SINOPSIS Novel Ayah menceritakan empat sahabat yaitu Sabari, Tamat, Ukun, dan Toharun yang bersekolah di tempat yang sama, di Belitung. Dikisahkan Sabari sejak SMP mencintai seorang gadis cantik, bermata indah, dan berlesung pipi bernama Marlena. Pertama kali ia jatuh hati pada gadis itu adalah saat Marlena mengambil kertas ujian Bahasa Indonesia-nya untuk disontek. Itulah yang menyelamatkan Marlena dari ancaman ayahnya yang akan menikahkannya jika ia tidak lulus ujian. Berkat kertas ujian Sabari, Marlena pun mendapat nilai yang bagus. Cinta Sabari tetap bertahan sampai mereka SMA. Walaupun kebencian Marlena sepertinya melebihi cinta Sabari pada gadis itu, tidak menyurutkan perasaan Sabari. Berkali- kali ia mengirim puisi di majalah dinding yang ditujukan untuk Marlena. Marlena suka musik, ia belajar musik. Marlena suka olahragawan, ia berolahraga hingga atlet pelari Belitung pun ia kalahkan. Tetapi karena Marlena gadis yang cantik, dengan suka hati berpacaran dengan lelaki berandalan sekolah. Itu pun tidak menyurutkan semangat Sabari. Ia yang dulunya tidak pernah percaya pada cinta, untuk pertama kalinya jatuh cinta sampai ketiga sahabatnya merasa iba. Sabari adalah sosok yang tekun, berbeda dengan ketiga sahabatnya yang menduduki tiga peringkat terbawah, Sabari selalu melesat di atas. Ia pun sangat menyayangi ayahnya yang merupakan guru Bahasa Indonesia dan menurunkan bakat puisi kepadanya. Setelah lulus SMA, Sabari bercita-cita ingin menjadi guru Bahasa Indonesia karena ia mencintai sastra. Tetapi ia malah mencari pekerjaan sebagai buruh keras. Pekerjaannya membuatnya kelelahan hingga pingsan. Akhirnya ia bekerja pada Markoni, ayah Marlena, yang merupakan pengusaha batako. Di sana, ia sering melihat Marlena. Ia pun sadar cintanya masih terus ada untuk Marlena. Namun kemudian ia mendengar kabar bahwa Marlena hamil di luar nikah. Markoni yang mengetahui bahwa Sabari mencintai Marlena, akhirnya menjodohkan mereka berdua. Anak mereka diberi nama Zorro. Sabari sangat menyayangi Zorro. Ia tidak protes saat Marlena tidak ingin tinggal bersamanya dan menceraikannya. Berdua, Sabari dan Zorro tinggal di rumah yang sudah Sabari siapkan. Zorro sangat menurut dengan Sabari. Setiap malam Sabari berpuisi dan mendongeng untuk Zorro kecil. Sedangkan Marlena sudah berkali-kali nikah cerai karena sifatnya yang mudah bosan. Suatu hari ia mengambil Zorro tanpa permisi. Ia membawa kabur Zorro bersama suami barunya, tanpa diketahui oleh Sabari. Zorro yang berusia tiga tahun dan sudah terbiasa dengan ayahnya, merasa sangat kehilangan saat tidak dirasakannya pelukan Sabari. Marlena kembali bercerai dengan suaminya. Ia dan Zorro hidup di jalanan. Saat Zorro terus menangis karena merasa kehilangan ayahnya, Marlena memberi kemeja Sabari pada Zorro yang langsung terlelap sambil memeluk kemeja beraroma ayahnya. Di Belitung, Sabari sudah seperti orang gila saat ditinggal oleh Marlena dan Zorro. Kedua sahabat Sabari, Tamat dan Ukun, merasa iba pada Sabari dan memutuskan mencari Marlena ke penjuru Sumatera. Awalnya mereka tidak menemukan, tetapi berkat kerja keras, akhirnya Tamat dan Ukun menemukan Marlena yang sudah menikah lagi dengan Amirza, dan Zorro yang dinamai ulang menjadi Amiru. Saat Zorro dan Sabari kembali bertemu di pelabuhan, kebahagiaan menghiasai wajah mereka. Mereka mengisi rumah yang dulu pernah mereka tempati. Menghabiskan waktu untuk bercanda tawa, saling balas puisi. Saat Sabari meninggal, Zorro menuliskan sesuatu di papan ayahnya. ‘Biarkan aku mati dalam keharuman cintamu.’ Tulisnya. Saat itu Marlena masih menikah dengan lelaki lain. Saat Marlena meninggal dunia, kembali diturutinya perintah sang ibu oleh Zorro. Marlena meminta agar ia dimakamkan di samping makam Sabari. Dengan tulisan di batu nisannya. ‘Purnama kedua belas’. Karena itulah panggilan Sabari pada Marlena sejak dulu. TANGGAPAN Andrea Hirata menceritakan dengan bahasa yang sederhana dan bermakna. Saat membaca novel ini, seakan ikut terbius dengan alur yang diciptakan. Tidak membosankan karena diselipi humor yang khas Andrea. Penggambaran sifat dan sikap antar tokoh lebih kepada bagaimana narasi yang diciptakan. Pembaca daat menetahui perwatakan tokoh lewat untaian kata yang Andrea ciptakan. Nilai moral condong ke keluarga, bagaimana sebuah kebaktian kepada orang tua, dan bagaimana menghargai orang lain. Menghargai perjuangan orang lain.