Anda di halaman 1dari 45

Presentasi Kasus

Pemantauan Kedaruratan Anestesi pada Pasien dengan Perforasi Gaster,


Pneumonia, Sepsis dan Acute Kidney Injury

DOKTER PEMBIMBING
dr.Vera Irawaty, Sp.An, KIC

DISUSUN OLEH
Fenni Cokro

030.09.086

Maulita Agustine

030.10.171

Adisti Zakyatunnisa

030.10.006

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 01 DESEMBER 2014 03 JANUARI 2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Presentasi Kasus dengan judul
Pemantauan Kedaruratan Anestesi pada Pasien dengan Perforasi Gaster, Pneumonia, Sepsis
dan Acute Kidney Injury. Presentasi Kasus ini diajukan dalam rangka melaksanakan tugas
Kepaniteraan Klinik Anestesi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati periode 01 Desember
2014 - 03 Januari 2015 dan juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi penyusun serta
pembaca mengenai Pemantauan Kedaruratan Anestesi pada Pasien dengan Perforasi Gaster,
Pneumonia, Sepsis dan Acute Kidney Injury. Dalam kesempatan ini penyusun ingin
menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama
penyusunan presentasi kasus ini, kepada dr. Vera Irawany, Sp.An KIC, selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Anestesi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
Penyusun menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak agar presentasi
kasus ini dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya.
Penyusun memohon maaf sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam presentasi kasus ini.

Jakarta, Desember 2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang kompleks dari dinding
lambung, usus halus, usus besar yang mengakibatkan bocornya isi dari organ gastrointestinal
ke rongga perut. Perforasi dari organ gastrointestinal mengakibatkan secara potensial untuk
terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut yang dikenal dengan istilah peritonitis.
Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena
kebocoran asam lambung ke dalam rongga perut. Insiden perforasi ulkus duodenum 2-3 kali
lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir dari perforasi gaster disebabkan oleh
keganasan pada lambung.
Tatalaksana perforasi gaster dilakukan tindakan operasi laparatomi dengan tujuan mengoreksi
masalah anatomi yang mendasari, mengoreksi penyebab peritonitis serta membuang setiap
material asing di rongga peritonerum yang dapat menghambat fungsi leukosit dan mendorong
pertumbuhan bakteri. Laparatomi sering menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan
memerlukan waktu operasi yang cukup lama. Sehingga diperlukan pengawasan hemodinamik
sebelum, selama dan setelah operasi laparatomi.

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas
Nomor RM

: 01335897

Nama

: Tn. I

Umur

: 66 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Diagnosis

: Peritonitis umum ec perforasi gaster, pneumonia, sepsis dan acute


kidney injury (AKI)

Rencana Operasi

: Laparatomi Eksplorasi

Anamnesis
Keluhan Utama : nyeri pada seluruh regio perut
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada seluruh regio perut
sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri seperti tertusuk dan timbul secara tiba-tiba
dan hilang apabila beristirahat. Nyeri akan bertambah jika pasien batuk dan bergerak. Lebih
kurang 3 bulan pasien sering mengeluh merasa kembung dan terkadang perut terasa keras,
sehingga pasien berobat ke salah satu rumah sakit di Jakarta dan keluhan tidak berkurang.
Pasien memiliki kebiasan minum jamu untuk menghilangkan pegal selama beberapa tahun
belakangan ini.
Riwayat Operasi : (-)
Riwayat Alergi : obat (-), makanan (-)
Riwayat penyakit yang sedang / pernah diderita : Asma (-), Diabetes Melitus (-), Hipertensi
(-), Infeksi Saluran Napas Atas (-), Stroke (-). Obesitas (-), Penyakit Paru (Pneumonia),
Penyakit Ginjal (AKI), Penyakit Jantung (-), Penyakit Hati (-), Pembekuan Darah (-).

Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :

Kesadaran
: Compos Mentis
Kesan Umum : Tampak Sakit

Sedang
Berat Badan

: 50 kg

Tinggi Badan : 165 cm


Tekanan Darah: 140/90 mmHg
Suhu
: 36,9C
Frekuensi Nadi: 130 x/menit
Frekuensi Pernapasan : 25 x/menit

Pemeriksaan Leher dan Kepala :

Trismus : gangguan motorik nervus V (-), spasme otot pengunyah (-), kesulitan

membuka mulut (-)


Leher : gangguan mobilisasi leher (-), trauma tulang belakang (-), leher pendek (+),

massa / tumor (-), perbesaran KGB (-), deviasi trakea (-)


Mallapati score : class I
Keadaan gigi mulut : hilangnya gigi (-), gigi palsu (-), maksila / gigi maju (-),
micronagtia (-), mandibula menonjol (-), gerak TMJ terbatas (-)

Pemeriksaan Jantung :

Inspeksi
Palpasi

: ictus cordis tidak terlihat


: ictus cordis teraba di ICS IV 1 cm medial linea midclavicula sinistra,

thrill (-)
Perkusi

: Batas jantung atas setinggi ICS II garis parasternalis kiri dengan suara

redup, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS III V garis sternalis kanan dengan
suara redup, batas paru dan jantung kiri setinggi ICS V axillaris anterior kiri dengan

suara redup.
Auskultasi

: irama teratur, dengan frekuensi heart rate 130x/mnt, SI dan SII pada

keempat katup jantung reguler, SI lebih terdengar keras pada mitral dan trikuspid, SII
lebih terdengar keras pada aorta dan pulmonal, tidak ada spliting, suara jantung
tambahan(-), gallop (-), tidak terdapat ejection sound, sistolik clik, opening snap, SIV.
Murmur (-) pada keempat katup jantung

Pemeriksaan Paru :

Inspeksi

mengempis saat ekspirasi, tidak ada yang tertinggal


Palpasi
: pergerakan dada saat saat bernapas simetris kiri kanan, tidak ada

hemithorak yang tertinggal, vocal fremitus sama kuat kiri dan kanan teraba sama kuat.
Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
: suara napas vesikuler +/+ Ronki +/+. Wheezing -/-, slam -/-

Pemeriksaan Abdomen :

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Pemeriksaan Ekstremitas : jari tabuh (-), sianosis (-), luka (-), infeksi kulit (-), edema

: bentuk thorax normal, simetris mengembang saat inspirasi dan

: bentuk abdomen cembung


: tegang, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba
: timpani pada 9 regio abdomen
: bising usus 1x per menit

(-)

Pemeriksaan Punggung : deformitas vertebrae (-), infeksi (-)

Status Neurologis :

Status Mental : baik


Kesadaran
: E4, M6, V5
Fungsi motorik sensorik : baik
Kekuatan motorik 5555 5555

5555 5555

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

02 Desember 2014

Hemoglobin : 12,4 g/dl


Hematokrit : 40%
Leukosit : 8800/l
Trombosit : 349000/l
Ureum : 111 mg/dl
Kreatinin : 2,8 mg/dl
GDS : 151 mg/dl

Natrium : 136 mmol/l


Kalium : 4,75 mmol/l
Klorida : 105 mmol/l
PT : 13.0 detik
INR : 0,95
APTT : 31.0 detik

03 Desember 2014

pH : 7,458
PCO2 : 24,7 mmHg
PO2 : 63,6 mmHg
HCO3 : 17,1 mmol/L
BE : -4.8 mmol/L
Saturasi O2 : 93,8%

Rontgent Thorax tanggal 03 Desember 2014

Trakea di tengah
Aorta baik
Mediastinum superior tidak melebar
Cor : kesan tidak membesar
Pulmo : kedua hillus tidak menebal
Tampak infiltrat diperihiler bilateral dan parakardial kanan
Kedua sinus kostofrenikus dan diafragma baik
Tulang-tulang costae intak
Kesan : cor dbn, infiltrat diperihiler bilateral dan parakardia kanan, DD/ pneumonia

Assasment

: ASA III E

Planing

Surat izin operasi, surat izin tindakan anestesi

Puasa 6 jam pre operasi

Sedia darah PRC 500 cc, FFP 500 cc

Post op ICU

Laporan Anestesi
19.40
Pasien masuk ruang operasi, dipasang monitor EKG, tensimeter, saturasi oksigen, IV
line terpasang (tangan kanan no 22 G dan 18 G). Dengan TD 140/90 mmHg, nadi
130x / menit, RR 25x/menit, dan saturasi oksigen 95-96% dengan udara bebas.

19.45
Dilakukan premedikasi dengan fentanyl 200 mcg, induksi dengan propofol 160 mg.
Intubasi difasilitasi dengan rocuronium 40 mg, menggunakan ETT kinking no 7,5
Cuff (+). Terjadi kesulitan intubasi dikarenakan leher yang pendek. Maintenance
dengan menggunakan 50% air, 50% O2 dan sevoflurane 2% MAC. Dengan TD 140/60
mmHg, nadi 118 x/menit dengan saturasi oksigen 100%.
20.00
Operasi laparatomi dilakukan
Operasi berlangsung selama 2 jam 30 menit
Selama operasi, frekuensi nadi

: 100-130 x/menit

Tekanan darah

: 100-150 / 55-85 mmHg

Saturasi oksigen

: 96-100%

Produksi urin

: 250 cc

Cairan masuk

: Kristaloid 1500 cc, Koloid 1000 cc

Perdarahan

: 300 cc

22.30
Operasi selesai dengan TD 120/60 mmHg, nadi 120 x/menit, saturasi oksigen 98%.
Kemudian pasien di reverse dengan menggunakan sulfas atropin dan prostigmin 2:2.
Secara perlahan dengan bantuan pasien dapat bernapas spontan dan dilakukan suction
untuk membersihkan jalan napas. Terdapat refleks menelan. Kemudian dilakukan
ekstubasi dan diberikan oksigen selama 2 menit dan tampak pasien dapat bernapas
spontan.
23.00
Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan tampak seperti kesulitan bernapas dengan
keadaan umum somnolen dan gelisah. TD 138/79 mmHg, nadi 125 x/menit, RR 35

x/menit dengan saturasi oksigen 85%. Pasien tampak sianosis kemudian dilakukan
intubasi ulang dengan fentanyl 100 mcg dan propofol 100 mg. Keadaan umum dalam
pengaruh obat, TD 125/77 mmHg, nadi 120 x/menit, RR 30x/menit dengan saturasi
oksigen 97-99% dengan Jackson Reese 10 lpm dan pasien langsung dipindahkan ke
ICU dengan keadaan umum dalam pengaruh obat, TD 122/70 mmHg, Nadi
120x/menit dengan ventilator mode SIMV TV 500 RR 12 PEEP 5 FiO 2 50% dan
tampak saturasi oksigen 100% dengan analgetik fentanyl 25 mcg/jam.

Laporan ICU
Tanggal 04 Desember 2014 (01.00 06.00 WIB)

Observasi

Kesadaran Apatis

Airway : Slyme (-)

Breathing : sesak napas (+), sianosis (-), RR : 31x/menit,


ventilator PSIMV-12 PC 14 VT 388-511 cc, PS 12, FiO2:
50%, PEEP: 5

Circulation : TD 100-120/65-80 mmHg, akral hangat, suhu


35,2 - 36C

Intake

Enteral
Parenteral

Puasa

Asering 500 ml

Aminofluid 500 ml

Obatobatan

Parenteral

Meropenem 3 x 2 gr

Omeperazole 2 x 40 mg

Vit. K 3 x 10 mg

Transamin 3 x 500 mg

Vit. C 1 x 1 gr

Recofol 1% 3 4 cc / jam
Fentanyl 100 mg + Cedanton 8 mg / 24 jam

Balans

Cairan

Parenteral : 445 cc

Cairan

Total : 445 cc

masuk

Urine : 100 + 200 = 300 cc

Total : 300 cc

150 cc

445 300 - 150 = - 5

Tekanan darah belum stabil, asidosis metabolic dan

Cairan
keluar

IWL

Balans
Daftar
Masalah

respiratorik terkompensasi sebagian, gangguan fungsi ginjal,


sepsis berat.

BAB III
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki umur 66 tahun datang dengan keluhan nyeri pada seluruh regio perut.
Dari pemeriksaan yang didapat pasien didiagnosa dengan Peritonitis umum e.c
perforasi gaster, pneumonia, sepsis dan gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury).
Penanganan pasien berupa laparatomi eksplorasi.
Persiapan yang perlu diperhatikan sebelum operasi adalah untuk mengetahui kondisi
kardiopulmonal pasien. Penilaian fungsi respirasi dapat dilakukan dengan menilai
kemampuan aktivitas fisik pasien sehari-hari, apakah ada keluhan berupa sesak nafas
saat melakukan aktivitas tertentu. Untuk membantu meningkatkan pengosongan
lambung dan menurunkan volume serta keasaman lambung selain dengan puasa,
pasien dapat dianjurkan untuk pemberian Metoclopramide 10 mg secara IV selama 1
jam pre operasi dan Na citrate 30 ml secara oral 10 menit sebelum operasi.
Monitoring intraoperasi meliputi monitoring hemodinamik, saturasi oksigen dan end
tidal CO2. Pada pasien ini ditemukan kesulitan sewaktu dilakukan intubasi
dikarenakan leher yang pendek, pada kondisi ini yang perlu diperhatikan berupa
penanganan yang cepat untuk jalan napas disamping harus memperhatikan resiko
aspirasi. Operasi yang berlangsung selama 2 jam 30 menit, tidak ada tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Selama operasi, frekuensi nadi: 100-130 x/menit, tekanan
darah: 100-150 / 55-85 mmHg, saturasi oksigen: 96-100%, produksi urin: 250 cc,
cairan masuk: Kristaloid 1500 cc, Koloid 1000 cc serta perdarahan: 300 cc.
Pasca operasi, dilakukan ekstubasi dimana pada pasien ini selain menderita perforasi
gaster juga terdapat pneumonia, sepsis dan gangguan ginjal akut. Kelalaian ini yang
menyebabkan terjadi syok septik pada pasien.

Pneumonia pada pasien tidak ditemukan sewaktu anamnesis, dari pemeriksaan fisik
hanya didapatkan ronkhi pada kedua lapang paru, serta dilihat dari pemeriksaan
laboratorium ditemukan kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI pada
penderita riwayat penyakit ginjal serta gambaran infiltrat pada hasil foto thorax.
Disamping telah menyingkirkan diagnosis banding pneumonia.

Pneu monia adalah y a n g palin g u m u m diidenti fikasi infeksi y a n g


m e n y e babkan sepsis. Pria, penderita diabetes, dan non - kulit putih
lebih serin g m e n gala mi sepsis, dan m o rtalitas y a n g berhubun gan
den gan sepsis adalah tertin g gi di antara laki -laki kulit hita m. Pada
pasien ini berdasarkan tanda klinis

Sepsis yang dialami pasien tergolong sepsis berat, berdasarkan kriteria sepsis berat
dibawah ini.

Sepsis pada pasien kemungkinan disebabkan oleh adanya pneumonia yang juga
diperberat dengan perforasi gaster sehingga menimbulkan respon infeksi dan
inflamasi yang sistemik. Hal ini yang menyebabkan keadaan umum pasien menjadi
buruk.

Dikatakan syok septik dikarenakan beberapa faktor predisposisi seperti diabetes,


penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid, immunosupresan, atau radiasi. Faktor
pencetus yang umum meliputi tindakan bedah, manipulasi saluran kemih, saluran
empedu atau ginekologi. Syok septik dapat menimbulkan adanya penimbunan cairan
di sirkulasi mikro, pembentukan pintasan arterio-venous dan penurunan tahapan
vaskular sistemik, kebocoran kapiler secara menyeluruh, depresi fungsi miokard,
semua hal tersebut diatas menyebabkan terjadinya syok septik yang ditandai dengan
hipovolemia dan hipotensi. Penanganan pada pasien syok berupa stabilisasi fungsifungsi vital, identifikasi dan koreksi gangguan hemodinamik dan metabolik.

Keadaan pasien ini diperberat dengan ditemukan asidosis metabolik dan asidosis
respiratorik pada pemeriksaan analisa gas darah. Gagal sirkulasi menyebabkan
asidosis laktat dan gagal pernapasan membawa ke hiperkapnia. Asidosis metabolik
repiratorik campuran juga dapat terjadi pada pasien penyakit paru yang mengalami
gangguan ginjal atau sepsis.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Perforasi Gaster

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab


perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,
kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan
tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus
peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio
libera) atau adesi kantung buatan (perforatiotecta).

Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma tumpul perut
sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada
ulkus peptikum merupakan penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum
insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari
perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15%
penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada
pasien yang lebih tua appendicitis akut mempunyai angka kematian sebanyak 35 %
dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan terhadap angka
kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis yang berat
yang menyertai appendicitis tersebut.

Etiologi

Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh: trauma tertusuk

pisau)
Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan pada anak-

anak dibandingkan orang dewasa.


Obat aspirin, NSAID (misalnya fenilbutazon, antalgin,dan natrium diclofenac) serta
golongan obat anti inflamasi steroid diantaranya deksametason dan prednisone. Sering

ditemukan pada orang dewasa.


Kondisi yang mempredisposisi: ulkus peptikum, appendicitis akut, divertikulosis akut,

dan divertikulum Meckel yang terinflamasi.


Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum perforasi

usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil akhir yang buruk.
Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh ERCP dan

colonoscopy.
Fungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor yang mungkin
mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus akut dan

kronik dan obstruksi usus.


Infeksi bakteri: infeksi bakteri (demam typoid) mempunyai komplikasi menjadi
perforasi usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada pasien ini sering

tidak terduga terjadi pada saat kondisi pasien mulai membaik.


Penyakit inflamasi usus: perforasi usus dapat muncul pada paien dengan colitis
ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada pasien dengan Crohns

disease.
Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik) dapat timbul.
Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau limphoma
Radioterapi dari keganasan serviks dan keganasan intra abdominal lainnya dapat

berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan perforasi usus.
Benda asing (misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi
oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan
sepsis.

Patofisiologi
-

Banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya ulkus peptikum. Walau
telah diyakini bahwa ulkus gaster dan duodenum disebabkan oleh infeksi H. pylori

dan penggunaan NSAID, jalur akhir dari pembentukan ulkus ialah perlukaan karena
asam yang dihasilkan terhadap barier mukosa gastroduodenum.
-

Eliminasi infeksi H. pylori atau penggunaan NSAID penting untuk penyembuhan


ulkus yang optimal dan mungkin bahkan lebih penting untuk mencegah ulkus
berulang dan/atau komplikasi yang ditimbulkannya. Beberapa penyakit lain yang
dipercaya menimbulkan ulkus peptikum antara lain sindroma Zollinger Ellison
(gastrinoma), hiperfungsi sel G antrum dan/atau hiperplasia, mastositosis sistemik,
trauma, luka bakar, dan stress psikologis berat. Faktor penyebab lain termasuk obatobatan (NSAID, aspirin, dan kokain), merokok, alkohol dan stres psikologis.

Stadium Perforasi Gaster

Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan terjadinya peritonitis


akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam
di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Cairan
lambung dan duodenum akan mengalir ke kelok parakolika kanan menimbulkan nyeri
diseluruh perut.

Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.
Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di bagian bawah
diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu,
akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis
bakteria. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan meningkat
dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik.

Gejala Klinis

Manifestasi ulkus gaster muncul dalam bentuk nyeri, perdarahan dan obstruksi serta
perforasi. Pembedahan dibutuhkan pada 8% hingga 20% dari pasien-pasien dengan
komplikasi ulkus gaster. Sekitar 90% pasien dengan ulkus peptikum mengeluhkan
nyeri abdomen. Nyeri yang khas dirasakan ialah nyeri yang tidak menjalar, rasa
seperti terbakar dan terlokalisasi pada epigastrium. Mekanisme nyeri ini masih belum

jelas. Nyeri sering dirasakan saat makan dan jarang membuat pasien terbangun
sewaktu tidur.

Perdarahan terjadi sekitar 35 40 % pada seluruh ulserasi gaster. Biasanya pasien


yang mengalami perdarahan yang signifikan dari ulkus gaster ialah pasien lanjut usia
dan sulit untuk berhenti berdarah. Perdarahan sering terjadi pada ulkus gaster tipe II
dan III, dan pasien dengan ulkus gaster tipe IV.

Komplikasi tersering dari ulkus gaster ialah perforasi. Kebanyakan perforasi terjadi
sepanjang aspek anterior dari kurvatura minor. Secara umum, pasien lansia lebih
sering mengalami perforasi, dan ulkus berukuran besar diasosiasikan dengan angka
kesakitan dan kematian yang lebih tinggi.

Komplikasi
1. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat.
Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :
Malnutrisi
Sepsis
Uremia
Diabetes mellitus
Terapi kortikosteroid
Obesitas
Batuk yang berat
Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
3. Abses abdominal terlokalisasi
4. Kegagalan multiorgan dan syok septic :
a) Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan
manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia
gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada
septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
b) Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :
Hilangnya tonus vasomotor
Peningkatan permeabilitas kapiler
Depresi myokardial
Pemakaian leukosit dan trombosit

Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin dan

prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler


Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler
c) Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari
gram-positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.
5. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH
6. Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan
sistem multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi oleh mukosa
gaster.
7. Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif
8. Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi

delirium

postoperatif:
Usia lanjut
Ketergantungan obat
Demensia
Abnormalitan metabolik
Infeksi
Riwayat delirium sebelumnya
Hipoksia
Hipotensi Intraoperatif/postoperative
Prognosis

Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan

maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian
antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.

Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor


berikut akan meningkatkan resiko kematian :
1. Usia lanjut
2. Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
3. Malnutrisi
4. Timbulnya komplikasi

4.2 Sepsis
Definisi

Sepsis adalah pen yakit siste mik y a n g disebabkan oleh pen ye baran
infeksi dala m tubuh m a nusia. Hal ini biasan ya diikuti oleh suatu

ko mpleks proin flamasi y a n g dipicu oleh suatu infeksi y a n g dapat


m e n gakibatkan m u nculn ya suatu proses in flamasi siste mik di dala m
tubuh m a n usia. Sepsis dikatakan seba gai suatu kondisi klinis y a n g
ditandai oleh Systemic inflammatory response syndrome (SIRS)
y a n g m e ru pakan suatu respon in flamasi siste mik pada m a n usia
y a n g ditandai den gan terpenuhin ya kriteria SIRS tersebut y a n g
m e ru pakan suatu respon sekunder terhadap suatu infeksi, y a n g
m e n gakibatkan

tidak

sei mban gn ya

siste m

imun

pada

tubuh

m a n usia dan bisa m e n y e babkan imunosupresi.

Sepsis berat biasan ya disertai den gan keterlibatan satu atau lebih
organ

yang

sehin g ga

dia wali

den gan

m e n gakibatkan

m e n urunn ya

disfun gsi

siste m

perfusi

ke

jarin gan

organ.

Keadaan

ini

disertai den gan adan ya bakteri pato gen (infeksi) y a n g dite m ukan
m elalui kultur atau pe warnaan g ra m dari spesimen tubuh seperti
darah, sputu m, dan spesimen tubuh lainn ya atau dite m ukan fokus
infeksi.
Epidemiologi

Sepsis

adalah

pen y ebab

uta ma

ke matian

pada

pasien

yang

m e nderita sakit berat dan dira wat diru mah sakit, insiden sepsis
pertahun dine gara m aju seperti A m e rika Serikat sekitar 132 per
100.000 ji wa den gan an gka m o rtalitas m e ncapai 50 %, den gan
an gka m o rbiditas dan m o rtalitas y a n g tin g gi ini sepsis dan shock
septik ter masuk dala m pen ye bab 10 ke matian tertin g gi di A m e rika
Serikat.

Studi terbaru di In g g ris m e n y atakan sepsis berat m e rupakan


pen y ebab ke matian terban yak pada pasien y a n g di ra wat di ICU
den gan an gka ke matian ( mor talitas) m e ncapai 46 %, diikuti den gan
penin gkatan laju insiden per tahun y a n g terus m e nin gkat sebesar
sebesar 1,5 % dan pre valensi terban yak pada pasien usia lanjut,
m eskipun penelitian dala m terapi antibiotik terus berke mban g dan
den gan pen gobatan anatibiotik terbaru dine gara m aju

seperti

A m e rika Serikat sepsis m asih m e ru pakan m asalah ko mpleks y a n g


belu m dapat teratasi den gan baik dan m e n gakibatkan ke matian
hin g ga

m e ncapai 200,000 ji wa

per

tahun, an gka

ini ha m pir

m e n y a mai an gka ke matian y a n g disebabkan oleh seran gan jantun g


(infark myocard).

Pneu monia adalah y a n g palin g u m u m diidenti fikasi infeksi y a n g


m e n y e babkan sepsis. Pria, penderita diabetes, dan non - kulit putih
lebih serin g m e n gala mi sepsis, dan m o rtalitas y a n g berhubun gan
den gan sepsis adalah tertin g gi di antara laki -laki kulit hita m.

Berdasarkan data dari studi Eropa menunjukkan, 29,6 % pasien yang di ICU, angka

mortalitas sepsis berat dan syok septik sebesar 32,2% dan 54,1 %.

Tabel 1. Data demografik pasien sepsis yang dirawat di rumah sakit dan sumber infeksinya

Etiologi

Sepsis adalah sindro m y a n g ko mpleks dan m ultifaktorial y a n g


kejadian, m o rbiditas dan m o rtalitas telah m e nin gkat di seluruh
dunia. Sepsis dapat disebabkan oleh bakteri g ra m ne gatif dan g ra m
positif. Jamur, virus (den gue dan herpes) atau parasit seperti
Falciparum malariae dapat ju ga m e n ye babkan sepsis w alaupun
jaran g. Pen yebab sepsis terban yak ialah bakteri g ra m ne gatif
den gan presentase 60-70 % kasus. Biasan ya sepsis g ra m ne gatif
fokus pri mern ya dapat berasal dari saluran ge nitourinariu m, saluran
e m pedu, dan saluran gastrointestinu m. Sepsis g ra m positif biasan ya
ti mbul dari infeksi kulit, saluran respirasi, dan ju ga berasal dari luka
terbuka.

Kriteria Diagnosis dan Klasifikasi Sepsis


- Tanda-tanda inflamasi
o Leukosit > 12000 /mm3 atau < 4000/mm3 atau sel muda > 10%
o Leukopenia (Leukosit < 4000/mm3)
o Protein C reaktif > 2 SD diatas normal
o Procalcitonin plasma > 2 SD diatas normal
- Hemodinamik
o Hipotensi (TD sistol < 90 mmHg, MAP < 70 mmHg)
o SvO2 > 70%
o Cardiac index > 3.5 L/menit/m2
- Disfungsi Organ
o Hipoxemia arteri (PaO2/FiO2 <300)
o Oliguria akut (urin output < 0,5 mL/kgBB/jam sekurang-kurangnya 2 jam)
o Kreatinin meningkat > 0,5 mg/dL
o Koagulopati (INR > 1,5 or PTT > 60 sec)
o Ileus (bising usus -)
o Trombositopenia (jumlah platelet < 100.000 mm3)
o Hiperbilirubinemia (bilirubin > 4mg/dL)
- Variabel perfusi jaringan
o Laktat > 2mmol/L
o Penurunan Cappilary refill time dan bintik- bintik pada kulit

Derajat Sepsis dan Kriterianya

Kriteria SIRS :

Suhu tubuh > 38,5oC atau < 35,0oC


Heart rate > 90x/menit

RR > 20x/menit (takipnoe) atau tekanan CO2 arteri <32 mm Hg atau membutuhkan
ventilasi mekanik
Kriteria Sepsis :
Kriteria Sepsis ditambah infeksi (kultur atau gram stain dari darah, sputum, urin, atau
cairan tubuh yang terdapat kuman patogen; atau pada inspeksi terdapat fokus infeksi.

Sepsis berat :

Sepsis disertai minimal 1 tanda organ yang hipoperfusi atau disfungsi organ
Bintik- bintik pada kulit
Cappilary refill time 3 detik
Jumlah urin < 0,5ml/KgBB dalam 1 jam atau menggunakan renal replacement

therapy
Laktat > 2mmol/L
Perubahan status mental atau elektroensefalogram yang abnormal
Penyakit paru akut ARDS
Pada EKG terlihat tanda-tanda disfungsi jantung

Syok septik :
- Sepsis berat dan diikuti oleh 1 dari :
o Tekanan darah sistemik < 60mmHg (< 80mm Hg jika ada riwayat hipertensi
sebelumnya ) setelah pemberian pati 20-30 mL/kg atau 40 60 ml/Kg larutan
salin, atau tekanan kapiler pulmoner 12 20 mmhg
o Menggunakan dopamin > 5 5gkg-1 atau norepineprin atau epineprin <0,25 ug
/kg/menit untuk maintain tekanan darah diatas 60mmhg (80mmhg jika ada
riwayat hipertensi)

Patofisiologi

Pada sebagian besar penderita sepsis menunjukkan awal terjadinya sepsis berasal dari
keadaan bakteremia yang terjadi akibat fokus infeksi pada jaringan. Sepsis banyak
disebabkan oleh bakteri gram, baik negatif dan positif. Inflamasi sebagai tanggapan
imunitas tubuh terhadap berbagai stimulasi imunogen dari luar yang juga berfungsi
untuk menghilangkan organisme penyebab. Berbagai jenis mediator-mediator
inflamasi terlibat dalam terjadinya sepsis.
Sitokin - sitokin in flamasi seperti lipopolisakarida y a n g dihasilkan dari
dindin g bakteri g ra m ne gatif dikatakan dapat dapat terdeteksi pada

keadaan sepsis, TNF ju ga dikatakan akan dihasilkan seba gai respon


sepsis pada miokardiu m y a n g dihasilkan oleh m akrofa g. IL-1 akan
m e ran gsan g N O y a n g akan m e m p en ga ruhi fun gsi miokardiu m.
Endhotelin - 1 akan m e nin gkat pada septik syok dan dipen garuhi ju ga
oleh adan ya LPS, y a n g bersifat v asokontriktor pada pe mb uluh
darah.

Gambar 1. Efek sitokin dan mediator inflamasi terhadap sistem organ

Gambar 2. Efek IL-1 dan TNF- terhadap mediator inflamasi lainnya

Beberapa keadaan yang terjadi saat keadaan sepsis :

1. Perubahan sirkulasi dan mikrovaskular


Sepsis merupakan keadaan terjadinya sirkulasi yang abnormal yang biasanya
mengarah ke deplesi dan vasodilatasi volume intravaskular. Hal ini dapat

menyebabkan ketidakseimbangan suplai oksigen ke organ. Hal ini dapat diatasi

dengan resusitasi cairan.


Aliran makrosirkulasi darah ke koroner meningkat pada pasien sepsis. Sel endotel
vaskular dan miosit jantung sangat berkaitan. Terjadinya aktivasi sel endotelial
menyebabkan peningkatan nitrit oksida (NO), endotelin dan prostaglandin yang
memiliki efek regulator parakrin pada jantung.

Gambar 3. Sepsis dapat meningkatkan aktivitas iNOS yang meningkatkan kadar Nitrit oksida (NO)
sehingga menstimulasi vasodilatasi pembuluh darah

2. Disregulasi autonomik
Takikardia , gejala sepsis tipikal menunjukkan penurunan pengisian jantung, stimulasi
adrenergik, dan demam. Takikardi yang berhubungan dengan sepsis memiliki efek
samping ke jantung, termasuk restriksi pengisian ventrikel diastolik, peningkatan
kebutuhan O2, dan berpotensi untuk menjadi kardiomiopati yang disebabkan oleh
takikardi.
3. Perubahan metabolik
Ketika sepsis, perubahan metabolik disebabkan oleh akumulasi lipid dan glikogen di
intrakardiomiosit. Pada pasien sepsis, konsumsi oksigen dan BMR nya meningkat
dibanding metabolisme orang normal. Namun seiring terjadinya kegagalan organ,
dan proses syok, oksigen dan BMR nya pun turun.
4. Disfungsi mitokondria
Kardiomiosit menunjukan kerusakan ultrastruktural pada pasien sepsis. Terjadi
penurunan konsumsi oksigen pada sepsis fase lanjut, tidak pada fase akut. Selain itu
terjadi penghambatan oksigen dan nitrogen pada produksi ATP dan fosforilasi
oksidatif. Hal ini berhubungan dengan peningkatan peroduksi superoksidan dan Nitrit
oksida dan deplesi dari antioksidan intramitokondrial.
5. Kematian sel

Hipoksia selular (karena perubahan sirkulasi) dan disoksia (karena disfungsi


mitokondria) menyebabkan penurunan energi dan jumlah ATP yang digunakan oleh
sel. Namun pada studi postmortem pada pasien sepsis menunjukkan peningkatan

inflamasi sel infiltrasi namun minimal atau sedikit terjadinya kematian sel miokard.
Manifestasi Klinis
Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda non

spesifik, seperti demam, menggigil, dan gejala-gejala lain seperti lelah, malaise, gelisah, atau
mungkin kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada
banyak macam kondisi inflamasi non-infeksi. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada
pasien dengan diabetes, usia lanjut, kanker, gagal organ, gangguan imun

Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi : 1) sindrom distress pernafasan


pada dewasa, 2) koagulasi intravaskular diseminata (DIC), 3) gagal ginjal akut. 4) perdarahan
usus, 5) gagal hati, 6) disfungsi sistem saraf pusat, 7) gagal jatung, 8) kematian.

Tatalaksana

Prinsip utama penanganan sepsis adalah mengeliminasi agen penyebab infeksi dengan
pemberian antibiotik dan menghilangkan fokus infeksi melalui tindakan bedah,
namun hingga saat ini belum ada strategi khusus yang terbukti efektif dalam
menangani gangguan fungsi jantung pada keadaan sepsis.

Berdasarkan guideline surviving sepsis campaign, rekomendasi penanganan awal


mulai dengan resusitasi dan penanganan infeksi :

A.

Resusitasi awal ABC

amankan jalan napas, ventilasi yang adekuat dan kembalikan sirkulasi normal.

Sasaran dalam 6 jam :

a. CVP 8-12 mmHg

b. MAP > 65 mmHg

c. UO (urine output) > 0,5 mL/kg/jam

d. Superior vena kava atau ScvO2 70% atau 65%.

e. Pasien dengan peningkatan laktat, resusitasi ditujukan dengan


menurunkan angka laktat menjadi normal kembali

B. Skrining pasien sepsis dan tanda vital


Skrining rutin pada pasien dengan sakit serius untuk sepsis berat untuk
memungkinkan pelaksanaan awal terapi .
C. Diagnosis
1. Kultur secara klinis dibutuhkan sebelum terapi antimikroba jika tidak ada
penundaan yang signifikan ( > 45 menit ) di awal pemberian antimikroba.
Setidaknya 2 set kultur darah ( baik botol aerobik dan anaerobik ) diperoleh
sebelum terapi antimikroba dengan setidaknya 1 diambil melalui secara perkutan
dan 1 diambil melalui masing-masing melalui vaskular , kecuali sudah terpasang
atau dimasukkan ( < 48 jam).
2. Penggunaan 1,3 beta - D - glukan assay, mannan dan tes antibodi anti - mannan,
jika tersedia dan kandidiasis invasif adalah dalam diagnosis diferensial dari
penyebab infeksi.
3. Studi pencitraan dilakukan segera untuk mengkonfirmasi sumber potensial
infeksi.
D. Terapi Antimikroba
1. Pemberian antimikroba intravena efektif pada satu jam pertama kejadian syok
septik dan sepsis berat tanpa syok septik sebagai tujuan terapi.
2. a) Terapi awal anti infeksi satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas terhadap
semua patogen yang berkemungkinan menjadi penyebab ( bakteri dan / atau
jamur atau virus) dan yang dapat menembus secara adekuat ke jaringan yang
diduga menjadi sumber sepsis.
b) Regimen antimikroba harus ditinjau kembali setiap hari untuk potensi
deescalation.
3. Penggunaan prokalsitonin rendah atau biomarker yang sama untuk membantu
dokter dalam penghentian antibiotik empiris pada pasien yang awalnya muncul
septik , tetapi tidak memiliki bukti infeksi berikutnya.
4. a) Kombinasi terapi empiris untuk pasien neutropenia dengan sepsis berat dan
untuk pasien yang sulit ditangani , resistensi obat yang banyak seperti bakteri
patogen Pseudomonas spp dan Acinetobacterand. Untuk pasien dengan infeksi
berat terkait dengan kegagalan pernapasan dan syok septik , terapi kombinasi
dengan beta - laktam spektrum luas dan baik sebagai aminoglikosida atau
fluorokuinolon untuk bakteremia P. Aeruginosa. Kombinasi beta - laktam dan
macrolide untuk pasien dengan syok septik dari bacteremia Streptococcus
pneumoniae.
b) Terapi kombinasi empiris tidak boleh diberikan selama lebih dari 3-5 hari.

5. Durasi terapi biasanya 7-10 hari , pengobatan yang lama mungkin tepat pada
pasien yang memiliki respon klinis lambat, fokus infeksi yang tidak hilanghilang, bakteremia S. aureus , beberapa jamur dan infeksi virus atau defisiensi
imunologi , termasuk neutropenia.
6. Terapi antiviral dimulai sedini mungkin pada pasien dengan sepsis berat atau
syok septik akibat virus.
7. Agen antimikroba tidak boleh digunakan pada pasien dengan keadaan inflamasi
parah. Status penyebab menjadi non-infeksi.
E. Kontrol sumber sepsis
1. Diagnosis anatomi spesifik dari infeksi yang memerlukan pertimbangan untuk
sumber muncul dicari dan didiagnosis atau tereksklusi secepat mungkin, dan
intervensi dilakukan untuk kontrol sumber dalam 12 jam pertama setelah
diagnosis dibuat , jika mungkin.
2. Ketika terinfeksi nekrosis peripancreatik diidentifikasi sebagai sumber potensial
infeksi, intervensi definitif terbaik ditunda sampai demarkasi yang memadai
jaringan yang layak dan nonviable telah terjadi.
3. Ketika kontrol sumber pada pasien sepsis berat diperlukan , intervensi yang
efektif terkait dengan paling fisiologis harus digunakan ( misalnya, perkutan
daripada drainase bedah abses ).
4. Jika perangkat akses intravaskular adalah sumber kemungkinan sepsis berat atau
syok septik , mereka harus dihentikan segera setelah akses vaskular lainnya

telah diterapkan.
F. Pencegahan Infeksi
a. Dekontaminasi oral selektif dan dekontaminasi pencernaan selektif harus
diperkenalkan dan diperhatikan sebagai metode untuk mengurangi kejadian
ventilator - associated pneumonia , tindakan pengendalian infeksi ini kemudian
dapat dilembagakan dalam perawatan kesehatan dan wilayah di mana
metodologi ini ditemukan efektif.
b. Oral chlorhexidine glukonat digunakan sebagai bentuk dekontaminasi orofaring
untuk mengurangi risiko ventilator terkait pneumonia pada pasien ICU dengan
sepsis berat.

Koreksi hipovolemia (terapi cairan)

Vasodilatasi menyebabkan darah berkumpul di perifer, dan permeabilitas

kapiler yang abnormal menyebabkan perpindahan cairan ke jaringan. Perubahan ini


menyebabkan penurunan volume darah relatif (karena vasodilatasi) dan volume darah
absolut (karena kebocoran kapiler) sehingga terjadi penurunan preload yang

mengakibatkan penurunan curah jantung. Monitoring terhadap keberhasilan terapi


cairan dapat dilihat dari penurunan denyut jantung, peningkatan tekanan darah,
penurunan waktu capillary refill, dan peningkatan fungsi organ. Pemasangan kateter
vena sentral juga dapat membantu jika manifestasi klinis sulit diinterpretasikan.

Gambar 4. Sasaran terapi awal pada pasien syok septik.

Terapi cairan yang adekuat merupakan kunci keberhasilan pasien dapat

bertahan dan mencegah kerusakan organ.

Terapi awal dimulai dengan 40-60 ml/kgBB cairan kristaloid, seperti Ringer

laktat 0,9% diinfus secepat mungkin. Pasien membutuhkan 100-200 ml/kgBB cairan
selama beberapa jam pertama. Jumlah urin yang dikeluarkan harus mencapai 1-2
ml/kgBB per jam.

4.3 Acute Kidney Injury (Gangguan Ginjal Akut)

Gangguan ginjal akut (GnGA) adalah Penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam
yaitu berupa presentasi kenaikan kadar kreatinin serum 50% (1,5x kenaikan dari
nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oligur yang tercatat 0,5 ml/kg/jam
dalam waktu lebih dari 6 jam).

Gambar 5. Kriteria RIFLE gangguan ginjal akut.

Komplikasi sepsis terhadap ginjal disebabkan beberapa faktor predisposisi, salah


satunya tergambar pada gambar 8 yang menunjukkan bahwa efek vasodilatasi
sistemik pada sepsis mengaktivasi baroreseptor pada aorta sehingga merangsang pusat
sistem saraf untuk mengeluarkan arginin vasopresin dan aktivasi simpatis yang
mengaktivasi sistem RAAS. Sehingga pada akhirnya menyebabkan vasokonstriksi
pada ginjal dan menghasilkan retensi air dan garam.

Gambar 6. Mekanisme sepsis sebagai faktor predisposisi terjadinya gangguan ginjal akut.

Gangguan ginjal terjadi karena timbul induksi sintase nitrit oksidase dan oksigen
radikal yang menyebabkan kerusakan tubular ginjal yang berhubungan dengan
perioksinitrit; vasodilatasi sistemik, dan penurunan regulasi sintase nitrit oksidase
endotel ginjal. Selain itu, nitrit oksida dapat menghasilkan efek positif terhadap ginjal
dengan cara menginduksi vasodilatasi melalui siklus cGMP yang beraksi melawan
vasokonstriksi yang disebabkan oleh peningkatan akitivitas saraf simpatik dan
angiotensin II saat terjadi sepsis. Nitrit oksida juga dapat memproteksi ginjal dengan
cara

menginhibisi

agregasi

mikrotrombus pada ginjal.

platelet

yang

berhubungan

dengan

terjadinya

Gambar 7. Baik dan buruknya efek NO terhadap ginjal pada sepsis gram negatif

4.4 Syok

Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan
kematian sel maupun jaringan.

Klasifikasi

Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok :

Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)

Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)

Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)

Syok septik (berhubungan dengan infeksi)

Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).

Etiologi

Perdarahan (syok hipovolemik)


Dehidrasi (syok hipovolemik)
Serangan jantung (syok kardiogenik)
Gagal jantung (syok kardiogenik)
Trauma atau cedera berat
Infeksi (syok septik)
Reaksi alergi (syok anafilaktik)
Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
Sindroma syok toksik.

Gejala Klinis

gelisah
bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan
nyeri dada
linglung
kulit lembab dan dingin
pembentukan air kemih berkurang atau sama sekali tidak terbentuk air kemih
pusing
pingsan

tekanan darah rendah


pucat
keringat berlebihan, kulit lembab
denyut nadi yang cepat
pernafasan dangkal
tidak sadarkan diri
lemah.

Gangguan Hemodinamika

SYOK

Pe Perfusi
ke jaringan

Kemampuan organ-organ vital

(Otak, Jantung, Ginjal)

Vasokonstriksi Arteriole
kompensasi

Pe Tekanan Darah

AUTOREGULASI
Tujuan : Agar aliran darah tetap baik

Tubuh melakukan

( meskipun terjadi pe Tekanan Darah )

Pe

Discharge

Symphatoadrenal

Terjadi Arteriosklerosis

(Pada kulit, otot skelet, dll)

* Proses tersebut berlanjut :

- Terjadi Hemokonsentrasi Viskositas darah

Agregasi Eritrosit +

Trombosit

Anoxia

Infark Jaringan
- Terdapat fibrin intravaskuler Aktivasi fibrinolisis Bleeding Diathesis

* Proses koagulasi intravaskuler ini bisa terjadi di semua jaringan tetapi yang mudah
terkena adalah organ : Paru-paru, Liver dan Ginjal

Pelepasan Zat-zat Vasoaktif

A.

Syok Melepaskan zat-zat vasoaktif antara lain :

- Katekolamin

- Histamin

- Plasmakinin

- Prostaglandin

- Angiotensin I

B.

Syok + Cardiac output yang normal/tinggi (Syok Septik) Melepaskan zat-

zat vasoaktif, antara lain :

- Plasmakinin

- Histamin

Peningkatan permeabilitas

kapiler

- Prostaglandin E

Vasodilatasi

Transudasi IVF
C. Syok Perdarahan Peningkatan tekanan perifer Zat-zat vasoaktif antara lain :

- Katekolamin

- Angiotensin

Gangguan Metabolisme Seluler

Hipoksemia

Pe pembentukan ATP
Proses metabolisme
oksidatif

Pe
sel

permeabilitas ddg

Aktivasi piruvat

Laktase shunt
pump

Mekanisme sodium-

terganggu

Asam laktat terbentuk

(Asam laktat dlm darah arteri

dapat diukur secara kuantitatif


keluar sel

u/ menentukan defisit O2 dan mengetahui

terjadinya kegagalan perfusi/syok)


membengkak

Na+ masuk sel


K+

Sel

pecah

Dinding lisosom

Autodigestion

Pengaruh Terhadap Jantung

Gagal jantung akut tjd o.k. Pankreas yg mengalami iskemia


Syok

Infark Myokard tjd o.k. Pengaruh langsung endotoksin thd sel


myokard

Pengaruh Terhadap Paru-paru

Syok

perfusi

Dead space ventilation

Gagal jantung kiri

Produksi surfaktan

&
Hipoventilasi

Permeabilitas kapiler

Intra Pulmonary Shunting

AR D S

Oedema paru

Pengaruh Terhadap Ginjal

Penurunan perfusi
yang terus

menerus

Iskemia
ginjal

Gagal ginjal
akut

Tanda tanda :

- Produksi urine me

- urea darah me

- urea urine me

- Konsentrasi Na+ > 20 mEq/L

Renin

II

Angiotensin I

Angiotensin

Produksi Aldosteron

Kadar Natrium + Air (Cukup)

Klasifikasi, Tanda dan Gejala Syok

Menurut Weil dan Shubin, ada beberapa macam syok yang cukup sederhana dan
mudah dipahami. Ada empat (4) kategori syok, tujuan dari pembagian ini adalah
untuk mempermudah diagnosa hemodinamiknya sehingga terapi yang tepat dapat
dilakukan sebelum diagnosa klinis dapat ditegakkan.

Klasifikasi syok tersebut antara lain sebagai berikut :

Syok hipovolemik kehilangan cairan/plasma (karena luka bakar, gagal ginjal, diare,
muntah), kehilangan darah (sebelum atau sesudah operasi).

Syok kardiogenik syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard.


Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak
gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular.

Syok distributif terjadinya gangguan distribusi aliran darah (pada seseorang yang sehat
mendadak timbul demam tinggi dan keadaan umum memburuk setelah dilakukan
tindakan instrumentasi atau prosedur invasif).

Syok obstruktif terjadinya gangguan anatomis dari aliran darah berupa hambatan
aliran darah.

Syok lainnya syok yang terjadi karena faktor lainnya, seperti : Reaksi anafilaksis,
hipoglikemia, kelebihan dosis obat, emboli paru, tamponade jantung, dll.

Berdasarkan tanda-tanda klinis dari beberapa jenis syok tersebut dapat dibuat

suatu tabel untuk memudahkan penentuan jenis syok.

Syok
Hipovolemi
k

Tekanan darah

Nadi

CVP

Syok
Kardiogeni
k

Syok
Distribut
if

Cardiac Indeks

Urine

Respons
Cairan

PaO2

Arterio-venous
O2-diff

Laktat

thd

Syok Septik

Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang berada
dalam darah (endotoksin). Jamur dan jenis bakteri lain juga dapat menjadi penyebab
septisemia. Ada beberapa faktor predisposisi terjadinya syok septik antara lain :
trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih, terapi
kortikosteroid, immunosupresan, atau radiasi. Faktor pencetus yang umum meliputi
tindakan bedah, manipulasi saluran kemih, saluran empedu atau ginekologi.

Syok septik dapat menimbulkan adanya penimbunan cairan di sirkulasi mikro,


pembentukan pintasan arterio-venous dan penurunan tahapan vaskular sistemik,
kebocoran kapiler secara menyeluruh, depresi fungsi miokard, semua hal tersebut
diatas menyebabkan terjadinya syok septik yang ditandai dengan :

Hipovolemia

Hipotensi

Penatalaksanaan Syok septik :

a
-

Tindakan Medis
Terapi Cairan

Cairan parenteral yang sering digunakan pada awal terapi syok septik adalah larutan
garam berimbang. Terapi cairan bergantung pada hasil pengukuran hemodinamik
(tensi, nadi, dan diuresis) dan keadaan umum.
-

Obat-obat inotropik

Dopamin harus segera diberikan apabila resusitasi cairan tidak memperoleh

perbaikan.
-

Terapi antibiotika

Sebaiknya terapi antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi. Hal

ini mungkin tidak dapat dilakukan pada keadaan darurat karena pemeriksaan tersebut
membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai patokan terapi antibiotik empiris
dapat dilihat pada tabel.
-

Tindakan Bedah

Jaringan nekotik, abses harus segera dieksisi, dievakuasi dan dipasang

drainase. Terapi cairan dan antibiotik tidak banyak menolong bila sumber infeksi
belum disingkirkan. Hal ini sangat penting pada abses intra abdomen sumbatan
empedu dengan kolangitis yang segera membutuhkan pembedahan akut.

Tindakan Lain
Terapi kortikosteroid masih kontroversi, hanya merupakan ajuvan terhadap terapi

suportif dan antibiotik


Terapi heparin untuk syok septik dengan komplikasi koagulasi intravaskular

tersebar (DIC) dan perdarahan yang bermakna


Terapi naloxon dapat memulihkan hipotensi pada syok septik

Penanganan

Pada dasarnya penanganan syok ditujukan untuk hal-hal di bawah ini antara lain
sebagai berikut :

Stabilisasi fungsi-fungsi vital

Identifikasi dan koreksi gangguan hemodinsmik dan metabolik


-

Identifikasi dan koreksi penyakit penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi


terjadinya syok.

Meskipun penyebab primer dari syok tersebut berlainan, tetapi dalam perjalanannya
tanda-tanda jenis syok yang lain dapat timbul. Untuk itulah, terapi syok pada
umumnya sama namun porsinya yang mungkin berbeda. Misalnya pada Syok
Kardiogenik, maka disini yang dipentingkan adalah obat-obat vasoaktif disamping
pemberian cairan dan obat-obat yang lainnya.

Pada tabel di bawah ini dapat dilihat cara penanganan Syok sesuai dengan jenis dan
macamnya.

Tindakan

Jalan nafas dan ventilasi

Kontrol perdarahan

Hipovole
mik

Kardiog
enik

Septi
k

++

++

++

++

++

++

++

Kontrol nyeri dan cemas

++

++

++

Oksigen

++

++

++

++

++

++

Jaga suhu tuhuh normal

Pengembalian & jaga BV

Koreksi Asidosis dan cegah Alkalosis

++

++

++

+-

+-

+-

+-

+-

++

Kristaloid

++

Plasma ekspander

+-

++

+-

+-

+-

+-

+-

++

+-

+-

++

Darah (whole blood)

Obat inotropik

Vasodilator

Antibiotika

Steroid
Keterangan :

++

Utama

Umumnya diperlukan

Tidak ada indikasi dan tidak diperlukan

Urutan penanganan syok akan diuraikan di bawah ini :

1.

Mengatasi gangguan pernafasan

Pastikan bahwa jalan nafas terbuka, kalau masih ada hambatan jalan nafas,

pasang intubasi atau beri nafas buatan dengan respirator

Berikan oksigen dengan aliran 10-15 L/menit

2.

Pemberian cairan

Hipovolemik adalah penyebab tersering syok, dan dapat juga merupakan

penyulit dari syok lainnya perlu pemberian cairan

Pada syok hipovolemik krn perdarahan lakukan pemasangan saluran intra

vena dengan jarum besar (no. 14 atau 16) bila vena kolaps, sulit terpasang
pasang pada V. Jugularis externa (posisi trendelenberg) atau venaseksi segera
bolus RL 20-40 mL/kgBB grojok

Pada anak-anak berikan bolus RL 20 mL/kgBB dalam 30 menit (kalau

belum baik, berikan bolus kedua dalam jumlah dan waktu yang sama) belum
membaik, harus transfusi darah dengan golongan yang sesuai.

Bila keadaan membaik (TD me, Nadi me, Denyut nadi menguat, Perfusi

perifer membaik, Urine me) bila Hb > 8 gr% observasi vital sign

bila Hb < 8 gr% berikan transfusi perlahan-lahan


*

Sementara itu berikan cairan maintenance 50 mL/kgBB (sambil menegakkan

diagnosa penyebab).

Pada syok jenis lain (bila kita ragu volume cairan intravaskuler) pasang

CVP dan dilakukan Fluid Challenge Test.

Bila dengan semua yang disebutkan diatas, kegagalan perfusi tetap tidak

membaik berikan obat-obatan vasoaktif (inotropik dan vasodilator).

3.

Obat-obatan yang dimaksudkan disini adalah :

Obat golongan inotropik

Pemberian obat golongan vasoaktif

diberikan untuk menaikkan kontraktilitas miokard

sehingga diharapkan CO dapat me, obat yang termasuk golongan ini adalah :
-

Digitalis efektif dalam mengatasi syok pada penderita dengan penyakit


valvuler dan kardiomiopati

Dopamin (dosis 3-10 mikrogram/kgBB/menit)

Dobutamin (dosis 5-10 mikrogram/kgBB/menit)

Dopamin dan Dobutamin banyak dipakai karena efeknya cepat dan

mudah dikontrol karena dapat diberikan dengan drip / pompa infus

Dopamin dosis rendah (3-5 mikrogram/kgBB/menit) me RBF

prod. urine
b

Obat golongan vasodilator bekerja langsung menghilangkan vasokonstriksi pre dan


post kapiler dan memperbaiki kemampuan miokard dengan cara menurunkan tahanan
perifer (afterload dan preload), sehingga memperbaiki supply O 2 dan menurunkan
kebutuhan O2 miokard, yang termasuk obat golongan ini :
-

Nitrogliserin

Sodium nitroprusid (dosis 0,5-1,0 mikrogram/kgBB/menit)

Pemberiannya harus dengan drip atau pompa infus dan diberikan


dengan sangat hati-hati, dengan monitor tensi arteriol.

Bila diberikan terlalu cepat justru menyebabkan syok berat (karena


vasodilatasi ysang hebat).

4. Pemberian antibiotika

Antibiotika ini diberikan terutama pada syok yang disebabkan karena invasi

bakteri (pada syok septik).

Secara idealnya, pemberian antibiotika hendaknya diberikan sesuai dengan

hasil pembiakan kuman dan kepekaannya, namun perlu waktu yang cukup lama.
5. Pemberian Steroid

Pemberian Steroid ini masih dianggap kontroversial

Dapat diberikan metilprednisolon 30 mg/kg BB, dan dapat diulangi setelah 4-6

jam. Bila tidak ada perbaikan maka tidak perlu dilanjutkan, karena tidak berguna.
6. Tindakan operatif

Tindakan operatif untuk mengatasi syok harus dilakukan secepatnya setelah

hemodinamika penderita dapat dikuasai, hal ini sangat penting karena anestesi yang
akan diperlukan untuk pembedahan dapat menyebabkan gangguan hemodinamika
pada penderita.
7. Nutrisi parenteral

Diberikan sejumlah kalori yang cukup biasanya > 50 kcal/kg BB per 24 jam

untuk mencegah katabolisme yang akan memperjelek keadaan penderita

Cairan diberikan melalui kateter vena sentral.

Prognosis

Syok perlu didiagnosa dan diterapi secara dini, makin dini diketahui dan diberikan
terapinya maka makin baik prognosanya. Kemungkinan untuk selamat dari penderita
syok dapat diketahui dengan mengukur kadar laktat darah (konsentrasi laktat dalam
darah meningkat > 2 mMol/L), jika konsentrasi laktat naik sampai 3 mMol/L maka
kemungkinan untuk selamat turun dari 90% menjadi 10%.


DAFTAR PUSTAKA
1. Hunter JD, Doddi M. Sepsis and the heart. British Journal of Anaesthesia
104

(1):311.2010.

available

from

http://bja.oxfordjournals.org/content/104/1/11. full.pdf+html
2. Poll TVD, Meijers JCM. Systemic Inflamatory Response syndrome. 2010.
Available

from

Innate

Immune

2010;2:379380

DOI:

10.1159/000318190
3. Peter MC, Klein Klouwenberg . Sepsis. Critical Care 2013, Volume 17
Suppl4. 2013. available from : http://ccforum.com/supplements/17/S4
4. Booker E, Mayglothing J, Shiber J, Slesinger TL. Sepsis, Severe Sepsis, And Septic
Shock: Current Evidence For Emergency Department Management. EBMedicine
2011;13(5):2-18.

available

from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

pmc/articles/PMC3223746/pdf/bjgp61-714.pdf
5. Michael J. Mosier MJ. Severe Sepsis: Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment. 2013;
1-9
6. Khwannimit B, Bhurayanontachai R. The epidemiology of, and risk factors for, mortality
from severe sepsis and septic shock in a tertiary-care university hospital setting
Epidemiol. Infect.(2009),137, 13331341
7. Dellinger RP, et.al. Surviving Sepsis Campaign : International Guidelines for
Management of Severe Sepsis and Septic Shock. Crit Care Med 2013; 41:280-637
8. Angus DC. Lactate Clearance vs Central Venous Oxygen Saturation as Goals of Early
Sepsis Therapy. JAMA 2010;303(8): 739-746.
9. Maddirala S, Khan A. Optimizing hemodynamic support in septic shock using central and
mixed venous oxygen saturation. Crit Care Clin 26 (2010):323-333.
10. Rivers EP, Jaehne AK, Wharry LE, Brown S, Amponsah D. Fluid theraphy in septic
shock.Curr Opin Crit Care 2010,16:00-000.

Anda mungkin juga menyukai