I. Bab Ii
I. Bab Ii
Badan
ikan
tuna
berbentuk
cerutu,
menandakan
kecepatan
dalam
pergerakannya.
-
Penampang lintang badan ditutupi oleh sisik kecuali bagian dada mengeras
dan seperti perisai.
Warna punggung biru tua kadang-kadang hampir hitam yang cepat sekali
berubah bila ikan mati, sedangkan bagian perut bawah berwarna putih.
Tuna terdapat di perairan mana saja terutama yang mempunyai kadar air
garam tinggi dan dapat berpindah-pindah dengan jarak yang sangat jauh.
: Chordata
Sub Phylum
: Vertebrata
Class
: Teleostei
Sub class
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Sub ordo
: Scombroidae
Family
: Scombroidae
Genus
: Thunnus
Species
Hal ini ditambahkan oleh Opieg (2009), bahwa ikan tuna termasuk marga
thunnus, terdiri dari bermacam-macam jenis, antara lain: Yellowfin tuna (Thunnus
albacores), Bigeye tuna (Thunnus obesius), Bluefin tuna (Thunnus thynnus dan
Thunnus maccoyii), Albacore (Thunnus alalunga). Begitu banyak jenis thunnus
sehingga masih ada lagi jenis lain selain yang telah disebutkan diatas.
2.1.3. Jenis-Jenis Ikan Tuna
a. Albakora (Thunnus alalunga)
Ikan ini dikenal di dunia perdagangan dengan nama Albacore. Ikan ini
hidup pada kisaran suhu 10-300C dan lebih menyukai suhu sedang dari pada
suhu tinggi, menyebar secara luas di bagian utara Samudera Pasifik, bagian
Barat Daya Samudera Hindia sampai Selatan Nusa Tenggara, daerah
Mediterania dan sekitar teluk Meksiko di Samudera Atlantik.
Tuna Albakora mempunyai ciri-ciri badannya relatif pendek dibandingkan
dengan tuna besar lainnya seperti abu-abu, madidihang, dan mata besar.
Permulaan sirip dada terletak di belakang lubang insang, panjang dan
melengkung ke arah ekor hingga di belakang ujung sirip punggung kedua. Sirip
dada yang panjangnya mencapai sepertiga dari seluruh panjang badannya,
merupakan ciri khas dalam pengenalannya. Siripnya berwarna hitam. Warna
putih pada pinggir ekor sering menyulitkan untuk membedakannya dengan mata
besar yang masih muda. Pada bagian punggung badannya berwarna biru tua
dan berwarna perak yang semakin memudar kedalam perut. Tuna Albakor
sebagaimana pada Gambar 1.
bagian Barat serta perairan Selatan Jawa sampai pada 10 o LS. Hidup pada
kedalaman laut 20-120 m dengan suhu rata-rata 10-23 oC. Sirip punggung
berwarna keabu-abuan dengan jari-jari sirip berwarna kuning dengan pinggiran
berwarna coklat tua yang tidak teratur. Sirip dada atas hitam dengan bagian
bawah keabu-abuan. Sirip dubur putih dengan ujung kuning dengan jari-jari yang
berwarna abu-abu. Pada umumnya badan bagian atas berwarna biru tua dan
bagian bawah berwarna keperakan dengan batas yang jelas. Tuna mata besar
sebagaimana pada Gambar 3.
10
11
darah
dan
menghambat
proses
terjadinya
aterosklerosis
12
Dijelaskan pula oleh Murniyati dan Sunarman (2000), bahwa Ikan tuna
merupakan
sumber
yang
baik
untuk
vitamin
dan
vitamin
B6
kandungan vitamin pada ikan tuna, terutama jenis sirip biru sangat tinggi, yaitu
mencapai 2,183 IU. Konsumsi 100 gram ikan tuna sirip biru cukup untuk
memenuhi 43,6 persen kebutuhan tubuh akan vitamin A setiap hari. Vitamin A
sangat baik untuk pemeliharaan sel epitel, peningkatan imunitas tubuh, World's
Health Rating dari The George Mateljan Foundation menggolongkan kandungan
vitamin B6 tuna ke dalam kategori sangat bagus karena mempunyai nutrient
density yang tinggi, yaitu mencapai 6,7 (batas kategori sangat bagus adalah 3,46,7). Vitamin B6 bersama asam folat dapat menurunkan level homosistein.
Homosistein merupakan komponen produk antara yang diproduksi selama
proses metilasi. Homostein sangat berbahaya bagi pembuluh arteri dan sangat
potensial untuk menyebabkan terjadinya penyakit jantung. Meskipun ikan tuna
mengandung kolesterol, kadarnya cukup rendah dibandingkan dengan pangan
hewani lainnya. Kadar kolesterol pada ikan tuna 38-45mg per 100gr daging.
sebagaimana pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Tuna (dalam % berat)
Spesies
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Abu
Bluefin
68,70
28,30
1,40
0,10
1,50
Southern Bluefin
65,60
23,60
9,30
0,10
1,40
Yellow Fin
74,20
22,20
2,10
0,10
1,40
Skipjack
70,40
25,80
2,00
0,40
1,40
Marlin
72,10
25,40
3,00
0,10
1,40
Mackerel
62,50
19,80
16,50
0,10
1,10
13
Warna
Bau
Daging
6
7
Sisik
Dinding perut
14
- Salmonella
- Vibrio choleraea
c. Cemaran kimia
- Raksa (Hg)
- Timbal (Pb)
- Histamin
- Kadmium (Cd)
d. Fisika :
- Bobot tuntas
e. Parasit
CATATAN *) bila diperlukan
Sumber : SNI 01-4104.1:2006
APM/g
APM/g
Negatif
Negatif
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maksimal 1
Maksimal 0,4
Maksimal 100
Maksimal 0,5
C
ekor
Maksimal -18
Maksimal 0
15
16
Sharp Freezer
Merupakan cara paling tua dan bisa digolongkan pada pembekuan
lambat. Pembekuan dengan sharp freezer dilakukan dengan meletakkan ikanikan pada rak-rak yang terdiri dari pipa-pipa pendingin (cooling pipe).
Blast Freezer
17
2.3.
18
19
Pembekuan Bentuk Saku Adalah pembekuan ikan tuna yang awalnya bentuk
loin, selanjutnya dilakukan trimming dan skinning kemudian disortir dan
dibentuk seperti jajaran genjang. Adapun bentuk saku dapat dilihat pada
Gambar 11 di bawah ini :
2.4.
jenis tuna yang dapat diolah untuk dijadikan produk berupa tuna loin mentah
beku. Bentuk bahan baku tuna loin mentah beku adalah berupa tuna segar/beku
yang telah disiangi atau tidak disiangi. Dan bahan baku harus berasal dari
perairan yang tidak tercemar..
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4104.3-2006), alur
proses pengolahan tuna loin adalah sebagai berikut :
Penerimaan bahan baku
Pemotongan kepala, sirip dan ekor
20
Pencucian
Pemotongan daging (Pembuatan Loin)
Pembekuan
Penimbangan
Pengepakan dan pelabelan
Penyimpanan
Gambar 12. Alur Proses Pengolahan Tuna Loin Mentah Beku
Sumber :SNI 01-4104.3-2006
a. Penerimaan bahan baku
Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik,
untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati,
cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4C.
b. Penyiangan (pemotongan kepala, sirip dan ekor)
Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi
dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara
cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap
berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal 4,4C.
c. Pencucian
Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir
21
secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk
maksimal 4.4C.
d. Pembuatan loin
Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat
bagian secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat
dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,4C.
e. Pengulitan dan Perapihan
Tulang, daging merah/gelap dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga
bersih. Pengulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan
tetap mempertahankan suhu produk 4,4C.
f. Sortasi mutu
Sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat
tulang, duri, daging merah/gelap dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan
secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal
4,4C.
g. Pembungkusan
Loin yang sudah rapih selanjutnya dikemas dalam plastik secara
individual vakum dan tidak vakum secara cepat. Proses pembungkusan
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu
pusat produk maksimal 4,4C.
h. Pembekuan
Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku
(freezer) seperti ABF, CPF, Brain hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal
-18C dalam waktu maksimal 4 jam.
i. Penimbangan
22
Pengepakan
Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan
plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter.
HACCP
yang
dikembangkan
pada
SNI
01-4852-1998
dipengaruhi oleh kerangka berfikir ISO seri 9000 sehingga sejumlah peristilahan
diarahkan kepada Standar Internasional (SI) tersebut (Thaheer, 2005). Meskipun
demikian, beberapa peristilahan kunci tidak dapat dipisahkan dengan prinsip
pangan dan memerlukan interpretasi tersendiri.
2.5.2. Tujuan HACCP
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk
mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu
pangan guna memenuhi tuntutan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem
pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir
23
selama
proses
produksi.
Darwanto
dan
Murniyati
(2003),
24
25
Bahaya B
Jenis Bahaya
Tidak mengandung bahaya A sampai F
Mengandung satu bahaya B sampai F
Mengandung satu bahaya B sampai F
Mengandung satu bahaya B sampai F
Mengandung satu bahaya B sampai F
Mengandung satu bahaya B sampai F
Kategori resiko paling tinggi (semua
26
Khusus) dengan
atau tanpa
produk yang mempunyai behaya A)
bahaya B F
Sumber : Bogor Agriculture University, 2005
Selain itu, bahaya yang ada dapat juga dikelompokkan berdasarkan
signifikansinya.
Signifikansi
bahaya
dapat
diputuskan
oleh
tim
dengan
L
M
(Reasonably likely to occur)
H
Keterangan : L=l= low, M=m= Medium, H=h= High
Sumber : Bogor Agriculture University, 2005
Peluang Terjadi
Tingkat Keparahan
(Saverity)
L
M
H
Ll
Ml
Hl
Lm
Mm
Hm
Lh
Mh
Hh
Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam
penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka
mencegah bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau
beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya
yang signifikan atau yang memiliki resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan
dalam penetapan critical control point.
Upaya pencegahan (preventive measures) merupakan tindakan atau
prosedur untuk menghambat terjadinya atau masuknya bahaya (hazard) pada
suatu produk. Kategori bahaya yang termasuk food safety dibagi menjadi 3, yaitu
1. Biologis, meliputi : mikroorganisme yang bersifat patogen, virus, dan parasit
2. Kimiawi, meliputi : natural toxin, bahan makanan tambahan, histamin, residu
obat-obatan, bahan kimia, dan pestisida
3. Fisika, meliputi : logam, serpihan kaca, batu, dan pasir.
27
SNI
01-4852-1998
untuk
menentukan
titik-titik
kritis
(Critical Control Points / CCP) ini dapat digunakan Decision Tree, seperti
disajikan pada Gambar 13.
P1
TDK=Bukan CCP
YA=CCP
TDK=Lanjut P3
YA= Lanjut P2
P2
Apakah tahap ini dapat menghilangkan atau
mengurangi kemungkinan terjadinya hazard
sampai tingkat yang diterima ?
P3
Apakah kontaminasi dari hazard yang telah
diidentifikasi
telah
melewati
tingkat
yang
diperkenankan atau dapat meningkat sehingga
melebihi batas yang diperbolehkan ?
TDK=Bukan CCP
YA= Lanjut P4
YA=Bukan CCP
TDK=CCP
P4
Apakah proses selanjutnya akan dapat
menghilangkan
bahaya
atau
mampu
mengurangi bahaya sampai batas yang telah
ditentukan ?.
28
29
Sara dan Carol (2002), menyebutkan ada beberapa hal yang dapat
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan batas kritis :
a.
b.
c.
d.
perundang-undangan,
standar
30
2.
Cara pemantauan
3.
4.
5.
Dimana dipantau
ditetapkan
2.
disesuaikan
3.
CCP
4.
proses
Prinsip 5 : Penetapan Tindakan Koreksi (Corrective Action)
Tindakan perbaikan atau koreksi dapat didefinisikan sebagai semua
tindakan yang harus diambil ketika hasil pengawasan pada CCP menunjukkan
kegagalan pengendalian (Yamin, 2004). Tindakan perbaikan tertentu harus
dikembangkan untuk masing CCP dalam sistem HACCP agar dapat mengatasi
penyimpangan apabila ada. Tindakan-tindakan ini harus dapat menjamin bahwa
CCP telah
dikendalikan.
Tindakan-tindakan
yang
dilakukan
juga
harus
31
menangani
penyimpangan
yang
terjadi.
Tindakan-tindakan
harus
dihasilkan
Tahap III
Tahap IV
Diproses kembali
Dialihkan untuk penggunaan yang aman
32
audit
dan
verifikasi,
prosedur
dan
pengujian,
termasuk
Darwanto
dan
Murniyati
(2003),
untuk
menjamin
dan
33
dilakukan secara efektif dan konsisten, lebih baik bila verifikasi dilakukan secara
internal dan eksternal.
Internal apabila audit dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan sendiri,
misalnya anggota manajemen atau tim verifikasi yang ditunjang oleh uji
laboratoris sebagai pendukung.
Eksternal apabila audit dilakukan oleh pihak pemerintah yang dilakukan
secara wajib dan rutin.
Prinsip 7 : Penetapan Sistem Pencatatan (Record Keeping)
Menurut Gunawan (2009), penyimpanan data merupakan bagian penting
pada HACCP. Penyimpanan data akan meyakinkan bahwa informasi yang
dikumpulkan secara instalasi, modifikasi, dan sistem operasi akan di peroleh oleh
siapapun yang terlibat proses, juga dari pihak luar (auditor). Pencatatan dan
pembuktian yang efisien serta akurat adalah penting dalam penerapan sistem
HACCP.
Tujuan dari pencatatan menurut Thaheer (2005) adalah :
a. Bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur yang ada.
b. Jaminan pemenuhan peraturan
c. Kemudahan pelacakan dan peninjauan catatan
d. Dokumentasi data pengukuran menuju catatan permanen mengenai
keamanan produk
e. Merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan apabila ada audit
f.
Catatan HACCP memusatkan pada isu keamanan pangan untuk dapat cepat
mengidentifikasi masalah.
34
Sutarno
(2009),
menyebutkan
bahwa
prosedur
HACCP
harus
didokumentasikan dan harus sesuai dengan sifat dan ukuran operasi. Sistem
pendokumentasian yang praktis dan tepat sangatlah penting untuk aplikasi yang
efisien dan penerapan sistem HACCP yang efektif.
Ada 3 hal yang termasuk dalam dokumen :
1) Semua studi tentang dokumen HACCP yang berisi rincian tentang
pertimbangan ilmiah CCP ( titik-titik pengendalian Kritis), batas kritis, sistem
pengawasan dan tindakan perbaikan.
2) Dokumentasi tentang sistem : prosedur, cara operasi, instruksi kerja yang
mengacu pada setiap titik dalam metode tersebut. Dokumen-dokumen ini
menyusun rencana HACCP.
3) Penyimpanan catatan (studi laporan HACCP, hasil penerapan sistem,
pengambilan keputusan) sehingga dapat menggambarkan penerapan
permanen sistem HACCP.
Dokumen-dokumen ini harus terus diperbaharui dan ada disetiap tempat
yang memerlukan. Sistem pendokumentasian ini juga harus menjelaskan
bagaimana orang orang yang ada di pabrik dilatih untuk menerapkan rencana
HACCP dan harus memasukkan bahan-bahan yang digunakan dalam pelatihan
pekerja.