Pada suatu hari di sebuah lapangan tennis yang menunjukkan pukul lima
itu pun masih amat sunyi. Terdapat pohon-pohon ketapang di sekitarnya, disinari
oleh cahaya matahari yang mulai tenggelam. Setiap petang para penduduk Solok
yang terpandang itu pergi ke lapangan tennis untuk bermain. Baik orang tua,
anak-anak, laki-laki, ataupun perempuan dari Negara Barat dan Timur berkumpul
di sana untuk bermain dan saling mengenal satu sama lainnya. Namun, pada saat
itu belum ada orang yang bermain di lapangan tennis.
Terlihat ada dua orang anak muda berpakaian tennis dengan dua buah
raket tersender di dekat kursi sedang bercakap-cakap. Mereka adalah Hanafi dan
Corrie. Sambil bercakap-cakap, Corrie si gadis berdarah Belanda yang berparas
cantik itu menuangkan air teh ke dalam dua cangkir yang sudah ada di atas meja,
dan menambahkannya dengan gula. Sambil mengaduknya, ia pun berbicara
kepada pemuda di depannya itu, bahwa ia selalu menemuinya terlebih dahulu
sebelum menuju lapangan tennis. Hanafi pun membalasnya kalau setiap orang itu
harus menerima apa yang telah dia lakukan, dengan perbuatannya sendiri, asalkan
apa yang dilakukan itu tidak merugikan orang lain.
Hanafi dan Corrie sedikit memulai perdebatan. Corrie mengatakan bahwa
setiap perbuatan yang dilakukan ada batasnya, dan dari perbuatan itu telah
ditetapkanlah sebuah peraturan perundang-undangan yang apabila semua orang
mematuhinya maka akan tercipta masyarakat yang tentram dan damai. Hanafi
tidak setuju terhadap Corrie. Di Negara Arab, perempuan menutup auratnya,
namun berbeda dengan di Negara Amerika, baik pria maupun wanita berkeliaran
hanya menggunakan pakaian yang tidak sepantasnya dipandang oleh banyak
orang.
Corrie merasakan bahwa saat Hanafi mengatakan hal itu, ia seperti
dipermalukan. Hanafi adalah golongan Bumiputra, sedangkan Corrie berasal dari
golongan bangsa Eropa. Semua yang telah dikatakan oleh Hanafi hanyalah
menghina golongan Bumiputra saja, tidak dengan Corrie. Corrie menenangkan
Hanafi agar tidak salah paham. Dia tahu betul seperti apa sifat Hanafi itu. Sudah
sejak kecil mereka selalu bersama, mulai dari masa-masa mereka bersekolah.
Amarah Hanafi pun sedikit mereda. Apa yang sudah menjadi kenyataan tetaplah
menjadi kenyataan, perbedaan adat, bukanlah menjadi sebuah masalah, karena di
bangsa Eropa pergaulan antara pria dan wanita memang begitu bebas dan tidak
terikat. Berbeda dengan di Sumatera, pergaulan antara pria dan wanita sangat
dijaga dengan baik.
Hanafi mengambil sehelai surat kabar yang terletak di atas meja, seolaholah ia ingin membacanya. Corrie pun meraba tangannya sambil tersenyum
manis, seperti menyiratkan sebuah kalimat apakah surat kabar ini lebih penting
dari keberadaanku di sampingmu ini?. Sejenak Hanafi pun memandang gadis itu.
Corrie telah memikat hati Hanafi dengan kecantikannya. Di tempat itu, Hanafi
pun menggenggam tangan Corrie, dan mencium punggung tangannya. Tiba-tiba,
Corrie menarik kembali tangannya, dan memandang ke arah lapangan tennis.
Heran dengan tingkah laku Corrie yang berubah, Hanafi ikut memandangi apa
yang Corrie lihat.
tidak senang. Dalam hati, ia sudah berniat untuk mengatakan sesuatu kepada
Corrie.
Sebelum pulang, Hanafi mendekati Corrie dan mengajaknya untuk datang
ke rumahnya besok petang, tepatnya saat jam menunjukkan jam lima. Ia pun
hendak menceritakan sesuatu kepadanya. Corrie menunduk dan diam sambil
melihat bebatuan yang ada di halaman rumahnya. Hanafi kembali membujuk
Corrie. Beberapa saat kemudian, Corrie pun menerimanya untuk datang ke
rumahnya, namun bersama Aminah. Hanafi hanya ingin Corrie lah seorang diri
untuk datang ke rumahnya. Akhirnya Corrie pun setuju akan hal itu. Dengan hati
gembira, Hanafi menggenggam jari Corrie dengan kuat, membuat Corrie sedikit
marah, namun juga tersenyum.
Sementara itu, ayahnya Corrie, yaitu Tuan du Bussee, adalah orang
berbangsa Prancis yang telah pensiun dari jabatannya sebagai seorang arsitek. Ia
mengisi masa tuanya dengan bertapa. Ia juga suka berburu. Meskipun umurnya
sudah enam puluh tahun, ia masih suka menjelajahi alam. Ia selalu pulang dengan
membawa seekor binatang hasil buruannya itu. Tuan du Bussee sangat suka
berburu harimau. Apabila persediaan makanan masih tersedia, ia tidak akan
pulang dengan tangan kosong, dan akan mendapatkan hasil buruannya itu.
Hasil buruan seekor harimau itupun dikeringkan, kemudian kulit dan
tengkoraknya dimasukkan ke dalam peti untuk dikirim ke Paris supaya
dibersihkan. Jika selesai, hasilnya akan dikirim ke seluruh pulau Jawa dan ke
Eropa untuk dijual kembali.
kebun, yang sedang terlihat lelah itu. Ia pamit kepada ayanhnya dan berjalan
keluar menuju jalan besar. Corrie berjalan lebih cepat dari biasanya.
Di lain sisi, Hanafi sedang memperbaiki susunan bunga di dalam vas yang
terletak di atas meja rumahnya itu. Seketika Hanafi melihat Corrie datang, ia
langsung berlari ke halaman rumahnya. Ternyata Corrie lebih dari menepati janji
yang diberikan oleh Hanafi, karena ia datang sepuluh menit lebih cepat dari jam
lima. Corrie terlihat sangat lelah, ia berjalan begitu cepat, khawatir dia tidak
menepati janjinya itu. Hanafi pun membimbing tangan Corrie untuk duduk di
kursi yang dibuat dari rotan itu, yang sudah ada hiasan indah di atas meja.
Ketika hendak duduk, Hanafi menggenggam tangan Corrie dengan lama
sambil memandangnya. Corrie menundukkan mukanya karena malu, hatinya
berdebar-debar, melihat Hanafi begitu dekat dengannya. Mungkin detak jantung
Corrie yang berdebar-debar akan terasa olehnya juga. Teringat kembali bahwa
Corrie tidak mencintai Hanafi. Lalu ia dengan berani menyuruh tuan rumah itu
untuk duduk di kursi rotan itu juga.
Berduaan dengan Corrie membuat Hanafi sedikit canggung. Hanafi
akhirnya pergi ke dapur sebentar, mebuatkan teh untuk Corrie. Setelah selesai
dibuat, ia menaruh gula ke dalamnya dan mengaduknya, dan memberikannya
kepada gadis cantik yang sedang duduk itu. Hanafi kembali masuk ke dalam
rumah, menuju kamarnya. Ia mengambil sebuah album yang berisi gambargambar perjalanannya dari Solok ke Padang.
Corrie merasa kagum dari gambar yang dilihatnya. Lalu, Corrie menaruh
secangkir teh itu ke atas meja dan mulai bertanya untuk apa Hanafi memintanya
untuk datang ke rumahnya. Hanafi merasa ingin menghabiskan waktunya bersama
dengan Corrie lebih lama lagi, karena hanya tinggal seminggu saja Corrie masih
berada di sana. Sudah lama juga Corrie merindukan teman-temannya di Belanda,
juga Kebun Binatang, Deca Park, dan Nieuw Zandvoort, juga Stafmuziek. Hanafi
bingung, kenapa Corrie sangat betah tinggal di negeri yang seperti di Solok ini.
Hanafi sendiri sebenarnya tidak merasa senang berada di Solok, namun atas
keinginan ibunya, ia akhirnya mau untuk berada di sana. Karena bagi Hanafi,
Solok sudah merupakan segalanya untuk dia. Tapi suatu saat juga akan menjadi
kota yang mati.
Hanafi memandangi Corrie sesaat. Hatinya sudah tidak tahan lagi. Secara
tidak disengaja ia memeluk pinggang Corrie, dan menciumnya dengan lembut.
Corrie pun akhirnya tidak sadarkan diri. Badannya terasa tersengat arus listrik atas
perlakuan dari Hanafi itu. Seolah-olah lupa apa yang ada di sekitarnya, Hanafi
terus memperlakukan Corrie seperti itu. Namun, tiba-tiba datanglah seorang
tukang pos menyampaikan posnya. Kedua anak muda itu terkejut, dan Hanafi
melepaskan kedua tangannya dari pinggang Corrie. Corrie baru ingat kalau hari
itu ada pos Betawi, maka dia berhendak ingin pulang. Pasti akan banyak surat dari
teman-temannya itu. Hanafi sangat sedih, karena belum sampai seperempat jam
sejak kedatangan Corrie. Tanpa mengucapkan selamat tinggal, Corrie pun berlari
menjauhi Hanafi.
10
Sesampainya di rumah, Corrie melihat beberapa surat dari temantemannya. Namun, ada yang janggal dari sebuah surat yang ia lihat. Ia tidak
pernah melihat tulisannya sama sekali, dan mengira mungkin saja itu surat
lamaran. Tebakan Corrie tidak meleset, ternyata benar dugaannya. Surat itu berisi
kalimat nona yang cantik untuknya. Ketika ia melihat siapa pengirimnya, dia
adalah Alfred Holstein, orang yang bekerja di KPM dengan rambut keriting.
Sebelumnya, Corrie sudah bertemu dengan Alfred selama dua kali, di dalam trem.
Corrie bermaksud untuk membalas suratnya, mengatakan kalau ia tidak ingin
memiliki suami, karena hidup bersuami-istri tidak menarik baginya.
Tidak tahu kenapa, Corrie merasa kalau ia harus putus dengan Hanafi.
Akhirnya ia menulis surat untuk Hanafi. Ia akan pergi ke Bukittinggi untuk
menemui temannya. Ia tidak tahu kapan akan kembali ke Solok. Surat itu pun
dikirim olehnya menuju pos untuk diterima Hanafi. Apabila surat itu telah sampai,
mungkin Corrie sudah berada di kereta api. Namun, surat itu sengaja dibuat
sedemikian rupa olehnya, agar Hanafi tidak membalas suratnya. Corrie
memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam koper, kemudian ia tidur.
Keesokan harinya, saat sedang makan, Corrie meminta izin kepada
ayahnya untuk mengunjungi sahabatnya, anak dari Asisten Residen Bukittinggi,
tanpa tahu berapa lama ia akan di sana. Ayahnya tidak membantah keinginan
anaknya itu, karena ia sangat sayang dengan Corrie, ia lebih memilih diam saja
saat itu dan menyetujuinya.
11
Sepulang dari kantor, Hanafi menerima surat yang dikirimkan oleh Corrie.
Surat itu terasa singkat baginya. Ditulis dengan sederhana sekali. Dia takut apabila
Corrie tidak kembali lagi ke Solok, melainkan ia malah meninggalkan Hanafi di
sana. Perasaan hati Hanafi pun mulai bimbang.
Setelah itu datanglah Hanafi ke rumah Tuan du Bussee. Ia ingin tahu apa
yang terjadi dengan Corrie. Seseorang bernama Simin berkata kalau koper-koper
itu adalah milik Nona Corrie. Tidak ada satupun darinya yang tertinggal di rumah
ayahnya itu. Saat itulah Hanafi mengetahui semuanya dengan jelas.
Sepulangnya ke rumah, Hanafi langsung membaringkan badannya di sofa,
sambil menangis tersedu-sedu. Dia amat sedih ditinggalkan oleh kekasihnya
sendiri. Ia tidak tahu berapa lama telah tertidur di sofa. Hari pun mulai senja, si
Buyung yang seekor kerbau, menyalakan lampu gasolin. Namun, tiba-tiba
terdengar teriakan dari telinga Hanafi. Minyak bensin itu tumpah dan terjatuh ke
alas tikar yang ada di bawah, dan api pun menyala. Si Buyung merasa panik dan
terus memadamkan api pada tikar itu dengan meniup-niupnya. Sudah banyak
orang berdatangan dari belakang untuk memberikan pertolongan. Hanya ibunya
Hanafi lah yang tidak kehilangan akal, dengan segera ia menutup keran bensin
yang ada di teng dan lama-lama api itu mulai padam.
Hanafi pun terbangun, melihat sesuatu di sekitarnya terbakar, namun
sudah padam. Ibunya sangat khawatir kepadanya. Ibunya sudah tahu dari si
Buyung kalau Nona Corrie sudah berangkat ke Betawi. Ibunya juga mengetahui
bahwa Hanafi sedang sangat merindukan gadis itu.
12
13
Dari surat itu Corrie menceritakan kisah mereka berdua sejak kecil. Corrie
menganggap Hanafi sebagai saudara yang lebih tua. Sudah berapa kali mereka
selalu membicarakan perkawinan antara nona Belanda dengan orang Melayu.
Setiap mereka membicarakannya, Hanafi selalu saja naik darah. Corrie
mengatakan kalau mereka tidak bisa bersama, karena orang dari Belanda tidak
akan pernah bisa bersatu dengan orang Melayu. Barat tinggalah Barat, begitu juga
dengan Timur. Jika Hanafi menikahi Corrie, maka Hanafi harus meninggalkan
negerinya sendiri, baik keluarganya, maupun ibunya. Corrie mengetahui kalau
Hanafi tidak mempedulikan hal itu. Corrie tidak ingin Hanafi menjadi pria yang
tidak berbakti. Untuk itulah ia menasihati Hanafi agar yang seperti itu tidak
terjadi, karena Hanafi masih memiliki tanggung jawab kepada negerinya, baik
kepada keluarganya, dan terutama pada ibunya. Corrie menyuruh Hanafi untuk
bersyukur atas apa yang Tuhan berikan. Mungkin di suatu saat nanti mereka akan
bertemu kembali, entah itu kapan.
Malam pun akhirnya tiba, namun Hanafi tidak tertidur juga. Perasaan
rindu dan cintanya kepada Corrie, seakan-akan hilang menjadi rasa dendam dan
benci. Akhirnya dia mengerti, kalau Corrie sudah mempermainkan hatinya,
seolah-olah ia hanya memperlakukan Hanafi seperti itu untuk menghibur hatinya
saja. Bahkan, saat surat yang disampaikan Corrie saja, Corrie mengatakan kalau
Hanafi sudah membawa bahaya bagi kehormatan Nona C. du Bussee itu. Padahal,
yang mebuat Hanafi menjadi seperti ini adalah karena tingkah laku Corrie.
Dua tahun pun terlewatkan, dan Hanafi telah menikah dengan Rapiah.
Sebelumnya, pernikahan itu seharusnya tidak terjadi karena hampir batal
14
15
Hanafi,
Rapiah. Memang, karena hidangan mereka selalu terpenuhi. Anaknya pun tidak
mereka lihat. Bahkan Hanafi tidak mempedulikan anaknya, karena baginya anak
itu hanyalah anaknya Rapiah saja, bukan anaknya juga.
Nyonya Assisten Residen, sahabat dari Hanafi, tidak tahan lagi melihat
perlakuan Hanafi terhadap istrinya. Akhirnya memberanikan diri. Ia merasa
bahwa Hanafi yang sudah beristri itu tidak menjalankan kewajibannya sebagai
seorang suami. Ia mengatakan kalau Theori dan Filosofie yang selalu
diucapkan oleh Hanafi hanyalah untuk memperkuat perkataan yang telah
diucapkannya, agar tidak ada bantahan apapun. Dia juga mengatakan kalau Hanafi
memperlakukan perempuan yang sabar dan lilah juga tidak berdaya itu dengan
tidak baik. Ia juga mengatakan kalau Hanafi tahu betul bagaimana adat Belanda,
tetapi bukanlah seperti ini terhadap istri.
Hanafi tersentak kaget, mendengar kata-kata yang dikeluarkan oleh
sahabatnya sendiri. Hanafi mulai berkata-kata dengan sahabatnya itu dengan
perasaan malu. Ia menyampaikan pada sahabatnya itu kalau perkawinan ini adalah
kawin paksa. Perempuan itu pun membentaknya, bukan sebagai Nyonya Assisten
Residen, tetapi sebagai sahabatnya. Sahabatnya itu memang tidak tahu apa yang
terjadi sebelum Hanafi menikah, namun, sudah menjadi kewajiban bagi seorang
suami untuk mengasihi istrinya, apalagi keduanya sudah memiliki seorang anak.
Seperti hikayat dalam Seribu Satu Malam, kata sahabatnya itu.
16
17
Pada petang hari, keempat sahabat itu duduk di kebun Hanafi, tempat dulu
Hanafi menerima kedatangan Corrie dahulu. Mereka berniat untuk membuat club
tennis kelas satu, dengan membawa beberapa orang bumiputra yang terpelajar.
Hanafi malah tidak menghiraukan mereka, hatinya merasakan sesak mengingat
masa yang terlah terlewatkan dahulu, saat ia bersama dengan kekasihnya, Corrie.
Tergambarlah kenangan-kenangan dirinya dengan Corrie pada saat itu. Di rumah,
Hanafi tidak memiliki seorang sahabat. Kebanyakan orang sangat memerlukan
sahabat untuk mencurahkan isi hatinya , baik sedih ataupun senang. Sahabat itu
pun adalah Corrie di masa lalunya. Namun, setelah Corrie enyah dari
pergaulannya, ia menjadi sendiri, dan bertemu dengan Suze.
Setelah berbincang-bincang dengan ketiga orang sahabatnya itu, ia pun
berniat menghidangkan secangkir teh untuk masing-masing sahabatnya itu.
Hanafi kemudian memanggil si Buyung, tidak ada yang menyahut. Lalu ia
memanggil Rapiah, namun keadaan itu tetap sunyi. Dengan cepat Hanafi berdiri
dari kursi menuju rumahnya, dan masuk ke dapur. Ternyata di sana terdapat
ibunya dan Rapiah sedang asyik memasak.
Hanafi membelalakan matanya kepada istrinya itu. Rapiah sedang
meremas kelapa sambil melihat suaminya dengan tersenyum. Ia bilang si Buyung
sedang jalan-jalan bersama Syafei dan suara suaminya tidak terdengar sampai ke
dapur. Ketika akan menghidangkan teh, akhirnya gula pun habis. Hanafi
menyuruh si Buyung untuk membeli gula. Syafei pun menangis, Rapiah pun
masuk ke dalam rumah hendak mengambil suatu barang. Ketika ia sudah
mendapatkannya, terdengarlah suara anaknya, Syafei, yang sedang menangis
18
sedang dibawa oleh Hanafi kepada ketiga orang sahabatnya itu. Kata-kata hinaan
kepada istrinya itupun semakin menjadi saat ia ingin mengambil anaknya itu. Ia
kembali ke dapur dengan tangis yang amat menyedihkan. Akhirnya ketiga sahabat
Hanafi pun pulang, dan Hanafi kembali menghempaskan tubuhnya dengan malas
ke kursi, serta menarik napas panjang.
Ibunya Hanafi hanya melihat perlakuan Hanafi dari jendela rumah.
Dengan lama ia memandang anaknya, yang tidur dengan santainya seperti tidak
ada apa-apa yang terjadi. Air mata ibunya sudah kering, namun terlihat matanya
itu masih bengkak. Dengan berani, ibunya lalu menghampiri anaknya itu.
Ibunya berkata kepada Hanafi apakah Hanafi tidak menyesal atas apa yang
telah ia perbuat selama ini, namun Hanafi memutarbalikkan fakta kepada ibunya.
Seharusnya ibunya lah yang menyesal karena telah memberikan istri itu
kepadanya. Akhirnya, air mata pun kembali turun dari mata ibunya. Ibunya
menyangka kalau Hanafi menyesal atas perbuatannya tadi, namun tidak. Hanafi
terus menyalahkan ibunya, yang meracuni hatinya, yang membuatnya kehilangan
sahabat-sahabatnya, dan yang selalu ikut campur dalam rumah tangganya. Ibunya
mengucapkan kalimat Istighfar. Ternyata Hanafi sudah jauh dari yang ia kira. Ia
tidak pernah mengajarkan Hanafi untuk menjadi orang yang seperti ini nantinya,
menjadi anak yang durhaka.
Tiba-tiba Hanafi terkejut, menarik tangan yang tergantung di kursi itu
dengan cepat. Tangannya digigit oleh seekor anjing. Akhirnya anjing itu
melepasakan tangan Hanafi, dan kabur karena banyak orang mengejarnya dengan
19
pemukul, palu, dan lain-lain. Dengan wajah pucat, Hanafi memandang lukanya
itu. Ketiga jarinya mengeluarkan darah.
Dokter pun segera dipanggil ke rumah Hanafi. Dokter itu menyarankan
supaya Hanafi segera dibawa ke Betawi dengan segera. Ternyata anjing itu telah
menggigit tiga orang korban siang ini, termasuk Hanafi. Akhirnya keesokan
Minggunya Hanafi berangkat ke Betawi.
Selama dua tahun itu juga pun, Nona Corrie pun sudah banyak berubah.
Belum setahun ia meninggalkan ayahnya untuk melanjutkan sekolah, telah
meninggal. Tadinya, ia hendak berangkat ke Solok untuk berziarah ke kuburan
ayahnya. Tapi ia tidak kuat untuk melihat kuburan ayahnya sendiri di sana.
Karena itu ia meminta bantuan kepada Tuan Assisten Residen Solok agar kuburan
ayahnya dapat diperbaiki tanpa mengeluarkan uang yang banyak. Weeskamer
Padang mengatakan kalau barang-barang peninggalan Tuan du Bussee akan
dilelang, rumahnya akan dijual, sedangkan uangnya akan disimpan oleh
Weeskamer, sampai tiba saatnya Corrie berumur dua puluh satu tahun. Di bawah
umur tersebut, ia dapat menerima uangnya untuk berbelanja untuk kehidupan
sehari-hari dalam asrama.
Corrie sebenarnya tidak senang dengan kehidupan sekolah yang seperti
itu, karena hidup diperintah-rintah sudah membuatnya cukup muak, sehingga
menimbulkan bantahan dalam hatinya. Jika dia ingin, sebenarnya dia bisa saja
keluar dari sekolah dan asrama.
20
Sementara itu, Corrie merasa kalau ia semestinya harus menikah, agar dia
dapat melepaskan diri dari segala aturan-aturan yang mengikat dirinya itu. Namun
ia bingung dengan siapa ia akan menikah. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba
timbul kenangan-kenangan saat ia bersama dengan Hanafi. Sebenarnya, ayahnya
tidak melarang Corrie untuk menikah dengan Hanafi. Namun, ia juga tidak akan
mau tahu atas apa yang nanti akan terjadi. Lagipula, untuk apa dia mengenangngenang kembali Hanafi, karena Hanafi telah mempunyai istri. Dalam hati Corrie
yakin bahwa ia tidak akan memiliki suami seumur hidupnya.
Makin hari, Corrie kian semakin malas untuk bersekolah. Hanya tinggal
satu tahun lagi ia berumur dua puluh satu tahun. Namun, karena masih setahun
lagi, terpaksa ia harus tetap bersekolah dan tinggal di asrama. Semua ini tidak
akan terjadi apabila ayahnya masih hidup. Ia pasti akan menamatkan sekolahnya,
karena ia sangat mencintai ayahnya.
Pada suatu malam ia pulang dengan mengambil jalan Gambir. Sebulan lagi
ia akan pindah dan berpisah dari asrama bersama teman-temannya. Akan semakin
sepi kehidupannya itu. Meskipun ia belum berpisah dengan teman-temannya
sekarang, pasti ada saatnya dia akan berpisah dengan mereka, pikirnya. Sesaat
setelah ia menempuh jalan menuju Gambir Selatan, tanpa melihat sekelilingnya ia
pun tertabrak mobil dan lalu terjatuh.
mobilnya lalu kabur. Belum beberapa meter ia sempat kabur, ada seorang tuan
yang memaksanya untuk turun, lalu meminta maaf kepada gadis yang terjatuh itu.
Ia tidak akan segan-segan membuat seorang pemuda itu untuk memenggal
kepalanya sebagai gantinya.
21
22
menerima undangan dari Juffrouw C. du Bussee itu. Corrie pun mengatakan pada
Hanafi bahwa yang sudah berlalu biarlah berlalu, tidak akan terulang kembali.
Mereka telah mengakui kesalahan mereka masing-masing. Hanafi mengatakan
padanya kalau perasaan yang dulu darinya adalah perasaan cinta kepadanya, lebih
dari sekedar sahabat. Namun, ia menyadari jika itu akan memutus
persahabatannya dengan Corrie, sehingga ia lebih memilih untuk menyerah saja.
Perjodohan antara kedua manusia itu adalah bukan atas kehendak dari
mereka, melainkan atas kekuasaan-Nya. Hanafi sangat mencintai Corrie,
meskipun perasaan itu sungguh besar dan suci, bukan berarti Corrie juga
mencintai Hanafi. Cinta Hanafi yang besar kepada Corrie seharusnya tidak
memaksa Hanafi untuk meminta sesuatu yang besar padanya. Corrie belum dapat
memberikan perasaannya kepada Hanafi.
Hanafi termenung mendengar apa yang telah diucapkan oleh Corrie. Dia
pun mengerti, ternyata persahabatannya dengan Corrie sangatlah berharga
dibandingkan dengan rasa cintanya yang tidak terbalaskan itu. Corrie pun amat
sedih karena persahabatannya lenyap hanya karena cinta. Ia pun juga merasakan
kesepian di sana, karena ia akan berpisah dengan teman-teman asramanya dalam
waktu yang dekat. Meskipun Hanafi tidak mengetahui kalau Corrie merasakan
kesepian, Corrie tetap tersenyum. Hanafi menyarankan Corrie untuk mencari
pekerjaan. Corrie pun menyetujuinya. Tetapi, ada yang dapat menyebabkan
kenapa orang itu mati, yaitu karena bosan dengan kehidupan yang telah
dijalankannya. Seperti Hanafi yang telah menjalani hidup selama dua tahun itu
dengan kawin paksa. Mereka pun akhirnya berpisah di tempat itu.
23
24
25
26
27
Tidak dihiraukannya pekerjaan apa yang dilakukan oleh Tante Lien, Corrie
memberitahukan pada Hanafi kalau ia tidak pernah melakukan hal yang semenamena di rumahnya. Namun, Hanafi tidak menyukai orang itu keluar masuk
rumahnya. Corrie yang tidak mau ambil pusing itu menenangkan seorang Hanafi
untuk tidak khawatir, karena Tante Lien hanya datang saat Hanafi masih berada di
kantor saja. Hanafi yang mendengar perkataan istrinya itu menasehatinya. Sudah
patutlah bagi suami untuk melarang atau memperbolehkan orang-orang masuk
atau tidak ke rumahnya, itu juga untuk menjaga istrinya tercinta. Namun, Corrie
pun dengan cepat menolak kata-kata yang telah diucapkan oleh sang suami,
karena kata-katanya bersifat egois di telinganya. Ia membenarkan bahwa rumah
itu adalah rumah mereka berdua, bukan hanya rumah Corrie atau Hanafi saja.
Intinya, Corrie ingin disamakan haknya dengan suaminya itu. Hanafi pun beranjak
pergi melihat ruang tamu, ternyata banyak sekali bekas rokok penuh dengan
kerabu berlian itu.
Sesaat ketika Corrie menelan nasi beberapa sendok, ia mendengar Hanafi
membentaknya. Rupanya Corrie telah menerima tamu-tamu yang kaya raya.
Hanafi juga menuduhnya telah melakukan sesuatu yang hina di rumahnya. Sering
sekali Hanafi dan Corrie berselisih saat itu. Hanafi pun akhirnya menuduh Corrie
telah berzina, dengan orang lain. Corrie pun tersentak mendengar perkataan yang
diucapkan Hanafi. Ia meminta Hanafi untuk mencabut tuduhannya itu. Corrie
merasa kesal dan tidak senang atas apa yang dikatakan suaminya. Ia pun bergegas
ke kamarnya dan berbaring di sofa, sambil menangis tersedu.
28
29
nyenyak di tempat tidurnya. Untung saja, Syafei masih belum berumur, sehingga
ia tidak tahu apa yang didendamkan oleh ibunya.
Di lain sisi, Hanafi yang menerima semua itupun pada akhirnya mendapat
tumpangan dari seorang yang berbangsa Belanda, yaitu sahabat sekawannya yang
bekerja. Ia sudah menerima Hanafi dengan baik di rumahnya itu. Namun,
sepertinya kedatangan Hanafi tidak diterima dengan sepenuh hati oleh seseorang.
Akhirnya, dia juga merasakan tidak enak kepada sahabatnya sendiri.
Tidak tahu mengapa, ia berbagi cerita dengan sahabatnya itu, mulau saat
dia diasuh oleh ibunya sejak kecil, bertemu dengan Corrie yang pertama kali,
hingga perjalanan hidupnya yang sampai sekarang ini. Sahabatnya sedikit merasa
tidak enak mendengar cerita saat ia terbutakan oleh cintanya itu, sehingga berbuat
durhaka terhadap ibunya. Akhirnya setelah mereka selesai curhat, Hanafi pun
sempat akan pulang, dan terlebih dahulu berpamitan pada sahabatnya itu, sambil
mengucapkan terima kasih karena telah membuatnya merasa kalau ia telah
melakukan banyak kesalahannya. Hatinya yang beku itu akhirnya luluh juga. Ia
harap ia dapat berubah menjadi orang yang tidak egois dan semena-mena terhadap
orang-orang itu.
Malamnya, Hanafi tidak bisa tidur, mengingat atas apa yang telah
dilakukannya terhadap Corrie, Rapiah, maupun ibunya sendiri. Hatinya semakin
merasakan insaf atas drinya sendiri. Semakin ia memikirkan ibunya, timbullah
rasa adab dan cinta kepada ibunya itu. Ia juga mengingat Rapiah, seorang istri
yang sabar dan yakin kepadanya. Ia juga mengingat Corrie, yang ternyata lebih
30
banyak menyakiti hatinya itu. Hanafi sadar bahwa Rapiah bagaikan intan yang
belum digosok, lain halnya dengan Corrie, intan yang sudah sering digosokgosok, sudah tidak ternilai lagi dimatanya. Lama sekali ia menangis karena masih
ada rasa cinta pada Corrie, karena rasa cintanya telah tumbuh sejak ia masih SD.
Tiba-tiba ada kabar tidak enak datang dari Corrie, Hanafi pun segera
menemui Corrie. Ternyata Corrie berada di rumah sakit. Ia sangat ingin menemui
Corrie, namun tidak diizinkan oleh seorang dokter dan suster itu. Namun pada
akhirnya, karena merasa kasihan, dokter itupun dengan menyampaikannya kepada
suster tersebut, memberitahukan kalau Hanafi boleh menemui Corrie di kamar 4B.
Masuklah Hanafi secara perlahan, ia pun duduk di samping Corrie yang sedang
berbaring. Corrie pun sedikit membukakan matanya, dan tersenyum sambil
memegang tangan Hanafi. Corrie mulai mengusapkan kepala Hanafi, dengan
senyum yang amat sedih, sambil mengucapkan selamat tinggal. Ia telah
memaafkan segala perbuatan Hanafi kepadanya. Hanafi merasa gelisah melihat
Corrie yang seperti itu. Hendak mengucapkan beberapa kata, tiba-tiba Corrie pun
tertidur. Hanafi segera memanggil seorang suster, sambil mencium-cium tangan
istrinya itu. Corrie pun terbangun lagi sesaat, mengatakan selamat tinggal kepada
Hanafi, untuk yang terakhir kalinya. Hanafi merasakan kesedihan bercampur
dengan amarah atas kepergian istrinya tercinta itu. Untuk apakah lagi dia hidup di
dunia ini jika bukan karena Corrie. Ia terus memanggil-manggil suster itu.
Namun, tuhan telah berkehendak, Corrie sudah tiada. Hanya kenangannyalah saja
ang akan teringat di hati orang-orangnya itu.
31
Empat belas hari lamanya ia di rumah sakit, tiga harinya adalah karena
pingsan melepas istrinya yang sudah meninggal itu. Setelah empat belas hari itu
juga ia sudah boleh pulang dari masa pengobatannya. Ia pun berziarah ke kuburan
Corrie untuk melihat kekasihnya yang terakhir kalinya. Kemudian ia kembali ke
Betawi
Sesampainya di Betawi, ia menjual rumahnya, termasuk lemari-lemari
buku dengan koleksi bukunya. Pakaian yang ada di rumahnya ia bawa, selain itu
ia tinggalkan. Semua sudah dipikirkan oleh Hanafi, hanya bagi diri sendirinya
terasa bahwa ia tidak dapat mengubah lagi semua yang sudah terjadi, semua yang
telah ia lakukan. Karena asuhannya sudahlah salah sejak awal.
Sesampainya ia di Padang, Hanafi sengaja memilih rumah makan Belanda
yang sederhana, bukan untuk menghemat uang, melainkan karena ia sudah enggan
bergaul dengan banyak orang. Sehabis makan, ia pergi dari tempat yang ramai
tersebut, menuju tempat yang lebih sepi. Hanafi tinggal sendiri sambil termenung,
bahwa dulu ia sangat enggan untuk mengunjungi rumah kerabatnya sendiri, yaitu
orang-orang kampung. Hanafi juga merasa menyesal telah memperlakukan
Rapiah seperti itu dahulu. Nyata sekali bagi Hanafi kalau sekarang Rapiah
mungkin tidak mengingat dan hendak kembali lagi padanya.
Rapiah dan Corrie, itulah yang terpikir dalam benak Hanafi. Keduanya
sama-sama berhati mulia, sama-sama tinggi derajat. Hanya saja Corrie, berasal
dari Barat, sedangkan Rapiah, berasal dari Timur. Masing-masing dari mereka
memiliki sifat tersendiri. Hanafi menyangka bahwa dengan ia bersatu pada adat
32
orang Barat, akan senanglah hidupnya itu. Namun, tidak lupa juga Hanafi, bahwa
sifat ketimur-timurannya itu terkandung di dalam batinnya, yang tidak akan
pernah hilang karena asuhan ibunya. Terasalah olehnya bahwa pelajaran dan
asuhan Baratnya itu seolah-olah hanya menjadi kulit tipis yang belum dapat
membuat orang Belanda senang dalam hidup bersuami-istri.
Terhadap Rapah, Hanafi mengakui kesalahannya. Sebagai orang Timur,
tidak mungkin seorang Rapiah akan mendapatkan bimbingan dari suaminya,
Hanafi, yang seperti orang kebarat-baratan itu. Hanafi berasa bahwa diantara
kedua istrinya itu, tidak ada yang memiliki kekurangan, baik dalam budi maupun
derajatnya, juga meski tentang mencintai suami sekalipun. Entah sudah berapa
lama ia termenung memikirkan betapa beruntungnya dia. Tidak sadarkan diri,
ketika ia bangun, ia sudah berada di meja makan rumahnya. Kemudian ia pergi ke
tempat tidurnya menunggu hari esok.
Sekitar pukul tujuh pagi keesokan harinya, ibunya Hanafi datan ke rumah
makan Belantung mendapatkan anaknya itu. Akhirnya, ibunya membawanya
pulang ke Solok. Keadaan Hanafi pun semakin memburuk, ia terlihat menjadi
orang yang suram sekali. Malamnya, Hanafi dan ibunya itu menginap di rumah
Mamaknya. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan ke Koto Anau.
Tibalah Hanafi dengan ibunya di Koto Anau, keadaan Hanafi tidak
berubah. Sesampainya di rumah, ia berbaring di tempat tidur dengan sangat pucat.
Dalam seminggu itupun banyak sekali orang berkunjung untuk menemuinya.
33
TAMAT