Disusun Oleh :
1. Errika Ayu Prahasti
2. Ririn Setiyani
(11030234004)
(11030234011)
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah review jurnal ini dengan
baik. Makalah ini disusun dari hasil kajian beberapa jurnal sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Sintesis dan Karakterisasi Senyawa
Organotin-Fosfor II.
Dalam penulisan makalah ini, kami telah banyak mendapatkan bimbingan
dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen pengampu mata kuliah Senyawa Organologam yang telah banyak
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini.
2. Orang tua, keluarga dan rekan-rekan yang selalu memberikan dukungan
dan perhatian kepada kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga
kritik dan saran dari seluruh pihak sangat kami harapkan. Semoga makalah ini
dapat memberikan informasi yang bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi .............................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah..................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian................................................................ 3
1.4. Manfaat Penelitian............................................................. 3
BAB II Tinjauan Pustaka......................................................................... 4
2.1. Sifat Fisik dan Kimia Timah.............................................. 4
2.2. Senyawa Organologam...................................................... 5
2.3. Senyawa Organotimah....................................................... 6
2.4. Metode Sintesis Organotimah ........................................... 8
2.5. Organophosphorus............................................................. 9
2.6. Karakterisasi Senyawa Organologam................................ 10
2.6.1. Spektroskopi Inframerah............................................ 10
2.6.2. Instrumentasi Spektroskopi NMR.............................. 13
2.6.2.1. Tempat Sampel...................................................... 14
2.6.2.2. Celah Magnet........................................................14
2.6.2.3. Ossilator Frekuensi Radio.....................................14
2.6.2.4. Detektor Radio Frekuensi.....................................15
2.6.2.5. Pencatat.................................................................15
2.6.2.6. Penerapan Spektroskopi NMR..............................15
2.7. Insektisida..........................................................................16
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Senyawa organologam telah sejak lama diketahui dan digunakan sebagai
biosidal dalam b i d a n g p e r t a n i a n d a n i n d u s t r i (Ma, 2009). Dalam ilmu
kimia, senyawa organologam merujuk pada molekul yang terbentuk dari
penggabungan ligan organik maupun anorganik dan ion logam. Senyawa
organologam telah diketahui beberapa abad yang lalu, seperti senyawa alkil
dengan zink, merkuri, dan arsenik. Tetapi perkembangan kimia organologam
untuk unsur-unsur peralihan boleh dikatakan masih agak baru. Salah satu
perkembangannya saat ini yaitu kegunaan senyawa-senyawa organologam dari
hasil sintesis. Beberapa organologam terbentuk secara irreversibel, dan banyak
diantara mereka yang memiliki ikatan yang cukup kuat. Banyak sintesis senyawa
organologam yang telah dilakukan menghasilkan senyawa antara sebagai katalis
yang dapat membantu dalam reaksi-reaksi kimia. Proses sintesis senyawa
organologam tersebut dapat melalui beberapa tipe reaksi antara lain reaksi
subtitusi, reaksi adisi-oksidatif, reaksi insersi-migrasi, reaksi reduksi-eliminasi
dan reaksi nukleofilik-elektrofilik. Pemilihan metode reaksi perlu diperhatikan
mengenai kondisi yang dihadapi bergantung pada komponen penyusun maupun
fasa dari zat yang akan dibentuk
Logam
yang
digunakan
dalam
sintesis
senyawa
ini
lebih ikatan kovalen antara timah dan karbon. Ada empat seri senyawaan
organotimah, tergantung pada jumlah ikatan karbon-timah. Seri-seri
tersebut ialah mono-, di-, tri-, dan tetraorganotimah, yang dapat dirumuskan
sebagai RnSnX4-n (Ma, 2009).
Gugus R p a d a s e n y a w a a n o r g a n o t i m a h b i a s a n y a b e r u p a
m e t i l , b u t i l , o k t i l , a t a u f e n i l . Senyawa organotin merupakan senyawa
yang mengandung tetravalen pusat Sn dan diklasifikasikan sebagai mono-, di-, tridan tetraorganotin (IV) , tergantung pada jumlah gugus alkil (R) atau aril (Ar)
(Pellerito,2002). X umumnya berupa klorida, fluorida, oksida, hidroksida, atau
karboksilat. Bertambahnya bilangan koordinasi bagi timah dimungkinkan terjadi,
karena atomnya memiliki orbital d.
Sintesis senyawa organotimah dapat dilakukan dengan metode Grignard,
atau Rochow. Banyak penelitian telah melaporkan bahwa organotin telah banyak
disintesis dan dimanfaatkan dalam dunia industri maupun pertanian. Al-Deyab
(2010) melaporkan bahwa organotin telah digunakan dalam industri dan pertanian
dan aplikasinya dalam industri plastik, cat, fungisida dan disinfektan, begitu
halnya dengan senyawa organophosphorus merupakan senyawa yang sangat
penting dalam berbagai aplikasinya misalnya sebagai antioksidan, dan agen
penstabil resisten korosi, biosidal. (Al-Diab, 1993)
Penggabungan gugus organotin dan senyawa fosfor dapat meningkatkan
efek biosidal (Al-Deyab, 2010). Penelitian terdahulu juga menjelaskan bahwa
organotin yang digabungkan dengan organofosfor akan menghasilkan efek
insektisi dan dan fungisida yang besar (Al-Deyab,2010).
Gugus organotin misalnya adalah butiltin-moiety yang digabungkangkan
dengan senyawa fosforus. Saat ini senyawa organotin-fosforus berasal dari
fosfonat yang disintesis secara cepat dengan tri-n-butiltin yang langsung terikat
pada cincin benzen (Al-Diab, 1993). Al-Diab (1993) mensintesis organotinfosforus yang dipreparasi dari amina yang mengandung gugus tri-nbutilstanniloksi dengan reaksi amina baru dengan difenil fosfit. Al-Deyab, 2010
juga melaporkan teknik baru dalam sintesis organotin dan fosfor menghasilkan anilinometil fosfonat.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk
mengetahui
mekanisme
sintesis
-anilinometilfosfonatyang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sifat Fisik dan Kimia Timah
Timah merupakan unsur golongan IVA (grup) 14 dalam tabel periodik
bersama dengan karbon, silikon, germanium, dan timbal. Lambang timah dalam
tabel periodik adalah Sn (Stannum) dengan nomor atom 50, nomor massa
relatifnya 118,7. Sebagai anggota dalam golongan IVA, struktur geometri SnCl 4
yang telah dikarakterisasi ialah tetrahedral seperti CCl4. Pada suhu ruang,
keduanya cairan tidak berwarna yang titik didihnya masing-masing 114oC dan
77oC (pada tekanan atmosfer). Diluar keadaan tersebut, keduanya menunjukkan
karakter yang cukup berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan karena ukuran
atom Sn yang lebih besar dibandingkan dengan atom C dan dimilikinya orbital 5d
pada atom Sn. Kedua faktor tersebut, membuat Sn memungkinkan untuk
berikatan lebih (ekstra koordinasi) dengan ligan-ligannya. Dalam hal tersebut,
timah memiliki bilangan koordinasi yang dapat lebih dari empat.
Hal tersebut dibuktikan dengan reaksi SCl4 dengan Cl- dalam air yang membentuk
anion oktahedral SnCl62SnCl4 + 2Cl- SnCl62Tidak seperti SnCl4, SnR4 tidak stabil untuk membentuk koordinasi enam.
Umumnya kecenderungan untuk membentuk koordinasi enam menurun seiring Cl
yang disubstitusi oleh R dalam senyawa RnSnCl4-n dengan urutan sebagai berikut :
SnCl4 > RSnCl3 > R2SnCl2 > R3SnCl > R4Sn
Konfigurasi elektron dari unsur timah yaitu [Kr] 4d10 5s2 5p2
Timah dapat mengalami hibridisasi sp3 sama seperti atom-atom yang
segolongan dengannya (seperti atom karbon). Dari hibridisasi tersebut,
memungkinkannya untuk membentuk empat ikatan valensi dengan atom lain.
Adapun bentuk molekul senyawanya dapat diramalkan dengan teori VSEPR
(Valence Shell Electron Pair Repulsion) atau teori tolak menolak pasanganpasangan elektron pada kulit luar atom pusatnya. Geometri molekul yang
dan
atau
tipe
organotimah.
Kecenderungan
naiknya
derajat
namun produk yang dihasilkan umumnya kurang stabil daripada senyawasenyawaan organo dengan logam dari unsur golongan utama.
c. Senyawaan yang terikat secara nonklasik. Dalam banyak senyawaan
organologam terdapat suatu jenis ikatan logam pada karbon yang tidak
dapat dijelaskan dalam bentuk ionik atau pasangan elektron/kovalnsi.
Salah satu alkil terdiri dari Li, Be dan Al yang memiliki gugus-gugus alkil
berjembatan. Dalam hal ini, terdapat atom yang memiliki sifat kekurangan
elektron seperti atom Boron pada B(CH3)3. Dalam hal ini, atom B
termasuk golongan IIIA, dimana memiliki 3 elektron valensi, sehingga
cukup sulit untuk membentuk konfigurasi oktet dalam senyawaannya. Ada
kecenderungan untuk memanfaatkan orbital-orbital kosong pada atom B
dengan menggabungkan pada gugus suatu senyawa yang memiliki
kelebihan pasangan elektron menyendiri.
Atom logam yang terikat pada karbon banyak ditemui dalam banyak
cabang kimia. Beberapa unsur logam tertentu dibutuhkan dalam metabolisme
tubuh manusia. Klorofil dan hemoglobin mengandung atom logam. Katalisis
reaksi organik oleh senyawa logam transisi adalah salah satu bidang kimia yang
berkembang pesat dan penting dari segi ekonomi.
2.3 Senyawa Organotimah
Senyawa organotimah merupakan monomer yang dapat membentuk
makromolekul stabil, padat dan cairan yang sangat mudah menguap dan tidak
berwarna serta stabil terhadap hidrolisis dan oksidasi. Atom halogen, khususnya
klor yang dimiliki oleh senyawa organotimah mudah lepas dan berikatan dengan
senyawa-senyawa yang mengandung logam natrium atau ion logam positif
lainnya. Meskipun kekuatan ikatannya bervariasi, akan tetapi atas dasar sifat
itulah senyawa-senyawa turunan organotimah dapat disintesis. Senyawa turunan
organotimah yang berhasil disintesis pertama kali tahun 1971 adalah [MeSn(4anisil)(1-naftil)(CH2CH2C(OH)Me2)] (Asrial,2010)
Senyawa organotimah adalah senyawa organometalik yang disusun oleh satu
atau lebih ikatan antara atom timah dengan atom karbon (Sn-C). Senyawa ini
umumnya adalah senyawa antropogenik, kecuali metiltin yang mungkin
6
dapat disintesis
biosida
pertanian
antikanker/antitumor.
yang
Keaktifan
terus
biologis
meningkat,
dari
senyawa
antifungi,
agen
organotimah(IV)
ditentukan oleh jumlah dan sifat dasar dari gugus organik yang terikat pada atom
pusat Sn. Anion yang terikat hanya sebagai penentu sekunder keaktifan senyawa
organotimah(IV) (Elianasari,2012).
2-feniletil dithiokarbamat, thiohidrazide dan thiodiamin dengan dibenziltin
(IV) klorida, tribenziltin (IV) klorida dan di (para-klorobenzil) timah (IV)
diklorida telah disintesis dan diselidiki dalam 1: 2 dan 1: 1 rasio molar. Ligan
dithiokarbamat bertindak sebagai bidentat monoanionik dan thiohidrazid,
thiodiamin bertindak sebagai ligan bidentat (Singh,2008).
Di antara kompleks organotin, organotin karboksilat adalah salah satu
yang paling banyak ditemui karena memiliki keragaman struktur yang besar,
seperti monomer, dimer, tetramers, oligomer dan polimer, dll. Dari struktural
sudut pandang, asam dikarboksilat dapat berpotensi menjadi monodentat,
bidentat, tridentate dan ligan tetradentate, dan juga mungkin intermolecularly
bridging atau intramolecularly chelating ligan atau sebagai ligan pengkhelat
(Ma,2009).
2.4 Metode Sintesis Organotimah
Beberapa metode untuk sintesis senyawaan organotimah telah banyak
dikenal. Material awal seperti SnCl4 dan triorganotimah halida lazim digunakan
sebagai material awal untuk mensintesis berbagai senyawaan organotimah.
Beberapa metode yang umumnya digunakan dalam mensintesis senyawaan
organotimah seperti:
a. Metode Grignard, metode ini merupakan metode pertama yang
dilakukan di USA dan Eropa Barat dalam memproduksi senyawaan
organotimah. Metode ini memerlukan kondisi reaksi yang inert, jauh
dari nyala api secara langsung, dan bersifat in situ.
4 RCl + 4Mg 4 RMgCl
4 RMgCl + SnCl4 R4Sn + 4 MgCl2
akrilik
dengan
gugus
organotin
menemukan
luas
elektron
seperti
UV.
Absorpsi
hanya
mengakibatkan
membesarnya amplitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain. Intensitas
radiasi berbanding lurus dengan banyaknya foton.
Analogi dalam spektroskopi IR, dapat dibayangkan suatu ikatan sebagai
pegas yang memiliki frekuensi osilasi yang khas untuk tiap jenis ikatan. Jika
frekuensi energi elektromagnetik IR yang dilewatkan suatu molekul sama dengan
frekuensi mengulur dan atau menekuknya ikatan, maka energi tersebut akan
diserap. Bila suatu molekul menyerap sinar IR, energi tersebut akan menyebabkan
kenaikan amplitudo getaran aom-atom yang terikat itu. Dalam hal tersebut,
molekul dikatakan berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi. Serapan tersebut
yang dapat direkam oleh suatu spektofotometer IR.
Gerakan osilasi tersebut tergantung pada kekuatan ikatan dan massa atomatom yang berikatan (masa tereduksi). Ikatan yang paling sukar diulur adalah
ikatan antara satu atom bermassa besar dengan satu atom bermassa ringan. Data
literatur menunjukkan bahwa ikatan C-H memiliki frekuensi uluran yang tinggi
karena perbedaan massa yang besar antara atom C dan H. Untuk ikatan C-H,
dengan ikatan rangkap tiga memiliki frekuensi uluran yang lebih tinggi dari pada
C dengan ikatan rangkap dua atau ikatan tunggal.
10
Tipe Ikatan
Keterangan
gelombang
(cm-1)
3200-3600
3350-3500
3310-3320
C-H asetilenik
memberikan serapan
Terdapat pada semua molekul organik,
karenanya kegunaannya untuk analisis
gugus fungsi terbatas
3000-3100
2850-2950
CH alkana
2500-3600
-COOH
1680-1700
R-CON<
muncul puncak.
Teknik analisis dengan IR lebih sesuai diterapkan dalam senyawa yang
memiliki ikatan kovalen. Biasanya spektroskopi infra merah sedang ialah yang
paling sering digunakan, terutama untuk identifikasi senyawa-senyawa organik.
Spektroskopi IR dapat mengidentifikasi gugus-gugus tertentu dari suatu zat,
terutama senyawa organik.
Uluran gugus karbonil bersifat khas dan umumnya terjadi pada sekitar
1600-1800 cm-1. Adapun vibrasi Sn-C biasanya terjadi pada bilangan gelombang
dibawah 650 cm-1. Puncak absorpsi untuk vibrasi Sn-Cl dari senyawa
triorganotimah klorida biasanya muncul di daerah 335-380 cm -1. Hilangnya
puncak pada daerah 335-380cm-1 setelah dilakukan reaksi tahap ketiga,
menunjukkan telah terputusnya ikatan Sn-Cl dan dapat diperkirakan adanya ikatan
12
baru yang terbentuk yaitu ikatan Sn-OCOR. Menurut literatur yang ada, hal
tersebut umumnya terjadi pada triorganotin (IV) karboksilat. Puncak absorpsi
vibrasi Sn-C dan Sn-O biasanya muncul masing-masig pada range 522-576 dan
429-465 cm-1.
2.6.2. Instrumentasi spektroskopi NMR
13
14
2.7 Insektisida
Insektisida berasal dari dari kata insect, yang berarti serangga dan cide
artinya membunuh. Secara harfiah insektisida di artikan sebagai bahan kimia yang
digunakan untuk membunuh atau mengendalikan serangga hama. Insektisida
adalah semua bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah,
merusak, menolak atau mengurangi serangga hama. Pengertian bahan dapat
diartikan dapat berupa bahan kimiawi maupun bahan non kimiawi.
2.7.1 Cara kerja insektisida
Kita telah mengetahui bahwa insektisida adalah bahan racun yang
mematikan serangga, tetapi bagaimana proses insektisida mematikan serangga
masih tanda tanya. Umumnya informasi tentang insektisida untuk pengguna
adalah tentang efikasi, cara penggunaan dan keamanannya. Proses bagaimana
insektisida meracuni dan mematikan serangga (mode of action) hanya disebut
secara garis besar seperti racun kontak, racun perut, atau racun pernafasan.
Kebanyakan insektisida seperti organofosfor , maupun organotin sintetik dan
lainnya bekerja dengan mengganggu sistem syaraf.
Sistem saraf adalah suatu organ yang digunakan untuk merespon
rangsangan baik dari luar maupun dari dalam sehingga serangga dapat hidup dan
berkembang. Sistem saraf terdiri dari banyak sel saraf (neuron) yang saling
berhubungan yang menyebar ke seluruh tubuh. Secara tipikal bentuk neuron di
salah satu ujungnya berupa semacam serabut yang disebut dendrit dan diujung
15
melalui
sinap.
Di
daerah
sinap
impul
saraf
diteruskan
oleh
Insektisida
organofosfor
dan
karbamat
mengikat
enzim
16
BAB III
METODE PENELITIAN
17
18
hasil campuran
yang dihasilkan
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Mekanisme Sintesis Senyawa Organotimah-fosfor
Penelitian mengenai
metilfosfonat IVa-c telah dilakukan dengan basa Schiff. Senyawa basa Schiff
memiliki gugus azometina disintesis dari turunan aldehida atau keton dengan
amina primer serta dapat bertindak sebagai ligan multidentat. Senyawa basa Schiff
dengan ion logam transisi merupakan senyawa penting dalam berbagai keperluan
reaksi-reaksi kimia baik sebagai polimerisasi, oksidasi, reduksi maupun sebagai
katalis yang memiliki efektifitas yang tinggi. Struktur ligan basa Schiff memiliki
beberapa potensi sifat yang menarik sebagai pengkhelat. Pertama, ligan basa
Schiff dapat membentuk jembatan dan model koordinasi lebih dari satu sehingga
memungkinkan sintesis berhasil menjadi homo dan/atau heteronukleo dengan
atom pusat. Kedua, ligan basa Schiff memiliki kemampuan mendonorkan lebih
dari satu pasangan elektronnya dari atom O dan/atau N ke orbital d ion logam
transisi, sehingga memberi struktur dan sifat tertentu . Ligan basa Schiff biasanya
dibentuk oleh kondensasi amina primer dan aldehida atau keton. Gugus imina (R 1
HC = N-R2) berpartisipasi dalam mengikat ion logam melalui nitrogen atau
oksigen pasangan elektron bebas. Seperti aldehida, keton yang juga mampu
membentuk ligan basa Schiff (R1 R2 C = N-R3), meskipun ligan basa Schiff
dengan keton terbentuk agak sukar dibandingkan dengana adehida. Jumlah dan
jenis pendonoran yang berada disekitar struktur ligan basa Schiff sangat
mempengaruhi sifat, aplikasi dan bentuk geometris struktur senyawa kompleks
yang akan dibangun, sehingga perlu ditinjau dan dipelajari berbagai pengaruh dari
jenis gugus-gugus fungsi awal ligan dipersiapkan . Sintesis basa Schiff dilakukan
dengan metode kondensasi melalui perbandingan mol diikuti oleh dehidrasi untuk
menghasilkan imina (Sembiring, 2013).
20
Gambar 4.1 -anilinometil phosponat IV dengan substituen 4kloroanilin, 3-Trifluoromethaanilin, dan 3-metoksianilin
Kelompok alkyltin aktif pertama kali melekat pada posisi meta dari cincin
benzena dan aldehida yang dihasilkan kemudian dibiarkan bereaksi dengan anilin,
subtituen
anilin
yang
dipilih
antara
lain
seperti
p-kloroanilin,
m-
21
Tabel 4.1 Karakter fisika dari senyawa hasil sintesis berupa senyawa organotinphosphor
Tabel 4.2 Analisis mikro elemen yang terkandung pada senyawa organotinphosphor
4.2 Analisis C-NMR
Secara umum resonansi
13
diperlihatkan pada Tabel 4.3 di mana ada lebih dari tiga cincin benzena sehingga
untuk menentukan pergeseran kimianya lebih sulit dari pada penentuan pergeseran
kimia untuk senyawa awal (I, II, benzaldehida, anilin, p-kloroanilin, mtrifluoromethylaniline, m-methoxyaniline, dan difenil fosfit) yang pergeseran
kimianya ditujukan oleh Tabel 4.4.
Karbon kuaterner dari C-1, C-3, C'-1, C'-3, C'-4, C'-5, dan C''-1 yang
mudah diidentifikasi karena sinyalnya sangat berbeda dibanding karbon
lainnya,karena atom C tersebut merupakan karbon kuarterner. Sebagai contoh,
13
13
pada atom C dengan nomor muncul di 53.15 ppm dan 59,32 ppm, yang
menunjukkan spin-spin coupling (perjodohan spin) sehingga puncak yang
dihasilkan akan bergerombol (Kristianingrum). Hal ini terpengaruh adanya inti 31P
dan 13C.
Pada identifikasi C-NMR 13C dengan gugus R berupa 4-Cl, 3-CF3, 3-OCH3
yang ditujukan pada Tabel 4.3. Puncak Sn-CH2 memiliki pergeseran kimia pada
29,0 ppm dengan puncak triplet, hal ini diketahui dari proton yang diikat oleh
atom C. CH2CH2- memiliki pergeseran kimia pada 27,8 dan 13,6 ppm,
pergeseran yang dimiliki sebanyak dua dikarenakan CH 2 terpengaruh dengan
gugus Sn dan gugus CH3 yang menjadi tetangganya. Pergeseran yang besar
dimiliki oleh -CH2 yang dekat dengan gugus Sn. CH3 memiliki pergeseran
kimia sebesar 9,6 ppm dengan puncak sebanyak 4, pada C0 dengan gugus R
berupa 4-Cl mengalami pergeseran pada daerah 59,2 dan 53,0 ppm dua pergeseran
kimia ini dipengaruhi oleh interaksi dengan inti 31P dan 13C. Pada C0 dengan gugus
R berupa 3-CF3 mengalami pergeseran pada daerah 59,4 dan 53,2 ppm , pada C 0
dengan gugus R berupa 3-OCH 3 mengalami pergeseran pada daerah 60,1 dan 54,0
ppm. Pada atom C nomor 1 pergeseran kimia berada pada daerah 136,0 ppm
dengan puncak singlet, sedangkan pada atom C dengan nomor 2 memiliki puncak
singlet dengan pergeseran kimianya pada daerah 136,5 ppm. Pada gugus R 4-Cl
persegeseran kimia untuk C dengan penomoran 3 berada pada 146,8 dengan
puncak singlet, pada gugus R 3-CF3 dan 3-OCH3 puncak yang dihasilkan adalah
singlet karena atom karbon ini merupakan atom karbon kuartener dengan
besarnya pergeseran kimia sebesar 142,4 ppm. Pada atom C yang diberi nomor 4
dihasilkan puncak duplet dengan pergeseran kimia berada pada 143,3 ppm untuk
gugus R berupa 4-Cl, sementara untuk 3-CF3 dan 3-OCH3 berada pada daerah
142,4 ppm. Pada C5 pergeseran kimia yang dihasilkan pada daerah 128,2 ppm
untuk gugus R berupa 4-Cl, untuk gugus R berupa 3-CF3 berada pada 128,3 dan
gugus R berupa 3-OCH3 berada pada pergeseran kimia 127,9 dengan puncak
duplet. Pada C6 puncak yang dihasilkan adalah duplet untuk gugus R berupa 4-Cl
dan 3-CF3 menghasilkan pergeseran kimia pada daerah 129,5 ppm, pada gugus R
3-OCH3 menghasilkan pergeseran kimia sebesar 128,3 ppm.
23
Pada analisis C-NMR pada cincin benzena kedua, dengan gugus R 4-Cl
atom C1 pergeseran kimianya sebesar 147,4 ppm dengan puncakberupa singlet,
sementara untuk R berupa 3-CF3 pergeseran kimianya sebesar 146,4 ppm, untuk
gugus R berupa 3-OCH3 pergeseran kimianya sebesar 142,6 ppm. C2 dengan
gugus R berupa 4-Cl pergeseran kimianya sebesar 113,9 ppm, untuk gugus R
berupa 3-CF3 pergeseran kimianya sebesar 115,1 ppm, untuk gugus R berupa 3OCH3 pergeseran kimianya sebesar 91,9 ppm dengan puncak berupa duplet.
Pergeseran kimia untuk C3 dengan gugus R berupa 4-Cl sebesar 135,0 ppm
dengan puncak duplet, dengan gugus R berupa 3-CF3 pergeseran kimianya sebesar
139,0 ppm dengan puncak singlet, dengan gugus 3-OCH3 pergeseran kimianya
sebesar 153,8 ppm dengan puncak berupa singlet.
Pada C4 dengan gugus R berupa 4-Cl pergeseran kimianya sebesar 118,1
ppm dengan puncak berupa singlet, untuk gugus R 3-CF3 pergeseran kimianya
berupa 119,3 ppm puncak yang dihasilkan berupa duplet, untuk gugus R berupa 3OCH3 pergeseran kimianya seebesar 120,4 ppm dengan puncak berupa duplet.
Pada analisis C5 dengan gugus R berupa 4-Cl pergeseran kimia yang dihasilkan
sebesar 129,7 dengan puncak berupa duplet, pada gugus R berupa 3-CF3
pergeseran kimianya sebesar 129,0 ppm dengan puncak berupa duplet , untuk
gugus R berupa 3-OCH3 pergeseran kimia yang dihasilkan berada pada 153,8 ppm
dengan puncak duplet. Pada analisis C-NMR untuk atom C yang diberi nomor C 6
pergeseran kimia yang dihasilkan sebesar 112,2 ppm, 120,8 ppm, dan 91,9
berturut-turut untuk gugus R berupa 4-Cl, 3-CF3 dan 3-OCH3 degan puncak
berupa duplet.
Pada analisis C-NMR dengan C1 dengan gugus R berupa 4-Cl dihasilkan
pergeseran kimia sebesar 150,4 dan 149,8 ppm dengan puncak berupa singlet,
pergeseran kimia yang dihasilkan dipengaruhi oleh atom O dan atom C sehingga
menghasilkan dua pergeseran kimia. Pada gugus R berupa 3-CF 3 pergeseran kimia
yang dihasilkan sebesar 150,5 dan 150,1 ppm dengan puncak singlet, pada gugus
R berupa 3-OCH3 pergeseran kimia yang dihasilkan sebesar 150,5 dan 150,4 ppm
dengan puncak singlet pergeseran kimia yang dihasilkan sebanyak dua karena
dipengaruhi oleh atom O dan C. Pada atom C nomor 2 dan 6 identik sehingga
C2,6 a diperoleh pergeseran kimia untuk gugus R 4-Cl sebesar 120,7 dan 120,5
24
ppm pada gugus R 3-CF3 pergeseran kimia yang dihasilkan sebebsar 120,6 dan
120,4 ppm, dan pada gugus R berupa 3-OCH3 pergeseran kimia yang dihasilkan
sebesar 130,9 dan 130,9 ppm , dengan puncak yang dihasilkan C2,6
adalah
duplet. Pada atom C nomor 3 dan 5 identik sehingga C3,5 a diperoleh pergeseran
kimia 130,2 dan 130,2 ppm untuk gugus 4-Cl, sementara utuk gugus R berupa 3CF3 pergeseran kimia yang dihasilkan sebesar 129,5 dan 129,5 ppm, untuk gugus
R berupa 3-OCH3 pergeseran kimia yang dihasilkan sebesar 130,9 dan 130,9 ppm
dengan dengan puncak yang dihasilkan oleh C3,5 a adalah duplet. Pada C4 pada
gugus R berupa 4-Cl pergeseran kimianya sebesar 127,3 ppm dengan puncak
duplet, untuk gugus R berupa 3-CF3 pergeseran kimianya sebesar 127,9 ppm,
untuk gugus R berupa 3-OCH3 pergeseran kimianya sebesar 127,8 ppm semuanya
memiliki puncak duplet.
25
Tabel 4.4 Hasil analisis 13C-NMR starting senyawa atau senyawa awal sintesis
4.3 Analisis H-NMR
Hasil analisis menggunakan instrumen 1H-NMR dari senyawa yang
disintesis yaitu senyawa organotimah-fosfor senyawa yang diringkas dalam Tabel
4.5.
26
diikat sebanyak 27 H. Pada gugus fungsi CHO yang terikat pada senyawa II 3(Tri-n-butilstannil) diperoleh pergeseran kimia sebesar 10,3 ppm dengan jumlah
atom H yang terikat sebanyak 1 H. Pada atom C yang mengikat 1 H pada gugus
benzena memiliki pergeseran kimia sebesar 7,7 ppm, dengan proton yang diikat
sebanyak 4 H.
Pada senywa 1Va yaitu -anilinometil fosfonat IV dengan subtituen 4kloroanilin analisis H-NMRnya adalah sebagai berikut : gugus 3(-(CH 2)3CH3)
diperoleh pergeseran kimia 0,6 1,8 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 27
H. Gugus P-CH-N- diperoleh pergeseran kimia sebesar 4,7 ppm dengan proton
yang diikat adalah 1 H. Gugus NH yang terikat pada senyawa -anilinomethyl
fosfonat IV dengan subtituen 4-kloroanilin memiliki pergeseran kimia sebesar 5,4
ppm dengan proton yang diikat sebanyk 1 atom H. Pada atom C yang memiliki 1
atom H pada benzena sebanyak 3 yang dimiliki oleh -anilinometil fosfonat yang
tersubstitusi pada gugus R nya oleh 3-Cl memiliki pergeseran kimia sebesar 6,5
6,7 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 18 H.
Pada senyawa 1Vb yaitu -anilinomethyl fosfonat IV dengan subtituen 3Trifluorometaanilin analisis H-NMRnya adalah sebagai berikut : gugus 3((CH2)3CH3) diperoleh pergeseran kimia 0,6 1,7 ppm dengan proton yang diikat
sebanyak 27 H. Gugus P-CH-N- diperoleh pergeseran kimia sebesar 4,8-5,0 ppm
dengan proton yang diikat adalah 1 H. Gugus NH yang terikat pada senyawa anilinometil fosfonat IV dengan subtituen 3-Trifluorometaanilin memiliki
pergeseran kimia sebesar 5,3-5,4 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 1 atom
H. Pada atom C yang memiliki 1 atom H pada benzena sebanyak 3 yang dimiliki
oleh -anilinometil fosfonat yang disubstitusi oleh 3-Trifluorometaanilin memiliki
pergeseran kimia sebesar 6,6 7,6 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 18 H.
Sementara analisis H-NMR pada senywa 1Vc yaitu -anilinometil fosfonat
IV dengan subtituen 3-Metoksianilin analisis H-NMRnya adalah sebagai berikut :
gugus 3(-(CH2)3CH3) diperoleh pergeseran kimia 0,6 1,6 ppm dengan proton
yang diikat sebanyak 27 H. Gugus P-CH-N- diperoleh pergeseran kimia sebesar
3,8 ppm dengan proton yang diikat adalah 1 H. Gugus NH yang terikat pada
senyawa -anilinometil fosfonat IV dengan subtituen 3-3-metoksianilin memiliki
pergeseran kimia sebesar 5,4 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 1 atom H.
27
Pada atom C yang memiliki 1 atom H pada benzena sebanyak 3 yang dimiliki
oleh -anilinometil fosfonat yang disubstitusi oleh 3-metoksianilin memiliki
pergeseran kimia sebesar 6,25 7,6 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 18
H.
4.4 Analisis FT-IR
Hasil analisis instrumen FT-IR dari senyawa hasil isolaso yang dihasilkan
dapat dilihat pada (Tabel 4.6).
instrumen FT-IR
diperlihatkan dengan hilangnya puncak pada 1700 cm-1 dan munculnya puncak di
3290, 3310, 3320 cm-1 dan pada 1580 cm-1 yang menunjukkan adanya regangan
dari tekuk NH.
28
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa sintesis anilinometil
phosponat
yang
tersubstitusi
anilin
4-kloroanilin,
3-
anilin
4-kloroanilin,
3-triflorometananilin,
3-metoksianilin
29
DAFTAR PUSTAKA
Al-Deyab. 2010. Synthesis and Characterization of Organotin Containing
Copolymers: reactivity Ratio Studies. J. Molekul. Hal 1784-1797
Al-Diab, S.S. 1989. Synthesis and Characterization of Novel OrganotinPhosphorous Compounds. Inorg. Chim Acta 1989. 160, 93-97.10
Al-Diab, S.S. 1986. Sythesis of Novel Orgnotin Copolymers. J. Chem. Res 1986.
306-307
Asrial; Edelmann, Frank T.S. 2010. Senyawa Turunan Organotimah: Sintesis dan
Struktur Kristal Trifeniltimah Pentasiano Propenida [(C6H5)3Sn]
[C3(CN)5]2H2O.
Chemisches
Institut
derOtto-von-GuerickeUniversitaet Madeburg, Germany
Elianasari; Hadi, S. 2012. Aktivitas In Vitro dan Study Perbandingan Beberapa
Senyawa Organotimah (IV) 4-Hidroksibenzoat Terhadap Sel Kanker
Leukimia. L-1210. J. Sains MIPA.
Kristianingrum, Susila. Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti (NMR) (Nuclear
Magnetic Resonance).
Ma, C.; Wang, Y.; Zhang, R. 2009. New Organotin Complexes With Trans(Cis)-1,4-Cyclohexanedicarboxylic acid: Synthesis, Characterization and
Crystal Structure of Mononuclears, 2D Network Polymers and a Tetratin
Macrocycle. Inorg. Chi. Acta 2009, 362, 4137-4144
Marton, D.; Russo. U.; Stivanello, D.; Tagliavini, G.. 1996. Preparation of
Benzylstannes by Zinc-Mediated Coupling of Benzyl Bromides with
Organotin Derivates. Physicochemical Characterization and Crystal
Structures. J. Organoletallics. 645-1650
Michell, T.N., Diederich, F., Stang P.J., Eds.; Wiley-VCH. 1998. Organotin
Reagents in Cross-Coupling. In Metal Catalysis Cross-Coupling
Reactions. Germany; p. 157
Pellerito, L.; Nagy, L. 2002. Organotin (IV)n+ Complexes Formed With
Biologically Active Ligands: Equilibrium and Structural Studies, and
Some Biological Aspects. Coord. Chem. Rev. 2002, 224, 111-150
Purnomo, Wakhid Fajar. 2008. Senyawa Organotin (IV) Karboksilat:
Trimetiltimah N-Maleoilglisinat. Universitas Indonesia: FMIPA
30
31
32