Anda di halaman 1dari 4

injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus

dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi volume kecil
adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda 100 mL atau kurang.
Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu:
1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama
Injeksi ..
2. Sediaan padat, kering, atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer, atau
bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang
sesuai memenuhi persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya
disebut . steril.
3. Sediaan seperti tertera pada 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer
atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut .
untuk injeksi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan
secara iv atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya,
disebut Suspensi . Steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan
pembawa yang sesuai, dibedakan dengan nama steril untuk suspensi.
Keuntungan Sediaan Injeksi
1. Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (jantung
berhenti)
2. Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral atau obat yang
dirusak oleh sekresi asam lambung
3. Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (sakit jiwa atau
tidak sadar)
4. Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol obat,
karena pasien harus kembali melakukan pengobatan
5. Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran
gigi/anastesiologi
6. Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius
cairan dan keseimbangan elektrolit
Kerugian Sediaan Injeksi

1. Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan
membutuhkan waktu pemberian yang lebih lama
2. Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptik
dengan rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari
3. Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk
menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi
sistemik
4. Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pengemasan
5. Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti septisema,
infeksi jamur, inkompatibilias karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi
obat
6. Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari
pirogen, dan stabilitas sediaan parenteral harus disadari oleh semua personel yang
terlibat.
Tujuan Pemberian Sediaan Parenteral
1. Untuk memastikan obat sampai ke bagian tubuh atau jaringan yang membutuhkan
dengan konsentrasi yang mencukupi.
2. Untuk mencapai parameter farmakologi tertentu yang terkontrol, seperti waktu onset,
serum peak, kecepatan eliminasi obat dari dalam tubuh.
3. Untuk pasien yang tidak bisa melakukan self medicate
4. Untuk mendapatkan efek biologik yang tidak didapatkan melalui pemakaian oral
5. Untuk alternatif bila rute yang diharapkan (oral) tidak tersedia
6. Untuk mendapatkan efek lokal, untuk meminimalkan efek toksik sistemik
7. Untuk pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, tidak terkontrol
8. Untuk pengobatan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan untuk supply nutrisi
jangka panjang/pendek
9. Untuk mendapatkan efek lokal yang diharapkan
Rute Pemberian Sediaan Injeksi
1. Injeksi intrakutan atau intradermal (ic): volume yang disuntikkan sedikit (0,1 0,2
mL). Biasanya digunakan untuk tujuan diagnosa, misalnya detekdi alergi terhadap
suatu zat/obat.

2. Injeksi subkutan (sc) atau hipoderma: disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke
dalam alveola. Larutan sedapat mungkin isotonis, sedang pH sebaiknya netral,
tujuannya untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya
nekrosis (mengendornya kulit). Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1
mL.
3. Injeksi intramuskular (im): disuntikkan ke dalam otot daging dan volume sedapat
mungkin tidak lebih dari 4 mL. Penyuntikan volume besar dilakukan perlahan-lahan
untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravena (iv): mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi dan dapat
bercampur dengan air, volume pemberian 1-10 mL. Larutan biasanya isotonis atau
hipertonis. Jika hipertonis maka harus diberikan perlahan-lahan. Jika dosis tunggal
dan diberikan lebih dari 15 mL, tidak boleh mengandung bakterisida, dan jika lebih
dari 10 mL harus bebas pirogen. Pemberian lebih dari 10 mL umumnya disebut infus,
larutan diusahakan isotonis dan diberikan dengan kecepatan 50 tetes/menit dan lebih
baik pada suhu badan.
5. Injeksi intraarterium (ia): mengandung cairan non iritan yang dapat bercampur dengan
air, volume yang disuntikkan 1-10 mL dan digunakan bila diperlukan efek obat yang
segera dalam daerah perifer. Tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intrakardial (ikd): berupa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat,
disuntikkan ke dalam otot jantung atau ventrikulus. Tidak boleh mengandung
bakterisida.
7. Injeksi intratekal (it), intraspinal, intradural: disuntikkan ke dalam saluran sum-sum
tulang belakang (antara 3-4 atau 5-6 lumba vertebra) yang berisi cairan cerebrospinal.
Berupa larutan, harus isotonis, harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan syaraf di
daerah ini sangat peka.
8. Injeksi intratikulus: disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam rongga sendi.
9. Injeksi subkonjungtiva: disuntikkan pada selaput lendir mata bawah, umumnya tidak
lebih dari 1 mL
10. Injeksi yang lain: (a) intraperitoneal (ip): disuntikkan langsung ke dalam rongga
perut; (b) peridural (pd), ekstra dural: disuntikkan ke dalam ruang epidura, terletak di
atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sum-sum tulang belakang; (c)
intrasisernal (is): disuntikkan pada saluran sum-sum tulang belakang pada otak.
Bentuk-bentuk Sedian Injeksi
1. Larutan air: merupakan bentuk yang paling sederhana dan banyak digunakan. Bentuk
larutan air dapat digunakan untuk semua rute pemberian.
2. Suspensi air: biasanya diberikan dalam rute intramuscular(im) dan subkutan (sc).
Suspensi tidak pernah diberikan secara intravena (iv), intraarteri, inraspinal,
inrakardiak, atau injeksi optalmik. Ukuran partikel suspensi biasanya kecil dan
distribusi ukuran partikel harus dikontrol untuk meyakinkan partikel dapat melewati

jarum suntik saat pemberian. Ukuran partikel tidak boleh membesar dan tidak boleh
terjadi caking saat penyimpanan.
3. Larutan kering: untuk sediaan yang larut dalam air, tetapi tidak stabil di air.
4. Larutan minyak: dibuat bila zat aktif tidak larut air tetapi larut dalam minyak dan
diberikan melalui im. Larutan minyak menimbulkan efek depo, untuk masalah iritasi
dan sensitisasi, suspensi air lebih dipilih dibanding larutan minya.
5. Suspensi minyak: injeksi suspensi bisa juga dibuat dalam pembawa minyak,
meskipun pembuatannya lebih jarang dibanding suspensi air. Suspensi minyak dapat
menimbulkan efek depot/lepas lambat pada rute pemberian im.
6. Injeksi minyak: senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk
injeksi minyak. Sediaan ini secara umum digunakan dengan rute im, dan pada
keadaan normal tidak digunakan untuk rute lain.
7. Emulsi: zat yang bersifat lipofilik juga dapat dibuat dalam bentuk emulsi o/w. Zat
dapat dilarutkan dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah benbentuk minyak.
Droplet minyak harus dikontrol dengan hati-hati dan pada saat penyimpanan agar
emulsi tidak pecah. Ukuran droplet ideal 3 m. Biasanya dalam bentuk nutrisi
parenteral.
8. Larutan koloidal: biasanya diberikan melalui rute im.
9. Sistem pelarut campur: banyak kondisi klinik sangat diperlukan suatu zat dibuat
dalam bentuk larutan sejati, agar siap bercampur dengan larutan iv ketika diberikan.
Untuk zat yang sukar larut dalam air, maka selain digunakan dalam bentuk garam atau
diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa zat dapat pula diformulasi dalam
pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan polaritas pembawa sehingga
zat lebih larut. Pemberian biasanya mengiritasi, toksik dan menimbulkan rasa nyeri.
Pemberian intravena perlu dilakukan perlahan untuk mencegah presipitasi zat aktif.
Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksitas.
10. Larutan terkonsentrasi: berupa konsentrat dan diberikan dengan dilarutkan dahulu di
dalam larutan iv.
11. Serbuk untuk injeksi: beberapa zat yang tidak stabil dalam air, sehingga dibuat dalam
bentuk serbuk untuk injeksi. Sediaan ini bisa berupa serbuk dry filled atau serbuk
liofilisasi (freeze dried).
12. Implant: biasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud pemberian lambat,
ditunda atau dikontrol, dimana pemberian tidak dapat dilakukan via oral.

Anda mungkin juga menyukai