Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
I.

Ilustrasi Kasus

1.1 Identitas

Nama pasien

: Ny. Silvi

Nomor MR

: 547608

Jenis kelamin

: Perempuan

Usia

: 27 tahun

Pekerjaan

: Guru

Alamat

: Pasar Tais

Agama

: Islam

Jaminan

: BPJS

Diagnosa

: Open fraktur os nasal

Tindakan

: Reposisi

1.2 Keluhan Utama


Luka di hidung bagian atas setelah kecelakaan tunggal sejak 5 jam SMRS.
1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
5 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan tunggal. Mobil yang
dinaikinya menabrak pohon saat perjalanan ke Bengkulu. Pasien tidak
terlalu mengingat kejadian karena pasien sedang tertidur di dalam mobil.
Kepala pasien terbentur bagian depan mobil dan hidung bagian atas pasien

berdarah banyak dan terasa sangat sakit. Pasien di bawa ke RSUD Tais
namun hanya mendapat tindakan berupa lukanya di bersihkan kemudian
pasien di rujuk ke RSUD M. Yunus.
Pada saat kecelakaan pasien tidak pingsan, tidak mual dan muntah,
kepala tidak terasa sakit. Pasien masih sadarkan diri saat di bawa ke rumah
sakit.
I.4

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami kejadian ini atau kecelakaan sebelumnya.

1.5

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan keluhan
yang dialami pasien.

1.6

Riwayat Sosial
Saat ini pasien seorang guru, sering bolak-balik Tais-Bengkulu.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum
Kesan Sakit

: Tampak Sakit Ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Status Gizi

: BB : 60 kg
TB : 160 cm

Tanda Vital

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 90x/menit

Pernafasan

: 22x/menit

Suhu

: afebris

Status Generalis

a. Kepala
Bentuk
Rambut
b. Wajah
Inspeksi

: Normochepali, tidak ada deformitas


: Beruban warna putih
: Bentuk simetris, tidak pucat, dan tidak
ikterik

c. Mata
Konjungtiva
Sclera
Pupil
d. Telinga
Bentuk
e. Hidung
Bagian luar

: Tidak anemis
: Tidak ikterik
: Isokhor, reflek cahaya langsung +/+
Reflek cahaya tidak langsung +/+
Gerakan bola mata baik
: Dalam batas normal
: Terdapat luka di bagian hidung bagian
atas, keluar darah dari hidung, terdapat

Bagian dalam

nyeri tekan.
: Terdapat bekuan darah, mukosa normal,

konka normal.
Septum
: terletak di tengah dan simetris
f. Mulut dan Tenggorok
Bibir
: normal, tidak pucat, tidak sianosis
Mukosa mulut
: normal, tidak hiperemis
Tonsil
: tidak hiperemis
Faring
: tidak hiperemis, arcus faring simetris,
Mallampati score

uvula di tengah
: I pilar faring(+) uvula (+) palatum mole

(+)
Tiromental junction : 7 cm
Temporomandibular junction: baik
g. Leher
Bendungan vena
: tidak terdapat bendungan vena
Kelenjar tiroid
: tidak membesar, mengikuti
Trakea
:
JVP
:
KGB
:
h. Kulit
Warna
:
i. Thoraks
Paru
Inspeksi dan palpasi :

gerakan,

simetris
di tengah
5+2 cm H2O
tidak membesar, tidak ada massa
Sawo matang, tidak pucat
Bentuk dan gerak simetris kiri dan kanan

Auskultasi
Jantung
Auskultasi
j. Abdomen
Inspeksi
Palpasi

: suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing


-/: Dalam batas normal
: bunyi jantung 1 dan 2 reguler
: abdomen simetris kiri dan kanan, datar,
jaringan parut (-), striae (-)
: tidak teraba massa, hepar dan lien tak
teraba, nyeri tekan (+) di perut kanan

bawah
Perkusi
: timpani pada keempat kuadran abdomen
Auskultasi
: bising usus normal
k. Ekstremitas
Tidak tampak deformitas
Akral hangat pada keempat ekstremitas
Tidak terdapat udem pada keempat ekstremitas
A. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium belum ada
Rencana foto rontgen schaedel AP dan lateral
B. Diagnosis
Open fraktur os nasal

II.

C. Diagnosis banding
Epistaksis
Pre-Operatif
a. Premedikasi
Premedikasi yang diberikan pada pasien yaitu Premedikasi yang
diberikan pada pasien yaitu pemberian ketorolak 2x1 amp.
Tindakan sebelum premedikasi dilakukan:
- Pasien diposisikan pada posisi pronasi
- Memasang sensor finger pada ibu jari tangan pasien untuk
-

III.

monitoring SpO2.
Memasang manset pada lengan pasien untuk monitoring tekanan

darah.
- Memastikan cairan infus berjalan lancar.
Durante Operatif
a) Induksi anestesi
1. Persiapan alat dan mesin anestesi untuk intubasi

Mempersiapkan mesin anestesi, monitor anestesi, face mask, tensi


meter, saturasi oksigen serta mengecek tabung O2, N2O, Isofluran,
dan Sevofluran. Mempersiapkan STATICS:
- S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan
jantung. Laringoskop. Piih bilah dan blade yang sesuai dengan
-

usia pasien. Lampu harus cukup terang.


T = Tube. ETT (endotrakeal tube) ukuran 6,5
A = Airway. Orofaringeal Airway (guedel)
T = Tape. Plester untuk fiksasi eksterna.
I = Introducer. Mandrin atau stilet dari kawat yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah

dimasukkan.
C = Connector. Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi.
S = Suctions. Penyedot ludah, lendir, dll.

2. Mempersiapkan obat anestesi yaitu :


- Propofol 120 mg
- Fentanil (Fentanyl Dehidrogenum Citrate) 300 g
- Roculax (Rocuronium bromide) 3cc
3. Waktu anestesi dan operasi
Jam anestesi mulai: 09.45 WIB
Jam anestesi selesai: 10.40 WIB
Jam operasi mulai: 10.00 WIB
Jam operasi selesai: 10.30 WIB
b) Prosedur anestesi
General Anestesi dengan teknik intubasi
1. Masukkan obat-obat anestesi dengan cara bolus yaitu Fentanil 300 g,
kemudian propofol 120 mg, selanjutnya roculax 3cc.
2. Periksa refleks bulu mata, jika refleks bulu mata ( - ), lakukan
pemasangan face mask. Dalamkan anestesi dengan menggunakan gas

volatile yang poten yaitu isofluran 3 vol %, O2 3 L/ menit, N2O 2 L/


menit. selama 5-10 menit.
3. Obat rocuronium bekerja 3 menit, perhatikan pergerakan dinding
dada simetris, kemudian segera lakukan intubasi.
4. Teknik Intubasi
- Lepaskan face mask, pegang laringoskop dengan menggunakan
-

tangan kiri.
masukan laringoskop dari sisi mulut bagian kanan geser ke kiri,
sambil menelusuri lidah pasien sampai pangkal lidah, terlihat
epiglotis, di belakang epiglotis tampak plica vocalis kemudian
masukan segera ETT No. 6,5 sampai batas garis hitam pada ETT

(22).
Lepaskan facemask, sambungkan ke ETT, sambil dipompa.
Pastikan ETT sudah masuk trakea dan periksa suara napas kanan =

kiri dengan stetoskop.


Pompa balon 10 cc udara. Lakukan pemasangan guedel.
Selanjutnya fiksasi eksterna ETT dengan plester. Hubungkan

connector dengan mesin anestesi.


Pompa balon 12x/menit, dengan volume tidal sekitar 480 cc,

hingga pasien bernafas spontan.


5. Teknik Ektubasi
- Memastikan pasien telah bernapas secara spontan
- Melakukan suction pada airway pasien
- Menutup isofluran dan N2O, meninggikan O2 sampai 4-6 L/ menit
- Mengempiskan balon, memastikan bahwa pasien sudah bangun
dengan memberikan rangsangan taktil, melepaskan plester, dan
ETT. Segera pasang face mask dan pastikan airway nya lancar
-

dengan triple manuver.


Setelah pasien benar benar terbangun, lepaskan guedel lalu
pindahkan pasien ke ruang recovery room.

c) Monitoring anestesi

Perhitungan Terapi Cairan:

Perhitungan cairan pengganti puasa: 6 jam x 2 ml/kg jam x 60 kg = 720 cc

Maintenance

: 2 ml x 60 kg = 120 cc

Stress operasi

: 2 x 60 kg = 120 cc

EBV

: 75 x 60 kg = 4.500 cc

Perdarahan:

Tabung suction

: 150 cc (perdarahan 50 cc + 100 cc NaCl 0,9%

sebagai pencuci)

Kassa kecil

: 6 x 10 cc = 60 cc

Kassa besar

: 1 x 100 cc = 100 cc

Perkiraan total perdarahan

: 210 cc

Volume urin

: 100 cc

IWL : 15 x 60 kg / 24 jam = 900/24 jam = 37,5/ jam = 38 cc/jam

Cara Pemberian:
- Jam I : (50 % x 720) + 120 + 120 = 600 cc
- Jam II : (25 % x 720) + 120 + 120 = 420 cc + pengganti jumlah
perdarahan (210 cc) = 420 + 2-4 kali jumlah perdarahan = 420 cc + 420
cc = 840 cc.
Perhitungan balance cairan:

IV.

Input : 2 kolf RL = 1.000 cc

Output : Urin + IWL + perdarahan = 100 cc + 38 cc + 210 cc =348 cc

Balance cairan = +652 cc

Post Operatif
Keadaan pasca operasi
- Ketorolak 2 ampul drip dalam RL 500 cc
- Aldrete score
: 8 (layak ditransport ke ruang perawatan)
- Warna kulit
: normal (2)
- Motorik
: gerak 2 anggota tubuh (1)
- Pernapasan
: spontan (2)
- Tekanan darah
: 20 mmHg dari pre op (2)
- Kesadaran
: bangun jika di panggil (2)
- Tekanan darah
: 130/70 mmHg
- Nadi
: 102 kali per menit
- Suhu
: afebris
- Pupil
: isokor

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Preoperatif
Kunjungan terhadap pasien sebelum pasien dioperasi harus dilakukan,
sehingga dapat mengetahui adanya kelainan di luar kelainan yang akan di
operasi, dapat menentukan jenis operasi yang akan digunakan, dapat
mengetahui kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya
riwayat hipertensi, asma, alergi obat, penggunaan gigi palsu. Selain itu,
dengan mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan, dokter anestesi bisa
menentukan cara anestesi dan pilihan obat yang tepat pada pasien.
Kunjungan preoperasi pada pasien juga bisa menghindari kejadian salah
identitas dan salah operasi.
Evaluasi harus dilengkapi dengan klasifikasi status fisik pasien
berdasarkan skala The American Society of Anaesteshesiologist (ASA)
yaitu:
a. Kelas I :

Pasien

sehat

tanpa

kelainan

organik,

biokimia, atau psikiatri.


b. Kelas II
:
Pasien dengan penyakit sistemik
ringan sampai sedang, tanpa keterbatasan aktivitas seharihari.
c. Kelas III

Pasien dengan penyakit sistemik

berat, yang membatasi aktivitas normal.


d. Kelas IV
:
Pasien dengan penyakit berat yang
mengancam nyawa dan

memerlukan terapi intensif,

dengan keterbatasan serius pada aktivitas sehari-hari.


e. Kelas V
:
Pasien sekarat yang akan meninggal
dalam 24 jam, dengan atau tanpa pembedahan.1
Selanjutnya dokter anestesi harus menjelaskan dan mendiskusikan
kepada pasien tentang manajemen anestesi yang akan dilakukan, hal ini
tercermin dalam informed consent.
Anamnesis bisa dimulai dengan menanyakan adakah riwayat alergi
terhadap makanan dan obat-obatan, riwayat DM, riwayat asma, riwayat
1.

hipertensi, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, juga riwayat


operasi dan anestesi sebelumnya yang bisa menunjukkan bila ada
komplikasi anestesi. Pertanyaan tentang review sistem organ juga penting
untuk mengidentifikasi penyakit atau masalah medis lain yang belum
terdiagnosa.
Pemeriksaan fisik dan anamnesis melengkapi satu sama lain.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien yang sehat dan asimtomatik
setidaknya meliputi tanda-tanda vital (tekanan darah, heart rate, respirasi,
suhu) dan pemeriksaan airway, jantung, paru-paru, neurologis, dan sistem
muskuloskeletal. Pentingnya pemeriksaan airway tidak boleh diremehkan.
Pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar, leher
pendek dan kaku sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan
dalam melakukan intubasi.
Pemeriksaan penunjang laboratorium rutin seperti pemeriksaan kadar
hematokrit, hemoglobin, leukosit, trombosit, urinalisis, ureum, kreatinin,
EKG, dan foto polos thoraks pada pasien.
Hal penting lainnya pada kunjungan pre operasi adalah informed
concent informed concent yang tertulis mempunyai aspek medikolegal dan
dapat melindungi dokter bila ada tuntutan. Dalam proses inform consent
perlu dipastikan bahwa pasien mendapatkan informasi yang cukup tentang
prosedur yang akan dilakukan dan resikonya. Tujuan kunjungan pre operasi
bukan hanya untuk mengumpulkan informasi yang penting dan informed
concent, tetapi juga membantu membentuk hubungan dokter-pasien. Bahkan
pada interview yang dilakukan secara empatis dan menjawab pertanyaan
penting serta membiarkan pasien tahu tentang harapan operasi menunjukkan
hal tersebut setidaknya dapat membantu mengurangi kecemasan yang
dirasakan pasien.2
Mallampati score adalah suatu klasifikasi untuk menilai tampakan
faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal,
terdiri dari 4 gradasi1 yaitu :
Gradasi

Pilar faring

Uvula

10

Palatum molle

1
2
3
4

+
-

+
+
-

+
+
+
-

a. Premedikasi anestesi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi
anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun
dari anesthesia diantaranya yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Meredakan kecemasan dan ketakutan


Memperlancar induksi anesthesia
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anestetik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Mengurangi efek yang membahayakan
Premedikasi dapat menurunkan kecemasan preoperatif penderita

hipertensi. Premedikasi yang diberikan pada pasien yaitu Ketorolak 1


amp bolus.
II.

Durante Operatif
a. Induksi Anestesi
Anestesi Umum
Teknik Pemasangan intubasi trakea sebagai general anestesi

11

1. Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas volatile yang poten


selama 5-10 menit.
2. Berikan opioid (fentanil 0,7-2 mikrogram/kgbb, alfentanil 15-25
mikrogram/kgbb,

sufentanil

0,25-0,5

mikrogram/kgbb,

atau

ramifentanil 0,5-1 mikrogram/kgbb).


3. Menggunakan anestesia topikal pada airway.
Pemilihan obat induksi untuk penderita hipertensi adalah
bervariasi

untuk

masing-masing

klinisi.

Propofol,

barbiturate,

benzodiazepine dan etomidat tingkat keamanannya adalah sama untuk


induksi pada penderita hipertensi. Untuk pemilihan pelumpuh otot
vekuronium atau cis-atrakurium lebih baik dibandingkan atrakurium
atau pankuronium. Untuk volatile, sevofluran bisa digunakan sebagai
obat induksi secara inhalasi.
Penggunaan induksi pertama dengan propofol. Dosis profopol
adalah 2-2,5 mg/kgBB sehingga dosis yang dibutuhkan pada pasien 120
mg (BB = 60kg). Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak
berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1%. Propofol
mengurangi aliran darah otak, tekanan intracranial dan kecepatan
metabolik otak. Efek hipnotik sedative propofol menyebabkan
pemulihan lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah. Onset of
action dari propofol adalah 1 menit dan durasi of action 5-10 menit.3
Analgetik yang diberikan pada pasien ini adalah fentanyl 300 g.
dosisnya adalah 0,7-2 g /kgBB. Turunan fenilperidin ini merupakan
agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesic, fenatnil 25-125 kali lebih
poten dibandinngkan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang
singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dibandingkan
morfin. Stabilitas kardiovaskular dapat dipertahankan walaupun dalam
dosis besar saat digunakan sebagai anetesi tunggal. Waktu pemberian
fentanil 30 detik, onset of action 5-15 menit, durasi of action 30-60
menit. Pada pasien yang secara hemodinamik stabil, analgesic dapat

12

diberikan 2-4 menit sebelum laringoskopi untuk memperlemah respon


presor terhadap intubasi.4
Teknik anestesi yang dipilih adalah intubasi dengan endotrakeal
tube karena terdapat trauma di hidung yang merupakan jalan napas dan
tempat yang akan dilakukan operasi di bagian wajah kemudian agar
lebih mudah mengontrol pernafasan diberikan muscle relaxant, karena
obat ini sangat membantu dalam pelaksanaan general anestesi serta
memudahkan untuk melakukan tindakan intubasi trakea. Muscle
relaxant yang diberikan yaitu Roculax (rocuronium bromide) 3 mg,
dosisnya adalah 0,5 1 mg/ kgbb. Sehingga yang dibutuhkan dengan
berat badan 60 kg adalah, 3 mg. Rocuronium merupakan obat pemblokir
neuromuskuler nondepolarisasi steroid dengan lama aksi serupa dengan
vekoronium yaitu 15-150 menit. Tidak ada perubahan yang secara klinis
bermakna dalam parameter hemodinamik. Awitan aksi rocuronium yaitu
45-90 detik, efek puncaknya 1-3 menit.5
Pada general anestesi dibutuhkan kadar obat anestesi yang adekuat
yang bisa dicapai dengan cepat di otak dan perlu di pertahankan
kadarnya selama waktu yang dibutuhkan untuk operasi. Hal ini
merupakan konsep yang sama baik pada anestesi yang dicapai dengan
anestesi inhalasi, obat intravena, atau keduanya.

Pada kasus ini

maintenance anestesi diberikan dengan anestesi inhalasi. Obat anestesi


inhalasi yang dipakai adalah isoofluran 3 vol %.
Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid,
atau kombinasi keduanya. Cairan yang paling umum digunakan adalah
larutan Ringer laktat. Ringer laktat umumnya memiliki efek yang paling
sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler dan menjadi cairan yang
paling fisiologis ketika volume besar diperlukan. Kehilangan darah
selama durante operasi biasanya digantikan dengan cairan kristaloid
sebanyak 3 hingga empat kali jumlah volume darah yang hilang.
4
5

13

b. Prosedur Anestesi
Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga
dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan
nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat
reversibel. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan
operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu
pengerjaan

lebih

panjang.Cara

kerja

anestesi

umum

selain

menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat


amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan
anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk
meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama
operasi dilakukan.
Tindakan yang dilakukan pada pasien ini menggunakan general
anestesi dengan teknik intubasi trakea. Intubasi trakes adalah tindakan
memasukkan pipa trakea ke dalam trakea antara pita suara dan
bifurkasio trakea. Indikasi intubasi trakea adalah :
1. Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun.
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.
Sedangkan kesulitan dalam melaksanakan intubasi yaitu, leher
pendek berotot, mandibula menonjol, maksila/gigi depan menonjol,
uvula tak terlihat (mallampati score 3 atau 4), gerak sendi
temporomandibular terbatas, gerak vertebra servikal terbatas.
Adapun komplikasi selama pelaksaaan intubasi yaitu trauma gigi
geligi, laserasi bibir, gusi, laring, merangsang saraf simpatis, intubasi
bronkus, intubasi esophagus, aspirasi, dan spasme bronkus.

c. Monitoring Anestesi
Mempertahankan

kestabilan

hemodinamik

selama

periode

intraoperatif adalah sama pentingnya dengan pengontrolan hipertensi

14

pada periode preoperatif.

Pada hipertensi kronis akan menyebabkan

pergeseran kekanan autoregulasi dari serebral dan ginjal. Sehingga pada


penderita hipertensi ini akan mudah terjadi penurunan aliran darah
serebral dan iskemia serebral jika TD diturunkan secara tiba-tiba. Terapi
jangka panjang dengan obat antihipertensi akan menggeser kembali
kurva autregulasi kekiri kembali ke normal. Dikarenakan kita tidak bisa
mengukur autoregulasi serebral sehingga ada beberapa acuan yang
sebaiknya diperhatikan, yaitu:7
- Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang
-

maksimal yang dianjurkan untuk penderita hipertensi.


Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala
hipoperfusi otak.
Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka

kejadian stroke. Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal,


kurang lebih sama dengan yang terjadi pada serebral. Anestesia aman
jika dipertahankan dengan berbagai teknik tapi dengan memperhatikan
kestabilan hemodinamik yang kita inginkan. Anestesia dengan volatile
(tunggal atau dikombinasikan dengan N2O), anestesia imbang (balance
anesthesia) dengan analgetik + N2O + pelumpuh otot, atau anestesia
total intravena bias digunakan untuk pemeliharaan anestesia.mEKG
diperlukan untuk mendeteksi terjadinya iskemia jantung. Produksi urine
diperlukan terutama untuk penderita yang mengalami masalah dengan
ginjal, dengan pemasangan kateter urine, untuk operasi-operasi yang
lebih dari 2 jam.
Salah satu tugas utama dokter anestesi adalah menjaga pasien
yang dianestesi selama operasi. Parameter yang biasanya digunakan
untuk monitor pasien selama anestesi adalah:
1. Frekuensi nafas, kedalaman dan karakter
2. Heart rate, nadi, dan tekanan darah
6
7.

15

3. Warna membran mukosa, dan capillary refill time


4. Kedalaman / stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas
reflek palpebra)
5. Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi
6. Pulse oximetry: saturasi oksigen, suhu.
Pada kasus ini selama proses anestesi, saturasi oksigen pasien
tidak pernah < 95%, tekanan darah sistolik pasien terjadi kenaikan (S
110-130, D 60-80).
III.

Post-Operatif
Obat Postoperasi
Diberikan Ketorolak 2 ampul drim dalam RL 500 cc
Aldrete scoring
No
1.

KRITERIA
Warna Kulit

SCORE
2

2.

a. Kemerahan / normal
b. Pucat
c. sianonis
Aktifitas Monorik
a. Gerak 4 anggota tubuh
b. Gerak 2 anggota tubuh
c. Tidak ada gerakan

1
0
2
1
0

3.

Pernafasan
a. Nafas dalam, batuk, dan tangis kuat
b. Nafas dalam dan adekuat
c. Apnea atau nafas tidak adekuat

2
1
0

4.

Tekanan Darah
a. 20 mmHg dari preoperasi
b. 20-50 mmHg dari preoperasi
c. +50 mmHg dari preoperasi

2
1
0

5.

Kesadaran
a. Sadar penuh mudah dipanggil
b. Bangun jika dipanggil
c. Tidak ada respon

2
1
0

Ket :

16

a. Pasien dapat pindah ke bangsal, jika score


minimal 8 pasien
b. Pasien dipindah ke ICU, jika score < 8 setelah
dirawat selama 2 jam
Aldrete score pada pasien ini yaitu 8 (layak dibawa keruang perawatan.
-

Warna kulit : normal (2)


Motorik
: gerak 2 anggota tubuh (1)
Pernapasan
: spontan (2)
Tekanan darah
: 20 mmHg dari pre op (2)
Kesadaran
: bangun jika di panggil (1)

BAB III
KESIMPULAN

Pasien dengan diagnosis open fraktur os nasal yang menjalani operasi


reposisi dilakukan general anestesi dengan intubasi.

Pada penilaian preoperatif pasien puasa 6 jam, sehingga diberikan


premedikasi berupa cairan RL 500 cc dan ketorolak 1 ampul. Alergi obat,
asma, diabetes mellitus, penggunaan gigi palsu disangkal. Mallampati
score 1, tiromental junction 7 cm, temporomandibular junction baik.

Selama monitoring durante operatif status neurologis, kardiopulmonar,


hemodinamik, dan urologis pasien cukup stabil.

Post operatif menggunakan ketorolak 2 ampul masing masing 1 ml IV drip


di RL 500 cc.

17

Pada penilaian post operatif, Aldrete score pasien bejumlah 8, yang


mengidentifikasikan bahwa pasien layak di pindahkan ke ruang perawatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Collins,

VI.1996.

Fluids

and

Electrolytes

in

Physicologic

and

Pharmachologic Bases of Anesthesia. Williams & Wilkins, USA, p : 165-187.


2. Latief, Said A, dkk. 2001. Anestesiologi Ed. 2.Jakarta: FKUI
3. Miller RD. Anesthesia. 5th ed Churcill Livingstone. Philadelphia 2000.
4. Murray MJ. Perioperative hypertension: evaluationand management; Available
at: http:// www.anesthesia.org.cn/asa2002/rcl.source/512
5. Morgan GE, Michail MS, Murray MJ. Anesthesia for patients with
cardiovaskular disease. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York: McGrawHill; 2006.p.444-52.
6. Neligan P. Hypertension and anesthesia; Available at: http:// www. 4um.com/
tutorial/anaesthbp.htm. Accessed Aug 16th 2007.
7. Omoigui, Sota. 2012. Obat-Obatan Anestesi Edisi II. Jakarta : EGC

18

8. Syamsuhidayat,

dan

Wim,

de

Jong.

2004.Buku

Ajar

Ilmu

Bedah.Jakarta:EGC
9. Wallace MC, Haddadin AS. Systemic and pulmonary arterial hypertension. In:
Hines RL, Marschall KE, editors. Stoeltings anesthesia and co-existing
disease. 5th ed. Philadelphia: Elsevier; 2008.p.87-102.

19

MAKALAH
TRAUMA KAPITIS

Disusun Oleh:
AGUS AMIN SUKRESNO
H1A009002

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS BENGKULU
2014

KATA PENGANTAR
Assalamuaalaikum, Wr, Wb
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang masih melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya selaku penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Laporan Kasus Anestesi Benign Hyperplasia
Prostate. Tidak lupa pula salawat dan salam saya kirimkan pada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan umat manusia hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran, kesehatan,
dan rahmatNya.
2. dr. Yalta Hasanudin Nuh, Sp.An dan dr. Zulki Maulub Ritonga, Sp.An
selaku dokter pembimbing koas state anestesi yang telah banyak
mengajarkan, memberikan ilmunya dan menasehati sehingga memperkuat
semangat dan kepercayaan diri.
3. Dr. Zayadi Zaynuddin selaku sekretaris modul state anestesi yang telah
banyak membantu dan membimbing penulis dalam melaksanakan state
anestesi.
4. Mas Irawan, selaku sekretaris bakordik state anestesi di RSUD M. Yunus
yang telah membantu penulis selama belajar di ruang O.K RSUD M.
Yunus.
5. Kak Firdaus Dalisam, selaku penata anetesi di ruang O.K RS.
Bhayangkara Polda Bengkulu, yang sudah sangat sabar mengajari,
membimbing, memberikan ilmunya kepada penulis selama belajar di
ruang O.K RS. Bhayangkara Polda Bengkulu.
6. Seluruh penata anestesi di RSUD M Yunus yang telah membimbing
penulis selama belajar di ruang O.K RSUD M. Yunus dan ruang O.K RS.
Bhayangkara polda Bengkulu
7. Uni Deti, Mba bela, Kak Romi, Kak Boank, Kak Randi, Kak Anggi, Kak
Surya, Kak Heru, Kak Jono, Kak Heri, Kak Dodi, ayuk Lela, dan semua
kakak-kakak yang ada di ruang O.K RS. Bhayangkara yang telah

membantu, mengajarkan, memberikan ilmunya kepada penulis selama


belajar di rung O.K RS. Bhayngkara Polda Bengkulu.
8. Teman-teman seperjuangan anestesi , Ulan, Selvi, Arsy, Efi, dan Bayu.
Demikianlah, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita
dalam menunjang proses belajar dan menambah pengetahuan pembaca terutama
penulis mengenai Monitoring Anestesi. Dan apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saya juga mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan ke depan.Terima
kasih.
Wassalamualaikum, Wr, Wb
Bengkulu, April 2014

DONI TRINANDA

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................

ii

DAFTAR ISI....................................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

I.

Ilustrasi Kasus................................................................................
A. Identitas Pasien........................................................................
B. Anamnesa.................................................................................
C. Pemeriksaan Fisik....................................................................
D. Pemeriksaan Penunjang...........................................................
E. Diagnosa..................................................................................
F. Konsul Anestesi.......................................................................
Permasalahan.................................................................................
Pre-Operatif...................................................................................
Durante Operatif............................................................................
Post Operatif..................................................................................

1
1
1
2
4
5
5
5
6
7
11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................

12

II.
III.
IV.
V.
I.

Pre-Operatif...................................................................................
a. Premedikasi Anestesi...............................................................
Durante Operatif............................................................................
a. Induksi Anestesi.......................................................................
b. Prosedur Anestesi.....................................................................
c. Monitoring Anestesi.................................................................
Post-Operatif..................................................................................
Benign Hyperplasia Prostate..........................................................

14
14
15
16
16
21
22
25

BAB III PEMBAHASAN...............................................................................

27

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................

29

II.

III.
IV.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai