PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
TESIS
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
Lembar Pengesahan
Pembimbing I,
Pembimbing II,
NIP. 195201011980031003
NIP. 194801201979031001
Mengetahui,
Direktur
Program Pascasarjana
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Universitas Udayana
NIP. 194612131971071001
NIP. 195902151985102001
Ketua
Sekretaris
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis akhir ini sangat jauh dari
sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis tetap mohon petunjuk kearah
perbaikan sehingga hasil yang tertuang dalam karya akhir ini dapat bermanfaat bagi
ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.
ABSTRAK
DERAJAT PENYAKIT ACNE VULGARIS
BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KADAR MDA
Acne merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai di masyarakat dan
bersifat kronis, berulang dan sering menimbulkan scar wajah yang permanen dan
masalah psikososial. Hingga saat ini penyebab acne masih belum dapat dipahami
sepenuhnya. Akhirakhir ini, beberapa ahli menyatakan bahwa Reactive Oxygen
Species (ROS) dan stres oksidatif berperan dalam perkembangan lesi acne inflamasi.
Salah satu biomarker stres oksidatif dalam sel adalah peroksidasi lipid dan produk
akhirnya yang dikenal sebagai malondialdehid (MDA). Berdasarkan hal ini, maka
peneliti ingin mengetahui hubungan antara derajat penyakit acne vulgaris dengan
stres oksidatif, yang akan diukur dengan markernya yaitu MDA.
Metode penelitian ini adalah cross sectional, analitik. Jumlah subjek
penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah 64 orang. Terhadap
semua subjek dilakukan pemeriksaan derajat penyakit acne vulgaris dan pengambilan
darah vena sebagai bahan pemeriksaan kadar MDA.
Berdasarkan uji korelasi Spearman didapatkan adanya korelasi positif sedang
antara derajat acne vulgaris dengan kadar MDA (r = 0,566, p<0,05). Hasil penelitian
ini mendukung teori bahwa pada acne vulgaris terdapat stres oksidatif. Semakin berat
derajat acne vulgaris maka semakin tinggi kadar MDA, dimana MDA merupakan
salah satu indikator dari stres oksidatif.
Dari penelitian ini disimpulkan terdapat korelasi positif antara derajat acne
vulgaris dengan kadar MDA. Hasil penelitian ini dapat dijadikan penelitian dasar bagi
penelitian berikutnya yang meneliti keefektifan antioksidan dalam acne vulgaris dan
sebagai landasan pertimbangan pemberian antioksidan dalam tatalaksana acne
vulgaris.
Kata kunci : MDA, perbedaan kadar MDA, derajat penyakit acne vulgaris, korelasi
positif.
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .
PRASYARAT GELAR
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
iv
vi
ABSTRAK ..
xi
ABSTRACT
xii
DAFTAR ISI
xvi
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
xx
DAFTAR LAMPIRAN
xxi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .
2.1.3. Epidemiologi ..
2.1.4. Etiopatogenesis ..
2.1.4.4. Inflamasi
11
12
13
2.1.7. Diagnosis .
14
2.1.8. Terapi
15
2.1.9. Komplikasi
17
18
2.2.1. Definisi
18
18
19
21
22
25
28
3.2. Konsep ..
29
3.3. Hipotesis
29
30
30
30
30
30
31
31
32
32
32
33
36
37
4.6.1. Alat-alat
37
4.6.2. Reagen
37
38
38
39
40
40
41
42
43
5.3. Kadar MDA pada Acne Vulgaris Derajat Ringan, Sedang, dan Berat
44
45
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Subjek
46
49
6.3. Kadar MDA pada Acne Vulgaris Derajat Ringan, Sedang, dan Berat
49
50
53
5.1. Simpulan
53
5.2. Saran ..
53
DAFTAR PUSTAKA ..
54
LAMPIRAN LAMPIRAN
58
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1. Klasifikasi ASEAN Grading Lehmann 2003
14
24
33
42
43
5.3. Kadar MDA Kelompok Acne Vulgaris Derajat Ringan, Sedang, dan
Berat...
5.4. Perbandingan Perbedaan Rerata Kadar MDA Kelompok Acne
Vulgaris Derajat Ringan, Sedang, dan Berat
44
45
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1. Konsep ....
29
39
5.1. Scatter plot korelasi derajat acne vulgaris dengan kadar MDA.
45
DAFTAR SINGKATAN
Cl-
= Ion Chlor
Cu+
= Ion cuprum
Fe++
= Ion fero
DHT
= Dihidrotestosteron
DNA
H2O2
= Hidrogen peroksida
HOCl
= Asam hipoklorit
IgG
= Imunoglobulin G
IL-1
= Interleukin 1
IL-8
= Interleukin 8
IL-1
= Interleukin-1
LDL
MDA
= Malondialdehid
NADH
NADPH
O2-
OOH
= Radikal peroksil
OH
= Radikal hidroksil
/O2
= Singlet oksigen
PUFA
ROS
SOD
= Superoksid dismutase
TBAR
= Tiobarbiturat Acid
TNF
XO
= Xantin oksidase
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Informed Consent ..
58
Lampiran 2
60
Lampiran 3
Status Penelitian
61
Lampiran 4
65
Lampiran 5
Ethical Clearance ..
67
Lampiran 6
68
Lampiran 7
Karakteristik Subjek ..
69
Lampiran 8
70
BAB I
PENDAHULUAN
menderita acne. Di Amerika Serikat, tercatat lebih dari 17 juta penduduk yang
menderita acne setiap tahunnya, di mana 75 hingga 95% di antaranya adalah usia
remaja. Sedangkan pada satu studi prevalensi acne yang dilakukan di kota
Palembang,
diduga bahwa stres oksidatif berperan dalam patogenesis acne. Namun, hal ini masih
merupakan kontroversi, karena ada penelitian yang menyatakan bahwa korelasi
antara stres oksidatif dan derajat penyakit acne vulgaris tidak signifikan.
Propionibacterium acnes dianggap berperan penting dalam patogenesis acne
dengan memproduksi faktor kemotaktik sehingga menyebabkan akumulasi netrofil
pada daerah lesi acne. Setelah terjadi fagositosis oleh netrofil, akan dilepas enzim
lisosom dan ROS.
Dalam rangka perlindungan terhadap serangan ROS, tubuh manusia memiliki
suatu sistem antioksidan yang terorganisir, baik antioksidan enzimatik maupun
antioksidan non-enzimatik, yang bekerja secara sinergis. Antioksidan melindungi sel
tubuh terhadap kerusakan oksidatif dan dapat mencegah produksi dari produkproduk
oksidatif.
Ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan, di mana produksi ROS
melebihi kapasitas antioksidan, berpotensi menyebabkan kerusakan, yang disebut
dengan stres oksidatif.
peroksidasi lipid dan produk akhirnya yang dikenal sebagai malondialdehid (MDA).
Terdapat dugaan bahwa pada keadaan stres oksidatif, yang disertai dengan produk
oksidatifnya, akan menyebabkan pelepasan mediator proinflamasi seperti sitokin pada
tingkat seluler. Hal ini diduga akan menginduksi terjadinya inflamasi.
Sebuah penelitian di Jepang menyatakan bahwa penderita acne inflamasi
menunjukkan peningkatan kadar hidrogen peroksida yang diproduksi oleh netrofil
secara signifikan, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (Akamatsu dkk.,
2003). Sedang pada penelitian lain yang dilakukan oleh Kurutas dkk. (2005),
didapatkan bahwa terdapat penurunan aktivitas antioksidan Superoksid Dismutase
(SOD) pada penderita acne. Di Indonesia, dari penelitian yang dilakukan oleh
Surlinia (2010), didapatkan kesimpulan bahwa kadar MDA darah pada penderita acne
inflamasi lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan individu non acne
vulgaris. Dari penelitianpenelitian yang pernah dilakukan, diduga bahwa stres
oksidatif berperan dalam patogenesis acne inflamasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Arican tidak berhasil menunjukkan hubungan yang bermakna (nilai r = 0,20 dan nilai
p > 0,05) antara stres oksidatif dengan derajat penyakit acne vulgaris (Arican dkk.,
2005).
Berdasarkan data data tersebut, maka disusunlah permasalahan apakah
terdapat hubungan antara derajat penyakit acne vulgaris dengan stres oksidatif, yang
akan diukur dengan markernya yaitu MDA.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.2 Definisi
Acne vulgaris merupakan suatu keradangan kronis dari folikel pilosebasea
yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista dan pustul pada daerah-daerah
predileksi yaitu muka, bahu, lengan bagian atas, dada, dan punggung (Zaenglein dkk.,
2008).
2.1.3 Epidemiologi
Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorangpun (artinya 100%) yang sama
sekali tidak pernah menderita acne (Wasitaatmadja, 2007). Di Amerika Serikat saja,
tercatat lebih dari 17 juta penduduk yang menderita acne setiap tahunnya, di mana 75
hingga 95% di antaranya adalah usia remaja (Baumann dan Keri, 2009).
Pada suatu studi prevalensi acne yang dilakukan di kota Palembang, dari 5204
sampel berusia 14-21 tahun, didapatkan bahwa usia terbanyak adalah 15-16 tahun
(Suryadi, 2008). Sedangkan berdasarkan sebuah penelitian retrospektif di Taiwan,
didapatkan data kejadian acne sebesar 83 % pada laki-laki dan 87 % pada perempuan
(Yu dkk., 2008).
Acne derajat ringan seringkali dijumpai saat lahir, yang kemungkinan
disebabkan karena stimulasi folikuler oleh androgen adrenal, dan dapat berlanjut
hingga periode neonatal. Namun, pada mayoritas kasus, acne menjadi masalah yang
signifikan sejak usia pubertas. Kasus terbanyak dijumpai pada pertengahan hingga
akhir remaja. Setelah itu, insidennya menurun perlahan. Namun, pada wanita, acne
dapat menetap hingga dekade ketiga bahkan lebih (Zaenglein dkk., 2008).
2.1.4 Etiopatogenesis
Etiologi acne vulgaris belum jelas sepenuhnya. Patogenesis acne adalah
multifaktorial, namun telah diidentifikasi empat teori sebagai etiopatogenesis acne.
Keempat patogenesis tersebut adalah hiperproliferasi epidermis folikuler, produksi
sebum yang berlebih, bakteri Propionibacterium acnes (P. acnes), dan inflamasi
(Zaenglein dkk., 2008).
sebasea
adalah
organ
target
androgen,
distimulasi
untuk
densitas reseptor androgen dan aktivitas 5 reduktase yang lebih tinggi. DHT adalah
androgen poten yang berperan pada acne. Androgen menyebabkan peningkatan
ukuran kelenjar sebasea, menstimulasi produksi sebum, serta menstimulasi proliferasi
keratinosit pada duktus kelenjar sebasea dan acroinfundibulum (Zouboulis dkk.,
2005).
Hiperproliferasi epidermal folikuler menyebabkan terbentuknya lesi primer
acne, yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut bagian atas, infundibulum, menjadi
hiperkeratotik dan disertai peningkatan kohesi keratinosit. Peningkatan sel dan
kepekatannya menyebabkan sumbatan pada ostium folikuler. Sumbatan ini
menyebabkan terjadinya akumulasi keratin, sebum dan bakteri pada folikel, yang
kemudian menyebabkan dilatasi pada folikel rambut bagian atas, dan terjadi
mikrokomedo (Zaenglein dkk., 2008).
2.1.4.2. Produksi sebum berlebih
Sebum disintesis oleh kelenjar sebasea secara kontinu dan disekresikan ke
permukaan kulit melalui pori pori folikel rambut. Sekresi sebum ini diatur secara
hormonal. Kelenjar sebasea terletak pada seluruh permukaan tubuh, namun jumlah
kelenjar yang terbanyak didapatkan pada wajah, pungung, dada, dan bahu (Baumann
dan Keri, 2009).
Fungsi sebum pada manusia tidak diketahui pasti. Diduga bahwa sebum dapat
mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit dan menjaga kulit tetap lembut dan
halus (Nelson dan Thiboutot, 2008).
Pada saat pubertas, jumlah P. acnes pada wajah dan pipi penderita acne
meningkat drastis, dan saat dewasa akan menunjukkan jumlah yang konstan.
Penelitian tentang DNA P.acnes yang dilakukan oleh Miura dkk., menemukan bahwa
pada penderita acne berusia 10-14 tahun didapatkan jumlah P.acnes di hidung dan
dahi yang lebih tinggi secara signifikan daripada non acne. Namun pada penderita
acne berusia lebih dari 15 tahun, tidak didapatkan perbedaan jumlah P.acnes yang
signifikan (Miura dkk., 2010).
Berdsarkan observasi yang dilakukan selama ini, diduga P. acnes berperan
secara tidak langsung dalam patogenesis acne dengan merangsang komedo dan
menghasilkan substansisubstansi yang menyebabkan terjadinya ruptur komedo,
sehingga memulai respon inflamasi.
2.1.4.4 Inflamasi
Beberapa hipotesis menyatakan peran P.acnes dalam terbentuknya acne.
Kerusakan jaringan kulit dapat merupakan akibat dari enzim bakteri yang memiliki
sifat degradasi, dan mempengaruhi integritas sel epidermis kulit dan fungsi barier
dinding folikuler folikel sebaseus. Hal ini menyebabkan pelepasan sitokin pro
inflamasi dari keratinosit, yang akan berdifusi ke dermis dan memicu inflamasi
(Bruggemann, 2005).
Terdapat dua macam respon inflamasi yang terjadi, yaitu :
1. Rupturnya epitel komedo. Komedo yang mengandung korneosit, rambut,
sebum, dan campuran debris seluler akan memasuki dermis, dan memicu
terjadinya reaksi inflamasi.
2. Netrofil berakumulasi di sekeliling komedo yang intak yangmana dinding
epitelnya bersifat spongiotik. Hal ini menyebabkan terjadinya kebocoran
substansi yang dapat berdifusi dari komedo. Pada saat ini, imunoglobulin
seperti IgG, dan komplemen seperti C3, dapat dideteksi pada pembuluh darah
di sekitar komedo. Adanya faktor kemotaktik dengan berat molekul yang
kecil, memungkinkan terjadinya difusi dari folikel yang intak menuju ke
dermis, sehingga akan menarik netrofil. Setelah terjadi fagositosis, netrofil
akan melepaskan enzim lisosomal dan Reactive Oxygen Species (ROS), yang
akan menyebabkan kerusakan epitel folikuler, yang kemudian lebih lanjut
akan mengawali terjadinya inflamasi. Selain itu, diketahui pula bahwa P.
acnes merupakan aktivator komplemen jalur klasik dan alternatif yang poten.
Aktivasi komplemen akan menyebabkan semakin banyaknya netrofil.
Keseluruhan hal ini akan menyebabkan terjadinya inflamasi (Kurutas dkk.,
2005).
pengelompokan acne. Saat ini, terdapat lebih dari 20 metode berbeda yang digunakan
untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan acne.
Klasifikasi acne yang paling tua adalah klasifikasi oleh Pillsburry pada
tahun 1956, yang mengelompokkan acne menjadi 4 skala berdasarkan perkiraan
jumlah dan tipe lesi, serta luas keterlibatan kulit (Barratt dkk., 2009).
Klasifikasi lainnya oleh Plewig dan Kligman, yang mengelompokkan acne
vulgaris menjadi :
1. Acne komedonal
a. Grade 1 : Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah
b. Grade 2 : 10-25 komedo pada tiap sisi wajah
c. Grade 3 : 25-50 komedo pada tiap sisi wajah
d. Grade 4 : Lebih dari 50 komedo pada tiap sisi wajah
2. Acne papulopustul
a. Grade 1 : Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah
b. Grade 2 : 10-20 lesi pada tiap sisi wajah
c. Grade 3 : 20-30 lesi pada tiap sisi wajah
d. Grade 4 : Lebih dari 30 lesi pada tiap sisi wajah
3. Acne konglobata
Klasifikasi ASEAN grading Lehmann 2003 yang mengelompokkan acne
menjadi tiga kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat sebagai berikut:
Tabel 2.1. Klasifikasi ASEAN grading Lehmann 2003 (Wasitaatmadja, 2010)
Derajat
Komedo
Papul / pustul
Nodul
Ringan
Sedang
Berat
< 20
20-100
>100
< 15
15-50
> 50
Tidak ada
<5
>5
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis acne vulgaris ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Keluhan penderita dapat berupa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya keluhan
penderita lebih bersifat kosmetik.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan komedo, baik komedo terbuka maupun
komedo tertutup. Adanya komedo diperlukan untuk menegakkan diagnosis acne
vulgaris (Wolff dan Johnson, 2009). Selain itu, dapat pula ditemukan papul, pustul,
nodul, dan kista pada daerah daerah predileksi yang mempunyai banyak kelenjar
lemak.
Secara umum, pemeriksaan laboratorium bukan merupakan indikasi untuk
penderita acne vulgaris, kecuali jika dicurigai adanya hiperandrogenism (Zaenglein
dkk., 2008).
2.1.8 Terapi
Terapi acne vulgaris terdiri dari beberapa modalitas, antara lain (James dkk.,
2006 ; Zaenglein dkk., 2008 ; Ascenso dan Marques, 2009).
1. Terapi topikal.
a. Retinoid topikal.
2.1.9 Komplikasi
Semua tipe acne berpotensi meninggalkan sekuele. Hampir semua lesi acne
akan meninggalkan makula eritema yang bersifat sementara setelah lesi sembuh. Pada
warna kulit yang lebih gelap, hiperpigmentasi post inflamasi dapat bertahan berbulanbulan setelah lesi acne sembuh. Acne juga dapat menyebabkan terjadinya scar pada
beberapa individu.
Selain itu, adanya acne juga menyebabkan dampak psikologis. Dikatakan 30
50% penderita acne mengalami gangguan psikiatrik karena adanya acne (Zaenglein
dkk., 2008).
atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital atom atau molekul nya (Gabrielli
dkk., 2012).
tubuh terhadap serangan infeksi mikroorganisme. Dalam hal ini enzim oksidase dan
oksigenase akan membentuk berbagai senyawa radikal bebas dan ROS, termasuk
asam hipoklorit (HOCl), yang akan menyerang dan menghancurkan virus atau
bakteri. Namun di sisi lain, terbentuknya senyawa radikal tersebut sangat berbahaya
karena juga berpotensi menyerang sel tubuh (Kunwar dan Priyadarsini, 2011 ;
Winarsi, 2007).
Berikut pembentukan masing masing ROS :
1. Radikal ion superoksida (O2-)
Pembentukan radikal ion superoksida ini melalui beberapa mekanisme berikut
:
H2O2 dapat tereduksi melalui reaksi Fenton, dan menghasilkan oksidan yang
sangat kuat yaitu radikal hidroksil (OH) (Urbanski dan Beresewicz, 2000).
3. Hidrogen Peroksida (H2O2)
H2O2 terbentuk karena aktivitas enzim oksidase yang mengkatalisis reaksi
dalam retikuloendoplasmik (mikrosom) dan peroksisom, melalui reaksi :
R H2 + O2 R + H2O2
4. Radikal Hidroksil (OH)
Radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling reaktif dan berbahaya.
Radikal hidroksil bukan merupakan produk primer proses biologis, melainkan
berasal dari H2O2 dan O2-. Keberadaan H2O2 dapat berbahaya bila bersamasama dengan O2- karena akan membentuk radikal hidroksil melalui reaksi
Haber-Weiss berikut :
O2- + H2O2 O2 + OH- + OH
5. Singlet Oksigen (O2)
Merupakan bentuk oksigen yang memiliki reaktivitas jauh lebih tinggi
dibanding oksigen bentuk ground state. Senyawa ini terbentuk melalui reaksi
yang dikatalisis oleh beberapa enzim, antara lain :
a. Enzim monooksigenase : 2 ROOH 2 ROH + /O2
b. Enzim prostaglandin endoperoksida sintetase : 2PGG2 2PGH2 + /O2
c. Enzim mieloperoksidase
H2O2 + Cl-
H2O + ClO-
__________________________
2 H2O + /O2
2 H2O2
lipid, akan dilepaskan produk-produk toksik yang dapat merusak pada area yang jauh
dari area terbentuknya reaksi peroksidasi lipid, bertindak sebagai second messenger
Bentuk radikal asam lemak tersebut adalah diena terkonjugasi, termasuk di dalamnya
hidroperoksida, alkohol, aldehid, atupun alkana (Devasagayam, dkk., 2004 ; Winarsi,
2007).
(misalnya
Superoksida
Dismutase/SOD,
katalase,
dan
glutation
Biomarker
Availabilitas
1. Peroksidasi lipid
Malondialdehid (MDA)
Plasma,
serum,
saliva,
urine,
Plasma, serum
3. Oksidasi DNA
8-hidroksi-2-deoksiguanosin
Oksidasi lipid merupakan hasil kerja radikal bebas yang diketahui paling awal
dan paling mudah pengukurannya. Karena itulah, reaksi ini paling sering dilakukan
untuk mempelajari stres oksidatif (Winarsi, 2007).
Malondialdehid (MDA) adalah senyawa dialdehida yang merupakan produk
akhir peroksidasi lipid dalam tubuh. MDA adalah alat ukur yang paling banyak
digunakan sebagai indikator peroksidasi lipid (Fuchs dkk., 2001). Senyawa ini
memiliki tiga rantai karbon, dengan rumus molekul C3H4O2. MDA dapat bereaksi
dengan komponen nukleofilik atau elektrofilik. Aktivitas non-spesifiknya, MDA
dapat berikatan dengan berbagai molekul biologis seperti protein, asam nukleat dan
aminofosfolipid secara kovalen (Winarsi, 2007).
MDA merupakan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh radikal bebas.
Di samping itu, MDA juga merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh
radikal bebas. Oleh sebab itu, konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya
proses oksidasi dalam membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti
oleh penurunan kadar MDA (Winarsi, 2007).
antioksidan
enzimatis,
seperti
glutathion
peroksidase
dan
superoksida dismutase pada penderita acne dilaporkan dengan kadar yang lebih
rendah dibandingkan penderita non acne (Abulnaja, 2009). Peningkatan produksi
ROS yang dapat disertai dengan penurunan kadar antioksidan menyebabkan
terjadinya stres oksidatif. Beberapa penelitian mengungkapkan adanya hubungan
antara stres oksidatif dengan acne inflamasi.
Sebuah penelitian di Jepang bertujuan untuk mengetahui kadar Hidrogen
Peroksida (H2O2) yang dihasilkan oleh netrofil pada penderita acne inflamasi, acne
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.2 Konsep
Merokok
Konsumsi alkohol
Stres oksidatif
Faktor Eksogen
Faktor Endogen
Dermatitis Atopik
Psoriasis
Pioderma
Morbus Hansen
Kehamilan
Penyakit inflamasi
sistemik
Penderita
hiperandrogenisme
Keterangan :
Inflamasi
Acne Vulgaris
Penggunaan obat :
anti inflamasi non
steroid, androgen,
kortikosteroid,
Phenytoin, Isoniazid,
Epidermal Growth
Factor receptor
Inhibitor
Penggunaan
kontrasepsi hormonal
MDA
diteliti
Tidak diteliti
Gambar 3.1. Konsep
3.3 Hipotesis
Derajat penyakit acne vulgaris berhubungan positif dengan kadar MDA.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Z + Z
N =
+3
0,5 ln{(1 + r ) /(1 r )}
Dimana :
N
: besar sampel.
dianggap signifikan adalah 0,35, dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% dan power
penelitian sebesar 80%. Dengan menggunakan rumus di atas, diperlukan sampel
sebesar 64 orang.
Komedo
Papul / pustul
Nodul
Non acne
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ringan
< 20
< 15
Tidak ada
Sedang
20-100
15-50
<5
Berat
> 100
> 50
>5
2. MDA adalah produk akhir peroksidasi lipid di dalam tubuh, yang merupakan
biomarker dari stres oksidatif, dimana kadar MDA ditentukan dengan
melakukan pemeriksaan spektrofotometrik dari bahan sampel plasma subjek
penelitian, sebanyak 1 kali pengukuran.
3. Merokok adalah kebiasaan menghisap rokok, yang didapatkan melalui teknik
wawancara.
4. Konsumsi alkohol adalah kebiasaan minum minuman yang mengandung
alkohol, yang didapatkan melalui teknik wawancara.
5. Dermatitis atopik adalah kelainan kulit, yang didiagnosis berdasarkan
terpenuhinya minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor dari kriteria
diagnosis Hanifin Rajka yang tercantum pada lampiran 4.
6. Psoriasis adalah suatu kondisi kulit yang pada pemeriksaan fisik ditandai
dengan adanya bercak eritema yang tertutup skuama tebal dan berlapis, warna
keperakan pada daerah ekstensor, serta didapatkan Auspitz sign positif, dapat
disertai dengan Koebner phenomena positif, dan dikonfirmasi dengan
menggunakan pemeriksaan histopatologi.
7. Pioderma adalah keadaan infeksi bakteri pada kulit superfisial, dapat
bermanifestasi senbagai impetigo, ektima, folikulitis, erisipelas, selulitis, atau
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang didiagnosis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis, dan dikonfrimasi dengan hasil pengecatan
gram yaitu ditemukannya bakteri coccus gram positif.
hiperandrogenisme
adalah
penderita
dengan
gejala-gejala
13. Pengguna obat androgen adalah subjek dengan riwayat sedang atau pernah
mengkonsumsi obat androgen yang sering digunakan sebagai pengobatan
hipogonadism, dalam kurun waktu lebih dari atau sama dengan empat minggu
sebelumnya, yang diperoleh melalui teknik wawancara.
14. Pengguna kortikosteroid adalah subjek dengan riwayat sedang atau pernah
mengkonsumsi obat kelompok kortikosteroid dalam kurun waktu lebih dari
atau sama dengan empat minggu sebelumnya, yang diperoleh melalui teknik
wawancara.
15. Pengguna phenytoin adalah subjek dengan riwayat sedang atau pernah
mengkonsumsi phenytoin yang sering digunakan sebagai obat anti epilepsi,
dalam kurun waktu lebih dari atau sama dengan tiga minggu sebelumnya,
yang diperoleh melalui teknik wawancara.
16. Pengguna isoniazid adalah subjek dengan riwayat sedang atau pernah
mengkonsumsi isoniazid yang sering digunakan sebagai obat anti epilepsi
dalam kurun waktu lebih dari atau sama dengan tiga minggu sebelumnya,
yang diperoleh melalui teknik wawancara.
17. Pengguna Epidermal Growth Factor receptor Inhibitor adalah subjek dengan
riwayat sedang atau pernah mengkonsumsi Epidermal Growth Factor
receptor Inhibitor yang sering digunakan sebagai obat kanker paru-paru, usus
besar, dan payudara, dalam kurun waktu lebih dari atau sama dengan tiga
minggu sebelumnya, yang diperoleh melalui teknik wawancara.
4.6.2 Reagen
1. Reagen R1 : N-metil-2-phenylindole dalam acetonitrit.
2. Reagen R2 : asam hidroklorit terkonsentrasi.
3. Standart MDA : 1,1,3,3-tetramethoxypropane (TMOP) dalam tris-HCl.
2. Berdasarkan
anamnesis
dan
pemeriksaan
fisik,
subjek
penelitian
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Acne vulgaris
Derajat ringan, sedang, dan berat
Kadar MDA
3. Menguji korelasi antara kadar MDA dengan derajat acne vulgaris, dengan
mengunakan metode korelasi Spearman, dengan tingkat kepercayaan =
0,05.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Persentase (%)
Umur (tahun)
12-19
20-27
28-35
4
28
32
6,3
43,8
50,0
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
22
42
34,4
65,6
Pekerjaan
Pelajar/mahasiswa
Swasta
Profesional
Lain-lain
10
38
13
3
15,6
59,4
20,3
4,7
Status pernikahan
Belum menikah
Menikah
36
28
56,3
43,8
Pendidikan terakhir
SD
SMP
SMA
Sarjana
Total
1
0
33
30
64
1,6
0,0
51,6
46,9
100,0
Karakteristik subjek
Selama periode bulan Januari sampai Juni 2011, telah dilakukan penelitian cross
sectional Kadar MDA berhubungan positif dengan derajat penyakit acne vulgaris.
Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar. Selama periode tersebut, didapatkan
64 orang sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, terdiri atas 42 orang
(65,6 %) perempuan dan 22 orang (34,4 %) laki - laki. Rerata umur subyek adalah
26,97 5,204 tahun dengan umur minimum 15 tahun dan umur maksimum 35 tahun.
Kelompok usia acne vulgaris terbanyak adalah 28-35 tahun (32 %).
Jumlah
Persentase
vulgaris
(orang)
(%)
Ringan
24
37,5
Sedang
23
35,9
Berat
17
26,6
Total
64
100,0
5.3 Kadar MDA pada Acne Vulgaris Derajat Ringan, Sedang, dan Berat
Rerata kadar MDA pada kelompok acne vulgaris derajat ringan adalah 1,123 0,224
M/L, kelompok acne vulgaris derajat sedang adalah 1,223 0,248 M/L, dan
kelompok acne vulgaris derajat berat adalah 1,912 0,785 M/L. Dari uji Kruskall
Wallis didapatkan nilai p 0,000 (<0,05) yang artinya paling tidak terdapat dua
kelompok derajat acne vulgaris yang memiliki perbedaan rerata MDA yang
bermakna, seperti yang tertera pada Tabel 5.3. Untuk menentukan kelompok mana
yang berbeda secara bermakna, maka dilakukan analisis lanjutan (post hoc) dengan
menggunakan analisis Mann-Whitney. Hasil analisis Mann-Whitney menunjukkan
bahwa rerata kadar MDA pada kelompok acne vulgaris derajat ringan dan sedang
tidak berbeda secara bermakna, dimana nilai p > 0,05. Sebaliknya, rerata kadar MDA
antara kelompok acne vulgaris derajat ringan dan sedang berbeda signifikan dengan
rerata kadar MDA pada acne vulgaris derajat berat dengan nilai p < 0,05 seperti yang
tampak pada Tabel 5.4.
Tabel 5.3. Kadar MDA pada acne vulgaris derajat ringan, sedang, dan berat
Derajat penyakit
acne vulgaris
SD
Ringan
1,123
0,224
Sedang
1,223
0,248
Berat
1,912
0,785
0,000
Tabel 5.4. Perbandingan perbedaan rerata kadar MDA kelompok acne vulgaris
derajat ringan, sedang, dan berat
Kelompok yang dibandingkan
Nilai p antara
MDA (M/L)
1,649
0,099
3,926
0,000
4,208
0,000
Gambar 5.1. Scatter plot korelasi antara derajat acne vulgaris dengan kadar MDA.
BAB VI
PEMBAHASAN
melaporkan perburukan gejala acne pada periode premenstrual (Rivera dan Guerra,
2009). Penyebab terbanyak keadaan ini adalah perubahan respon reseptor androgen
kutaneus terhadap perubahan hormonal fisiologi pada siklus menstruasi, yang
berkaitan terhadap munculnya lesi inflamasi dan peningkatan sebogenesis (Addor dan
Schalka, 2010). Kemungkinan alasan lain adalah faktor stres kronik dan kosmetik.
Stres kronik ditengarai merupakan penyebab peningkatan sekresi androgen pada
beberapa perempuan, yang menimbulkan terbentuknya acne. Selain itu acne yang
diinduksi oleh pemakaian kosmetik disebut sebagai penyebab penting acne ringan
hingga sedang pada populasi perempuan (Khunger dan Kumar, 2012). Jenis kelamin
perempuan umumnya lebih peduli terhadap penampilan fisik atau kosmetik, sehingga
jenis kelamin perempuan lah yang lebih cepat mencari pengobatan bila mengalami
keluhan kosmetik.
Kelompok usia acne vulgaris terbanyak pada penelitian ini adalah kelompok
usia 28-35 tahun (50 %). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
sebelumnya oleh Suryadi (2008) di Palembang yang mendapatkan hasil bahwa
kelompok usia acne vulgaris terbanyak adalah 15-16 tahun. Meskipun sebagian besar
kasus acne didapatkan pada usia remaja, namun akhir-akhir ini mulai didapatkan
peningkatan kasus acne pada usia dewasa, yaitu acne yang muncul setelah usia 25
tahun (Ascenso dan Marques, 2009). Terutama pada jenis kelamin perempuan, acne
dapat menetap hingga dekade ketiga atau lebih (Zaenglein dkk., 2008). Acne yang
didapatkan pada usia dewasa ini dapat merupakan ane yang persisten atau acne
dengan awitan lambat atau late onset (Rivera dan Guerra, 2009). Kelenjar sebasea
mewakili densitas reseptor androgen yang berbanyak pada kulit manusia (Jappe,
2003). Hormon androgen adrenal dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) adalah
regulator aktivitas kelenjar sebasea yang signifikan, di mana kadar DHEAS mulai
meningkat saat pubertas dan mulai menurun setelah dewasa (Nelson dan Thiboutot,
2008). Namun selain dipengaruhi oleh hormon androgen, terbentuknya acne vulgaris
juga dapat dipengaruhi oleh faktor non hormonal. Terdapat beberapa varian acne
yang patogenesis nya tidak dipengaruhi oleh DHEAS, sehingga dapat pula dijumpai
acne pada usia dewasa atau setelah pubertas. Propionibacteria acnes merupakan
mikroorganisme penghuni predominan pada area kulit orang dewasa yang kaya akan
kelenjar sebasea. Analisis bakteriologi dan produksi sebum pada area tubuh multipel
menunjukkan hubungan yang erat antara jumlah P. acnes dengan produksi sebum
(Jappe, 2003). Pada saat pubertas, jumlah P. acnes pada wajah dan pipi penderita
acne meningkat drastis, dan saat dewasa akan menunjukkan jumlah yang konstan.
Penelitian Miura dkk. menemukan bahwa pada penderita acne berusia 10-14 tahun
didapatkan jumlah P.acnes di hidung dan dahi yang lebih tinggi secara signifikan
daripada non acne. Namun pada penderita acne berusia lebih dari 15 tahun, tidak
didapatkan perbedaan jumlah P.acnes yang signifikan (Miura dkk., 2010). Faktorfaktor tersebut yang kemungkinan merupakan dasar didapatkannya kelompok usia
acne vulgaris terbanyak pada usia 28-35 tahun.
6.3 Kadar MDA pada Acne Vulgaris Derajat Ringan, Sedang, dan Berat
Pada penelitian ini didapatkan perbedaan rerata MDA yang signifikan antara
kelompok acne vulgaris derajat ringan, sedang, dan berat, di mana rerata kadar MDA
kelompok acne vulgaris derajat berat lebih tinggi daripada derajat ringan dan sedang
(p = 0,000). Semakin tinggi derajat penyakit acne vulgaris, maka semakin tinggi
rerata kadar MDA. Dari analisis lanjutan didapatkan perbedaan rerata kadar MDA
yang signifikan pada kelompok acne derajat sedang dan berat (p = 0,000) dan pada
kelompok acne derajat ringan dan berat (p = 0,000). Perbedaan kadar MDA yang
bermakna ini menunjukkan bahwa pada acne vulgaris terdapat stres oksidatif yang
berperan penting di dalam patogenesis nya (Arican dkk., 2005).
Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif sedang antara derajat acne
vulgaris dengan kadar MDA, dengan nilai r 0,566 (p<0,05). Hal ini berarti terdapat
hubungan yang bermakna antara derajat penyakit acne vulgaris dengan kadar MDA.
Semakin berat derajat acne vulgaris, maka semakin tinggi kadar MDA, di mana MDA
merupakan salah satu indikator dari stres oksidatif. Hal ini semakin menguatkan bukti
peranan stres oksidatif dalam hal timbulnya dan parahnya derajat penyakit acne
vulgaris.
Stres oksidatif adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara prooksidan
dengan antioksidan karena pembentukan ROS yang melebihi kemampuan sistem
pertahanan antioksidan, atau menurun atau menetapnya kemampuan antioksidan.
Stres oksidatif menyebabkan terjadi kerusakan oksidatif terhadap penyusun sel seperti
DNA, protein, lemak, dan gula (Winarsi, 2007; Hiromichi dkk., 2008).
Malondialdehid (MDA) adalah produk akhir dari peroksidasi lipid, dan merupakan
salah satu indikator stres oksidatif (Arican dkk., 2005). Malondialdehid memiliki sifat
kimia yang stabil sehingga dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan
keaktifan radikal bebas di tubuh (Lucky dkk., 2007).Pada keadaan stres oksidatif
akan terbentuk produkproduk oksidasi, yang dapat menyebabkan terjadinya
denaturasi protein, mempengaruhi proses apoptosis, dan menyebabkan pelepasan
mediator proinflamasi, seperti sitokin pada tingkat seluler, yang berperan penting
dalam induksi penyakit kulit inflamasi (Bickers dan Athar, 2006). Akumulasi
peroksidasi lipid akan menyebabkan upregulasi dari IL-1, yang kemudian berperan
dalam perubahan lesi komedo menjadi lesi inflamasi (Tochio dkk., 2010).
Hasil penelitian ini mendukung teori bahwa pada acne vulgaris terdapat stres
oksidatif. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa peroksidasi lipid
merupakan penyebab peningkatan progresivitas komedogenesis dan inflamasi pada
acne. Dari penelitian yang dilakukan oleh Bowe dan Logan (2010) didapatkan data
bahwa pada penderita acne dengan manifestasi minimal berupa mikrokomedo telah
didapatkan bukti adanya peroksidasi lipid. Progresi penyakit dengan manifestasi lesi
inflamasi menunjukkan peningkatan kadar peroksidasi lipid sebesar 4 kali lipat.
Terdapat peningkatan peroksidasi lipid seiring dengan terjadinya peningkatan
inflamasi (Bowe dan Logan, 2010).
Hubungan yang bermakna antara derajat penyakit acne vulgaris dengan kadar
MDA yang didapatkan pada penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Arican yang tidak berhasil menunjukkan hubungan yang bermakna (nilai r =
0,20 dan nilai p > 0,05) antara stres oksidatif dengan derajat penyakit acne vulgaris.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan karakteristik subjek penelitian dan
perbedaan klasifikasi acne vulgaris yang digunakan dalam penelitian. Penelitian oleh
Arican dilakukan di Turki, dengan menggunakan 43 subjek acne vulgaris berusia 1335 tahun. Klasifikasi acne yang digunakan pada penelitian oleh Arican menggunakan
klasifikasi yang berbeda. Pada penelitian tersebut, yang termasuk dalam acne vulgaris
derajat ringan meliputi lesi komedonal saja, derajat sedang meliputi lesi papul dan
pustul, serta derajat berat meliputi lesi nodulokistik. Hal-hal tersebut yang
kemungkinan mendasari terjadinya perbedaan hasil penelitian.
Berdasarkan hal-hal yang didapatkan dari penelitian, maka penelitian ini dapat
dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya yang meneliti tentang keefektifan
pemberian antioksidan pada penderita acne vulgaris. Selain itu dapat pula
dipertimbangkan pemberian antioksidan pada penderita acne vulgaris untuk
memperbaiki keadaan stres oksidatif yang ada.
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian cross sectional yang memiliki
kelemahan di dalam menentukan hubungan sebab akibat antara peningkatan kadar
MDA dan penyakit acne vulgaris. Selain itu, jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini relatif masih kurang, yang dapat berpengaruh terhadap akurasi dan
validitas hasil. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rancangan
kohort dengan jumlah sampel yang lebih besar.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan dari penelitian ini adalah :
Terdapat korelasi positif antara derajat penyakit acne vulgaris dengan kadar MDA.
7.2 Saran
1.
2.
Penelitian lanjutan dengan rancangan kohort dan jumlah sampel yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Abulnaja, K.O. 2009. Oxidant/Antioxidant Status in Obese Adolescent Females with
Acne Vulgaris. Indian J Dermatol 54(1): 36-40.
Addor, F.A.S.S., Schalka, S. 2010. Acne in adult women: epidemiological, diagnostic
and therapeutic aspects. An Bras Dermatol 85(6):789-95.
Akamatsu, H., Horio, T., Hattori, K. 2003. Increased hydrogen peroxide generation
by neutrophils from patients with acne inflammation. Int J Dermatol 42(5): 366-9.
Arican, O., Kurutas, E.B., Sasmaz, S. 2005. Oxidative Stress in Patients with Acne
Vulgaris. Mediators of Inflammation 6: 380-4.
Ascenso, A., Marques, H.C. 2009. Acne in the Adult. Bentham Science Publishers
Ltd. 9: 1-10.
Barratt, H., Hamilton, F., Car, J., Lyons, C., Layton, A., Majeed, A. 2009. Outcome
measures in acne vulgaris: systematic review. British Journal of Dermatology,
160:132-6.
Baumann L., Keri, J. 2009. Acne (Type 1 sensitive skin). In: Baumann, L. Cosmetic
Dermatology. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill. p. 121-7.
Bickers, D.R., Athar, M. 2006. Oxidative Stress in the Pathogenesis of Skin Disease.
Available from: URL: http://www.nature.com/jid/journal/v126/n12/pdf/5700340a.pdf
Birawan, I.M. 2011. Hubungan antara interleukin-8 (IL-8) dengan derajat keparahan
acne vulgaris (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Bowe, W.P., Logan, A.C. 2010. Clinical implications of lipid peroxidation in acne
vulgaris: old wine in new bottles. Lipids in Health and Disease 9:141:1-11.
Bruggemann, H. 2005. Insights in the Pathogenic Potential of Propionibacterium
acnes From Its Complete Genome. Semin Cutan Med Surg 24:67-72.
DeHaven,
C.
2007.
Acne.
http://www.isclinical.com/whitepapers/acne.pdf
Available
from:
URL:
DeHaven, C. 2007. Oxidative stress and free radical damage. Available from: URL:
http://www.isclinical.com/whitepapers/oxidative-stress.pdf
Devasagayam, T.P.A., Tilak, J.C., Bollor, K.K., Sane, K.S., Ghaskadbi, S.S., Lele,
R.D. 2004. Free Radicals and Antioxidant in Human Health: Current Status and
Future Prospects. JAPI 52:794-804.
Deverts,
D.J.
2007.
Oxidative
Stress.
http://pmbcii.psy.cmu.edu/core_e/oxidative_stress.pdf
Available
from:URL:
Fuchs, J., Herrling, T., Groth, N. 2001. Detection of Free Radicals in Skin: A Review
of the Literature and New Developments. In : Thiele, J., Elsner, P., editors. Oxidants
and Antioxidants in Cutaneous Biology. Basel : Karger. p. 1-17.
Gabrielli, A., Svegliati, S., Moroncini, G., Amico, D. 2012. New Insights into the
Role of Oxidative Stress in Scleroderma Fibrosis. The Open Rheumatology Journal
6(Suppl 1:M4);87-95.
Grange, P.A., Chereau, C., Raingeaud, J., Nicco, C., Weill, B., Dupin, N., Batteux, F.
2009. Production of superoxide anions by keratinocytes initiates P.acnes-induced
inflammation of the skin. PloS Pathog 5(7): 1-14.
Hanisah A., Omar K., Shah S.A. 2009. Prevalence of acne and its impact on the
quality of life in schoool-aged adolescents in Malaysia. J Primary Health Care. 1:205.
Hiromichi, S., Yuichiro, Y., Berthold, K. 2008. Oxidative Stress and Antioxidants in
The Perinatal Period. In : Packer, L., Helmut, S., editors. Oxidative Stress and
Inflammatory Mechanism in Obesity, Diabetes, and The Metabolic Syndrome.
London : CRC Press Taylor & Francis Group. p. 71-85.
James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2006. Acne. In : James, W.D., Berger, T.G.,
Elston, D.M., editors. Andrews Diseases of the skin Clinical Dermatology. 10th Ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. p.231-50.
Jappe, U. 2003. Pathological Mechanism of Acne with Special Emphasis on
Propionibacterium acnes and Related Therapy. Acta Derm Venereol 83: 241-8.
Khunger, N., Kumar, C. 2012. A clinico-epidemiological study of adult acne : is it
different from adolescent acne?. Indian J Dermatol Venereol Leprol 78:335-41.
Kooter, I.M. 2004. Inventory of Biomarkers for Oxidative Stress. Available from:
URL: http://rivm.openrepository.com/rivm/bitstream/10029/9038/1/630111001.pdf
Kumar, S. 2011. Free Radicals and Antioxidants: Human and Food System. Advances
in Applied Science Research 2(1):129-35.
Kunwar, A., Proyadarsini, K.I. 2011. Free radicals, oxidative stress and importance of
antioxidants in human health. J Med Allied Sci 1(2):53-60.
Kurutas, E.B., Arican, O., Sasmaz, S. 2005. Superoxide Dismutase and
Myeloperoxidase activities in Polymorphonuclear Leucocytes in Acne Vulgaris. Acta
Dermatoven APA 14: 39-42.
Lucky, A.W., Biro, F.M., Huster, G.A., Leach, A.D., Morrison, J.A., Ratterman, J.
2007. Acne vulgaris in premenarchal girls. An early sign of puberty associated with
rising levels of dehydroepiandrosterone. Arch Dermatol,156:22-31.
Machine, D., M.J. Campbell, P.M. Fayers, A.P.Y. Pinol. 1997. Sample Size Tables
for Clinical Studies. Edisi 2. Blackwell Science.
Miura, Y., Ishige, I., Soejima, N., Suzuki, Y., Uchida, K., Kawana, S., Eishi, Y. 2010.
Quantitative PCR of Propionibacterium acnes DNA in samples aspirated from
sebaceous follicles on the normal skin of subjects with or without acne. J Mes Dent
Sci, 57:65-74.
Nelson, A.M., Thiboutot, D.M. 2008. Biology of Sebaceous Glands. In : Wolff, K.,
Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell D.J., editors.
Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. 7th. Ed. New York: McGraw-Hill.
P. 687-90.
Rivera R., Guerra A. 2009. Management of Acne in Women Over 25 Years of Age.
Actas Dermosifiliogr 100:33-7.
Sukanto, H., Martodihardjo, S., Zulkarnain, I. 2005. Akne Vulgaris. Dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 3. Surabaya:
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. p.115-8.
Surlinia, N. 2010. Perbandingan nilai aktivitas glutation peroksidase eritrosit dan
kadar malondialdehid darah pasien akne inflamasi dengan individu sehat (tesis).
Jakarta: Universitas Indonesia.
Suryadi, R.M. 2008. Kejadian dan faktor resiko acne vulgaris. Available from: URL:
http://www.mediamedika.net/modules.php?name=Jurnal&file=index&a1=jurnal&a2
=338&sort=&recstart
Thiboutot, D. 2000. New Treatments and Therapeutic Strategies for Acne. Arch Fam
Med, 9:179-87.
Tochio, T., Tanaka, H., Nakata, S., Ikeno, H. 2010. Accumulation of lipid peroxide in
the content of comedones may be involved in the progression of comedogenesis and
inflammatory changes in comedones. Journals of Cosmetic Dermatology 8(2): 152-8.
Turrens, J.F. 2003. Mitochondrial formation of reactive oxygen species. J Physiol
552(2): 335-44.
Urbanski, N.K., Beresewicz, A. 2000. Generation of OH initiated by interaction of
Fe2+ and Cu+ with dioxygen; comparison with the Fenton chemistry. Acta Biochimica
Polonica, 47:4:951-62.
Wasitaatmadja, S.M. 2010. Acne: Clinical sign, classification and grading. Dalam :
Makalah National Symposium and workshop in cosmetoc dermatology: Acne new
concepts and challenges. Jakarta.
Wasitaatmadja, S.M. 2007. Akne, erupsi akneiformis, rosasea, rinofima. Dalam:
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 253-63.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan alami dan radikal bebas. Edisi 1. Jakarta: Penerbit
Kanisius.
Wolff, K., Johnson, R.A. 2009. Disorders of Sebaceous and Apoccrine Glands. In :
Wolff, K., Johnson, R.A., editors. Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical
dermatology. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill. p.2-8.
Wu, D., Cederbaum, A.I. 2003. Alcohol, oxidative stress, and free radical damage.
Alcohol Research and health 27(4): 277-84.
Yu, Y.S., Cheng, Y.W., Chen, W. 2008. Lifetime Course of Acne: A Retrospective
Questionnaire Study in School Teachers. Dermatol Sinica 26:10-5.
Zaenglein, A.L., Graber, E.M., Thiboutot, D.M., Strauss, J.S. 2008. Acne Vulgaris
and Acneiform Eruptions. In : Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A.,
Paller, A.S., Leffell D.J., editors. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine.
7th. Ed. New York: McGraw-Hill. P. 690-702.
Zouboulis, C.C., Eady, A., Philpott, M., Goldsmith, L.A., Orfanos, C., Cunlife, W.C.,
Rosenfield, R. 2005. What is the pathogenesis of acne?. Exp Dermatol 14: 143-52.
LAMPIRAN 1
INFORMED CONSENT
KADAR MDA BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN DERAJAT PENYAKIT
ACNE VULGARIS
Bapak / Ibu / Saudara / Saudari Yang Terhormat,
Acne vulgaris atau jerawat salah satu masalah kulit yang sering dijumpai di
masyarakat dan bersifat kronis serta kambuh kambuhan. Walaupun bukan
merupakan suatu penyakit yang mengancam nyawa, namun acne dapat menyebabkan
masalah psikologi yang berbeda-beda, mulai dari perasaan rendah diri hingga stress.
Selain itu tidak jarang pula dapat terjadi scar pada wajah yang permanen. Menurut
Kligman, tidak ada seorangpun (artinya 100%) yang sama sekali tidak pernah
menderita acne.
Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang
radikal bebas dan antioksidan. Tanpa disadari, tubuh kita terus-menerus terpapar
radikal bebas, baik melalui proses metabolisme, kekurangan gizi, atau akibat respon
terhadap pengaruh dari luar tubuh seperti polusi lingkungan, sinar ultraviolet, paparan
asam rokok, dan lain-lain. Ketidakseimbangan antara kadar radikal bebas dan
antioksidan dalam tubuh akan menimbulkan kondisi stres oksidatif, yang akan
menimbulkan beberapa penyakit.
kami
sampaikan
penjelasan
ini,
dan
atas
kesediaan
LAMPIRAN 2
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
1. Nama responden
Umur
Alamat
No telepon
Alamat
No telepon
Suami/istri/wali,
Peneliti,
LAMPIRAN 3
STATUS PENELITIAN
Nomor sampel
Nomor CM
Tanggal pemeriksaan :
ANAMNESIS
Identitas.
1. Nama
2. Jenis Kelamin
3. Tanggal Lahir
4. Alamat
5. No telepon
6. Pekerjaan
Laki-laki.
Perempuan.
Pelajar / mahasiswa.
Swasta,sebutkan ......................................
Profesional, sebutkan ................................
Lain-lain, sebutkan ...................................
7. Pendidikan
8. Status
Belum menikah.
Menikah.
Jika perempuan :
a. status kehamilan saat ini? Ya / tidak.
Jika ragu : HPHT tanggal .....................
b. kontrasepsi hormonal ? Ya / tidak.
Duda / janda.
Keluhan Utama
3. Kuantitas keluhan
Terus menerus.
Kumat-kumatan.
Tidak.
Ya.
Jenis :
Obat topikal.
Nama obat .............................................
Dipakai sejak .......................................
Obat oral/minum.
Nama obat .............................................
Diminum sejak .................................
Jerawat.
Jika ya, sebutkan siapa .....................................
Lain-lain ...........................................................
Riwayat sosial :
Kebiasaan merokok.
Kebiasaan minum alkohol.
Paparan sinar matahari.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : .......................
Status General :
Status Dermatologi
1.
Lokasi
2.
Efloresensi
:
:
Komedo
Papul / pustul
Nodul
Derajat
< 20
< 15
Tidak ada
Ringan
20-100
15-50
<5
Sedang
>100
> 50
>5
Berat
Efloresensi lainnya ..
DIAGNOSIS :
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 7
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
JENIS
KEL
P
L
P
L
P
P
L
P
P
L
P
P
P
P
P
P
P
P
L
L
L
P
P
P
P
L
P
L
P
P
P
P
L
L
L
L
P
UMUR
23
28
20
24
25
18
35
32
22
15
17
21
18
33
20
35
33
28
23
31
20
33
25
35
32
31
20
24
29
32
27
29
28
25
23
23
26
DERAJAT
ACNE
Sedang
Ringan
Ringan
Sedang
Ringan
Sedang
Sedang
Ringan
Berat
Berat
Ringan
Ringan
Berat
Sedang
Sedang
Sedang
Ringan
Sedang
Berat
Ringan
Berat
Sedang
Berat
Berat
Sedang
Berat
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
MDA
M/L
1.635
0.905
0.867
1.835
0.912
1.208
1.100
0.984
1.259
1.449
1.125
1.145
1.237
1.185
1.044
1.143
1.035
1.080
1.331
0.878
1.471
1.209
1.707
0.368
1.229
2.005
1.115
1.045
1.157
0.949
1.217
1.302
1.394
1.181
1.035
0.922
0.962
PEKERJAAN
Swasta
Pelajar
Pelajar
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Pelajar
Pelajar
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Lain-lain
Profesional
Profesional
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Lain-lain
Profesional
Swasta
Swasta
Profesional
Profesional
Profesional
Profesional
Profesional
Profesional
Pelajar
Pelajar
Swasta
PENDIDIKAN
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SD
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
Sarjana
Sarjana
Sarjana
Sarjana
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
Sarjana
Sarjana
SMA
Sarjana
Sarjana
Sarjana
Sarjana
Sarjana
Sarjana
Sarjana
Sarjana
Sarjana
Sarjana
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
P
P
P
L
P
P
L
P
L
P
P
L
L
P
L
P
L
P
P
L
L
L
P
P
P
P
P
26
25
27
25
31
29
30
35
29
28
31
28
26
21
35
21
28
30
23
23
28
35
27
30
35
22
35
Sedang
Berat
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Ringan
Berat
Berat
Sedang
Ringan
Ringan
Sedang
Ringan
Ringan
Ringan
Berat
Ringan
Berat
Ringan
Sedang
Berat
Sedang
Berat
Berat
Ringan
Berat
1.093
2.238
1.029
1.150
0.999
1.028
1,087
3,680
1,806
1,517
1,040
0,905
1,084
1,001
1,100
1,219
1,640
1,660
1,930
1,580
1,630
2,970
1,670
2,420
2,040
1,510
2,960
Lain-lain
Swasta
Swasta
Pelajar
Swasta
Swasta
Profesional
Swasta
Swasta
Swasta
Swasta
Pelajar
Swasta
Pelajar
Swasta
Swasta
Swasta
Profesional
Pelajar
Swasta
Swasta
Profesional
Swasta
Swasta
Swasta
Profesional
Swasta
SMA
Sarjana
SMA
Sarjana
Sarjana
Sarjana
Sarjana
SMA
Sarjana
SMA
SMA
SMA
SMA
SMA
Sarjana
SMA
SMA
Sarjana
Sarjana
Sarjana
SMA
Sarjana
Sarjana
SMA
Sarjana
Sarjana
SMA
LAMPIRAN 8
Frequencies
Statistics
derajat
klpumur jenis kelamin
N
Valid
Missing
akne
64
64
64
64
64
64
Frequency Table
klpumur
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
12-19 tahun
6.3
6.3
6.3
20-27 tahun
28
43.8
43.8
50.0
28-35 tahun
32
50.0
50.0
100.0
Total
64
100.0
100.0
jenis kelamin
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
laki
22
34.4
34.4
34.4
perempuan
42
65.6
65.6
100.0
Total
64
100.0
100.0
derajat akne
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ringan
24
37.5
37.5
37.5
sedang
23
35.9
35.9
73.4
berat
17
26.6
26.6
100.0
Total
64
100.0
100.0
pekerjaan
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
pelajar
10
15.6
15.6
15.6
swasta
38
59.4
59.4
75.0
profesional
13
20.3
20.3
95.3
4.7
4.7
100.0
64
100.0
100.0
lain lain
Total
pendidikan
Frequency
Valid
SD
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1.6
1.6
1.6
SMA
33
51.6
51.6
53.1
sarjana
30
46.9
46.9
100.0
Total
64
100.0
100.0
menikah
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Percent
belum menikah
36
56.3
56.3
56.3
menikah
28
43.8
43.8
100.0
Total
64
100.0
100.0
umur pasien
N
Valid Percent
Valid
Missing
Mean
Std. Error of Mean
64
0
26.97
.650
Median
27.50
Std. Deviation
5.204
Variance
Skewness
Std. Error of Skewness
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
27.078
-.149
.299
-.765
.590
Range
20
Minimum
15
Maximum
35
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
MDA
df
.150
Shapiro-Wilk
Sig.
64
.001
Statistic
df
.881
64
MDA
ringan
Valid
Missing
24
0
Mean
1.12358
Median
1.06350
Std. Deviation
.224985
Variance
Skewness
Sig.
.051
1.055
.472
Kurtosis
.370
.918
Minimum
.867
Maximum
1.660
.000
sedang
Valid
Missing
Mean
1.22322
Median
1.14300
Std. Deviation
.248840
Variance
.062
Skewness
berat
23
1.326
.481
Kurtosis
.565
.935
Minimum
.949
Maximum
1.835
Valid
Missing
17
0
Mean
1.91241
Median
1.80600
Std. Deviation
.785526
Variance
.617
Skewness
.488
.550
Kurtosis
.787
1.063
Minimum
.368
Maximum
3.680
Kruskal-Wallis Test
Ranks
derajat akne
MDA
Mean Rank
ringan
24
22.65
sedang
23
29.63
berat
17
50.29
Total
64
a,b
Test Statistics
MDA
Chi-square
22.798
df
Asymp. Sig.
.000
Mann-Whitney Test
Ranks
derajat akne
MDA
Mean Rank
Sum of Ranks
ringan
24
20.77
498.50
sedang
23
27.37
629.50
Total
47
Test Statistics
MDA
Mann-Whitney U
198.500
Wilcoxon W
498.500
-1.649
.099
Ranks
derajat akne
MDA
Mean Rank
Sum of Ranks
ringan
24
14.38
345.00
berat
17
30.35
516.00
Total
41
Test Statistics
MDA
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
45.000
345.000
-4.208
.000
Ranks
derajat akne
MDA
Mean Rank
Sum of Ranks
sedang
23
14.26
328.00
berat
17
28.94
492.00
Total
40
Test Statistics
MDA
Mann-Whitney U
52.000
Wilcoxon W
328.000
-3.926
.000
.000
Correlations
Correlations
MDA
Spearman's rho
MDA
Correlation Coefficient
derajat akne
1.000
Sig. (2-tailed)
N
derajat akne
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
.566
**
.000
64
64
**
1.000
.000
64
64
.566