DOKTER PEMBIMBING
dr.Vera Irawaty, Sp.An, KIC
DISUSUN OLEH
Fenni Cokro
030.09.086
Maulita Agustine
030.10.171
Adisti Zakyatunnisa
030.10.006
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Presentasi Kasus dengan judul
Pemantauan Kedaruratan Anestesi pada Pasien dengan Perforasi Gaster, Pneumonia, Sepsis
dan Acute Kidney Injury. Presentasi Kasus ini diajukan dalam rangka melaksanakan tugas
Kepaniteraan Klinik Anestesi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati periode 01 Desember
2014 - 03 Januari 2015 dan juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi penyusun serta
pembaca mengenai Pemantauan Kedaruratan Anestesi pada Pasien dengan Perforasi Gaster,
Pneumonia, Sepsis dan Acute Kidney Injury. Dalam kesempatan ini penyusun ingin
menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama
penyusunan presentasi kasus ini, kepada dr. Vera Irawany, Sp.An KIC, selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Anestesi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
Penyusun menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak agar presentasi
kasus ini dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya.
Penyusun memohon maaf sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam presentasi kasus ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang kompleks dari dinding
lambung, usus halus, usus besar yang mengakibatkan bocornya isi dari organ gastrointestinal
ke rongga perut. Perforasi dari organ gastrointestinal mengakibatkan secara potensial untuk
terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut yang dikenal dengan istilah peritonitis.
Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena
kebocoran asam lambung ke dalam rongga perut. Insiden perforasi ulkus duodenum 2-3 kali
lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir dari perforasi gaster disebabkan oleh
keganasan pada lambung.
Tatalaksana perforasi gaster dilakukan tindakan operasi laparatomi dengan tujuan mengoreksi
masalah anatomi yang mendasari, mengoreksi penyebab peritonitis serta membuang setiap
material asing di rongga peritonerum yang dapat menghambat fungsi leukosit dan mendorong
pertumbuhan bakteri. Laparatomi sering menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan
memerlukan waktu operasi yang cukup lama. Sehingga diperlukan pengawasan hemodinamik
sebelum, selama dan setelah operasi laparatomi.
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas
Nomor RM
: 01335897
Nama
: Tn. I
Umur
: 66 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Diagnosis
Rencana Operasi
: Laparatomi Eksplorasi
Anamnesis
Keluhan Utama : nyeri pada seluruh regio perut
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada seluruh regio perut
sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri seperti tertusuk dan timbul secara tiba-tiba
dan hilang apabila beristirahat. Nyeri akan bertambah jika pasien batuk dan bergerak. Lebih
kurang 3 bulan pasien sering mengeluh merasa kembung dan terkadang perut terasa keras,
sehingga pasien berobat ke salah satu rumah sakit di Jakarta dan keluhan tidak berkurang.
Pasien memiliki kebiasan minum jamu untuk menghilangkan pegal selama beberapa tahun
belakangan ini.
Riwayat Operasi : (-)
Riwayat Alergi : obat (-), makanan (-)
Riwayat penyakit yang sedang / pernah diderita : Asma (-), Diabetes Melitus (-), Hipertensi
(-), Infeksi Saluran Napas Atas (-), Stroke (-). Obesitas (-), Penyakit Paru (Pneumonia),
Penyakit Ginjal (AKI), Penyakit Jantung (-), Penyakit Hati (-), Pembekuan Darah (-).
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
Kesadaran
: Compos Mentis
Kesan Umum : Tampak Sakit
Sedang
Berat Badan
: 50 kg
Trismus : gangguan motorik nervus V (-), spasme otot pengunyah (-), kesulitan
Pemeriksaan Jantung :
Inspeksi
Palpasi
thrill (-)
Perkusi
: Batas jantung atas setinggi ICS II garis parasternalis kiri dengan suara
redup, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS III V garis sternalis kanan dengan
suara redup, batas paru dan jantung kiri setinggi ICS V axillaris anterior kiri dengan
suara redup.
Auskultasi
: irama teratur, dengan frekuensi heart rate 130x/mnt, SI dan SII pada
keempat katup jantung reguler, SI lebih terdengar keras pada mitral dan trikuspid, SII
lebih terdengar keras pada aorta dan pulmonal, tidak ada spliting, suara jantung
tambahan(-), gallop (-), tidak terdapat ejection sound, sistolik clik, opening snap, SIV.
Murmur (-) pada keempat katup jantung
Pemeriksaan Paru :
Inspeksi
hemithorak yang tertinggal, vocal fremitus sama kuat kiri dan kanan teraba sama kuat.
Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
: suara napas vesikuler +/+ Ronki +/+. Wheezing -/-, slam -/-
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan Ekstremitas : jari tabuh (-), sianosis (-), luka (-), infeksi kulit (-), edema
(-)
Status Neurologis :
5555 5555
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
02 Desember 2014
03 Desember 2014
pH : 7,458
PCO2 : 24,7 mmHg
PO2 : 63,6 mmHg
HCO3 : 17,1 mmol/L
BE : -4.8 mmol/L
Saturasi O2 : 93,8%
Trakea di tengah
Aorta baik
Mediastinum superior tidak melebar
Cor : kesan tidak membesar
Pulmo : kedua hillus tidak menebal
Tampak infiltrat diperihiler bilateral dan parakardial kanan
Kedua sinus kostofrenikus dan diafragma baik
Tulang-tulang costae intak
Kesan : cor dbn, infiltrat diperihiler bilateral dan parakardia kanan, DD/ pneumonia
Assasment
: ASA III E
Planing
Post op ICU
Laporan Anestesi
19.40
Pasien masuk ruang operasi, dipasang monitor EKG, tensimeter, saturasi oksigen, IV
line terpasang (tangan kanan no 22 G dan 18 G). Dengan TD 140/90 mmHg, nadi
130x / menit, RR 25x/menit, dan saturasi oksigen 95-96% dengan udara bebas.
19.45
Dilakukan premedikasi dengan fentanyl 200 mcg, induksi dengan propofol 160 mg.
Intubasi difasilitasi dengan rocuronium 40 mg, menggunakan ETT kinking no 7,5
Cuff (+). Terjadi kesulitan intubasi dikarenakan leher yang pendek. Maintenance
dengan menggunakan 50% air, 50% O2 dan sevoflurane 2% MAC. Dengan TD 140/60
mmHg, nadi 118 x/menit dengan saturasi oksigen 100%.
20.00
Operasi laparatomi dilakukan
Operasi berlangsung selama 2 jam 30 menit
Selama operasi, frekuensi nadi
: 100-130 x/menit
Tekanan darah
Saturasi oksigen
: 96-100%
Produksi urin
: 250 cc
Cairan masuk
Perdarahan
: 300 cc
22.30
Operasi selesai dengan TD 120/60 mmHg, nadi 120 x/menit, saturasi oksigen 98%.
Kemudian pasien di reverse dengan menggunakan sulfas atropin dan prostigmin 2:2.
Secara perlahan dengan bantuan pasien dapat bernapas spontan dan dilakukan suction
untuk membersihkan jalan napas. Terdapat refleks menelan. Kemudian dilakukan
ekstubasi dan diberikan oksigen selama 2 menit dan tampak pasien dapat bernapas
spontan.
23.00
Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan tampak seperti kesulitan bernapas dengan
keadaan umum somnolen dan gelisah. TD 138/79 mmHg, nadi 125 x/menit, RR 35
x/menit dengan saturasi oksigen 85%. Pasien tampak sianosis kemudian dilakukan
intubasi ulang dengan fentanyl 100 mcg dan propofol 100 mg. Keadaan umum dalam
pengaruh obat, TD 125/77 mmHg, nadi 120 x/menit, RR 30x/menit dengan saturasi
oksigen 97-99% dengan Jackson Reese 10 lpm dan pasien langsung dipindahkan ke
ICU dengan keadaan umum dalam pengaruh obat, TD 122/70 mmHg, Nadi
120x/menit dengan ventilator mode SIMV TV 500 RR 12 PEEP 5 FiO 2 50% dan
tampak saturasi oksigen 100% dengan analgetik fentanyl 25 mcg/jam.
Laporan ICU
Tanggal 04 Desember 2014 (01.00 06.00 WIB)
Observasi
Kesadaran Apatis
Intake
Enteral
Parenteral
Puasa
Asering 500 ml
Aminofluid 500 ml
Obatobatan
Parenteral
Meropenem 3 x 2 gr
Omeperazole 2 x 40 mg
Vit. K 3 x 10 mg
Transamin 3 x 500 mg
Vit. C 1 x 1 gr
Recofol 1% 3 4 cc / jam
Fentanyl 100 mg + Cedanton 8 mg / 24 jam
Balans
Cairan
Parenteral : 445 cc
Cairan
Total : 445 cc
masuk
Total : 300 cc
150 cc
Cairan
keluar
IWL
Balans
Daftar
Masalah
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki umur 66 tahun datang dengan keluhan nyeri pada seluruh regio perut.
Dari pemeriksaan yang didapat pasien didiagnosa dengan Peritonitis umum e.c
perforasi gaster, pneumonia, sepsis dan gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury).
Penanganan pasien berupa laparatomi eksplorasi.
Persiapan yang perlu diperhatikan sebelum operasi adalah untuk mengetahui kondisi
kardiopulmonal pasien. Penilaian fungsi respirasi dapat dilakukan dengan menilai
kemampuan aktivitas fisik pasien sehari-hari, apakah ada keluhan berupa sesak nafas
saat melakukan aktivitas tertentu. Untuk membantu meningkatkan pengosongan
lambung dan menurunkan volume serta keasaman lambung selain dengan puasa,
pasien dapat dianjurkan untuk pemberian Metoclopramide 10 mg secara IV selama 1
jam pre operasi dan Na citrate 30 ml secara oral 10 menit sebelum operasi.
Monitoring intraoperasi meliputi monitoring hemodinamik, saturasi oksigen dan end
tidal CO2. Pada pasien ini ditemukan kesulitan sewaktu dilakukan intubasi
dikarenakan leher yang pendek, pada kondisi ini yang perlu diperhatikan berupa
penanganan yang cepat untuk jalan napas disamping harus memperhatikan resiko
aspirasi. Operasi yang berlangsung selama 2 jam 30 menit, tidak ada tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Selama operasi, frekuensi nadi: 100-130 x/menit, tekanan
darah: 100-150 / 55-85 mmHg, saturasi oksigen: 96-100%, produksi urin: 250 cc,
cairan masuk: Kristaloid 1500 cc, Koloid 1000 cc serta perdarahan: 300 cc.
Pasca operasi, dilakukan ekstubasi dimana pada pasien ini selain menderita perforasi
gaster juga terdapat pneumonia, sepsis dan gangguan ginjal akut. Kelalaian ini yang
menyebabkan terjadi syok septik pada pasien.
Pneumonia pada pasien tidak ditemukan sewaktu anamnesis, dari pemeriksaan fisik
hanya didapatkan ronkhi pada kedua lapang paru, serta dilihat dari pemeriksaan
laboratorium ditemukan kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI pada
penderita riwayat penyakit ginjal serta gambaran infiltrat pada hasil foto thorax.
Disamping telah menyingkirkan diagnosis banding pneumonia.
Sepsis yang dialami pasien tergolong sepsis berat, berdasarkan kriteria sepsis berat
dibawah ini.
Sepsis pada pasien kemungkinan disebabkan oleh adanya pneumonia yang juga
diperberat dengan perforasi gaster sehingga menimbulkan respon infeksi dan
inflamasi yang sistemik. Hal ini yang menyebabkan keadaan umum pasien menjadi
buruk.
Keadaan pasien ini diperberat dengan ditemukan asidosis metabolik dan asidosis
respiratorik pada pemeriksaan analisa gas darah. Gagal sirkulasi menyebabkan
asidosis laktat dan gagal pernapasan membawa ke hiperkapnia. Asidosis metabolik
repiratorik campuran juga dapat terjadi pada pasien penyakit paru yang mengalami
gangguan ginjal atau sepsis.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Perforasi Gaster
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma tumpul perut
sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada
ulkus peptikum merupakan penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum
insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari
perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15%
penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada
pasien yang lebih tua appendicitis akut mempunyai angka kematian sebanyak 35 %
dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan terhadap angka
kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis yang berat
yang menyertai appendicitis tersebut.
Etiologi
Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh: trauma tertusuk
pisau)
Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan pada anak-
usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil akhir yang buruk.
Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh ERCP dan
colonoscopy.
Fungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor yang mungkin
mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus akut dan
disease.
Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik) dapat timbul.
Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau limphoma
Radioterapi dari keganasan serviks dan keganasan intra abdominal lainnya dapat
berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan perforasi usus.
Benda asing (misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi
oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan
sepsis.
Patofisiologi
-
Banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya ulkus peptikum. Walau
telah diyakini bahwa ulkus gaster dan duodenum disebabkan oleh infeksi H. pylori
dan penggunaan NSAID, jalur akhir dari pembentukan ulkus ialah perlukaan karena
asam yang dihasilkan terhadap barier mukosa gastroduodenum.
-
Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.
Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di bagian bawah
diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu,
akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis
bakteria. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan meningkat
dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik.
Gejala Klinis
Manifestasi ulkus gaster muncul dalam bentuk nyeri, perdarahan dan obstruksi serta
perforasi. Pembedahan dibutuhkan pada 8% hingga 20% dari pasien-pasien dengan
komplikasi ulkus gaster. Sekitar 90% pasien dengan ulkus peptikum mengeluhkan
nyeri abdomen. Nyeri yang khas dirasakan ialah nyeri yang tidak menjalar, rasa
seperti terbakar dan terlokalisasi pada epigastrium. Mekanisme nyeri ini masih belum
jelas. Nyeri sering dirasakan saat makan dan jarang membuat pasien terbangun
sewaktu tidur.
Komplikasi tersering dari ulkus gaster ialah perforasi. Kebanyakan perforasi terjadi
sepanjang aspek anterior dari kurvatura minor. Secara umum, pasien lansia lebih
sering mengalami perforasi, dan ulkus berukuran besar diasosiasikan dengan angka
kesakitan dan kematian yang lebih tinggi.
Komplikasi
1. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat.
Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :
Malnutrisi
Sepsis
Uremia
Diabetes mellitus
Terapi kortikosteroid
Obesitas
Batuk yang berat
Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
3. Abses abdominal terlokalisasi
4. Kegagalan multiorgan dan syok septic :
a) Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan
manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia
gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada
septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
b) Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :
Hilangnya tonus vasomotor
Peningkatan permeabilitas kapiler
Depresi myokardial
Pemakaian leukosit dan trombosit
delirium
postoperatif:
Usia lanjut
Ketergantungan obat
Demensia
Abnormalitan metabolik
Infeksi
Riwayat delirium sebelumnya
Hipoksia
Hipotensi Intraoperatif/postoperative
Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan
maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian
antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.
4.2 Sepsis
Definisi
Sepsis adalah pen yakit siste mik y a n g disebabkan oleh pen ye baran
infeksi dala m tubuh m a nusia. Hal ini biasan ya diikuti oleh suatu
tidak
sei mban gn ya
siste m
imun
pada
tubuh
Sepsis berat biasan ya disertai den gan keterlibatan satu atau lebih
organ
yang
sehin g ga
dia wali
den gan
m e n gakibatkan
m e n urunn ya
disfun gsi
siste m
perfusi
ke
jarin gan
organ.
Keadaan
ini
disertai den gan adan ya bakteri pato gen (infeksi) y a n g dite m ukan
m elalui kultur atau pe warnaan g ra m dari spesimen tubuh seperti
darah, sputu m, dan spesimen tubuh lainn ya atau dite m ukan fokus
infeksi.
Epidemiologi
Sepsis
adalah
pen y ebab
uta ma
ke matian
pada
pasien
yang
m e nderita sakit berat dan dira wat diru mah sakit, insiden sepsis
pertahun dine gara m aju seperti A m e rika Serikat sekitar 132 per
100.000 ji wa den gan an gka m o rtalitas m e ncapai 50 %, den gan
an gka m o rbiditas dan m o rtalitas y a n g tin g gi ini sepsis dan shock
septik ter masuk dala m pen ye bab 10 ke matian tertin g gi di A m e rika
Serikat.
seperti
m e ncapai 200,000 ji wa
per
tahun, an gka
ini ha m pir
Berdasarkan data dari studi Eropa menunjukkan, 29,6 % pasien yang di ICU, angka
mortalitas sepsis berat dan syok septik sebesar 32,2% dan 54,1 %.
Tabel 1. Data demografik pasien sepsis yang dirawat di rumah sakit dan sumber infeksinya
Etiologi
Kriteria SIRS :
RR > 20x/menit (takipnoe) atau tekanan CO2 arteri <32 mm Hg atau membutuhkan
ventilasi mekanik
Kriteria Sepsis :
Kriteria Sepsis ditambah infeksi (kultur atau gram stain dari darah, sputum, urin, atau
cairan tubuh yang terdapat kuman patogen; atau pada inspeksi terdapat fokus infeksi.
Sepsis berat :
Sepsis disertai minimal 1 tanda organ yang hipoperfusi atau disfungsi organ
Bintik- bintik pada kulit
Cappilary refill time 3 detik
Jumlah urin < 0,5ml/KgBB dalam 1 jam atau menggunakan renal replacement
therapy
Laktat > 2mmol/L
Perubahan status mental atau elektroensefalogram yang abnormal
Penyakit paru akut ARDS
Pada EKG terlihat tanda-tanda disfungsi jantung
Syok septik :
- Sepsis berat dan diikuti oleh 1 dari :
o Tekanan darah sistemik < 60mmHg (< 80mm Hg jika ada riwayat hipertensi
sebelumnya ) setelah pemberian pati 20-30 mL/kg atau 40 60 ml/Kg larutan
salin, atau tekanan kapiler pulmoner 12 20 mmhg
o Menggunakan dopamin > 5 5gkg-1 atau norepineprin atau epineprin <0,25 ug
/kg/menit untuk maintain tekanan darah diatas 60mmhg (80mmhg jika ada
riwayat hipertensi)
Patofisiologi
Pada sebagian besar penderita sepsis menunjukkan awal terjadinya sepsis berasal dari
keadaan bakteremia yang terjadi akibat fokus infeksi pada jaringan. Sepsis banyak
disebabkan oleh bakteri gram, baik negatif dan positif. Inflamasi sebagai tanggapan
imunitas tubuh terhadap berbagai stimulasi imunogen dari luar yang juga berfungsi
untuk menghilangkan organisme penyebab. Berbagai jenis mediator-mediator
inflamasi terlibat dalam terjadinya sepsis.
Sitokin - sitokin in flamasi seperti lipopolisakarida y a n g dihasilkan dari
dindin g bakteri g ra m ne gatif dikatakan dapat dapat terdeteksi pada
Gambar 3. Sepsis dapat meningkatkan aktivitas iNOS yang meningkatkan kadar Nitrit oksida (NO)
sehingga menstimulasi vasodilatasi pembuluh darah
2. Disregulasi autonomik
Takikardia , gejala sepsis tipikal menunjukkan penurunan pengisian jantung, stimulasi
adrenergik, dan demam. Takikardi yang berhubungan dengan sepsis memiliki efek
samping ke jantung, termasuk restriksi pengisian ventrikel diastolik, peningkatan
kebutuhan O2, dan berpotensi untuk menjadi kardiomiopati yang disebabkan oleh
takikardi.
3. Perubahan metabolik
Ketika sepsis, perubahan metabolik disebabkan oleh akumulasi lipid dan glikogen di
intrakardiomiosit. Pada pasien sepsis, konsumsi oksigen dan BMR nya meningkat
dibanding metabolisme orang normal. Namun seiring terjadinya kegagalan organ,
dan proses syok, oksigen dan BMR nya pun turun.
4. Disfungsi mitokondria
Kardiomiosit menunjukan kerusakan ultrastruktural pada pasien sepsis. Terjadi
penurunan konsumsi oksigen pada sepsis fase lanjut, tidak pada fase akut. Selain itu
terjadi penghambatan oksigen dan nitrogen pada produksi ATP dan fosforilasi
oksidatif. Hal ini berhubungan dengan peningkatan peroduksi superoksidan dan Nitrit
oksida dan deplesi dari antioksidan intramitokondrial.
5. Kematian sel
inflamasi sel infiltrasi namun minimal atau sedikit terjadinya kematian sel miokard.
Manifestasi Klinis
Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda non
spesifik, seperti demam, menggigil, dan gejala-gejala lain seperti lelah, malaise, gelisah, atau
mungkin kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada
banyak macam kondisi inflamasi non-infeksi. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada
pasien dengan diabetes, usia lanjut, kanker, gagal organ, gangguan imun
Tatalaksana
Prinsip utama penanganan sepsis adalah mengeliminasi agen penyebab infeksi dengan
pemberian antibiotik dan menghilangkan fokus infeksi melalui tindakan bedah,
namun hingga saat ini belum ada strategi khusus yang terbukti efektif dalam
menangani gangguan fungsi jantung pada keadaan sepsis.
A.
amankan jalan napas, ventilasi yang adekuat dan kembalikan sirkulasi normal.
5. Durasi terapi biasanya 7-10 hari , pengobatan yang lama mungkin tepat pada
pasien yang memiliki respon klinis lambat, fokus infeksi yang tidak hilanghilang, bakteremia S. aureus , beberapa jamur dan infeksi virus atau defisiensi
imunologi , termasuk neutropenia.
6. Terapi antiviral dimulai sedini mungkin pada pasien dengan sepsis berat atau
syok septik akibat virus.
7. Agen antimikroba tidak boleh digunakan pada pasien dengan keadaan inflamasi
parah. Status penyebab menjadi non-infeksi.
E. Kontrol sumber sepsis
1. Diagnosis anatomi spesifik dari infeksi yang memerlukan pertimbangan untuk
sumber muncul dicari dan didiagnosis atau tereksklusi secepat mungkin, dan
intervensi dilakukan untuk kontrol sumber dalam 12 jam pertama setelah
diagnosis dibuat , jika mungkin.
2. Ketika terinfeksi nekrosis peripancreatik diidentifikasi sebagai sumber potensial
infeksi, intervensi definitif terbaik ditunda sampai demarkasi yang memadai
jaringan yang layak dan nonviable telah terjadi.
3. Ketika kontrol sumber pada pasien sepsis berat diperlukan , intervensi yang
efektif terkait dengan paling fisiologis harus digunakan ( misalnya, perkutan
daripada drainase bedah abses ).
4. Jika perangkat akses intravaskular adalah sumber kemungkinan sepsis berat atau
syok septik , mereka harus dihentikan segera setelah akses vaskular lainnya
telah diterapkan.
F. Pencegahan Infeksi
a. Dekontaminasi oral selektif dan dekontaminasi pencernaan selektif harus
diperkenalkan dan diperhatikan sebagai metode untuk mengurangi kejadian
ventilator - associated pneumonia , tindakan pengendalian infeksi ini kemudian
dapat dilembagakan dalam perawatan kesehatan dan wilayah di mana
metodologi ini ditemukan efektif.
b. Oral chlorhexidine glukonat digunakan sebagai bentuk dekontaminasi orofaring
untuk mengurangi risiko ventilator terkait pneumonia pada pasien ICU dengan
sepsis berat.
Terapi awal dimulai dengan 40-60 ml/kgBB cairan kristaloid, seperti Ringer
laktat 0,9% diinfus secepat mungkin. Pasien membutuhkan 100-200 ml/kgBB cairan
selama beberapa jam pertama. Jumlah urin yang dikeluarkan harus mencapai 1-2
ml/kgBB per jam.
Gangguan ginjal akut (GnGA) adalah Penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam
yaitu berupa presentasi kenaikan kadar kreatinin serum 50% (1,5x kenaikan dari
nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oligur yang tercatat 0,5 ml/kg/jam
dalam waktu lebih dari 6 jam).
Gambar 6. Mekanisme sepsis sebagai faktor predisposisi terjadinya gangguan ginjal akut.
Gangguan ginjal terjadi karena timbul induksi sintase nitrit oksidase dan oksigen
radikal yang menyebabkan kerusakan tubular ginjal yang berhubungan dengan
perioksinitrit; vasodilatasi sistemik, dan penurunan regulasi sintase nitrit oksidase
endotel ginjal. Selain itu, nitrit oksida dapat menghasilkan efek positif terhadap ginjal
dengan cara menginduksi vasodilatasi melalui siklus cGMP yang beraksi melawan
vasokonstriksi yang disebabkan oleh peningkatan akitivitas saraf simpatik dan
angiotensin II saat terjadi sepsis. Nitrit oksida juga dapat memproteksi ginjal dengan
cara
menginhibisi
agregasi
platelet
yang
berhubungan
dengan
terjadinya
Gambar 7. Baik dan buruknya efek NO terhadap ginjal pada sepsis gram negatif
4.4 Syok
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan
kematian sel maupun jaringan.
Klasifikasi
Etiologi
Gejala Klinis
gelisah
bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan
nyeri dada
linglung
kulit lembab dan dingin
pembentukan air kemih berkurang atau sama sekali tidak terbentuk air kemih
pusing
pingsan
Gangguan Hemodinamika
SYOK
Pe Perfusi
ke jaringan
Vasokonstriksi Arteriole
kompensasi
Pe Tekanan Darah
AUTOREGULASI
Tujuan : Agar aliran darah tetap baik
Tubuh melakukan
Pe
Discharge
Symphatoadrenal
Terjadi Arteriosklerosis
Agregasi Eritrosit +
Trombosit
Anoxia
Infark Jaringan
- Terdapat fibrin intravaskuler Aktivasi fibrinolisis Bleeding Diathesis
* Proses koagulasi intravaskuler ini bisa terjadi di semua jaringan tetapi yang mudah
terkena adalah organ : Paru-paru, Liver dan Ginjal
A.
- Katekolamin
- Histamin
- Plasmakinin
- Prostaglandin
- Angiotensin I
B.
- Plasmakinin
- Histamin
Peningkatan permeabilitas
kapiler
- Prostaglandin E
Vasodilatasi
Transudasi IVF
C. Syok Perdarahan Peningkatan tekanan perifer Zat-zat vasoaktif antara lain :
- Katekolamin
- Angiotensin
Hipoksemia
Pe pembentukan ATP
Proses metabolisme
oksidatif
Pe
sel
permeabilitas ddg
Aktivasi piruvat
Laktase shunt
pump
Mekanisme sodium-
terganggu
Sel
pecah
Dinding lisosom
Autodigestion
Syok
perfusi
Produksi surfaktan
&
Hipoventilasi
Permeabilitas kapiler
AR D S
Oedema paru
Penurunan perfusi
yang terus
menerus
Iskemia
ginjal
Gagal ginjal
akut
Tanda tanda :
- Produksi urine me
- urea darah me
- urea urine me
Renin
II
Angiotensin I
Angiotensin
Produksi Aldosteron
Menurut Weil dan Shubin, ada beberapa macam syok yang cukup sederhana dan
mudah dipahami. Ada empat (4) kategori syok, tujuan dari pembagian ini adalah
untuk mempermudah diagnosa hemodinamiknya sehingga terapi yang tepat dapat
dilakukan sebelum diagnosa klinis dapat ditegakkan.
Syok hipovolemik kehilangan cairan/plasma (karena luka bakar, gagal ginjal, diare,
muntah), kehilangan darah (sebelum atau sesudah operasi).
Syok distributif terjadinya gangguan distribusi aliran darah (pada seseorang yang sehat
mendadak timbul demam tinggi dan keadaan umum memburuk setelah dilakukan
tindakan instrumentasi atau prosedur invasif).
Syok obstruktif terjadinya gangguan anatomis dari aliran darah berupa hambatan
aliran darah.
Syok lainnya syok yang terjadi karena faktor lainnya, seperti : Reaksi anafilaksis,
hipoglikemia, kelebihan dosis obat, emboli paru, tamponade jantung, dll.
Berdasarkan tanda-tanda klinis dari beberapa jenis syok tersebut dapat dibuat
Syok
Hipovolemi
k
Tekanan darah
Nadi
CVP
Syok
Kardiogeni
k
Syok
Distribut
if
Cardiac Indeks
Urine
Respons
Cairan
PaO2
Arterio-venous
O2-diff
Laktat
thd
Syok Septik
Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang berada
dalam darah (endotoksin). Jamur dan jenis bakteri lain juga dapat menjadi penyebab
septisemia. Ada beberapa faktor predisposisi terjadinya syok septik antara lain :
trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih, terapi
kortikosteroid, immunosupresan, atau radiasi. Faktor pencetus yang umum meliputi
tindakan bedah, manipulasi saluran kemih, saluran empedu atau ginekologi.
Hipovolemia
Hipotensi
a
-
Tindakan Medis
Terapi Cairan
Cairan parenteral yang sering digunakan pada awal terapi syok septik adalah larutan
garam berimbang. Terapi cairan bergantung pada hasil pengukuran hemodinamik
(tensi, nadi, dan diuresis) dan keadaan umum.
-
Obat-obat inotropik
perbaikan.
-
Terapi antibiotika
Sebaiknya terapi antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi. Hal
ini mungkin tidak dapat dilakukan pada keadaan darurat karena pemeriksaan tersebut
membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai patokan terapi antibiotik empiris
dapat dilihat pada tabel.
-
Tindakan Bedah
drainase. Terapi cairan dan antibiotik tidak banyak menolong bila sumber infeksi
belum disingkirkan. Hal ini sangat penting pada abses intra abdomen sumbatan
empedu dengan kolangitis yang segera membutuhkan pembedahan akut.
Tindakan Lain
Terapi kortikosteroid masih kontroversi, hanya merupakan ajuvan terhadap terapi
Penanganan
Pada dasarnya penanganan syok ditujukan untuk hal-hal di bawah ini antara lain
sebagai berikut :
Meskipun penyebab primer dari syok tersebut berlainan, tetapi dalam perjalanannya
tanda-tanda jenis syok yang lain dapat timbul. Untuk itulah, terapi syok pada
umumnya sama namun porsinya yang mungkin berbeda. Misalnya pada Syok
Kardiogenik, maka disini yang dipentingkan adalah obat-obat vasoaktif disamping
pemberian cairan dan obat-obat yang lainnya.
Pada tabel di bawah ini dapat dilihat cara penanganan Syok sesuai dengan jenis dan
macamnya.
Tindakan
Kontrol perdarahan
Hipovole
mik
Kardiog
enik
Septi
k
++
++
++
++
++
++
++
++
++
++
Oksigen
++
++
++
++
++
++
++
++
++
+-
+-
+-
+-
+-
++
Kristaloid
++
Plasma ekspander
+-
++
+-
+-
+-
+-
+-
++
+-
+-
++
Obat inotropik
Vasodilator
Antibiotika
Steroid
Keterangan :
++
Utama
Umumnya diperlukan
1.
Pastikan bahwa jalan nafas terbuka, kalau masih ada hambatan jalan nafas,
2.
Pemberian cairan
vena dengan jarum besar (no. 14 atau 16) bila vena kolaps, sulit terpasang
pasang pada V. Jugularis externa (posisi trendelenberg) atau venaseksi segera
bolus RL 20-40 mL/kgBB grojok
belum baik, berikan bolus kedua dalam jumlah dan waktu yang sama) belum
membaik, harus transfusi darah dengan golongan yang sesuai.
Bila keadaan membaik (TD me, Nadi me, Denyut nadi menguat, Perfusi
perifer membaik, Urine me) bila Hb > 8 gr% observasi vital sign
diagnosa penyebab).
Pada syok jenis lain (bila kita ragu volume cairan intravaskuler) pasang
Bila dengan semua yang disebutkan diatas, kegagalan perfusi tetap tidak
3.
sehingga diharapkan CO dapat me, obat yang termasuk golongan ini adalah :
-
prod. urine
b
Nitrogliserin
4. Pemberian antibiotika
Antibiotika ini diberikan terutama pada syok yang disebabkan karena invasi
hasil pembiakan kuman dan kepekaannya, namun perlu waktu yang cukup lama.
5. Pemberian Steroid
Dapat diberikan metilprednisolon 30 mg/kg BB, dan dapat diulangi setelah 4-6
jam. Bila tidak ada perbaikan maka tidak perlu dilanjutkan, karena tidak berguna.
6. Tindakan operatif
hemodinamika penderita dapat dikuasai, hal ini sangat penting karena anestesi yang
akan diperlukan untuk pembedahan dapat menyebabkan gangguan hemodinamika
pada penderita.
7. Nutrisi parenteral
Diberikan sejumlah kalori yang cukup biasanya > 50 kcal/kg BB per 24 jam
Prognosis
Syok perlu didiagnosa dan diterapi secara dini, makin dini diketahui dan diberikan
terapinya maka makin baik prognosanya. Kemungkinan untuk selamat dari penderita
syok dapat diketahui dengan mengukur kadar laktat darah (konsentrasi laktat dalam
darah meningkat > 2 mMol/L), jika konsentrasi laktat naik sampai 3 mMol/L maka
kemungkinan untuk selamat turun dari 90% menjadi 10%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hunter JD, Doddi M. Sepsis and the heart. British Journal of Anaesthesia
104
(1):311.2010.
available
from
http://bja.oxfordjournals.org/content/104/1/11. full.pdf+html
2. Poll TVD, Meijers JCM. Systemic Inflamatory Response syndrome. 2010.
Available
from
Innate
Immune
2010;2:379380
DOI:
10.1159/000318190
3. Peter MC, Klein Klouwenberg . Sepsis. Critical Care 2013, Volume 17
Suppl4. 2013. available from : http://ccforum.com/supplements/17/S4
4. Booker E, Mayglothing J, Shiber J, Slesinger TL. Sepsis, Severe Sepsis, And Septic
Shock: Current Evidence For Emergency Department Management. EBMedicine
2011;13(5):2-18.
available
from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC3223746/pdf/bjgp61-714.pdf
5. Michael J. Mosier MJ. Severe Sepsis: Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment. 2013;
1-9
6. Khwannimit B, Bhurayanontachai R. The epidemiology of, and risk factors for, mortality
from severe sepsis and septic shock in a tertiary-care university hospital setting
Epidemiol. Infect.(2009),137, 13331341
7. Dellinger RP, et.al. Surviving Sepsis Campaign : International Guidelines for
Management of Severe Sepsis and Septic Shock. Crit Care Med 2013; 41:280-637
8. Angus DC. Lactate Clearance vs Central Venous Oxygen Saturation as Goals of Early
Sepsis Therapy. JAMA 2010;303(8): 739-746.
9. Maddirala S, Khan A. Optimizing hemodynamic support in septic shock using central and
mixed venous oxygen saturation. Crit Care Clin 26 (2010):323-333.
10. Rivers EP, Jaehne AK, Wharry LE, Brown S, Amponsah D. Fluid theraphy in septic
shock.Curr Opin Crit Care 2010,16:00-000.