1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ………………………………………...................................
B. Rumusan masalah ………………………………………..............................
BAB II PEMBAHASAN
1. Sejarah birokrasi Indonesia dari jaman colonial…………………………………
3
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kondisi birokrasi di Indonesia beberapa tahun belakangan ini mendapat sorotan tajam dari
berbagai kalangan, mulai dari rendahnya disiplin kerja, output kinerja yang tidak maksimal,
serta banyaknya kualitas pelayanan yang tidak sesuai standar, membuat reformasi birokrasi
mendesak dilakukan. Esensi Reformasi adalah mengubah paradigma dari yang “dilayani“
menjadi “pelayan masyarakat”. Harapan ke arah tersebut memang masih belum bisa
terwujud hingga saat ini karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti kapasitas SDM,
sarana penunjang tugas dan rendahnya upah. Sehingga wajar jika gambaran kualitas
pelayanan birokrasi di Indonesia di nilai buruk, lamban dan mahal. 1 Lahirnya konsep
otonomi daerah melalui UU Nomor 32 tahun 2004, tujuannya adalah memberikan sebagian
kewenangan urusan-urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Kab/Kota). Tujuan
utama yang ingin dicapai dari hal tersebut salah satunya adalah untuk memberikan
pelayanan publik yang mudah dan cepat sesuai dengan harapan masyarakat, guna untuk
mencapai kepuasan.
B. Rumusan masalah
4
BAB 2 PEMBAHASAN
Sebagian besar wilayah Indonesia sebelum kedatangan bangsa asing pada abad 16 menganut
sistem dan pengaturan masyarakat yang berbentuk sistem kerajaan.
4.Gaji dari para pegawai kerajaan pada hakikatnya adalah anugerah yang juga dapat ditarik
sewaktu –waktu sekehendak Sang raja.
5.Para pejabat kerajaan dapat bertindak sekehendak hatinya terhadap rakyat, seperti hal nya
yang dilakukan oleh raja.
·Urusan pemerintahan diserahkan kepada 4 pejabat setingkat menteri (wedana lebet) yang
dikoordinasikan kepada setingkat menteri koordinator (pepatih lebet). Pejabat – pejabat
kerajaan tersebut membawahi masing – masing pegawai (abdi dalem) yakni orang yang
mencurahkan pengabdianya kepada raja.
·Untuk urusan di luar keraton (Mancanegara), raja menunjuk Bupati. Bupati adalah raja –
raja daerah sekitar yang telah ditaklukan oleh raja, dapat juga kerabat raja ataupun pemuka
masyarakat daerah tersebut. Untuk menjaga dari pengkhianatan, biasanya Raja memberikan
hukuman mati, bisa juga mengikat persaudaraan dengan pernikahan, serta nyantrik (diajak
masuk ke lingkungan kraton selama beberapa hari). Dan secara konsisten menghadap selama
3 kali dalam setahun pada Grebeg Mulud, Grebeg Syawal, Grebeg Besar disertai membawa
Upeti.
3.Kementrian Dalam Negeri/ yang mengurusi masalah tanah dan pemerintahan (Praja) yakni
(Kanayakan Siti Sewu dan Kanayakan Bumi Ijo)
2. MASA KOLONIAL
Kolonial Belanda tidak serta merta dalam membentuk Birokrasi di Indonesia, selaku daerah
jajahan. Mereka melakukan pendekatan kepada raja – raja sekitar, dengan maksud mereka
untuk menumpang supaya masyarakat juga menghormati keberadaan kolonial tersebut. Pada
dasarnya pendekatan itu bermaksud untuk menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite
politik kerajaan. Kemudian dalam perkembanganya,birokrasi di masa itu terjadi dualisme
sistem birokrasi pemerintahan. Yang pertama Sistem Administrasi Kolonial
( Binnenlandsche Bestuur) dan Sistem Administrasi Tradisional/ Kerajaan ( Inhemsche
Bestuur) masih tetap dipertahankan Belanda. Birokrasi Kolonial Belanda pada Puncaknya
pada Raja Belanda, sedangkan yang menjalankan pemerintahan di daerah jajahan
kewenanganya pada Gubernur Jenderal. Sultan tetap berperan hanya dalam menentukan
kebijakan – kebijakan yang berkaitan dengan adat istiadat urusan pemerintahan keraton ,
yang masih sarat dengan adat istiadat. Sedangkan keuanganya berasal dari Pemerintah
Kolonial atas dasar kontrk politik manakala seorang sultan tersebut dinobatkan menjadi raja.
1.Provinsi
2.Kabupaten
3.Sub Kabupaten
4.Distrik
·Gubernur Jenderal
·Gubernur
·Residen
6
oInheemsche Bestuur
Kedudukan Sultan semakin tersingkir. Patih yang menjadi pelaksana kegiatan tata
pemerintah tidak terlepas dari kontrol pihak kolonial. Segala kegiatan harus sepengetahuan
dan sepertujuan pihak kolonial. Pada dasarnya anggota birokrasi pemerintahan kolonial tidak
begitu besar, akan tetapi ramping, efisien, dan ditopang dengan kekuatan militer kolonial
yang kuat dan profesional. Hal ini dilatar belakangi karena masyarakatnya masih
berpendidikan sangat rendah, dan masih bodoh.
1.Kerajaan Gowa sebagai pihak yang kalah perang, waji membayar biaya perang yang telah
dikeluarkan Belanda (VOC)
2.Wilayah – wilayah Kerajaan Gowa yang diduduki pasukan Arung Palakka dan VOC
selama perang diserahkan pada kerajaan Bone.
3.Raja – raja Makasar yang ingin bertemu Belanda wajib didampingi oleh Arung Palakka.
7
Inilah kontrak politik belanda, yang secara tersirat sebenarnya menyerahakan kepada Arung
Palakka untuk mengatur tata pemerintahan yang ada di Sulawesi Selatan (Makassar).
Wilayah pemerintah Sulawesi Selatan dibagi menjadi 7 afdelling yang dikepalai oleh asisten
residen. Diantaranya : Makassar, Bonthain, Bone, Pare – Pare, Luwu, Mandar, dan Buton
Laiwui. Sebagai tambahan sturktur Birokrasi yang ada di wilayah kerajaan Sulawesi Selatan
tidak Jauh berbeda dengan struktur Birokrasi di Kasultanan Jogjakarta.
Perlu diketahui bahwa, pada masa Orde Baru pemerintahanya ditopang oleh ABG. ABG
adalah Abri, Birokrasi, dan Golkar. Ketiga pilar itu menjadi kekuatan sentris dalam
perumusan kebijakan baik politik maupun ekonomi yang berdimensi luas bagi kehidupan
masyarakat. Hampir semua aspek kehidupan masyarakat tidak pernah terlepas dari intervensi
kebijakan birokrasi pemerintah
2.Mendapat dukungan dari jaringan militer baik dari Kodam, Kodim/ Korem, Koramil
hingga Babinsa. (tentara manunggal dengan rakyat. Safari senyum KB)
3.Sebagai alat kontrol publik (wujud dari politik korporatisme negara/ monopoli terhadap
kepetingan tertentu).
Pada masa Orde Baru terjadi penambahan PNS secara besar – besaran seolah – olah sebagai
ladang/ lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Data pada Orde lama jumlahnya tidak
lebih dari 400.000 hingga tahun 1980 mencapai 2.074.000 dan pada tahun 1993 sejumlah
4.009.000 PNS. Terdapat dua konsekuensi penting mengenai masalah penambahan PNS
secara besar – besaran.
Pertama adalah tidak terciptanya efisiensi dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Dikarenakan penambahannya tidak sesuai Merit system sehingga asal tidak memperdulikan
kejelasan kriteria, profesionalitas, dan kebutuhan organisasi.
Kedua, akibat dari membludaknya PNS menjadikan peran Birokrasi pada masyarakat
menjadi sangat penting. Hingga perumpamaanya, bayi yang baru lahir, hidup, dan akhirnya
mati harus selalu berurusan dengan Birokrasi. Dan itu memerlukan perizinan yang sangat
rumit. Sehingga menjadikan Birokrasi lebih berperan untuk mengurus kehidupan publik,
dalam arti fungsi regulatif daripada fungsi pelayanan publiknya. Birokrasi sebagai
kepanjangan tangan dari pelaksanaan regulasi pemerintah. Menjadikan Birokrasi sangat
8
tidak terbatas kuasanya dan sulit dikontrolmasyarakat dan menyebabkan timbulnya Patologi
Birokrasi. Seperti Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
Korpri digunakan sebagai alat mobilisasi Birokrasi yang pada akhirnya mempunyai
kebijakan Monoloyalitas kepada Golkar. Hal ini mengakibatkan kekuatan besar pada
parlemen yang berlangsung selama 30 Tahun. Munculnya Hegemoni Golkar yang didukung
penuh oleh Birokrasi menjadikan Stabilitas politik dan kekuasaan Orde Baru dapat
berlangsung selama 3 dekade
9
BAB 3 PENUTUP
1. Kesimpulan
Kesimpulan dari Birokrasi pada masa kolonial adalah, aparat birokrasinya cenderung
memposisikan dirinya sebagai penguasa yang harus dilayani, bukannya melayani sehingga
kinerja pelayanan yang diberikan sangat tidak Public Accountable dan jauh dari kepentingan
publik. Hal inilah yang menjadikan cikal bakal dari Patologi Birokrasi, yang berupa Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme. Kalau dulu memberi upeti sekarang memberi uang rokok/pelicin
dalam pelaksanaan pelayan dalam birokrasi agar menjadi patron yang menguntungkan
dalam mengakses kemudahan pelayanan birokrasi atau untuk memperoleh hak istimewa
lainnya dalam berurusan dengan Birokrasi Pemerintah.
2.Saran
Diharapkan pembaca dapat dituntut untuk memikirkan secara mendalam mengenai birokrasi untuk
itu diharapkan memiliki referensi yang mencukupi guna menguasai pelajaran birokrasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
10
https://www.kompasiana.com/cangka/5508f3f7813311831cb1e234/konteks-sejarah-
birokrasi-di-indonesia
11
12