Anda di halaman 1dari 2

Sinopsis cerita

SALAH ASUHAN
Karya ABDOEL MOEIS

Novel “Salah Asuhan” menceritakan tentang Hanafi, seorang bumiputera yang


terjebak dalam adat dan kebudayaan Belanda. Lama bersekolah di sekolah Belanda
dan bergaul dengan orang-orang Belanda membuat Hanafi selalu menganggap buruk
adat budayanya sendiri. Persoalan tentang perbedaan adat budaya timur dengan
barat itu sudah menjadi topik utama perbincangan Hanafi dan Corrie, orang barat
yang merupakan sahabat sekaligus gadis yang dicintainya. Tak jarang mereka
berselisih pendapat mengenai hal itu.

Suatu hari, Hanafi menyatakan perasaannya pada Corrie. Corrie menjadi


kebingungan dibuatnya. Bukan hanya soal apakah ia mencintai Hanafi atau tidak,
tetapi soal perbedaan adat budaya mereka. Ayah Corrie yang pernah menjalani
pernikahan dengan seorang bumiputera, tidak setuju jika Corrie mengikuti jejaknya
itu. Beliau tahu ada banyak hal sulit yang akan menimpa putrinya jika pernikahan itu
terjadi. Corrie sangat menyayangi ayahnya dan menghormati nasehatnya. Selain itu,
meskipun Corrie juga memendam rasa yang sama dengan Hanafi, Corrie merasa
bahwa hubungannya dengan Hanafi lebih baik sebatas hubungan kakak dan adik saja.
Setelah menulis surat penjelasan kepada Hanafi tentang penolakannya, Corrie
meninggalkan Solok dan pergi ke Betawi.

Kepergian Corrie membuat Hanafi uring-uringan. Hal ini membuat ibunya khawatir.
Setelah Hanafi mulai tenang, ibu Hanafi membicarakan tentang perjodohan Hanafi
dengan anak mamaknya, Rapiah. Hanafi yang berperangai kasar itu langsung
menolak mentah-mentah. Kemudian ibunya menjelaskan bahwa mereka telah
berutang pada mamaknya. Mamaknya telah membiayai sebagian kebutuhan penting
Hanafi dan tidak ingin dibalas dengan uang melainkan dengan pernikahannya dengan
Rapiah. Kalau bukan karena sayang pada ibunya, Hanafi tidak akan menyetujui
pernikahan itu.

Dua tahun kehidupan rumah tangganya dengan Rapiah, Hanafi tidak pernah
sekalipun menganggap Rapiah sebagai istrinya. Ia tidak mempedulikan Rapiah
bahkan anaknya, Syafei pun tak diurusnya. Rapiah yang bernasib menyedihkan itu
akhirnya menjadi sangat dekat dengan ibu Hanafi layaknya seorang ibu dan anak
kandung. Ibu Hanafi bahkan merasa bahwa dirinya lebih suka jika Rapiah adalah
anak kandungnya dan bukan Hanafi.

Suatu ketika, tangan Hanafi digigit anjing dan harus dirawat di Betawi. Pergilah
Hanafi ke Betawi untuk tiga minggu. Tapi ternyata lebih dari itu, karena di sana ia
bertemu kembali dengan Corrie yang baru ditinggal mati ayahnya. Setelah Hanafi
mendapatkan persamaan hak seperti orang Belanda dan pindah kerja ke Departemen
BB, ia menulis surat yang menyatakan bercerai dengan Rapiah. Corrie yang merasa
hampa setelah ditinggal ayahnya, menjadikan Hanafi sebagai pengganti ayahnya dan
setuju untuk menikah dengan Hanafi.

Tak seperti yang diinginkan Hanafi, rumah tangganya dengan Corrie sama sekali tak
bahagia. Corrie merasa terkekang setelah bersuamikan Hanafi. Sikapnya berubah
apalagi setelah dirinya dan Hanafi disisihkan dari pergaulan. Puncaknya ketika Tante
Lien datang ke rumah mereka ketika Hanafi sedang tidak ada, Hanafi menuduh Corrie
berselingkuh setelah melihat abu rokok bekas Tante Lien. Corrie tidak tahan lagi dan
memutuskan untuk bercerai dengan Hanafi lalu pergi ke Semarang. Tak lama setelah
itu, Hanaafi sadar atas kesalahannya dan pergi menyusul Corrie. Namun, ia
mendapati Corrie sedang sakit kolera dan akhirnya meninggal.

Hanafi pulang ke Padang, tempat ibunya dan Rapiah berada. Tapi ia masih tidak
diterima. Bahkan Rapiah dan Syafei pulang ke Bonjol sebelum Hanafi berbicara lebih
banyak kepada mereka. Hanafi memang tidak mencintai Rapiah, tetapi ia merasa
bersalah kepada mantan istrinya itu. Sejak kepergian Corrie, Hanafi menjadi murung
dan pendiam. Ibunya pun tak ingin bertanya dan mengungkit masa lalu. Kemudian
Hanafi diajak kembali ke Koto Anau dan memulai kehidupan baru di sana.

Hanafi merenungkan apa yang telah dilakukannya selama ini. Ia merasa sangat tidak
berguna terutama bagi ibunya. Ia hanya membuat orang-orang di sekelilingnya sakit
hati. Diam-diam, Hanafi meminum beberapa butir sublimat. Hingga keesokan
harinya, tubuhnya lemas. Hanafi dibawa ke rumah sakit. Dokter berkata bahwa
waktu yang Hanafi miliki terlalu singkat untuk menyembuhkannya. Hanafi memilih
untuk tidak melakukan pengobatan lain dan akhirnya meninggal dunia. Hanafi
dikuburkan di Solok setelah sempat menimbulkan perselisihan karena warga Koto
Anau tidak menghendaki Hanafi yang sudah ‘masuk’ Belanda dikuburkan di kuburan
kampung melainkan di kuburan orang Eropa.

Anda mungkin juga menyukai