Anda di halaman 1dari 8

Laporan Membaca Buku Fiksi Novel

“Gerhana Kembar” karya Clara Ng


(Tugas Bahasa Indonesia)

Oleh : Erlina Fabiola


Kelas : XII MIA 1

SMA NEGERI 1 TANJUNGPANDAN


TAHUN AJARAN 2016/2017

I. Identitas Buku
- Judul Buku : Gerhana Kembar
- Pengarang : Clara Ng
- Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
- Tahun Terbit : 2007
- Tebal Buku : 368 halaman

II. Sinopsis Buku


Berawal dari sebundel naskah tua yang ditemukan Lendy di lemari kamar neneknya. Lendy
curiga bahwa naskah itu ditulis oleh neneknya. Naskah itu berjudul Gerhana kembar yang ditulis
sekitar tahun 1960-1982 dengan inisial penulis F.D.S. Menurut Lendy yang merupakan seorang
editor dari Altria Media, naskah yang Ia temukan itu adalah kisah nyata yang terjadi di masa lalu.
Entah itu masa lalu neneknya atau orang lain. Pastinya Lendy berniat untuk mencari tahu akan semua
hal itu. Naskah itu berisi tentang homoseksualitas (tepatnya lesbian) antara Fola dan Henrietta.
Dimana dalam naskah itu menggambarkan tokoh Fola adalah seorang guru TK dan Henrietta adalah
seorang pramugari Garuda Indonesia Airlines. Ceritanya bermula dari pertemuan tidak sengaja saat
Henrietta datang menjemput keponakannya, berlanjut hingga tercipta kedekatan antara dirinya dan
Fola. Dalam naskah itu Fola dan Henrietta sama-sama merasa nyaman dengan kedekatan mereka.
Namun suatu ketika ada pergolakan yang timbul di hati Fola akibat dari tindakan spontan Henrietta.
Ia terkejut karena Henrietta mencium bibirnya tiba-tiba dan mengutarakan perasaannya yang
sesungguhnya. Hal ini membuat Fola merasa bahwa kenyamanan yang Ia rasakan saat bersama
Henrietta berbeda dengan biasa yang dirasakan sebagai seorang teman. Ia mulai menyadari adanya
‘rasa’ yang seharusnya tidak tumbuh diantara mereka berdua. Sehingga sejak kejadian itu Henrietta
tidak pernah berkunjung ke sekolah lagi. Waktu berlalu dan Fola pun telah menikah dengan seorang
laki-laki berprofesi sebagai dokter yaitu Erwin. Walaupun begitu Ia tetap menyimpan perasaan dan
kenangannya bersama Henrietta. Fola mengandung dan melahirkan seorang bayi perempuan yang Ia
namai Eliza. Sebelum kelahiran Eliza, Fola sempat bertemu Henrietta dan kenangan diantara mereka
kembali terkuak. Fola yakin didalam hatinya bahwa Ia mencintai Henrietta dengan tulus. Ia tidak lagi
menentang perasaannya, begitu juga dengan Henrietta. Mereka pun memutuskan untuk menjalin
hubungan sebagai kekasih, walaupun keduanya tahu bahwa Fola telah bersuami dan mempunyai
anak. Bertahun-tahun mereka lewati hubungan seperti ini, hingga suatu hari Fola merasa tidak tahan
lagi merahasiakan hubungannya. Ia ingin segera bercerai dengan Erwin dan memulai hidup baru
dengan orang yang amat dicintainya – yaitu Henrietta. Namun egonya berhasil dikalahkan dengan
naluri keibuannya. Ia memilih bersama putri kecilnya, dan pada saat itu juga Henrietta akan
berangkat ke Paris karena tugas pekerjaan. Henrietta juga berkata kepada Fola bahwa dia akan
menetap disana. Mendengar hal ini Fola merasa terpukul, tetapi Ia tetap melanjutkan hidupnya
dengan mengurus suami dan anaknya. Beberapa tahun setelah itu, Erwin – suami Fola ternyata
menderita kanker paru-paru stadium tiga. Seketika hal itu membuat Fola menjadi terpuruk. Sehari-
harinya dihabiskan untuk mengurus dan merawat suaminya. Fola terus berada disisinya dan
menemani dia sampai saat terakhirnya. Beberapa bulan sebelumnya, Henrietta sempat mengirimkan
surat kepada Fola. Surat itu menyatakan bahwa dirinya masih menunggu dan mengharapkan Fola, ia
sangat ingin hidup berdua bersama Fola. Namun, Fola baru sempat membalas surat itu sepuluh bulan
setelahnya karena Ia sibuk menjaga dan menemani suaminya. Isi surat yang ditulis Fola pun tak jauh
beda dengan apa yang ditulis Henrietta. Fola juga menginginkan hal yang sama, Ia bahkan menulis
dalam suratnya bahwa dirinya akan menyusul Henrietta ke Paris. Namun kembali lagi karena
keadaan, Fola tidak dapat pergi menemui Henrietta. Eliza – putri satu-satunya kesayangan Fola –
kembali kerumah ibunya dengan membawa berita yang tak seorang pun ingin mengetahuinya. Eliza
sedang mengandung anak dari seorang laki-laki yang ‘dulu’ amat dicintainya. Namun, inilah hasil
dari yang katanya ‘cinta’. Bukannya bertanggungjawab, laki-laki itu malah meninggalkannya dan
menyuruhnya untuk aborsi. Kejadian yang tak ingin dialami oleh siapapun ini, lagi-lagi membatalkan
Fola untuk pergi. Fola amat terpukul memikirkan masa depan putrinya yang masih belia itu. Ia pun
membantu Eliza mengurus kandungannya yang telah berumur tujuh bulan itu. Sampai pada akhirnya,
Eliza melahirkan seorang bayi perempuan yang dinamainya Lendy. Sejak Eliza mengandung dan
telah melahirkan Lendy dalam kehidupan, hubungan Fola dan Henrietta seketika terputus. Fola
mengganggap bahwa tidak ada jalan lagi baginya untuk hidup bersama dengan Henrietta. Untuk itu
Ia tetap melanjutkan hidupnya dengan mengurus Lendy sementara Eliza bekerja, dan dengan
menyimpan kenangan beserta kebahagiaannya yang tak tersampaikan.
Membaca naskah itu, Lendy yakin bahwa semua cerita yang tertulis adalah kisah antara
neneknya dengan seseorang yang bernama Henrietta. Lendy menjadi semakin penasaran. Ia segera
bertanya kepada ibunya mengenai naskah itu secara langsung, dan hasil yang ia dapatkan adalah ya,
memang benar. Memang benar adanya bahwa naskah itu adalah kisah nyata yang ditulis oleh
neneknya sendiri. Saat ini, Lendy tahu penyakit neneknya membuat umurnya tidak dapat bertahan
lama lagi. Ia bertekad melakukan sesuatu untuk neneknya. Atas izin dari ibunya dan berbekal alamat
yang Ia dapatkan, Lendy akan pergi menemui Henrietta yang berada di Paris. Ia akan membawa
Henrietta untuk bertemu neneknya kembali sebelum neneknya tutup usia. Kepergian Lendy ke Paris
ternyata membuahkan hasil yang Ia inginkan. Ia berhasil berbicara dan menjelaskan kepada Henrietta
agar bertemu neneknya, mungkin untuk yang terakhir kali. Henrietta akhirnya mau bertemu lagi
dengan cinta masa lalunya. Mereka kembali ke Indonesia, Lendy mengantarkan Henrietta ke rumah
sakit untuk bertemu neneknya dan meninggalkan mereka berdua. Semua kenangan yang tersimpan
tercurah kembali, kebahagiaan yang awalnya tak pernah sempat dirasakan karena terbatas suatu hal,
akhirnya memeluk kebersamaan mereka berdua. Walau keesokan harinya waktu telah berhenti
selama-lamanya untuk Diana, tetapi keinginan yang tersimpan dalam hatinya akhirnya menjadi
kenyataan. Lendy berhasil membuat kenangan baru dalam hidup neneknya.

III. Analisis Unsur Instrinsik dan Unsur Ekstrinsik


1. Tema dan Amanat
- Tema yang diangkat novel ini sebenarnya bisa dibilang merupakan hal yang sensitif dikalangan
masyarakat yaitu tentang homoseksualitas, lebih tepatnya berbicara tentang rahasia hubungan antara
dua perempuan di masa lalu, yang membawa sejuta kenangan dan pengajaran akan cinta, kesetiaan,
ego, dan kekecewaan dalam kehidupan. Selain berbicara tentang homoseksualitas, cerita dalam novel
ini dapat dikatakan juga berbicara tentang cinta sejati dan pengorbanan seorang ibu, sebagaimana
dituturkan penulis bahwa seorang ibu rela mengorbankan kebahagiaannya demi anaknya. (Halaman
236; 242-246)

- Amanat yang ingin dituturkan penulis dalam novel ini adalah bahwa kita sebagai pembaca diajak
untuk memahami tentang homoseksualitas dengan pemikiran yang lebih terbuka. Masih banyak
masyarakat diluar sana berpikiran sempit dan menganggap orang yang homoseksualitas (LGBT)
sebagai suatu kalangan yang negatif dan harus dijauhi. Sebenarnya, dari novel ini penulis ingin
menuturkan mengenai cara berpikir atau sudut pandang yang seharusnya pada masyarakat, bahwa
setiap orang dilahirkan tanpa mengetahui apakah dirinya akan menjadi homoseksual atau normal.
Setiap orang pasti mencari-cari jati dirinya. Sama halnya dengan cerita dalam novel ini. Dimana Fola
tidak tahu bahwa dirinya cenderung memiliki perasaan yang tidak seharusnya dimiliki terhadap
perempuan. Ia pun menyangkal akan perasaan itu sampai-sampai Ia baru menyadari bahwa dirinya
tertarik kepada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Dalam hal ini kita bisa melihat, bahwa
tidak semua orang yang homoseksualitas berkehendak atau memang ingin menjalankan hubungan
sebagai homo (berhubungan dengan sejenisnya). Banyak dari mereka yang ingin menjalankan hidup
normal dan menyalahkan pribadinya kenapa mereka bisa menjadi homoseksual. Bahkan dalam novel
ini diceritakan juga saat Fola dan Henrietta memikirkan bagaimana bisa mereka memiliki perasaan
yang tidak wajar antara sesama kaum perempuan.
Untuk itu, amanat penulis kepada pembaca adalah kita tidak boleh memandang seseorang yang
homoseksual sebagai suatu subjek yang negatif. Tindakan mereka memang salah. Tetapi bukan
berarti kita harus menjauh atau mengucilkan keberadaan mereka. Sebagai orang yang mengerti apa
penyebab dan kemungkinan apa yang membuat mereka seperti itu, kita seharusnya berusaha
berteman baik dengan mereka agar kita dapat membantu mereka mengubah pemikiran dan
pandangan yang tidak seharusnya muncul. Karena selama ada niat, keyakinan, dan usaha pasti ada
jalan untuk mengubah sesuatu yang salah menjadi kembali ke jalan yang benar.

2. Alur
- Alur dalam novel ini yaitu alur maju-mundur (gabungan). Alur maju difokuskan pada kehidupan
Lendy jelang pernikahannya. Sementara alur flashback (mundur) diterangkan lewat sebuah naskah
yang ditemukan Lendy di lemari kamar neneknya.
- Pembuktian untuk alur majunya yaitu terdapat pada halaman 19-24 yang awalnya bercerita saat
Lendy menggantikan mamanya untuk menjaga neneknya dirumah sakit. Saat itu Ia memikirkan
tentang naskah yang baru Ia temukan di lemari kamar neneknya. Berlanjut ke halaman 34-48 yang
menceritakan kesibukan Lendy di kantor sebagai editor. Dimulai dari penolakan naskah
berjudul Hari-hari Lines bertemakan homoseksual yang ditulis Sari Beri, lalu rapat redaksi dari
pukul 08.00 sampai dengan pukul 11.00 siang mengenai perkembangan naskah yang dipegang setiap
editor di kantor, hingga setelah selesai rapat, terjadi atraksi gelas yang berisi kopi meluncur
membasahi celana Lendy yang mengharuskan Ia pulang ke rumah untuk mengganti celana. Lalu
lanjut ke halaman 74-90 yaitu merupakan kelanjutan setelah Lendy pulang ke rumahnya untuk
mengganti celana. Saat Lendy sedang membaca naskah tua milik neneknya itu, tiba-tiba teman
sekantornya menelepon dan meminta bantuan pada Lendy untuk menggantikannya pergi ke diskusi
buku di Kemang. Lendy mengiyakan dan pergi ke Kemang bersama Prity. Saat sampai disana Lendy
bertemu dengan si Sari Beri – Penulis Hari-hari Lines yang naskahnya ditolak oleh Lendy. Lagi-lagi
si Sari Beri ini ngotot dan mengatakan bahwa kebanyakan editor homofobia. Hal ini memancing
emosi Lendy dan akhirnya Ia secara langsung mengatakan bahwa penulisan naskah si Sari Beri itu
buruk alias nyastra. Setelah itu lanjut ke halaman 226-241 yang menceritakan saat Lendy
menunjukan naskah tua yang Ia dapat dari lemari kamar neneknya kepada Eliza – ibunya. Dan
akhirnya Ia berhasil memecahkan teka-teki yang ada dikepalanya, bahwa naskah ini memang ditulis
neneknya dan merupakan kisah nyata masa lalu neneknya. Di halaman 251-265, Lendy memutuskan
untuk pergi ke Paris menemui Henrietta. Lalu di halaman 268-283, berkisah saat Philip
mengantarkan Lendy ke Bandara dan saat Lendy telah sampai di Paris dan bertemu orang yang
dicarinya. Selanjutnya halaman 325-328, Lendy berada di apartemen Henrietta dan menjelaskan
semua hal agar dapat membujuk kekasih neneknya itu untuk kembali. Pada halaman ini Lendy
berhasil membujuk Henrietta. Yang terakhir adalah halaman 330-349, Lendy mengantar Henrietta
bertemu dengan neneknya dan membiarkan mereka berdua bernostalgia. Berlanjut sampai Diana –
neneknya Lendy, menutup usia. Lalu dilanjutkan dengan kisah honeymoon Lendy dan Philip yang
berakhir bahagia.
- Sedangkan untuk alur mundur kebanyakan menceritakan kisah flashback dari segi pandang Diana
yang terbaring di rumah sakit. Ia memikirkan kenangan masa lalunya bersama dengan Henrietta.
Lalu ada juga waktu Eliza menjaga Diana di rumah sakit. Eliza mengenang masa lalunya, terbukti
dari kalimat “Dua puluh delapan tahun yang lalu...” (halaman 199-213)

3. Latar/Setting
- Novel ini memiliki beberapa latar tempat diantaranya :
1. Di Rumah Sakit : Latar ini kebanyakan berkisah tentang perawatan neneknya Lendy yang sedang
sakit akibat kanker yang dideritanya.
2. Di Kantor Altria Media : Latar ini mengisahkan tentang keseharian Lendy yang bekerja sebagai
editor naskah fiksi.
3. Toko Buku Aksara di Kemang : Latar ini menceritakan tentang diskusi buku yang dihadiri Lendy
dan Prity. Disini Lendy bertemu dengan Sari Beri – penulis naskah berjudul Hari-hari Lines yang
naskahnya ditolak Altria Media.
4. Di Kafetaria Rumah Sakit : Latar ini menceritakan saat Lendy dan Philip sedang menunggu
pemeriksaan rutin Diana (neneknya Lendy). Selain itu pada latar ini juga diceritakan saat Lendy
mendengarkan kisah nyata dibalik naskah yang Ia temukan di lemari kamar neneknya oleh Eliza –
ibunya.
5. Di Bandara : Latar ini mengisahkan saat Philip mengantar Lendy untuk pergi ke Paris menemui masa
lalu neneknya.
6. Di Apartemen Henrietta : Latar ini mengisahkan saat Lendy berbincang-bincang dengan Henrietta
dan berusaha untuk membujuknya agar mau kembali ke Indonesia menemui neneknya.

- Novel ini memiliki beberapa latar waktu diantaranya :


1. Sekitar tahun 1960-1982 : Merupakan latar waktu penulisan naskah yang menceritakan tentang kisah
antara Fola dan Henrietta.
2. Sekitar tahun 2007/2008 : Merupakan latar waktu yang diambil penulis dalam penulisan novelnya.
Dimulai dari Lendy menemukan naskah tua di lemari neneknya sampai dengan Ia berhasil
mempertemukan Henrietta dengan neneknya sebelum neneknya itu tutup usia. Lalu tepat 9 Februari
2008, neneknya telah tutup usia.

- Novel ini memiliki beberapa latar suasana diantaranya :


1. Suasana menyedihkan : Kebanyakan terdapat pada naskah tua yang menceritakan hubungan Fola dan
Henrietta yang tak pernah berujung bahagia didalam naskahnya. Selain itu terdapat pula suasana
menyedihkan pada saat-saat terakhir neneknya akan tutup usia.
2. Suasana mengharukan dan membahagiakan : Terdapat pada saat Lendy meninggalkan Henrietta
berdua bersama neneknya. Selama tujuh puluh tahun lebih, akhirnya mereka dipertemukan kembali
tanpa harus terikat takdir seperti dulu. Bahkan ditulis dalam novel ini sepotong kalimat yang
menggambarkan perasaan Diana, “Jika esok matahari tidak bersinar bagi Diana, dia tidak peduli.
Hatinya telah dipenuhi gelembung kebahagiaan.”

4. Penokohan
1. Lendy : Merupakan tokoh utama dalam novel ini dan bersifat protagonis. Wataknya
digambarkan sebagai seseorang yang baik hati, peduli terhadap orang lain, sabar, dan berpendirian
teguh. Terbukti di dalam novel saat Lendy menyuruh mamanya pulang untuk istirahat dan
membiarkan supaya dia saja yang menjaga neneknya. Selain itu pada saat sebuah gelas berisi kopi
yang tidak sengaja tersenggol oleh teman kantornya sehingga jatuh dan membasahi celana Lendy. Ia
tidak marah dan tidak mengambil pusing akan hal itu. Kemudian pada saat Lendy bertekad untuk
pergi ke Paris menemui Henrietta. Ia tetap pergi ke Paris demi neneknya, walaupun sebenarnya
kepergiannya ke Paris akan menghambat persiapan pernikahannya dengan Philip.

2. Fola Damayanti/ Felicia Diana Sutanto : Merupakan tokoh utama jika dilihat dari sudut pandang
dalam naskah tua yang ditemukan Lendy. Tetapi merupakan tokoh pendukung di dalam novel. Baik
dalam naskah tua maupun dalam novel, tokoh ini digambarkan memiliki sifat protagonis. Wataknya
digambarkan sebagai seseorang yang baik hati, lugu, sederhana, sabar, penyayang, dan keibuan.
Contoh bukti penggambaran tokoh oleh penulis yaitu dalam kalimat,”Tubuh Fola ditutupi blus
sederhana berwarna putih dan rok sebetis berwarna merah. Dia mengenakan sepatu pantofel hitam
dengan hak rendah, sepatu kesukaannya.” Selain itu juga ada penuturan oleh tokoh lain yaitu Eliza,
Ia mengatakan kepada Lendy “Nenekmu adalah manusia paling kompleks yang pernah mama temui.
Dia lembut hati dan penyayang. Sabar. Juga pendiam dan menyimpan segalanya. Kamu hanya bisa
mengorek isi hatinya dengan membaca naskah Oma. Hanya itu satu-satunya akses untuk membuka
pintu hati Oma yang terkunci rapat.”

3. Henrietta Selina : Merupakan tokoh utama kedua jika dilihat dari sudut pandang dalam naskah tua
yang ditemukan Lendy. Tetapi merupakan tokoh pendukung jika di dalam novel. Penulis
menggambarkan tokoh Henrietta dengan sifat protagonis dan memiliki watak yang mudah bergaul,
ramah, dan sabar. Hal ini digambarkan dari dialog cerita awal antara Henrietta dan Fola pada naskah
tua yang ditemukan Lendy. Henrietta dengan mudahnya mengobrol dengan Fola padahal mereka
baru bertemu.

4. Eliza : Merupakan tokoh pendukung dalam novel. Eliza berperan sebagai ibu dari Lendy. Wataknya
digambarkan sebagai sosok ibu yang tegas, pekerja keras, dan tidak mudah mengungkapkan apa yang
Ia rasakan.

5. Pritty : Merupakan tokoh pendukung dalam novel. Berperan sebagai teman sekantor Lendy yang
memiliki profesi editor naskah remaja. Memiliki watak yang baik hati, ramah, dan peduli terhadap
orang-orang terdekatnya.
6. Sari Beri : Merupakan tokoh pendukung dalam novel yang naskahnya ditolak oleh Lendy. Wataknya
digambarkan sebagai orang yang pantang menyerah, tak mudah menerima keputusan, dan cenderung
berpenampilan mirip lelaki. (halaman 80)

7. Philip : Merupakan tokoh pendukung dalam novel. Philip adalah tunangan dari Lendy dan akan
beralih menjadi suaminya. Philip memiliki watak yang ramah, baik hati, bersahaja, dan setia.
(halaman 102)

8. Erwin : Merupakan tokoh pendukung dalam novel. Berperan sebagai suami dari Fola/Diana.
Memiliki wataknya lembut, baik hati, sabar, penyayang, dan tekun. (halaman 113)

5. Sudut Pandang
Dalam novel ini sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga serba
tahu. Kebanyakan dalam ceritanya menggunakan ‘ia’, ‘dia’ dan nama orang atau tokoh. Contoh
dalam novel yaitu : Ingin sekali kaki Lendy berlari meninggalkan rumah sakit sekarang juga. Dengan
senang hati dia akan membongkar lemari, bahkan isi kamar Oma jika itu diperlukan untuk
menemukan selembar surat penting yang dapat menegaskan jati diri neneknya.

6. Gaya Bahasa
1. Personifikasi : Daun-daun di luar kelas terangguk-angguk akibat angin kencang.
2. Asosiasi/Perumpamaan : Matanya besar seperti jendela dunia, memandang Fola dengan tatapannya
yang bening.
3. Metafora : Rembulanku telah gerhana, gelap seutuhnya di kaki langit
4. Simile : Dari atas, terlihat seperti lautan manusia dan mobil.
5. Hiperbola : Sambaran petir membelah langit.
6. Klimaks : Akhirnya mereka berhasil berbaris dengan rapi, dari yang paling pendek sampai yang
paling tinggi.
7. Sarkasme : “Karena kualitas tulisanmu di bawah standar!”
8. Metonimia : Gerhana Kembar kuterima pada tahun 1982 melalui paket pos.

7. Unsur Ekstrinsik Novel


- Biografi Pengarang
Clara Ng, dalam pengantarnya mengakui bahwa dia tidak yakin mengangkat tema
homoseksual (lesbian). Dia mengatakan bahwa hal ini merupakan topik yang sangat sensitif
dibicarakan dalam kalangan masyarakat. Selain itu, banyak hal tentang homoseksualitas yang belum
diketahuinya. Clara Ng juga mencemaskan reaksi publik dan reaksi penerbit. Tetapi, kecemasannya
tidak berarti, karena pernerbit menunjukan peran dan memberikan kepercayaan kepadanya untuk
menyelesaikan novel Gerhana Kembar ini. Clara Ng juga merasa terhormat mendapat kesempatan
untuk menjadi bagian dari penciptaan novel ini. Dia juga sangat berterimakasih kepada penerbit,
yaitu Gramedia Pustaka Utama dan kepada harian Kompas yang telah memberikan ruang
bagi Gerhana Kembar sebagai cerita bersambung.

- Nilai dalam Kehidupan


Mungkin dalam novel ini hanya menekankan pada satu nilai kehidupan masyarakat, yaitu
nilai sosial. Buktinya terdapat pada kalimat :
“Padahal Fola dapat mengingat nasehat ibunya dengan jernih: Hati-hati dengan orang asing. Jangan
terlalu mudah percaya dengan orang asing. Ucapkan terimakasih dengan sopan lalu katakan alasan
yang cukup jelas untuk menghindari hal yang tidak-tidak.”
Dari kalimat ini dapat menjelaskan bahwa ada nilai sosial yang terkandung dalam kehidupan
bermasyarakat. Yaitu kita harus bersikap ramah terhadap orang asing atau orang yang baru kita
temui, tetapi kita tidak boleh lepas dari hati-hati dan waspada terhadap tindakan orang tersebut.

IV. Ulasan Mengenai Pandangan Pengarang Terhadap Kehidupan


Dalam novelnya, Clara Ng mengkritik keadaan sosial yang heteronormatif. Mengkritisi
heteronormativitas bukan berarti ‘membela’ kaum homoseksual. Ia ingin mengubah sudut berpikir
masyarakat terhadap kaum homoseksual melalui novelnya. Ia mengajak para pembaca untuk
memahami kehidupan kaum homoseksual sehingga masyarakat dapat berpikir lebih terbuka
mengenai hal-hal yang selama ini dianggap menyimpang. Selain itu, ini dilakukannya agar tidak
terjadi kesenjangan yang menimbulkan diskriminasi pada suatu kalangan.

Anda mungkin juga menyukai