Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KETATANEGARAAN PADA MASA KOLONIAL


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Tata Negara Indonesia
Dosen Pengampu: Zulkarnain, M. Pd

Disusun oleh:
Jimi Dwi T.

13406241047

Ari Wardani

13406241056

Lilik Yakiba

13406244002

Hastika Ningrum

13406244007

Sri Mulyani

13406244011

PENDIDIKAN SEJARAH-S1
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini berisi pendahuluan, pembahasan tentang ketatanegaraan pada
masa kolonial, dan penutup. Maksud kami dalam pembuatan makalah ini adalah
sebagai bentuk pertanggungjawaban kami dalam menyelesaikan tugas dari dosen
pembimbing mata kuliah Sejarah Tata Negara Indonesia, dalam hal ini Bapak
Zulkarnain, M. Pd.
Kami menyadari dengan sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu saran maupun
kritik sangat kami perlukan demi menunjang kesempurnaan makalah kami ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang
membacanya. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, November 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 1
D. Manfaat Penulisan .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Sistem Pemerintahan Hindia Belanda....................................................... 3
B. Pejabat dan Perangkat Pemerintahan........................................................ 4
C. Ketatanegaraan Masa Pendudukan Jepang............................................... 9
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 14
Kesimpulan............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Tata Negara di Indonesia mulai mengalami perkembangan
dengan masuknya pihak asing yang turut andil mengambil alih kekuasaan
pemerintah. Hal ini terlihat dalam kekuasaan Belanda di abad ke-19,
melalui badan dagang yang memang dibentuk untuk melaksanakan
hubungan dagang antarbenua, VOC (Verenigde Oostindische Compagnie)
memulai kiprahnya dalam dunia perdagangan di Indonesia, tetapi setelah
berlangsung dalam waktu yang lama, VOC berkuasa tidak hanya di bidang
ekonomi, bahkan merambah ke dunia politik waktu itu.
Pada masa Hindia Belanda ini struktur ketatanegaraan Indonesia
sudah diatur sedemikian rupa dengan tingkatan-tingkatannya yang akan
diulas secara singkat dalam makalah ini. Kemudian setelah berkuasanya
Belanda selama 350 tahun, Indonesia diambil alih oleh pemerintah Jepang
yang pada dasarnya hanya meneruskan system pemerintahan Belanda
tetapi ditambah unsur militer.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sistem pemerintahan pada masa Hindia Belanda?
b. Bagaimana struktur pejabat dan perangkat pemerintahan pada masa
Hindia Belanda?
c. Bagaimana ketatanegaraan Indonesia pada masa pendudukan Jepang?
C. Tujuan Penulisan
a. Agar dapat mengetahui dan memahami sistem pemerintahan pada
masa Hindia Belanda.
b. Agar dapat mengetahui dan memahami struktur pejabat dan perangkat
pemerintahan pada masa Hindia Belanda.
c. Agar dapat mengetahui dan memahami ketatanegaraan Indonesia pada
masa pendudukan Jepang.
d. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Tata Negara
Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
1

a. Menambah wawasan pembaca tentang sejarah tata negara Indonesia


khususnya pada masa kolonial.
b. Sebagai referensi pembelajaran sejarah, khususnya sejarah masa
kolonial dengan konsentrasi pada ketatanegaraan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Pemerintahan Hindia Belanda


Sistem pemerintahan kolonial Hindia Belanda di wilayah Indonesia,
berbeda dengan sistem di negeri Belanda sendiri. Reglement op beleid der
regering van nederlandsch indie merupakan peraturan dasar ketatanegaraan
Pemerintah

Hindia

Belanda,

dalam

peraturan

ini

tidak

mengenal

desentralisasi. Menurut reglement ini, Hindia Belanda diperintah secara


sentralistik, tetapi pada pemerintahan di Indonesia yang sentralistik. Hal ini
dilakukan karena Belanda takut kehilangan daerah jajahan.
Pada tahun 1854 ketika parlemen Belanda memperoleh hak pengawasan
terhadap pemerintahan, baik pemerintah di negeri Belanda maupun di Hindia
Belanda

tuntutan

atas

desentralisasi

terus

disuarakan,

tetapi

tidak

membuahkan hasil. Tuntutan parlemen Belanda baru berhasil pada 1903,


dimana daerah Hindia Belanda berdasarkan UU (bestururhervorming wet)
tahun 1922 dibagi dalam wilayah provinsi dan wilayah/gewest. Provinsi
memiliki otonomi tetapi daerah gewesten tidak memiliki otonomi. Setiap
provinsi di kelapai seorang gubernur. Daerah Hindia Belanda yang diberi
otonomi meliputi:
1. Jawa barat (1926)
2. Jawa timur (1929)
3. Jawa Tengah (1930)
4. Surakarta dan Yogyakarta menjadi gubernemen sejak tahun 1926.
5. Dan yang terakhir Maluku sebagai daerah Gubernemen.

B. Pejabat dan Perangkat Pemerintahan

1. Pemerintahan Pusat
a. Gubernur Jenderal
Gubernur Jenderal diangkat dengan keputusan raja berdasarkan
usul menteri tanah jajahan. Biasanya setelah lima tahun Gubernur
Jenderal akan meletakkan jabatan. Gubernur Jenderal harus seorang
warga negara Belanda asli, berumur minimal 30 tahun. Tugasnya
antara lain menyelenggarakan pemerintahan umum sesuai dengan UU
dan

petunjuk

Raja.

Setiap

kebijakan

Gubernur

Jenderal

dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan tahunan mengenai


perkembangan tanah jajahan kepada raja Belanda.
Kekuasaan Gubernur Jenderal sangat besar antara lain:
1) Panglima tertinggi Hindia-Belanda
2) Mengadakan perjanjian dengan raja-raja pribumi
3) Mempunyai wewenang kekayaan dan keuangan menurut
Anggaran Belanja Hindia
4) Mempunyai hak untuk mengangkat sepertiga dari jumlah
anggota Dewan Rakyat, dsb.
b. Dewan Hindia Belanda
Dewan Hindia Belanda berkedudukan di Batavia yang diketuai
oleh Gubernur Jenderal sendiri. Wakil ketua dan anggota-anggotanya
diangkat dan diberhentikan oleh raja yang terdiri dari minimal empat
atau maksmal sebanyak enam orang. Anggotanya harus berasal dari
orang Belanda, meskipun kemudian diusahakan satu atau beberapa
orang anggotanya selain warga negara Belanda. Kewajiban Dewan
Hindia Belanda adalah memberi nasihat (advies) kepada Gubernur
Jenderal. Dalam hal-hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak,
Gubernur Jenderal wajib meminta nasihat pada Dewan Hindia
Belanda. Bila tidak dilakukan maka rekisonya adalah diberi teguran
4

oleh Raja Belanda. Teguran tersebut akan berdampak besar bagi karir
Gubernur Jenderal. Karena teguran lisan maupun tulisan dari Kerajaan
Belanda secara moral merupakan tamparan yang hebat. Walaupun
nasihat tersebut sebenarnya tidak mengikat karena keputusan
sepenuhnya ada pada Gubernur Jenderal.
c. Departemen-Departemen
Untuk mempermudah dalam menjalankan roda pemerintahan pada
masa pemerintahan Daendels, ia mengangkat seorang administrator
jenderal perdagangan dengan empat orang asisten administrator.
Sementara Raffles memiliki seorang akuntan jenderal dengan dua
orang sub-akuntan. Dengan adanya perubahan sistem administrator
pemerintahan menjadi komisaris jenderal, diangkat seorang direktur
jenderal keuangan dengan dua orang direktur dibawahnya dengan
tugas untuk mengadministrasi wilayah kekuasaan koloni, kekayaan,
produksi, dan perdagangan.
Pada tahun 1934 Hindia-Belanda memiliki 8 departemen, enam
departemen sipil dan dua lainnya adalah departemen militer.
Departemen-departemen tersebut adalah sebagai berikut:
1) Departemen Dalam Negeri
2) Departemen Keuangan
3) Departemen Kehakiman
4) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
5) Departemen Ekonomi
6) Departemen Pekerjaan Umum
7) Departemen Angkatan Perang
8) Departemen Angkatan Laut

Semua departemen dipimpin seorang direktur (bukan menteri)


kecuali departemen pertahanan dan angkatan laut yang masing-masing
dipimpin oleh Scout-bij-Nacht (Letnan Jenderal dan Laksamana).
d. Dewan Rakyat atau Voolksraad (1918-1942)
Pada masa penjajahan Belanda, terdapat lembaga legislative atau
semacam DPR bentukan pemerintah kolonial Belanda yang dinamakan
Voolksraad. Dibentuknya lembaga ini merupakan dampak gerakan
nasional serta perubahan yang mendasar di seluruh dunia dengan
selesainya Perang Dunia 1. Voolksraad dibentuk pada tanggal 16
Desember 1916 dengan dilakukannya penambahan bab baru, yaitu bab
10 dalam Regeerings Reglement 1954 yang mengatur tentang
pembentukan Voolksraad. Pembentukan tersebut baru terlaksana pada
tahun 1918 oleh Gubernur Jendral Mr. Graaf Van Limburg Stirum.
Lewat pemulihan yang bertingkat dan berbelit komposisi keanggotaan
Voolksraad pada mulanya tidak begitu simpatik. Pemilihan orang
untuk mengisi jabatan Voolksraad diawali dnegan pembentukan
berbagai dewan kabupaten dan haminten kota, dimana setiap 500
orang Indonesia berhak memilih wali pemilih. Selanjutnya wali
pemilih inilah yang berhak memilih sebagian anggota kabupaten.
Kemudian setiap provinsi mempunyai dewan provinsi, yang sebagian
anggotanya dipilih oleh dewan kabupaten dan Haminten kota di
wilayah provinsi tersebut. Sebagian besar anggota dewan provinsi
yang umumnya dari bangsa Belanda, diangkat oleh Gubernur Jendral.
Susunan

dan

komposisi

Voolksraad

yang

pertama

(1918)

beranggotakan 39 orang (termasuk ketua), dengan perimbangan


sebagai berikut. Dari jumlah 39 anggota Voolksraad, orang Indonesia
asli melalui pemilih dari dewan revisi berjumlah 15 anggota (10 orang
dipilih oleh wali pemilih dan 5 orang diangkat oleh gubernur jendral).
Jumlah terbesar yaitu 23 orang anggota Voolksraad mewakili golongan

Eropa dan golongna Timur asing, melalui pemilihan dan pengangkatan


oleh gubernur jendral (9 orang dipilih 14 orang diangkat).
Muncul beberapa usul anggota untuk mengubah susunan dan
pengangkatan Voolksraad ini agar dapat dijadikan tahan menuju
Indonesia merdeka, namun selalu ditolak. Salah satunya adalah petisi
Sutardjo. Tugas Voolksraad lebih mengutamakan memberi nasihat
kepada gubernur jendral daripada menyuarakan kehendak masyarakat.
Karena itu Voolksraad sama sekali tidak memuaskan bagi bangsa
Indonesia. Sesuia dengan perkembangan politik di Indonesia,
perubahan sedikit demi sedikit terjadi di lembaga ini. Perubahan yang
signifikan terjadi pada saat aturan pokok kolonial Belanda di
Indonesia, yaitu RR (Reglement, 1854) menjadi IS (Indische
Staatsregeling) perubahan ini membawa pengaruh pada komposisi dan
tugas-tugas Voolksraad.
Perubahan sistem pemerintahan anggota terjadi sejak 1931.
Sebelumnya, semua anggota Voolksraad yang dipilih melalui satu
badan pemilihan bulat, dipecah meanjadi tiga badan pemilihan
menurut golongan penduduk yang harus dipilih. Selain itu, diadakan
pula sistem pembagian dalam 12 daerah pemilihan bagi pemilihan
anggota warga negara Indonesia asli. Pada tanggal 8 Maret 1942
Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di Indonesia.
Pergantian penjajahan dari Belanda ke Jepang mengakibatkan
keberadaan Voolksraad secara otomatis tidak diakui lagi, dan bangsa
Indonesia memasuki masa Perjuangan Kemerdekaan.
e. Sistem Keuangan Hindia Belanda
Sejak tahun 1918 Hindia Belanda merupakan badan hukum yang
diwakili oleh gubernur jendral. Keuangan Hindia belanda terpisah dari
keuangan negeri belanda. Sumber pendapatan Hindia Belanda berasal
dari pajak-pajak, retribusi, dan pendapatan dari kekayaan, pendapatan

dari produk-produk perusahaan pemerintah dan monopoli-monopoli


pemerintahan.
f. Peradilan dan hukum
Pada tahun 1838, di negeri Belanda telah diundangkan hukum
dagang dan perdata. Hukum perdata dan dagang serta hukum acara
perdata dan pidana harus dimasukan dalam kitab undang-undang.
Golongan bangsa Eropa harus menganut perundang undangan yang
dianut oleh negeri bangsa Belanda. Sedangkan Bangsa Indonesia dan
Timur Asing dapat dikenakan ketentuan hukum orang Eropa apabila
dikehendaki. Dalam membentuk kitab undang-undang Indonesia,
pemerintah kolonial belanda menggunakan hukum adat sebagai
pertimbangan hukum. Pada tahun 1819 didirikan mahkamah agung,
yang kemudian memiliki kekuasaan untuk mengawasi pengadilan di
Jawa. Pada tahun 1918 berlaku hukum pidana Hindia Belanda yang
didasarkan pada kitab undang-undang untuk pengadilan bagi orang
Eropa dan pribumi tidak ada perbedaan hukum.
2. Pemerintahan Lokal
a. Organisasi Administrasi Pemerintahan di Jawa dan Madura
Sejak tahun 1930 Jawa dan Madura dibagi dalam 3 provinsi yakni,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan dua gubernemen yang
terdiri dari Surakarta dan Yogyakarta.tiap profinsi dibawah seorang
gubernur yang memiliki 2 fungsi, satu pihak ia menjabat sebagai
pemerintah pusat dan lain pihak sebagai kepala eksekutif pemerintah
profinsi itu sendiri. Setiap profinsi terbag menjadi karesidenan yang
masing-masing dikepalai oleh seorang Presiden,yang bertugas untuk
memimpin dan mengawasi penyelenggaraan pemerintah di Afdeling,
terutama dalam menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban.
Residen memiliki bawahan seperti asisten residen dan kontrolir namun

mereka hanya sebagai pejabat pelengkap dengan tugas khusus antara


bidang pertahanan dan polisi.
b. Organisasi Administrasi di Luar jawa
Bentuk sistem administrasi pemerintahan di luar jawa pada
dasarnya sama dengan di jawa tetapi berbeda dalam bentuknya.Hal ini
dikarenakan kondisi geografis yang menyebabkan pembentukan
gubernemen dan profinsi sulit dilakukan.
Sejak

tahun

1938

Sumatra,Kalimantan,dan

terdapat
timur

wilayah

besar

yang

gubernemen
terbagi

dalam

yaitu
17

keresidenan.Sumatra terdiri dari 10 karesidenan,Kalimantan terdiri dari


2 karesidenan,Sulawesi terdiri dari 2 karesidenan, dan masing masing
1 karesidenan untuk Maluku,Bali,Lombok,dan Sumbawa.
Tiap residensi terbagi dalam 2 bagian atau lebih yang dikepalai
oleh seorang asisten residen. Dibawah asisten residen terdapat
inspektur atau oleh seorang pejabat eropa dan diangkat dari pejabat
yang statusnya lebih rendah untuk mengepalai daerah bagian-bagian
dibawah wilayah asisten residen. Daerah pedalaman diperintah oleh
raja atau pembesar pribumi,daerah ini disebut swapraja. Wilayah luar
jawa meliputi sekitar 66 persen wilayah Hindia Belanda yang terdiri
dari berbagai daerah swapraja. Sejak 1 Januari 1939 ordonansi
pedesaan yang baru untuk daerah diluar jawa mulai berlaku.Dalam hal
ini dapat membedakan antara desa yang tradisional dengan desa-desa
yang telah maju dan penyediaan prasarana-prasarana informasi dari
satu tingkat ke tingkat lain.
C. Ketatanegaraan Masa Pendudukan Jepang
a) Pemerintahan dibawah Kendali Militer
Dengan berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda dan kekuasaan
beralih ke Jepang. Pemerintahan jepang tidak bertentangan dengan
dengan peraturan Hindia Belanda dengan cacatan tidak bertentangan
9

dengan kekuasaan Militer Jepang. Hal ini terkait dengan Undangundang nomor 1 tahun 1942 yang salah satu poinnya menegaskan
bahwa diberlakukannya peraturan perundangan Hindia Belanda yang
tidak bertentangan dengan kekuasaan Militer Jepang. Bagi Jepang
Militer dianggap sebagai kekuatan yang loyal terhadap jalannya
pemerintah dan negara. Kekuatan militer utama Jepang dibagi menjadi
tiga, yakni:

Pemerintah Militer Agkatan Darat ke-25 (Tentara Kedua puluh


lima), wilayah kekuasaannya mencangkup Sumatra dengan
pusat pemerintahan di Bukittinggi.

Pemerintah Militer Agkatan Darat ke-16 (Tentara Keenam


belas), wilayah kekuasaannya mencangkup Jawa dan Madura
dengan pusat pemerintahan di Jakarta.

Pemerintah Militer Agkatan Laut II (Armada Selatan Kedua),


wilayah kekuasaanya mencangkup Selawesi, Kalimantan dan
Maluku pusat pemerintahan di Makassar.

Berdasarkan Osamu Seirei Nomor 1 pasal 1 yang dikeluarkan


tanggal 7 Maret 1942 yang dikeluarkan oleh panglima tentara keenam
belas, pendudukan Jepanfg di Jawa hanya bersifat sementara. dalam
undang-undang tersebut juga terdapat pokok tentang peraturan
ketatanegaraan pada masa pendudukan Jepang. Panglima tentara
Jepang mengambil alih kekuasaan tertinggi di Jawa yang sebelumnya
dipegang oleh Gubernur Jendral. Ditambah dengan keingginan Jepang
untuk menggunakan aparat pemerintahan sipil yang pro terhadap
pemerintah Belanda beserta pegawainya.
Jepang berusaha untuk membangun mentalitas penduduk pribumi,
dengan menanamkan semangat atau jalan ksatria yang dikenal dengan
seishikin atau semangat bushido (jalan ksatria yang berani mati, rela

10

berkorban,

siap

menghadapi

bahaya,

dan

menjunjung

tinggi

keperwiraan).
Untuk mencapai tujuannya, pemerintah Jepang membentuk
bebrapa organisasi kemiliteran, yaitu:

Seinendan, barisan pemuda yang berumur 14-22 tahun

Losyi Seinendan, baruuisan cadangan atau seinendan putri,

Bakutai, pasukan berani mati,

Keibodan, barisan bantu polisi yang anggotanya berusia 23 - 35


tahun, sasukan di Sumatera

disebut Bogodan dan di

Kalimantan disebut Borneo Konon Hokukudan,

Hisbullah, barisan semi-militer untuk orang Islam

Heiho, pembantu prajurit Jepang yang anggotanya berusia 18 25 tahun,

Japan Sentotai, barisan benteng perjuangan Jawa,

Suisyintai, barisan pelopor,

Peta (Pembela Tanah Air), tentara yang dibentuk oleh Kumichi


Harada berdasarkan Osamu Seirei No. 44 tanggal 23 Oktober
1943,

Gokutokai, korps pelajar yag dibentuk pada bulan Desember


1944,

Fujinkai, himpunan wanita yang dibentuk pada tanggal 23


Agustus 1943.

b) Strategi Pengembangan Ekonomi


Jepang berusaha untuk mengumpulkan persediaan bahan mentah
untuk mendukung indistri perang. Dalam hal ini Jepang memiliki dua
tahap perencanaan yaitu,
1. Tahap penguasaan

11

Jepang mengambil pabrik-pabrik gula milik Belanda untuk


dikelola pihak swasta dari Jepang, misalnya Meiji Seilyo
Kaisya dan Okinawa Seilo Kaisya.
2. Tahap menyusun kembali struktur
Dalam tahap ini, Jepang memiliki kebijakan-kebijakan
diantaranya.

Sistem autarki dimana rakyat dan pemerintah memenuhi


kebutuhan sendiri untuk menunjang kepentngan perang
Jepang.

Sistem Tonarigumi yang terdiri dari organisasi rukun


tetangga yang terdiri atas 10 - 20 KK untuk mengumpulkan
setoran kepada Jepang.

Monopoli hasil perkebunan oleh jepang berdasarkan UU


No. 22 Tahun 1942 yang dikeluarkan oleh Gunseikan

Adanya pengerahan tenaga untuk kebutuhan perang.

c) Pembenahan Pendidikan dan Kebudayaan


Jepang mengembangkan bidang budaya dengan diterbitkan Koran
berbahasa jepang dan dibuka kursus bahasa Jepang. Penggunaan
bahasa Belanda dilarang dan bahasa Indonesia digunakan disekolahsekolah dan kantor-kantor bersamaan dengan bahasa Jepang yang
wajib dikuasai. Masyarakat diwajibkan mengikuti tradisi menghormat
matahari dengan Seikeirei atau menghadap ke timur pada setiap pagi
ketika matahari terbit. Selanjutnya didirikan pusat kebudayaan
Keimanbunka Shidosko.
d) Organisasi Pergerakan Zaman Jepang
Pembentukan organisasi dimaksudkan untuk membantu Jepang,
namun pada akhirnya organisasi-organisasi yang dibentuk oleh Jepang
tersebut akhirnya berbalik melawan Jepang. Organisasi tersebut adalah
gerakan tiga A, Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Himpunan Kebaktian
12

Rakyat Jawa (Jawa Hokokai), Chuo Sangiin badan pertimbangan pusat


dan Majelis Islam Alaa Indonesia (MIAI).
e) Reaksi Kaum Pergerakan Nasional terhadap Jepang
Sejak tahun 1944, rasa simpati rakyat Indonesia terhadap Jepang
mulai hilang dan berganti dengan kebencian. Hal ini dilatarbelakangi
kesadaran kaum intelektual nasional tentang bahaya Jepang terhadap
Indonesia karena kekejaman dan penindasan terhadap rakyat
Indonesia. Gerakan perlawanan yang terbesar adalah perlawanan Peta
Blitar tanggal 4 Februari 1945, selanjutnya disusul berbagai
perlawanan dari berbagai daerah seperti Aceh dan perlawanan rakyat
Sukamanah, Tasikmalaya.

13

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada akhir abad ke-18, VOC dibubarkan dan diganti dengan
Negara Kolonial Hindia Belanda. Dari sini pengaruh Belanda di Indonesia
semakin kuat tidak hanya di bidang ekonominya saja, sistem
ketatanegaraan di Indonesia mendapat pengaruh dan mengalami
perubahan.

Dengan demikian, sistem yang ada sekarang merupakan

warisan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda, meskipun sudah tidak


diberlakukan lagi seperti sistem pemerintahan sentralisasi yang digunakan
pada masa kolonial.
Kekuasaan Belanda runtuh digantikan pendudukan Jepang
(1942). Tidak berbeda jau

h dengan masa pendudukan Belanda, Jepang

hanya meneruskan kebijakan yang berlaku pada masa Hindia Belanda,


selain itu kekuasaan Jepang berdasarkan kekuasaaan Militer. dibidang
ekonomi mereka mengambil alih pabrik-pabrik untuk mendukung industri
perang mereka. Pihak Jepang sendiri mulai melakukan kebijakankebijakan untuk mengambil hati rakyat Indonesia, meskipun pada
ahkirnya rakyat mulai sadra dan melakukan perlawananan terhadap
pemerintha Jepang di Indonesia.

14

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Muhammad. Sejarah Sistem Pemerintahan di Indonesia.pdf diakses di
www.ilyasmuhammad.blogspot.com pada 6 September 2014 pukul 09.24
WIB.
Sartono Kartodirdjo. 2010. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka
Zulkarnain. 2012. Jalan Meneguhkan Negara. Yogyakarta: Pujangga Press.

15

Anda mungkin juga menyukai