Anda di halaman 1dari 12

”SEJARAH BIROKRASI INDONESIA DARI JAMAN KOLONIAL”

Disusun oleh : Kelompok 2


1. HAERUN NISA
2. MASYUNITA
3. NURUL HAWALIS
4. IRWAN KARYADI

INSTITUT TEKNOLOGI SOSIAL


DAN KESEHATAN MUHAMMADIYAH SELONG
STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
2021-2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh.segala puji bagi Allah


SWT, yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat
kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat meneyeselaikan makalah mata
kuliah BIROKRASI dengan judul “SEJARAH BIROKRASI DARI JAMAN
KOLONIAL” Kemudian shalawat serta salam kita sampaikan kepada nabi besar
kita Muhammad SAW. yang telah meberikan pedoman hidup yakni Al-Quran dan
sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman.
Demikian makalah ini penulis susun, apabila ada kata-kata yang kurang
berkenan dan banyak terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ….………………………………………………………


KATA PENGANTAR ……………………………………….............................
DAFTAR ISI ……………………………………….............................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ………………………………………...................................
B. Rumusan masalah ………………………………………..............................

BAB II PEMBAHASAN
1. Sejarah birokrasi Indonesia dari jaman colonial…………………………………

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………….......................................
B. Saran ………………………………………..................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………......................................................

3
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kondisi birokrasi di Indonesia beberapa tahun belakangan ini mendapat sorotan tajam dari
berbagai kalangan, mulai dari rendahnya disiplin kerja, output kinerja yang tidak maksimal,
serta banyaknya kualitas pelayanan yang tidak sesuai standar, membuat reformasi birokrasi
mendesak dilakukan. Esensi Reformasi adalah mengubah paradigma dari yang “dilayani“
menjadi “pelayan masyarakat”. Harapan ke arah tersebut memang masih belum bisa
terwujud hingga saat ini karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti kapasitas SDM,
sarana penunjang tugas dan rendahnya upah. Sehingga wajar jika gambaran kualitas
pelayanan birokrasi di Indonesia di nilai buruk, lamban dan mahal. 1 Lahirnya konsep
otonomi daerah melalui UU Nomor 32 tahun 2004, tujuannya adalah memberikan sebagian
kewenangan urusan-urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Kab/Kota). Tujuan
utama yang ingin dicapai dari hal tersebut salah satunya adalah untuk memberikan
pelayanan publik yang mudah dan cepat sesuai dengan harapan masyarakat, guna untuk
mencapai kepuasan.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana sejarah birokrasi pada jaman kolonial?

4
BAB 2 PEMBAHASAN

1. BIROKRASI MASA KERAJAAN

Sebagian besar wilayah Indonesia sebelum kedatangan bangsa asing pada abad 16 menganut
sistem dan pengaturan masyarakat yang berbentuk sistem kerajaan.

·Raja adalah pucuk pimpinan

·Pemegang kekuasaan absolut/ tunggal

·Segala keputusan ada di raja, rakyat harus tunduk dan patuh

Birokrasi kerajaan pada masa dulu bercirikan sebagai berikut :

1.Penguasa menganggap dan menggunakan administrasi publik sebagai urusan pribadi

2.Administrasi adalah peluasan rumah tangga istananya

3.Tugas pelayanan ditujukan kepada pribadi sang raja

4.Gaji dari para pegawai kerajaan pada hakikatnya adalah anugerah yang juga dapat ditarik
sewaktu –waktu sekehendak Sang raja.

5.Para pejabat kerajaan dapat bertindak sekehendak hatinya terhadap rakyat, seperti hal nya
yang dilakukan oleh raja.

Birokrat dala kerajaan (Jawa), di dalam pemerintahan pusat (keraton).

·Urusan pemerintahan diserahkan kepada 4 pejabat setingkat menteri (wedana lebet) yang
dikoordinasikan kepada setingkat menteri koordinator (pepatih lebet). Pejabat – pejabat
kerajaan tersebut membawahi masing – masing pegawai (abdi dalem) yakni orang yang
mencurahkan pengabdianya kepada raja.

·Untuk urusan di luar keraton (Mancanegara), raja menunjuk Bupati. Bupati adalah raja –
raja daerah sekitar yang telah ditaklukan oleh raja, dapat juga kerabat raja ataupun pemuka
masyarakat daerah tersebut. Untuk menjaga dari pengkhianatan, biasanya Raja memberikan
hukuman mati, bisa juga mengikat persaudaraan dengan pernikahan, serta nyantrik (diajak
masuk ke lingkungan kraton selama beberapa hari). Dan secara konsisten menghadap selama
3 kali dalam setahun pada Grebeg Mulud, Grebeg Syawal, Grebeg Besar disertai membawa
Upeti.

Beberapa Kementrian yang ada di Kerajaan/Kanayakan (Jawa), yang merupakan dewan


menteri (Nayaka) dan diketuai oleh Perdana Menteri (Pepatih Dalem). Dalam tiap
kementrian terdapat fungsi rangkap yakni Militer, sehingga dalam keadaan yang diperlukan
semua kementrian dapat berperang membela Kerajaanya, adapun kementriannya sebagai
berikut :
5
1.Kementrian yang mengurusi yayasan dan pekerjaan umum (Kanayan Keparak Kiwo dan
Kanayakan Keparak Tengen).

2.Kementrian yang mengurusi penghasilan dan keuangan kraton/ Kemenkeu (Kanayakan


Gedhong Kiwo dan Kanayakan Gedhong Tengen).

3.Kementrian Dalam Negeri/ yang mengurusi masalah tanah dan pemerintahan (Praja) yakni
(Kanayakan Siti Sewu dan Kanayakan Bumi Ijo)

4.Kementrian Pertahanan ( Kanayakan Panumping dan kanayakan Numbakanyar)

2. MASA KOLONIAL

Kolonial Belanda tidak serta merta dalam membentuk Birokrasi di Indonesia, selaku daerah
jajahan. Mereka melakukan pendekatan kepada raja – raja sekitar, dengan maksud mereka
untuk menumpang supaya masyarakat juga menghormati keberadaan kolonial tersebut. Pada
dasarnya pendekatan itu bermaksud untuk menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite
politik kerajaan. Kemudian dalam perkembanganya,birokrasi di masa itu terjadi dualisme
sistem birokrasi pemerintahan. Yang pertama Sistem Administrasi Kolonial
( Binnenlandsche Bestuur) dan Sistem Administrasi Tradisional/ Kerajaan ( Inhemsche
Bestuur) masih tetap dipertahankan Belanda. Birokrasi Kolonial Belanda pada Puncaknya
pada Raja Belanda, sedangkan yang menjalankan pemerintahan di daerah jajahan
kewenanganya pada Gubernur Jenderal. Sultan tetap berperan hanya dalam menentukan
kebijakan – kebijakan yang berkaitan dengan adat istiadat urusan pemerintahan keraton ,
yang masih sarat dengan adat istiadat. Sedangkan keuanganya berasal dari Pemerintah
Kolonial atas dasar kontrk politik manakala seorang sultan tersebut dinobatkan menjadi raja.

 Struktur Administrasi Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia

oBinnenland Bestuur (kolonial)

1.Provinsi

2.Kabupaten

3.Sub Kabupaten

4.Distrik

·Gubernur Jenderal

·Gubernur

·Residen

6
oInheemsche Bestuur

·Asisten Residen – Bupati – Patih

·Pengawas – Wedana – Wedana

·Asisten Wedana – Wedana

Kedudukan Sultan semakin tersingkir. Patih yang menjadi pelaksana kegiatan tata
pemerintah tidak terlepas dari kontrol pihak kolonial. Segala kegiatan harus sepengetahuan
dan sepertujuan pihak kolonial. Pada dasarnya anggota birokrasi pemerintahan kolonial tidak
begitu besar, akan tetapi ramping, efisien, dan ditopang dengan kekuatan militer kolonial
yang kuat dan profesional. Hal ini dilatar belakangi karena masyarakatnya masih
berpendidikan sangat rendah, dan masih bodoh.

Birokrasi dibentuk pemerintah kolonial sebagai perpanjangan tangan dari Birokrasi


pemerintah pusat. Sehingga lahirlah istilah Pangreh Praja, yang semula pada masa kerajaan
di gaji dengan tanah bengkok sekarang digaji dengan uang. Guna menjamin loyalitas kepada
pemerintah kolonial. Pangreh Praja berperan sebagai alat pemerintah kolonial/ pemberi
perintah kepada masyarakat bukan pelayanan dari masyarakat. Sebenarnya tugas utama
Pangreh Praja adalah melakukan Instruksi Pemerintah Kolonial, terutama tugas – tugas yan
erat kaitanya dengan pemungutan pajak kepada masyarakat.

Adapun pelayanan yang diselengarakan oleh Birokrasi kolonial meliputi : Pembangunan


Jalan dan jembatan, air minum, rumah sakit, pendidikan transportasi, dan pertahanan.
Pembangunan fisik difokuskan dalam menjamin akses bagi pemerintah kolonial dalam
mengambil kekayaan alam daerah jajahan. Sedangkan pelayanan kesehatan dan pendidikan
hanya diperuntukan oleh pemerintah kolonial dan keluarga serta para priyayi – priyayi/
bangsawan. Jadi pelayanan ini bersifat Private buka Publik. Hanya pada kasultanan
Jogjakarta sajalah yang memiliki kedudukan politik yang lebih tingg (politik yang riil)
daripada daerah otonom biasa. Yogya mengatur pemerintahan sendiri lewat kontrak politik
tahun 1877, 1921, dan 1940. Kolonial Belanda menghormati kedudukan yogya, dan
mengakui keberadaanya dalam hal mengurus rumah tangganya sendiri dengan hukum
adatnya yang telah dicantumkan dalam kontrak politik. Berbeda dengan kerajaan yang ada di
Sumatera barat (Sawah Lunto), (Gowa) Sulawesi Selatan maupun juga di Bone (Ingat
Perjanjian Bongaya) yang berisi :

1.Kerajaan Gowa sebagai pihak yang kalah perang, waji membayar biaya perang yang telah
dikeluarkan Belanda (VOC)

2.Wilayah – wilayah Kerajaan Gowa yang diduduki pasukan Arung Palakka dan VOC
selama perang diserahkan pada kerajaan Bone.

3.Raja – raja Makasar yang ingin bertemu Belanda wajib didampingi oleh Arung Palakka.

7
Inilah kontrak politik belanda, yang secara tersirat sebenarnya menyerahakan kepada Arung
Palakka untuk mengatur tata pemerintahan yang ada di Sulawesi Selatan (Makassar).

Wilayah pemerintah Sulawesi Selatan dibagi menjadi 7 afdelling yang dikepalai oleh asisten
residen. Diantaranya : Makassar, Bonthain, Bone, Pare – Pare, Luwu, Mandar, dan Buton
Laiwui. Sebagai tambahan sturktur Birokrasi yang ada di wilayah kerajaan Sulawesi Selatan
tidak Jauh berbeda dengan struktur Birokrasi di Kasultanan Jogjakarta.

3. MASA ORDE BARU

Perlu diketahui bahwa, pada masa Orde Baru pemerintahanya ditopang oleh ABG. ABG
adalah Abri, Birokrasi, dan Golkar. Ketiga pilar itu menjadi kekuatan sentris dalam
perumusan kebijakan baik politik maupun ekonomi yang berdimensi luas bagi kehidupan
masyarakat. Hampir semua aspek kehidupan masyarakat tidak pernah terlepas dari intervensi
kebijakan birokrasi pemerintah

Ciri dari birokrasi masa orde baru :

1.Merupakan representasi keberadaan negaradalam kehidupan masyarakat.

2.Mendapat dukungan dari jaringan militer baik dari Kodam, Kodim/ Korem, Koramil
hingga Babinsa. (tentara manunggal dengan rakyat. Safari senyum KB)

3.Sebagai alat kontrol publik (wujud dari politik korporatisme negara/ monopoli terhadap
kepetingan tertentu).

4.Berbentuk Premium Mobile bagi program pembangunan daerah ( memindahkan


wewenang dari eselon atas ke bawah, responsif terhadap kehendak pimpinan pusat, sebagai
alat konsolidasi pengendalian daerah dalam pemujudan REPELITA, GBHN, dan APBN.

Pada masa Orde Baru terjadi penambahan PNS secara besar – besaran seolah – olah sebagai
ladang/ lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Data pada Orde lama jumlahnya tidak
lebih dari 400.000 hingga tahun 1980 mencapai 2.074.000 dan pada tahun 1993 sejumlah
4.009.000 PNS. Terdapat dua konsekuensi penting mengenai masalah penambahan PNS
secara besar – besaran.

Pertama adalah tidak terciptanya efisiensi dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Dikarenakan penambahannya tidak sesuai Merit system sehingga asal tidak memperdulikan
kejelasan kriteria, profesionalitas, dan kebutuhan organisasi.

Kedua, akibat dari membludaknya PNS menjadikan peran Birokrasi pada masyarakat
menjadi sangat penting. Hingga perumpamaanya, bayi yang baru lahir, hidup, dan akhirnya
mati harus selalu berurusan dengan Birokrasi. Dan itu memerlukan perizinan yang sangat
rumit. Sehingga menjadikan Birokrasi lebih berperan untuk mengurus kehidupan publik,
dalam arti fungsi regulatif daripada fungsi pelayanan publiknya. Birokrasi sebagai
kepanjangan tangan dari pelaksanaan regulasi pemerintah. Menjadikan Birokrasi sangat
8
tidak terbatas kuasanya dan sulit dikontrolmasyarakat dan menyebabkan timbulnya Patologi
Birokrasi. Seperti Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

Korpri digunakan sebagai alat mobilisasi Birokrasi yang pada akhirnya mempunyai
kebijakan Monoloyalitas kepada Golkar. Hal ini mengakibatkan kekuatan besar pada
parlemen yang berlangsung selama 30 Tahun. Munculnya Hegemoni Golkar yang didukung
penuh oleh Birokrasi menjadikan Stabilitas politik dan kekuasaan Orde Baru dapat
berlangsung selama 3 dekade

 Alur Hierarki kebijakan Pemerintahan Orde Baru.

Presiden – menteri – Provinsi – pembantu Gubernur – Kabupaten/Kota – Pembantu


Bpuati/Walikota – Kecamatan – Desa/Kelurahan – RW/RK/Dusun/Lingkungan – Rukun
Tetangga. Setiap perijinan harus dimulai dari bawah dan sesuai dengan petunjuk atasan.
Tidak ada yang berani menolak perintas atasan, dan bawahan harus meminta petunjuk atasan
ketika melakukan kegiatan Birokrasi.

9
BAB 3 PENUTUP

1. Kesimpulan

Kesimpulan dari Birokrasi pada masa kolonial adalah, aparat birokrasinya cenderung
memposisikan dirinya sebagai penguasa yang harus dilayani, bukannya melayani sehingga
kinerja pelayanan yang diberikan sangat tidak Public Accountable dan jauh dari kepentingan
publik. Hal inilah yang menjadikan cikal bakal dari Patologi Birokrasi, yang berupa Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme. Kalau dulu memberi upeti sekarang memberi uang rokok/pelicin
dalam pelaksanaan pelayan dalam birokrasi agar menjadi patron yang menguntungkan
dalam mengakses kemudahan pelayanan birokrasi atau untuk memperoleh hak istimewa
lainnya dalam berurusan dengan Birokrasi Pemerintah.

2.Saran

Diharapkan pembaca dapat dituntut untuk memikirkan secara mendalam mengenai birokrasi untuk
itu diharapkan memiliki referensi yang mencukupi guna menguasai pelajaran birokrasi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
10
https://www.kompasiana.com/cangka/5508f3f7813311831cb1e234/konteks-sejarah-
birokrasi-di-indonesia

11
12

Anda mungkin juga menyukai