Anda di halaman 1dari 5

TUGAS SASTA INDONESIA

Tenang Sinopsis Novel Salah Asuhan

Sinta Mayolanda
Kelas : XI.BB

Guru Pengampu

Elkasari

PROGAM STUDI BAHASA INDONESIA

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGEI 1 KINALI

TP 2020/2021
Pengarang : Abdul Muis

Penerbit : Balai Pustaka

Tahun Terbit : 1928

Hanafi adalah pemuda pribumi asal Minangkabau. Sesungguhnya, ia termasuk


orang yang sangat beruntung dapat bersekolah di Betawi sampai tamat HBS. Ibunya yang
sudah janda, memang berusaha agar anaknya tidak segan-segan menitipkan Hanafi pada
keluarga Belanda walaupun utnuk pembiayaannya ia harus meminta bantuan mamaknya,
Sutan Batuah. Setamat HBS, Hanafi kembali ke Solok dan bekerja sebagai klerek di
kantor Asisten Residen Solok. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi komis.

Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda, memungkikan Hanafi


berhubungan erat dengan CorrieDeBusse, gadis Indo-Perancis. Hanafi kini merasa telah
bebas dari kungkungan tradisi dan adat negerinya. Sikap, pemikiran dan cara hidupnya
juga sudah kebarat-baratan. Tidaklah heran jika hubungannya dengan Corrie ditafsirkan
lain oleh Hanafi karena ia kini sudah bukan lagi sebagai orang “inlander” (bangsa
pribumi yang di jajah oleh Belanda). Oleh karena itu, ketika Corrie datang ke Solok
dalam rangka mengisi liburan sekolahnya, bukan main senangnya hati Hanafi. Ia dapat
berjumpa kembali dengan sahabat dekatnya.

Hanafi mulai merasakan tumbuhnya perasaan asmara. Sikap Corrie terhadapnya


juga dianggap sebagai gayung bersambut kata terjawab. Maka, betapa terkejutnya Hanafi
ketika ia membaca surat dari Corrie. Corrir mengingatkan bahwa perkawinan campuran
bukan hanya tidak lazim untuk ukuran waktu itu, tetapi juga akan mendatangkan berbagai
masalah. “Timur tinggal timur, Barat tinggal Barat, tak akan dapat ditumbuni jurang yang
membatasi kedua bahagian itu” (lihat halaman 59). Perasaan Corrie sendiri sebenarnya
mengatakan lain. Namun, mengingat dirinya yang Indo—dan dengan sendirinya prilaki
dan sikap hidupnya juga berpijak pada kebudayaan barat—serta Hanafi yang pribumi,
yang tidak akan begitu saja dapat melepaskan akar budaya leluhurnya.

Dalam surat Corrie selanjutnya, ia meminta agar Hanafi mau memutuskan


pertallianhubnungannya itu. Surat itu membuat Hafani patah semangat. Ia pun kemudian
sakit. Ibunya berusaha menghibur agar anak satu-satunya itu, sehat kembali. Di saat itu
pula ibunya menyarankan agar Hanafi bersedia menikah dengan Rapiah, anak mamaknya.
Sutan Batuah. Ibunya menerangkan bahwa segala biaya selama ia bersekolah di Betawi
tidak lain karena berkat uluran tangan mamaknya, Sutan Batuah. Hanafi dapat mengerti
dan ia menerima Rapiah sebagai istrinya.

Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Rapiah, rupanya tak berjalan mulus. Hanafi
tidak merasa bahagia, meskipun dari hasil perkawinannya dengan Rapiah, mereka
dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Syafei. Hanafi beranggapan bahwa
penyebabnya adalah Rapiah. Rapiah kemudian menjadi tempat segala kemarahan Hanafi.
Meskipun Rapiah diperlakukan begitu oleh oleh Hanafi, Rapiah tetap bersabar.

Suatu ketika, setelah mendamprat Rapiah, ia duduk termenung seorang diri di


kebun. Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha menyadarkan kembali kelakukan
anaknya yang sudah lewat batas itu. Namun, Hanafi justru menanggapinya dengan cara
cemooh. Di saat yang sama, tiba-tiba seekor anjing gila menggigit tangan Hanafi.

Dokter segera memeriksa gititan anjing gila pada tangan Hanafi. Dokter
menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi. Anjuran dokter itu sangat menyenangkan
hatinya. Sebab, bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu sekaligus memberi
kesempatan kepada untuk bertemu dengan Corrie.

Suatu peristiwa yang sangat kebetulan terjadi. Dalam suatu kecelakaan yang
dialami Corrie, Hanfi yang sedang berada di Betawi, justru menjadi penolong Corrie.
Pertemuan itu sangat menggembirakan keduanya. Corrie yang sudah ditinggal ayahnya,
mulai menyadari bahwa sebenarnya bahwa ia memerlukan sahabat. Pertemuan itu telah
membuat Hanafi mengambil suatu keputusan. Ia bermaksud tetap tinggal di Betawi,
Untuk itu, ia telah pula mengurus kepindahan pekerjaannya. Setelah itu, ia mengurus
surat persamaan hak sebagai bangsa Eropa. Dengan demikian, terbukalah jalan untuk
segera menceraikan Rapiah, sekaligus meluruskan jalan baginya untuk mengawini Corrie.

Semua rencana Hanafi berjalan lancar. Namun, kini justru Corrie yang
menghadapi berbagai persoalan. Tekadnya untuk menikah dengan Hanafi mendapat
antipati dari teman-teman sebangsanya. Akhirnya, dengan cara diam-diam mereka
melangsungkan pernikahan.

Sementara itu, Rapiah yang resmi dicerai lewat surat yang dikirim Hanafi, tetap
tinggal di Solok bersama anaknya, Syafei, dan ibu Hanafi.
Adapun kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidaklah seindah yang mereka
bayangkan. Teman-teman mereka yang mengetahui perkawinan itu, mulai menjauhi. Di
satu pihak menggapnya Hanafi besar kepala dan angkuh, tidak menghargai bangsanya
sendiri. Di lain pikah, ia menganggap Corrie telah menjauhkan diri dari pergaulan dan
kehidupan Barat. Jadi, keduanya tidak lagi mempunyai status yang jelas, tidak ke Barat
tidak juga ke Timur. Inilah awal malapetaka dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Kehidupan rumah tangga mereka kini terasa bagai bara api nera dunia. Corrie
yang semua supel dan lincah, kini menjadi nyonya pendiam. Kemudian Hanafi, kembali
menjadi suami yang kasar dan bengis, bahkan Hanafi selalu diluputi perasaan curiga dan
selalu berprasangka buruk, lebih-lebih lagi Corrie sering dikunjungi Tante Lien,
soerangmucikari.

Puncak bara api itu pun terjadi. Tanda diselidiki terlebih dahulu, Hanafi telah
menuduh istrinya berbuat serong, tentu sajaa, Corrie tidak mau dituduh dan diperlakukan
sekehendak hati suaminya. Maka, dengan ketepatan hati, Corrie minta diceraikan.
“Sekarang kita bercerai, buat seumur hidup…. Bagiku tidak menjadi kepentingan, karena
aku tidak sudi menjadi istri lagi dan habis perkara” (lihat halaman 183). Setelah itu,
Corrie meninggalkan Betawi dan berangkat ke Semarang. Ia bekerja di sebuah panti
asuhan.

Segala kejadian itu membuat Hanafi menyadari bahwa sebenarnya istrinya tidak
bersalah. Ia menyesal dan mencora menyusul Corrie. Namun, sia-sia. Corrie tetap pada
pendiriannya. Perasaan berdosa makin menambah beban penderitaan Hanafi, ditambah
lagi, teman-temannya makin menjauhi. Hanfi dipandang sebagai seorang suami yang
kejam dan tidak bertanggung jawab. Dalam keadaan demikian, barulah ia menyesal
sejadi-jadinya. Ia juga ingat kepada ibu, istri, dan anaknya di Solok.

Akibat tekanan batin yang berkelanjutan, Hanafi jatuh sakit. Pada saat itu datang
seorang temannya yang mengatakan tentang pandangan orang terhadapnya. Ia sadar dan
menyesal. Ia kembali bermaksud minta maaf kepada Corrie dan mengajaknya rujuk
kembali. Ia pergi ke Semarang, namun rupanya, pertemuamnnya dengan Corrie di
Semarangan merupakan pertemuan terkahir. Corrie terserang penyakit kolera yang kronis.
Sebelum mengehembuskan nafasnya yang terakhir, Corrie bersedia memaafkan kesalahan
Hanafi. Perasaan menyesal dan berdosa tetap membuat Hanafi sangat menderita.
Batinnya goncang, ia pun jatuh sakit.

Setelah sembuh Hanafi bermaksud pulang ke kampungnya. Ia ingin minta maaf


kepada ibunya dan Rapiah, istrinya. Di samping itu ia juga ingin melihat keadaan
anaknya sekarang. Ia berharap agar anaknua kelak tidak mengikuti jejak ayahnya yang
sesat. Dengan kebulatan hatinya, berangkatlah Hanafi kembali tanah kelahirannya.

Anda mungkin juga menyukai