanan

perlambatan
konduksi.

Hiperkalemia dapat menyebabkan paralisis flaksid pada jantung bila tidak


diobati. Gambaran EKG yang khas adalah gelombang T yang runcing.
Pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks QRS merupakan
pertanda bahaaya akan timbulnya fibrilasi ventrikel sampai henti jantung
pada keadaan diastol. Karena perjalanan penyakit jantung dapat terjadi
dengan cepat sehingga hiperkalemia harus ditanggulangi sebagai gawat
darurat.
Sebab-sebab hiperkalemia : gagal ginjal akut/kronik, luka bakar, asidosis
metabolik, keadaan sakit parah, atau sebelum meninggal, obat-obatan

98

(suksisnil kolin, digitalis), insufisiensi adrenal, pemakaian diuretik hemat


kalium, dll.
Magnesium

Hipomagnesemia
Hipomagnesemia berpengaruh terhadap aktifitas jantung disertai kelainan
konduksi yang terlihat pada EKG. Penanganan utama terutama untuk
meningkatkan kadar magnesium dalam plasma, dengan injeksi larutan
MgSO4 ataupun penambahan magnesium dalam cairan rumatan harian.
Sebab-sebab hipomagnesemia : diare kronis atau muntah-muntah,
sariawan,

terapi

cairan

berkepanjangan

rendah

magnesium,

hiperaldosteronisme primer, dll.

Hipermagnesemia
Gangguan jantung yang dapat menyertai hipermagnesemia antara lain
gangguan konduksi atrioventrikuler dan intraventrikuler. Pengobatan
dilakukan

dengan

pemberian

kalsium

glukonat

intravena

untuk

membalikan efek deplesi magnesium yang terjadi dan kelainan jantung


yang menyertai.
Sebab-sebab hipermagnesemia : gagal ginjal akut, penyakit Addison,
keracunan iatrogenic untuk pengobatan hipertensi atau toksemia
gravidarum., pemberian MgSO4 enema pada penyakit megakolon, dll
Kalsium

Hipokalsemia
Kekurangan kalsium banyak berpengaruh pada mineralisasi tulang yang
abnormal pada bayi dan anak, namun pengaruh akibatnya terhadap jantung
tidak spesifik.

Hiperkalsemia

99

Pada hiperkalsemia idiopatik, dapat terjadi pada bayi dengan gambaran


klinis berupa wajah khas elfin dan stenosis aorta supravalvular yang
disebabkan oleh hipersensitifitas terhadap vitamin D. Kekurangan kalsium
berat harus diwaspadai karena dapat mengakibatkan aritmia jantung.
Sebab-sebab : hiperparatiroidisme primer atau tersier, intoksikasi vitamin
D, immobilisasi, penggunaan diuretic thiazide, sindrom alkali-susu,
pemberian diuretik thiazide, dan sarkoidosis.

3.

Nefritis
Nefritis merupakan penyakit peradangan sel parenkim ginjal yang memiliki
variasi bentuk peradangan dan juga bentuk klinisnya. Kelainan jantung yang
ditimbulkannya sebagai pengaruh manifestasi sistemik dapat berkaitan
dengan:

Hipertensi
Akibat terjadinya peradangan perenkim dan vaskuler pada ginjal maka
aliran darah ke ginjal akan berkurang (iskemia ginjal), yang akan
menyebabkan aktivasi sistem rennin-angiotensin. Pengaktifan sistem
rennin-angiotensin tersebut akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah tubuh sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sistemik.
Hipertensi yang berlangsung secara kronis atau berat dapat menyebabkan
ensefalopati hipertensif atau gagal jantung.
Untuk mencegah terjadinya komplikasi diatas penggunaan rasional obatobat anti hipertensif seperti resepin, diuretikum, hidralazin atau
magnesium sulfat pada ensefalopati hipertensif dapat menolong.

Hipertrofi jantung
Pembesaran jantung pada nefritis terjadi akibat bertambahnya beban
jantung akibat retensi cairan, dan akan sembuh kembali sejalan dengan
membaiknya penyakit primer ginjal tersebut.

Kelainan EKG

100

Kelainan EKG yang banyak terjadi adalah perubahan non-spesifik


gelombang T baik rendah, datar atau terbalik pada hantaran I dan II dan
pada prekordium kiri. Adanya depresi segmen ST menunjukkan gangguan
miokardium yang reversibel.

Gagal Jantung
Gagal jantung yang terjadi, umumnya akibat 3 faktor :
i. Hipertensi
ii. Gangguan otot miokard
iii. Bertambahnya volume darah karena penimbunan cairan
dalam tubuh dan retensi natrium
Dispnoe, bendungan paru dengan akibat edema paru, bendungan system
porta yang berakibat pembesaran hati dan peningkatan tekanan vena
jugularis merupakan tanda-tanda gagal jantung lanjut. Deteksi dini dapat
dilakukan dengan ditemukkannya takikardia, irama derap, bising sistolik
apikal, hipertrofi jantung dan kelainan EKG. Pengobatan gagal jantung
dilakukan dengan pemberian digitalis, anti diuretika, obat anti hipertensi
(jika terdapat hipertensi) dan diet rendah garam dan pemberian oksigen.

Prognosis nefritis dengan kelainan jantung bergantung pada pengobatan yang


diberikan dan penyembuhan kelainan primer ginjal itu sendiri.

4.

Anemia

Patofisiologi
Berkurangnya volume sel darah sistemik atau penurunan Hb dibawah 7
gr%, akan menyebabkan peningkatan curah jantung, insufisiensi koroner
dan nerkurangnya cadangan jantung. Peninggian curah jantung disertai
dengan penurunan resistensi perifer dan peningkatan volume darah vena.
Pembesaran jantung dapat terjadi bila kadar Hb < 5 gr%, yang tidak
berbanding lurus dengan derajat anemia.

Gambaran Patologi Anatomis

101

Terlihat pembesaran ventrikel kiri dengan degenerasi lemak, focus-fokus


nekrosis miokard. Pada keadaan hemosiderosis, ditemukkan juga
penimbunan hemosiderin dalam jaringan miokard.
Gambaran Klinis

Keluhan anemia merupakan gambaran klinis yang terutama, disertai


kelainan kardiovaskular berupa

Takikardia

Telapak tangan basah dan hangat

Tekanan darah sistolik meningkat, rendah atau


normal disertai tekanan darah diastolic yang sangat rendah sehingga
tekanan nadi meningkat.

Aktivitas ventrikel kiri meningkat


Pada umumnya yang terdengar adalah bising ejenksi sistolik fungsional

(Bising Jantung Hemik) akibat meningkatnya aliran darah dalam katup


semilinaris yang dapat terdengar didaerah basis jantung dan dapat
menjalar sampai ke apeks.

Gagal jantung
Keadaan anemia yang berat dapat menjurus kepada gagal jantung.
Akibat kegagalan dalam memompa volume darah dalam jumlah yang
besar secara terus-menerus akan mengakibatkan kerusakana miokard yang
terutama lebih mudah terjadi pada anak yang lebih tua dan orang dewasa.

Gambaran EKG
Masih normal pada keadaan anemia yang ringan. Pada keadaan
insufisiensi koroner sementara terlihat ST-T, depresi ST, gelombang T
yang mendatar atau terbalik yang umumnya terjadi pada prekordium kiri.

Pengobatan
Untuk anemia ringan dapat diberikan tablet sulfas ferosus, namun untuk
keadaan yang berat harus diberikan infus Packed Red Cell secara hati-hati
untuk menghindari overloading dalam jumlah tidak banyak dan berulang.
Juga perlu diobati penyakit spesifik tertentu utamanya.

102

Prognosis

Umumnya perubahan kardiovaskular dapat reversibel jika keadaan


anemia terobati dan pengobatan dilakukan dengan sesuai dan tidak
terdapat komplikasi lainnya.

BAB VII
KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG

P AYAH J A N T U N G
Definisi
Payah jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau arti lainnya adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward failure) atau kemampuan
tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi
(backward failure) atau keduanya.

Patofisiologi
Belum jelas seluruhnya sehingga masih dilakukan penelitian lebih lanjut.
Beberapa mekanisme adaptasi terjadi pada gagal jantung di antaranya adalah :

103

1. Faktor mekanis berupa hipertrofi dan dilatasi. Hipertrofi ventrikel karena


hiperplasia yang menyebabkan otot jantung bertambah tidak sebanding
dengan jumlah kapiler dan suplai oksigen akan mengakibatkan insufiensi
koroner relatif. Otot jantung yang hipertrofik masih bekerja baik pada
keadaan kompensasi dibandingkan dengan keadaan sudah dekompensasi.
Bila mekanisme hipertrofi ini tidak memadai sesuai dengan hukum Starling,
maka akan terjadi dilatasi.
2. Faktor biokimia. Terdapat perubahan biokimia; sampai saat ini masih terus
diselidiki mengenai produksi energi, penyimpanan dan penggunaannya.
Demikian pula mengenai myofibrillar adenosine triphospate activity dan
mekanisme kontraksi miokardium serta meningkatnya konsumsi oksigen.
3. Peranan sistem saraf adrenergik. Cadangan norepineprine dalam otot jantung
berkurang mungkin karena kesanggupan ujung saraf untuk mengambil serta
mengikat norepineprine berkurang atau berkurangnya jumlah ujung saraf
dalam miokard. Walaupun respons kronotropik dan inotropik terhadap
rangsangan simpatis menurun, namun respons terhadap noradrenalin yang
diberikan dari luar masih normal. Bertambahnya rangsangan simpatis yang
memperbaiki keadaan gagal jantung dengan cara meninggikan kontraksi,
berkurangnya peredaran darah tepi dan ginjal untuk menambah sirkulasi ke
daerah vital, seperti otak dan jantung dapat dibuktikan. Reseptor alfa
berfungsi pada sirkulasi tepi dan reseptor beta untuk meningkatkan frekuensi
dan kontraksi ventrikel. Dengan pemberian obat-obat pemblok beta
( propanolol, praktolol dan sebagainya.), maka gejala gagal jantung
bertambah nyata. Metabolisme katekolamin bertambah pada gagal jantung
yang terbukti dari ekskresinya yang meningkat dalam urin.
4. Peranan ginjal. Ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan Na dan air
karena:
a. Bertambahnya resorbsi Na pada tubulus
b. Aliran darah ke ginjal menurun relatif sehingga glomerulus filtration rate
menurun dan produksi urin berkurang.
c. Peningkatan rangsangan simpatis.

104

d. Menurunnya aliran darah ke ginjal akan merangsang pengeluaran renin


yang selanjutnya melalui angiotensin akan mengakibatkan rangsangan
pembentukan aldosteron.
Perubahan cairan dan elektrolit tubuh yang terjadi ialah:
1. Penambahan cairan tubuh total, terutama cairan ekstrasel.
2. Penurunan kalium intrasel
3. Elektrolit serum normal
5. Peranan eritrosit. Terdapat pergeseran pada disosiasi oksihemoglobin, seperti
tampak juga pada anemia, hipoksia dan tinggal di tempat yang tinggi.

Etiologi
A. Penyebab Gagal Jantung pada Neonatus
Disfungsi Miokard

asfiksia, sepsis, hipoglikemia, miokarditis

Beban Tekanan

stenosis aorta berat, koarktasio aorta, sindrom


hipoplasia jantung kiri.

Beban

Volume

(relatif

jarang)
Disritmia

duktus arteriosus, VSD


takikardi supraventrikuler, blok jantung komplit.

B. Penyebab Gagal Jantung pada Masa Bayi


Beban Volume
Kelainan Miokardium

VSD, PDA, TGA, atresia trikuspid.


miokarditis, penyakit Kawasaki,

Gagal Jantung sekunder

endokardial.
penyakit ginjal, hipertensi.

fibroelastosis,

C. Penyebab Gagal Jantung pada Anak


Demam Reumatik / Penyakit Jantung Reumatik.
Miokarditis virus
Endokarditis
Sekunder : penyakit ginjal, tirotoksikosis, kardiomiopati, kor pulmonal.

105

MANIFESTASI KLINIS
Tanda Klinik Payah Jantung Kiri
1. Takipnoe: bayi dengan gagal jantung dalam keadaan tidur menunjukkan
frekuensi pernapasan 50-100/menit. Sifat pernafasan yang cepat dan
dangkal ini disebabkan oleh terangsangnya berbagai reseptor yang ada
pada paru da jantung
2. Kesukaran minum : sering keluhan inilah yang menyebabkan anak
dibawa ke dokter. Bayi tersebut tampak cepat lelah pada waktu minum.
3. Wheezing dapat terdengar sebagai akibat kompresi jalan nafas atau edema
paru. Sputum tercampur darah.
4. Kapasitas vital menurun akibat kongesti dan edema paru.

Tanda Klinik Payah Jantung Kanan


1. Hepatomegali : pembesaran hati termasuk tanda penting dan terjadi
dengan cepat pada bayi karena relatif lebih mudah teregang.
2. Peninggian tekanan vena jugularis: sukar dinilai terutama pada bayi.
3. Edema : pada bayi jarang terjadi segera. Kenaikan berat badan 200-300
gram dalam 24 jam merupakan petunjuk adanya retensi cairan.
Pembengkakkan dapat terlihat di daerah punggung (sakrun), bagian
punggung tangan dan tungkai serta sekitar mata.

Membedakan payah jantung kanan/kiri yang ringan dan yang berat

Payah jantung kiri yang ringan

106

Dengan mekanisme kompensasi yang bekerja cukup cepat (perangsangan


simpatis) untuk sementara curah jantung pada gagal jantung ringan akan
dapat dicukupi. Dengan mekanisme kompensasi yang bekerja lambat yaitu
terjadinya retensi cairan oleh ginjal, maka jumlah aliran balik vena akan
bertambah dan curah jantung tetap cukup untuk metabolisme.

Payah jantung kiri berat yang tidak terkompensasi


Penderita bisa meninggal dengan edema atau syok kardiogenik dalam
waktu cepat. Penderita dapat pula bertahan beberapa lama sampai terjadi
retensi cairan, namun dengan demikian aliran balik vena akibat retensi
cairan oleh ginjal tetap tidak mampu menaikkan curah jantung. Retensi
cairan terus terjadi dan tekanan akhir diastol ventrikel kiri makin
meninggi, sehingga curah jantung akan makin turun karena kemampuan
ventrikel kiri terlampaui.

Payah jantung kanan yang ringan


Karena ventrikel kanan yang tidak bisa berkontraksi dengan optimal,
terjadi bendungan di atrium kanan, VCS, dan VCI. Pada jenis ini belum
terjadi gejala edema perifer, hepatomegali, dan splenomegali

Payah jantung kanan yang berat


Ventrikel tidak mampu memompa darah keluar, sehingga seperti pada
gagal jantung kiri tekanan akhir diastol ventrikel kanan akan meninggi.
Dengan demikian, maka tekanan di atrium kanan juga akan meninggi
diikuti bendungan di VCS, VCI, dan seluruh sistem vena. Hal ini secara
klinis dapat dilihat dengan adanya bendungan di v.hepatica (sehingga
menimbulkan

hepatomegali),

v.lienalis

(splenomegali),

dan

juga

bendungan di vena-vena perifer. Dengan demikian tekanan hidrostatik


pembuluh kapiler akan meningkat melampaui tekanan koloid osmotik,
maka terjadilah edema perifer.

107

Pengobatan payah jantung secara suportif dan medikamentosa.


1. Istirahat
istirahat mutlak ditempat tidur(tirah baring), terutama diperlukan pada anak
besar ang menderita payah jantung, dnegan posisi setengah duduk, dalam
suasana sesantai mungkin. Bayi dapat ditidurkan dengan posisi 30-40.
2. Oksigen
pemberian oksigen harus disertai perhatian terhadap kelembapan nya, agar
dapat membantu mengeluarkan sekret.
3. Obat penenang
obat penenang perlu diberikan pada pasien yang sangat gelisah, karena
kegelisahan akan menambah kerja jantung.
4. Perbaikan anemia
Anemia harus dikoreksi, bila paerlu dengan transfusi packed red cells dengan
tetesan hati-hati. Bila anemianya yang menyebabkan payah jantung, sebelum
pemberian digitalis harus diberikan transfusilebih dulu.
5. Antibiotik
Antibiotik spektrum luas dianjurkan diberikan pada fase akut, karena
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
6. Digitalis
Tujuannya untuk memperlambat frekuensi denyut jantung, memperkuat
kontraksi otot jantung dan meninggikan curah jantung. Dosis digitalis dapat
diberikan dalam 1-3 hari tergantung keadaan. Dosis awal biasanya 1?2 dosis
digitalis dan dilanjutkan dengan 1?4 dosis digitalis setiap 6-8 jam dengan cara
IV, IM, ataupun oral. Contoh obat digitalis : digoksin, digitoksin, dan
lanatocid.
7. Diuretik
Diuretik sangat bermanfaat untuk mengurangi gejala bendungan, bila
pemberian digitalis saja tidak memadai. Tetapi diuretik tidak memperbaiki

108

myocardial performance. Terdapat 5 golongan diuretik: golongan


organomerkurial, golongan sulfodinamik anhidrase, golongan tiazid,
golongan etakrinik dan furosemid, golongan antagonis aldosteron. Hanya 3
golongan terakhir yang sering digunakan pengobatan pada payah jantung.
8. vasodilator
Tujuannya untuk mengurangi resistensi vaskuler sistemik, meninggikan
venous capacitance, meninggikan curah jantung, menurunkan tekanan
diastolik ventrikel, sedikit menurunkan tekanan arteri sistemik, sedangkan
frekuensi jantung tidak berubah. Jenis obat ini adalah sodium nitroprusid,
fentolamin, nitrogliserin isosorbid dinitrat, hidralazin hidroklorid, prazosin,
enalapril dan kaptopril. Penggunaan kombinasi isorbid dinitrat dan hidralazin
memberikan hasil yang lebih baik untuk menurunkan tekanan diastolik
ventrikel kiri, meninggikan indeks jantung dan indeks sekuncup.
9. Obat inotropik
Di unit perawatan khusus, obat-obat norepinefrin, isoproterenol dan
dobutamin dapat digunakan pada payah jantung dengan curah jantung yang
rendah. Contoh obatnya : norepinefrin, isoprotenol 1mg dalam 250ml
dekstrose 5% 0,05-0,5gr/KgBB/menit, dopamin 2-4gr/KgBB/menit, dan
dobutamin 2-10gr/KgBB
10. Dietetik
Pada bayi yang menderita gagal jantung diusahakan pemberian minum
dengan porsi kecil tapi sering, sehingga kebutuhan cairan dan kalori
terpenuhi. ASI atau susu buatan yang memiliki komposisi yang hampir sama
dengan komposisi ASI, lebih baik daripada susu yang mengandung kadar
protein dan mineral yang tinggi. Pada anak yang sudah besar diberikan
makanan lunak rendah garam.

Tanda klinis keracunan digitalis

109

Pada penggunaan preparat digitalis harus diperhatikan adanya kemungkinan


terjadi keracunan digitalis. Gejala tersebut dapat berupa mual, muntah, gangguan
virus, bradikardia.

Bahaya penggunaan diuretika :


Tiazid adalah obat terpilih untuk gagal jantung. Tetapi pemberian tiazid pada
gagal jantung atau hipertensi yang disertai gangguan fungsi ginjal harus dilakukan
dengan hati-hati sekali, karena obat ini dapat memperhebat gangguan tersebut
akibat penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan hilangnya natrium, klorida dan
kalium yang terlalu banyak sehingga mengakibatkan hipokalemia.
Furosemid biasanya digunakan untuk menegani bendungan paru pada infark
miokard akut. Penggunaan diuretik berlebihan dihindari sebab hipovolemia yang
diakibatkannya akan mengurangi curah jantung, mengganggu fungsi ginjal, dan
menyebabakan kelemahan umum. Selain itu, diuretik yang berlebihan dapat
menyebabkan pula udem yang refrakter.

Kasus yang harus mendapatkan kasus rujukan pada payah jantung :


1. pengobatan yang tidak adekuat
2. terdapat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
3. kemungkinan terdapatnya endokarditis bakterialis
4. kelainan jantung yang berat

Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis, yaitu :

110

1. pada umumya prognosis bayi dan anak dengan payah jantung lebih baik
daripada orang dewasa. Tetapi makin muda saat terkena payah jantung
2.
3.
4.
5.

makin buruk prognosisnya.


berat ringannya penyakit primer yang menyebabkan payah jantung.
lamanya payah jantung, apakah akut atau menahun.
cepat dan tepatnya pertolongan pertama.
hasil dan lamanya pengobatan digitalis dan diuretik, serta menetap atau

tidaknya kardiomegali.
6. adanya komplikasi penyakit paru, endokarditis bakterialis atau penyakit
lainnya.
7. keadaan umum pasien.
8. sering atau tidaknya kekambuhan payah jantung.

Menjelaskan perjalanan penyakit pada orangtua :


Dokter harus menjelaskan dengan kalimat yang mudah dimengerti, apa
artinya payah jantung, serta prinsip dan cara pengobatannya . pada anak yang
berobat jalan harus dijelaskan dengan baik dan benar cara penggunaan obat , diet
yang harus diberikan, pembatasan aktifitas bila diperlukan dan gejala serta tanda
keracunan obat.

ENDOKARDITIS BAKTERIALIS (SBE)


Definisi
Infeksi kuman yang menyerang katub jantung, endokardium, dan epitel
pembuluh darah yang disebabkan oleh berbagai kuman dan beberapa penyakit
dasar.

111

Tanda Klinis
1. Kelainan jantung
prubahan atau bertambahnya bising jantung yang relative cepat pada
kelainan jantung bawaan atau kelainan katup pada penyakit jantung
rhematik :
misalnya terdengar bising diastolik dini daerah aorta karena perforasi
katup aorta pada PDA dengan komplikasi endokarditis bakterialis.
2. Demam
biasanya demam ringan atau sedang berlangsung berminggu minggu atau
berbulan bulan. Kadang kadang terdapat pula demam yang tinggi.
3. Kelainan kulit

petekie

gejala ini tidak patognomik dan dapat terlihat pada penyakit lain.
Merupakan lesi eritematosa kecil kecil, tidak hilang pada
penekanan, berasal dari trombus dan embolus. Tampak pada kulit,
mukosa dan konjungtiva (roths spot). Bila disertai white center
petechiae lebih bermakna.

112

oslers nodes

berupa nodul intradermal merah dan nyeri, terdapat pada telapak


kaiki dan jari tangan, tenar dan hipotenar. Juga terjadi karena
embolus infektif di arterial distal.

Jenewae lesion

Berupa nodul pada telapak tangan dan kaki, disebabkan oleh


perdarahan.

Splinter hemorrhages

Yaitu lesi yang berwarna gelap dibawah kuku, yang bergerak


sesuai dengan pertumbuhan kuku, karena mikroembolisasi kapiler
linier dibawah kuku.

4. Embolus
embolus arterial walau jarang, dapat pula terjadi. Bila berasal dari jantung
kanan akan menimbulkan infark paru, biasanya pada permulaan dianggap
sebagai infeksi paru biasa. Bila berasal dari jantung kiri akan bersarang
pada otak, limpa, dan ginjal. Jarang pada ekstremitas. Pembuluh arteri
yang terkena akan mengalami ulserasi dan aneurisma yamng dapat pecah
sewaktu waktu.
5. Jari jari tabuh
terjadi pada 50 % penderita. Timbul setelah 3-6 minggu perjalanan
penyakit. Penyebab yang pasti belum diketahui.

Kelainan laboratorium yang khas pada SBE


1. kelainan ginjal

simple infraction yang akan menimbulkan hematuria

Minute emboli yang akan menimbulkan focal embolic nephritis

113

Abses milier ginjal

Glomerulonefritis difuse

Albuminuria ringan dengan hematuria mikroskopis bila ada


gagal jantung

2. Kelainan darah
Anemia

Anak tampak pucat sejak permulaan penyakit. Biasanya anemia


normositik normokrom dengan gambaran sumsum tulang yang
tidak khas.
LED

Meningkat kecuali pada pasien penyakit jantung kongestif,


gagal ginjal dan DIC. C-reaktif protein menurun bersamaan
seiring dengan terapi, tetapi tes ini tidak spesifik. Faktor
rheumatoid positif pada 40-50% pasien dengan durasi infektif
lebih dari 6 minggu
Leukositosis

Jumlah leukosit darah tepi brvariasi dari normal, leukositosis


ringan atau berat tergantung pada keadaan subakut atau akut
Hipergammaglobulinemia

Pengobatan etiologi SBE


Penyebab

Obat

Streptococcus viridans

Penicillin 6 jt satuan/hari IV

Enterococcus

Penicillin 10 jt satuan/hari IV +
Streptomisin 50 mg/KgBB/hr IM atau
Gentamisin 5 6 mg/KgBB/hr IV
Kloksasilin 200 300 mg/KgBB/hr IV

114

Sthaphylococcus

& Gentamisin 5 7 mg/KgBB/hr IV


Amfoterisin

Jamur

Prognosis SBE :
Sebelum era antibiotika, endokarditif hampir selalu fatal. Sekarang kematian
keseluruhan terdapat sekitar 30-35%. Bentuk subakut penyakit, terutama bila yang
disebabkan oleh streptokokus dapat disembuhkan pada 90-95% penderita, bila
ditemukan secara dini dan diterapi secara efektif. Endokarditis akut, terutama
disebabkan oleh streptokokus aureus yang resisten antibiotika, masih merupakan
bentuk infeksi yang gawat dengan angka kematian sekitar 60-80%. Penyebab
kematian yang utama adalah kegagalan jantung yang biasanya sekunder terhadap
kerusakan katup, erosi katup atau ruptur korda tendinae.

PERIKARDITIS
Definisi
Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis ataupun keduanya.
Respon perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah,
deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau
kalsifikasi. Itu sebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang
tidak khas sampai yang khas.
Perikarditis ialah manifestasi utama dari berbagai macam rasa nyeri, suara
gesekan perikarium, perubahan ekg, efusi pericardium, tamponade jantung, dan
nadi paradoksal. Rasa nyeri adalah suatu gejala yang penting tapi bukan
merupakan suatu symptom yang invariable pada berbagai macam perikarditis.

115

Rasa nyeri perikarditis biasanya kuat, nyeri ini secara khas belokasi di tengahtengah dada, menusuk kebelakang dan pinggiran trapezius.
Klasifikasi berdasarkan etiologi
A. Perikarditis infeksiosa
1.
2.
3.
4.
5.

Virus
Piogenik
Tuberculosis
Miotinik
Infeksi lain ( sifilis, parasit)

B. Perikarditis non-infeksiosa
1. Miokard infark akut
2. Uremia
3. Neoplasia
Tumor primer (benigna atau maligna)
Tumor metastase ke Perikardium
4. Miksedema
5. Kolesterol
6. Kiloperikardium
7. Trauma
Luka tembus dinding dada
Bukan luka tembus
8. Aneurisma aorta (dengan kebocoran kedalam kantong pericardium)
9. Pasca-penyinaran
10. Berhubungan dengan cacat sekat atrium
11. Berhubungan dengan anemia kronik berat
12. Mononucleosis infeksiosa
13. Demam mediteranian familial
14. Perikarditis familial
mulberry aneurysm
15. Sarkoidosis
16. Idiopatik akut
C. Perikarditis yang mungkin berhubungan dengan hipersensitifitas atau
otoimunitas
1. Demam reumatik
2. Penyakit vascular kolagen
Lupus eritematosus sistemik

116

Atritis rheumatoid
Scleroderma
3. Akibat obat
Prokainamid
Hidralazin
Lainnya
4. Paska-cedera cardiac
Pasca infark miokard (sindroma dressiner)
Pasca perikardiotomi

Patofisiologi
Radang

pericardium

menyebabkan

pengumpulan

cairan

dalam

sela

pericardium. Cairannya bervariasi sesuai dengan penyebab perikarditis, dapat


serosa, fibrinosa, purulen atau hemoragik. Tamponade jantung terjadi bila jumlah
cairan pericardium mencapai tingkat yang mengganggu fungsi jantung. Pada anak
sehat, normalnya ada 10-15 mL cairan dalam sela pericardium, sedang pada
remaja dengan perikarditis dapat terkumpul 1000mL cairan atau lebih. Untuk
setiap sedikit penambahan cairan, tekanan pericardium naik perlahan-lahan, tetapi
bila tingkat kritis dicapai, ada kenaikan tekanan yang cepat, memuncak pada
kompresi jantung yang berat. Hambatan pengisian ventrikel selama diastole,
kenaikan tekanan vena sitemik dan pulmonal, dan jika tidak diobati, akhirnya
curah jantung terganggu dan terjadi syok.

Tanda klinik
Sebagian penderita mengeluh nyeri dada. Sesuai dengan jumlah cairan di rongga
perikard, maka dapat menimbulkan gangguan hemodinamik dan akan timbul
keluhan sesak nafas dan gejala bendungan vena. Bila disertai miokarditis
(perikarditis) seperti yang sering ditemikan pada perikarditis rheumatik, terdapat
pula gambaran gagal jantung kongestif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
seorang anak yang tampak sakit berat, dispnue, takikardi, dan pulsus paradoksus,

117

yaitu melemahnya atau hilangnya nadi pada inspirasi yang lebih nyata tampak
pada pengukuran tekanan darah.

Kelainan khas radiologik


Pada posisi berdiri atau duduk maka akan tampak perbesaran jantung yang
berbentuk segitiga dan akan berubah bentuk menjadi bentuk globular pada posisi
tiduran. Kadang-kadang tampak gambaran bendungan vena. Pada fluoroskopi
tampak jantung membesar dengan pulsasi minimal atau tidak ada pulsasi sama
sekali (silent heart). Jumlah cairan yang ada dan besar jantung yang sebenarnya
dapat diduga dengan angiokardiogram atau ekokardiogram.

Kelainan laboratorik cairan perikardial berdasarkan etiologik


Cairan perikardium yang ditemukan dapat bersifat transudat seperti pada
perikarditis rheumatoid, rheumatik, uremik, eksudat serosa guinous dapat di
temukan pada perikarditis tuberkulosa dan rheumatika.
Cairan yang purulen ditemukan pada infeksi banal. Terhadap cairan peikard ini
harus diberikan pemeriksaan mikroskopis terhadap jenis sel yang ditemukan,
pemeriksaan kimia terhadap komposisi protein yang ada dan pemeriksaan
bakteriologis dengan sediaan langsung, pembiakan kuman atau dengan percobaan
binatang yang ditujukan terhadap pemeriksaan basil tahan asam maupun kumankuman lainnya.

Pengobatan
Terutama ditujukan pada penyakit dasarnya, yaitu pakah reuma, infeksi piogenik
atau tuberculosis. Pada cairan transudat atau eksudat pengobatan dengan
kortikosteroid sangat menolong. Bila terdapat gejala tamponade jantung, maka

118

cairan harus dikeluarkan sebanyak-banyaknya. Pada perikarditis purulenta,


pengeluaran cairan harus diteruskan dengan drainase oleh bagian bedah. Pada
kasus yang sudah lama yang desertai dengan penebalan perikard (pantser heart)
atau perikarditis konstriktiva dengan perlekatan yang menimbulkan gangguan
hemodinamik, harus dilakukan perikardiektomi.

Prognosis
Bergantung kepada penyebabnya. Pada perikarditis reumatik ditentukan oleh berat
ringannya miokarditis yang menyertainya. Prognosis perikarditis purulenta
ditentukan oleh cepatnya pengobatan antibiotika diberikan dan tindakan bedah
yang dilakukan. Kematian pada perikarditis tuberkulosa menjadi sangat menurun
dengan ditemukannya tuberkulostatikum yang lebih poten. Tanpa tindakan
pembedahan perikarditis konstriktiva mempunyai prognosis yang lebih buruk.

ARITMIA
Definisi
Aritmia adalah gangguan urutan irama atau gangguan kecepatan dari
proses depolarisasi, repolarisasi atau kedua duanya pada jantung. Keadaan ini
dapat disertai dengan atau tanpa penyakit jantung, dan juga dengan atau tanpa
gejala klinis. Istilah disritmia akhir akhir ini lebih banyak dipakai sebagai
pengganti istilah aritmia.disritmia senditi berarti kesalahan irama. Istilah aritmia
mungkin dapat diterapkan pada fibrilasi atrium, atau aritmia sinus, karena
memang pada kedua keadaan tersebut tidak terdapat pola irama tertentu.

Klasifikasi aritmia berdasarkan kelainan EKG :

119

1. takidisritmia yaitu disritmia yang terutam disebabkan oleh peningkatan


pembentukan rangasang :
1. takidisritmia sinus
2. kontraksi prematur atrium
3. kontraksi prematur AV junctional
4. takikardia supraventrikular
a.takikardi atrium ektopik automatik
b.takikardi AV junctional automatic
o paroksimal
o nonparoksimal
c.reentry nodus SA
d.rentry nodus AV
e.reentry melalui konduksi abnormal
o sindrom Wolf-Parkinson-wite (WPW)
o sindrom Lown-Ganong-Levine (LGL)
f.getar atrium
g.fibrilasi atrium
5. kontraksi prematur ventrikel
6. takikardi ventrikel
7.takikardi bidireksional
8.geletar ventrikel
9.vibrilasi ventrikel
10.sindrom bradidisritmia-takidisritmia

120

2. Bradisritmia yaitu disritmia yang disebabkan oleh berkurangnya


pembentukan rangsangan.
1.Aritmia sinus
2.Disritmia sinus
3.Blok sino auricular
4.Wandering pacemaker
5.Ritme AV junctional
6.Escape beat
3.

Gangguan konduksi
1.Blok interatrial
2.Blok atrioventrikular
a.Blok AV derajat I
b.Blok AV derajat II
- Mobitz tipe I
- Mobitz tipe II
c.Blok AV derajat II
d.Disosiasi AV .
3.Blok Fasikular (intraventrikular)
a.Blok univaskular
-Right bundle branch block (RBBB)
-Hemiblock anterior kiri
-Hemiblock posterior kanan

121

-Left bundle branch block (LBBB)


b.Blok bifasikular
c.Blok trifasikular
Klasifikasi disritmia secara fisis diagnostik
1. Takikardi Supraventrikular
Takikardi supraventrikular ditandai oleh jantung yang cepat (150280/menit). Kira-kira 1/3 kasus takikardi supraventrikular tidak dijumpai
kelainan kardiovaskular. Pada bayi dan anak kelainan ini paling sering
disebabkan oleh reentry pada sindrom WPW, kemudian reentry nodus AV,
takikardi supraventrikular ektopik automatik dan reentry nodus SA.
2. Takikardia supraventrikular paroksimal dengan blok
Merupakan keadaan yang berat, sering disebabkan oleh intoksikasi
digitalis dan kadang sulit dibedakan dengan getar atrium.
3. Getar atrium dan fibrilasi atrium
Pada getar atrium frekuensi atrium berkisar antara 200-300/menit. Pada
fibrilasi atrium rangsangan menyebar melalui atrium secara tidak teratur
dengan frekuensi berkisar antara 380-400/menit. Keduanya dapat menjadi
paroksimal (<2 minggu) atau kronik (>2 minggu).
4. Kontraksi ventrikel premature
Jenis disritmia ini paling sering dijumpai, dan pada umumnya bersifat
jinak. Dapat ditemukan pada anak normal, pengaruh psikis, akibat minum
kopi, teh, alkohol, keracunan digitalis, gangguan miokard.
5. Geletar ventrikel
Merupakan disritmia yang mengancam jiwa, dan sering mendahului
fibrilasi ventrikel atau henti jantung.
6. Fibrilasi ventrikel

122

Merupakan disritmia yang mengancam jiwa. Fibrilasi ventrikel dapat


dijumpai pada dying heart. Kelainan ini sering dijumpai pada infark
miokard, keadaan hipoksia disebabkan bermacam-macampenyebab
termasuk pembiusan operasi dan sesudah DC conversion, dapat juga
dipresipitasi oleh obat misalnya digitalis, kuinidin, dan prokainamid.
Dapat juga terjadi setelah hiperkalemia, hipokalemia, dan hiperkalsemia.
Pada fibrilasi ventrikel terjadi penghentian kontraksi efektif, menyebabkan
pasien tidak sadar beberapa detik.

Kasus rujukan disritmia


1. Bila medikamentosa gagal atau tidak mengalami perbaikan.
2. Mengganggu aktivitas sehari-hari.
3. Komplikasi henti jantung.

TROMBO-EMBOLI
Definisi
Emboli paru adalah keadaan terdapatnya materi pada pembuluh darah paru
yang mengakibatkan sumbatan terhadap pembuluh tersebut, baik sebagian atau
seluruhnya, materi abnormal ini berasal dari pembuluh darah perifer yang berjalan
melalui pembuluh vena sistemik tersebut ke dalam sirkulasi arteri pulmonalis.
Etiologi
1. Statis darah vena akibat obstruksi atau perlambatan aliran balik seperti
pada embolisasi, obesitas, gagal jantung.
2. Kerusakan dinding vena oleh trauma jaringan lunak, fraktur, operasi,
infiltrasi

dinding

pembuluh

darah

microorganisme.

123

oleh

sel

tumor

ganas

atau

3. Hiperkoagulabilitas

oleh

karena

trombositosis,

polisitemia

hemokonsentrasi atau kerusakan jaringan.

Kelainan pulsasi arteri perifer


Kelainan katup jantung, aritmia, endokarditis, infark miokard, fibrilasi
thrombus dan emboli oklusi arteri (pada percabangan arteri iliaca, arteri
femoralis dan arteri poplotea), pulsasi sebelah distal oklusi akan melemah/ hilang,
denyut arteri yang menghilang.

Patofisiologi
Jika embolus menyebabkan tertutupnya arteri pulmonalis utama atau
sebanyak 85% pulmonaly cross sectional area tidak mendapat darah, maka akan
terjadi kematian. Bila hanya 50-65% tidak mendapat darah akan terjadi kelainan
hemodinamik yang jelas adalah kenaikan tekanan arteri pulmonalis sehingga
beban kerja ventrikel kanan bertambah berat.
Timbulnya emboli dapat menyebabkan infark paru, yang baru tampak 1214 jam setelah saat penyumbatan pembuluh. Hal-hal yang memudahkan
timbulnya infark adalah:
a. Pembuluh darah yang tersumbat cukup besar
b. Sewaktu penutupan ada kongesti paru
c. Sesudah penyumbatan ada waktu timbulnya infark.

124

Emboli paru akan menyebabkan resistensi vaskuler paru meninggi. Hal ini
akan mengakibatkan tekanan sistolik ventrikel kanan meninggi. Bila terjadi gagal
jantung kanan, tekanan diastolic ventrikel kanan juga meninggi.

Gejala klinis :
1. Sesak nafas
2. Kelemahan umum yang disebabkan pengurangan curah jantung.
3. Rasa nyeri di dada
4. Kadang - kadang kegelisahan, kejang , koma yang disebabkan
pengurangan aliran darah ke serebral
5. Pucat, sianosis, frekuensi denyut jantung dapat meninggi, kadang
kadang aritmia, fibrilasi atrium, dilatasi ventrikel kanan, peniggian
bunyi jantung II ( pulmonal), bising sistolik pulmonal, irama derap
diastolic.

Diagnostik
Rasa sesak nafas, sianosis, rasa sakit di dada pada pemeriksaan radiologik
tampak arteri pulmonalis yang prominen, hiperfusi kontralateral. Diafragma sisi
yang terkena dapat meninggi, infiltrasi pada peradangan bila terdapat infark paru

Pengobatan
1. Oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksia.
2. Obat obat vasomotor seperti norepinefrin
3. Untuk mengurangi rasa nyeri berikan analgetik atau morfin
4. gagal jantung dapat ditanggulangi dengan mengoreksi hipoksia,
asidosis dan dengan pemberian digitalis secara hati - hati
5. Antikoagulans

125

6. tindakan pembedahan seperti interupsi vena adalah pengikatan vena


kava inferior bila terdapat kontraindikasi pemberian antikoagulans.
Embolektomi paru dilakukan pada pasien dengan hipotensi yang
refrakter.

Hipertensi Pulmonal
Etiologi
Penyebab Hipertensi pulmonal belum diketahui dengan pasti. Beberapa kosep
pathogenesis mempertimbangkan kepekaan individu dan rangsangan pemicu
sebagai factor pemula terhadap kerusakan dan perbaikan vascular pulmonal.
Hanya sedikit kelompok kecil ( seperti obat penekan nafsu makan dan pasien
HIV 1 ) yang menjadi hipertensi pulmonal. Kejadian Hipertensi Pulmonal dalam
satu keluarga menunjukkan kepekaan genetik. Bentuk kelainan bawaan adalah
autosomal dominan dengan rasio perempuan dan pria 2 : 1.
Stimulus yang dapat merangsang Hipertensi Pulmonal adalah bahan bahan
yang dapat dicerna, seperti obat penekan nafsu makan ( fenfluramin,
deksenfluramin yang menghambat uptake serotonin.), ekstrak monokrotalie,
bahan pelarut inhaler, metamfetamin, kokain, L- Tryptophan, infeksi ( HIV 1 ),
dan penyakit inflamasi.
Kerusakan saluran ion pada sel otot polos arteri pulmonal juga dapat
menambah vasokonstriksi. Kalsium intraselular berperan penting dalam regulator
kontraksi dan proliferasi otot polos vascular, dank anal kalsium yang menentukan
konsentrasi kalsium bebas sitoplasma mungkin terganggu pada pasien dengan
hipertensi pulmonal primer.
Vasokonstriksi diikuti oleh proliferasi dan fibrosis intima, thrombosis insitu, dan
perubahan plexogenik. Peningkatan ekspresi vascular endhotalial growth factor
( VEGF), suatu mitogen spesifik sel endothelial yang dihasilkan oleh makrofag
dan sel otot polos, berperan dalam remodeling vascular.

126

Predisposisi kerusakan endotel paru vasokonstriksi remodeling


thrombosis insitu hipertensi pulmonal Jaringan Pulmonal
a. Hipertensi Pulmonalis Pasif
Agar darah dapat mengalir melalui paru dan kemudian masuk ke dalam
vena pulmonalis maka tekanan dalam arteri pulmonalis harus lebih tinggi
dari pada dalam vena pulmonalis.
Dengan demikian, maka setiap kenaikan tekanan dalam vena pulmonalis
seperti pada stenosis mitral, isufisiensi mitral dan ventrikel kiri yang
hipertropi

akan

menyebabkan

peningkatan

tekanan

dalam

arteri

pulmonalis.
b. Hipertensi Pulmonal Reaktif
Sebagai reaksi akibat peningkatan dalam vena pulmonalis maka pada
beberapa penderita terjadi vasokonstriksi arteriol pulmonal yang aktif.
Vasokonstriksi ini menyebabkan resistensi terhadap pengaliran darah
melalui paru bertambah besar dan tekanan dalam arteri pulmonalis
meningkat.
Contoh: pada penderita dengan stenosis mitral yang berat dan kadang
kadang pada penderita dengan isufisiensi mitral atau dengan gagal jantung
kiri.
Faktor penyebab ini dihubungkan juga dengan factor familial
c. Aliran Darah Paru Yang Meningkat
Peningkatan aliran darah paru yang sedang, bila disertai dengan dilatasi
pembuluh darah paru dan terbukanya lubang saluran yang sbelumnya telah
menutup, maka dapat berlangsung tanpa terjadi peningkatan tekanan
dalam arteri pulmonalis. Kalau aliran darah itu lebih besar misalnya
sampai lebih dari 3 kali normal, maka di perlukan tekanan yang lebih
besar dalam paru agar pengaliran darah dapat berlangsung.
d. Vaskularisasi Yang Bertingkat
Bila 2/3 atau lebih dari vaskularisasi paru mengalami obliterasi, maka
diperlukan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis supaya tetap ada

127

aliran darah yang adekuat, misalnya pada kelainan dengan embolus paru
yang berulang, sehingga menyumbat arteri dan arteriol dalam paru.
Gambaran Klinis
Hipertensi pulmonal sering tidak menunjukan gejala yang spesifik. Gejala
gejala tersebut sering sulit dibedakan dengan hipertensi pulmonal sekunder atau
oeh karena kelainan jantung. Kesulitan utama adalah gejala umumnya
berkembang secara gradual. Gejala yang paling sering adalah dispnoe saat
aktivitas, fatique dan sinkop, refleksi ketidak mampuan menaikkan curah jantung
selama aktivitas. Angina tipikal juga dapat terjadi meskipun arteri koroner normal,
tetapi nyeri dada disebabkan oleh karena stretching arteri pulmonal atau iskemia
ventrikel kanan.
Hemoptisis oleh karena pecahnya pembuluh darah paru yang mengalami
distensi jarang terjadi, namun hemoptisis pada pasien dengan hipertensi pulmunal
suatu keadaan yang berbahaya.
Pada pemeriksaan fisik relative tidak sensitive untuk menegakkan diagnose
hipertensi pulmonal, namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain
dari hipertensi pulmonal. Pemeriksaan auskultasi pada pasien hipertensi pulmonal
umumnya bersih.
Bila ditemukan ronkhi dan wheezing, kemungkinan kelainan oleh karena penyakit
paru lain ( asma bronchial, bronchitis atau fibrosis ). Ronki basah seperti pada
gagal jantung kongestif menunjukkan penyakit jantung kiri, bukan hipertensi
arteri pulmonal.
GEJALA DAN TANDA HIPERTENSI PULMONAL
GEJALA

TANDA

Dispnoe saat aktifitas

Distensi vena jugularis

Fatique

Impuls ventrikel kanan dominan

Sinkop

Kompoen katup paru menguat (P2)

Nyeri dada angina

S3 jantung kanan

128

Hemoptisis

Murmur trikuspid

Fenomena raynauds

Hepatomegali, edema perifer

Pemeriksaan EKG
Dapat dilihat hipertropi ventrikel kanan dan P pulmonal ( hipertropi atrium
kanan ).
Kelainan / penyakit yang menjadi dasar terjadinya hipertensi pulmonal, tanpa
mengatasi kelainan atau penyakit seperti stenosis mitral, reaksi eisenmenger,
penyakit paru ( bronchitis kronis, emfisema, fibrosis interstitial yang difus, serta
tromboemboli yang menjadi dasar terjadinya hipertensi pulmonal ).
Prognosis
Umumnya prognosis buruk dan biasanya meninggal dalam waktu 1 tahun,
yang umumnya bergantung pada gagal jantung kanan, embolus dan infark dalam
paru, embolus sistematik dan abses otak pada penderita reaksi eisenmenger dan
hemoptisis yang massif.
Pengobatan
Pengobatan hipertensi pulmonal bersifat spesifik sampai sekarang ini tidak
ada. Pemberian digitalis, oksigen, antikoagulan, asetilkolin, tolazin, isopterenol,
dan heksametonium tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Satu satunya
cara mengatasi hipertensi pulmonal adalah dengan mengobati kelainan/ penyakit
dasarnya.

129

BAB VIII
KESIMPULAN

Jantung Normal yang dibungkus oleh perikardium. Terdiri dari 4 ruang,


yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventikel kanan dan kiri. Dipersarafi oleh sistem
saraf otonom yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Penyakit jantung merupakan penyakit tersering di Indonesia yang dapat
disebabkan oleh beberapa factor, antara lain :

Faktor genetik

Infeksi mikroorganisme (misalnya : rubella pada VSD, streptococcus beta


hemolyticus grup A pada demam rheumatik)

Penyakit sistemik (misalnya : diabetes pada VSD)

Pola hidup ibu saat mengandung (misalnya : alkoholik, gizi buruk,


merokok)

BJ III dan BJ IV yang mengeras merupakan suatu tanda patologis.


Pemeriksaan radiologis untuk Jantung
5. Roentgenogram
6. CT SCAN
7. Ekokardiografi
8. MRI
Penyakit jantung dibagi menjadi dua golongan :
1. Penyakit jantung bawaan
2. Penyakit jantung didapat

130

PJB paling sering pada usia 0-2 tahun.


Penyakit jantung bawaan yang paling sering adalah VSD (VSD kecil paling sering
terjadi).
Prinsip pengobatan medik pada PJB secara umum:
E. Keadaan umum pasien
F.Terapi medik
G. Intervensi non bedah
H. Tindakan bedah (misalnya; ASD sekundum, PDA, TF, dan koartasio
aorta tanpa komplikasi).
VSD yang kecil umumnya tindakan operatif tidak perlu dilakukan.
Derajat beratnya tetralogi fallot paling dipengaruhi oleh stenosis pulmonal.
Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung sianotik yang paling sering
ditemukan. Penyakit jantung rheumatic dan penyakit jantung non rheumatik
paling sering pada usia 6-12 tahun.
Penyakit jantung rheumatik/demam rheumatik merupakan sindrom klinis
yang disebabkan streptococcus beta hemolyticus grup A. Kriteria Jones ditujukan
sebagai pedoman diagnosis demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut
secara umum.
Prinsip pengobatan demam rheumatik, yaitu :

Pengobatan suportif (misalnya; tirah Baring dan diet)


Pengobatan simptomatis
Pengobatan etiologik

Penyakit Jantung didapat non-reumatik adalah penyakit jantung yang tidak


digolongkan ke dalam penyakit jantung demam reumatik dan juga bukan penyakit
jantung bawaan.
Contoh penyakit jantung didapat non- reumatik, yaitu:

131

1.
2.
3.
4.

Difteri
Gangguan Elektrolit (Natrium, Kalium, Magnesium, Kalsium)
Nefritis
Anemia

Komplikasi Penyakit Jantung, yaitu:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Payah Jantung
Endokarditis Bakterialis (SBE)
Perikarditis
Aritmia
Trombo-emboli
Hipertensi Pulmonal

132

Anda mungkin juga menyukai