Anda di halaman 1dari 90

NASKAH AKADEMIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
KOPERASI

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam rangka membangun dirinya, Koperasi dengan tak henti-hentinya berusaha mengembangkan dan
memberdayakan dirinya agar tumbuh dan menjadi kuat dan mandiri sehingga mampu meningkatkan
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Terdapat beberapa logika ekonomi
yang memberikan peluang kepada Koperasi untuk mencapai kondisi tersebut, antara lain : (i) Koperasi sungguh
memiliki potensi untuk berkembang, menjadi kuat dan mampu bertahan hidup menghadapi berbagai tantangan,
hambatan dan ancaman ; (ii) Koperasi yang berkembang dan kuat akan memiliki kemampuan untuk
meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi serta memperlancar upaya perbaikan kondisi kerja dan kehidupan
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya ; (iii) Koperasi yang berkembang dan kuat akan
mampu merangsang dan mendorong tumbuhnya kegiatan swadaya yang dinamis dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan dan penciptaan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan ; (iv) Koperasi yang
berkembang dan kuat akan memiliki kemampuan untuk mengoreksi ketaksempurnaan pasar yang pada gilirannya
akan dapat memberikan pengembalian yang cukup memadai kepada para anggota untuk mengimbangi biaya
partisipasi.
Pembangunan Koperasi telah diselenggarakan sejak beberapa dekade yang lalu. Ditinjau dari segi
kuantitas, hasil pembangunan itu sungguh membanggakan ; jumlah Koperasi dan jumlah orang yang tercatat
sebagai anggota Koperasi di Indonesia telah meningkat dengan sangat pesat. Namun, jika ditinjau dari segi
kualitas, kondisinya masih sangat memprihatinkan dan jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar Koperasi
masih sangat lemah dan perannya dalam perekonomian nasional tidak berarti. Partisipasi sebagian besar
anggota dalam kegiatan ekonomi Koperasi sungguh tidak memadai.
Banyak faktor yang menghambat kemajuan Koperasi , sehingga pengembangan dan pemberdayaan
Koperasi menuju terwujudnya Koperasi yang kuat dan mandiri yang mampu mengembangkan dan
meningkatkan kerja sama, potensi dan kemampuan ekonomi anggota dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan sosialnya sulit diwujudkan. Salah satu faktor penghambat adalah di bidang peraturan perundangundangan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an, selanjutnya
disingkat UU KOP No. 25/1992, ternyata tidak memadai untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan
Koperasi , karena ketentuan-ketentuannya sebagai suatu sistem kurang memadai untuk dijadikan landasan
hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan Koperasi , lebih-lebih tatkala dihadapkan kepada perkembangan
ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan.
Beberapa alasan yang lebih spesifik berkaitan dengan perlunya pembaharuan undang-undang Koperasi
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Selama kurun waktu 14 tahun sejak berlakunya UU KOP No. 25/1992, ternyata Undang-Undang itu tidak
mampu berperan sebagai alat untuk membangun Koperasi di Indonesia.
Keadaan itu diantaranya disebabkan oleh lemahnya ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang tersebut
serta kurang adanya sinkronisasi horisontal dengan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur
perekonomian nasional.
2. Dalam UU KOP No. 25/1992, ketentuan tentang hak anggota, hak badan hukum Koperasi sebagai
perusahaan, dan hak pihak ketiga dan masyarakat belum mendapat perlindungan secara memadai.
3. UU KOP No. 25/1992 tidak cukup memberikan perlindungan kepada Koperasi dalam menjalankan usahanya
sehingga Koperasi tidak cukup terjamin keberadaan dan kesinambungannya, jika terjadi penyimpangan
dalam Koperasi .

4. Kedudukan Koperasi sebagai lembaga otonom yang berbasis pada anggota perlu lebih diperkuat melalui
pembaharuan undang-undang sehingga Koperasi dapat berkembang sesuai dengan jati dirinya. UndangUndang yang baru perlu mengadopsi Pernyataan tentang Jati Diri Koperasi dari Aliansi Koperasi
Internasional (International Co-operative Alliance Statement on the Co-operative Identity) sebagaimana telah
diputuskan dalam kongresnya di Manchester, Inggris, pada tahun 1995.
5. UU KOP No. 25/1992 tidak cukup memadai sebagai alat untuk mengembangkan permodalan dan kredibilitas
badan hukum Koperasi .
6. Di dalam UU KOP No. 25/1992, peran Pemeruntah cukup menonjol dan dominan dalam menentukan arah
perkembangan Koperasi . Hal itu menimbulkan persepsi bahwa Pemerintahlah yang memikul tanggung
jawab utama dalam membangun Koperasi . Hal ini harus diluruskan.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka untuk mengadakan pembaharuan hukum di bidang
perKoperasi an yang benar-benar sesuai dengan tuntutan pembangunan Koperasi serta menyelaraskan dengan
perkembangan ekonomi nasioanl dan global perlu ditetapkan landasan hukum baru berupa undang-undang yang
dapat berperan sebagai alat untuk mendorong dan memajukan Koperasi sehingga dapat tumbuh dan
berkembang sebagai badan usaha yang kuat dan mandiri.

BAB II
UNDANG-UNDANG TENTANG KOPERASI SERTA
PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI
A.

PENGANTAR
Undang-Undang tentang Koperasi yang baik merupakan sarana yang sangat penting bagi
pengembangan dan pemberdayaan Koperasi , sedangkan Undang-Undang tentang Koperasi yang
kurang baik dapat menghadirkan hambatan dan rintangan bagi upaya tersebut. Perkembangan dan
keberdayaan Koperasi adalah fenomena yang erat berkaitan dengan masyarakat. Undang-Undang
tentang Koperasi yang merupakan salah satu sumber penting bagi penciptaan kondisi sosial-ekonomi
masyarakat, khususnya mereka yang menjadi anggota Koperasi , dapat juga berperan sebagai
instrumen perubahan yang sangat ampuh.
Undang-Undang tentang Koperasi merupakan suatu prasyarat, suatu perantara dan suatu
instrumen pengembangan dan pemberdayaan Koperasi . Sebaliknya perkembangan dan keberdayaan
Koperasi merupakan prasyarat penting bagi Undang-Undang tentang Koperasi . Kondisi sosial-ekonomi
masyarakat, khususnya mereka yang menjadi anggota Koperasi , dan dinamikanya menentukan tugas
Undang-Undang tentang Koperasi , prasyarat yang mendasari pembentukan undang-undang Koperasi ,
dan cara-cara dalam mana undang-undang tersebut bekerja.
Perkembangan dan keberdayaan Koperasi juga merupakan prasyarat penting bagi UndangUndang tentang Koperasi karena tekad dan kehendak politik dari Pemerintah dan Gerakan Koperasi
bagi terwujudnya perkembangan dan keberdayaan Koperasi memberikan kepada Undang-Undang
tentang Koperasi makna yang sama sekali baru dan justifikasi yang sama sekali baru pula. Tekad dan
kehendak politik tersebut dapat dilihat dengan jelas dengan adanya keinginan untuk mengadakan
pembaharuan Undang-Undang tentang Koperasi . Keinginan Pemerintah telah dituangkan di dalam
Surat Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 26/MENEG/IX/2000
tertanggal 15 September 2000 perihal Permohonan Izin Prakarsa Penyusunan RUU tentang Perubahan
UU No. 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia
(lihat Lampiran I). Permohonan tersebut telah disetujui oleh Presiden sebagaimana dinyatakan dalam
surat Sekretaris Kabinet RI Nomor B. 1034/Seskab/12/2000 tertanggal 21 Desember 2000 yang
ditujukan kepada Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Lihat Lampiran II) .
Dari pihak Gerakan Koperasi , keinginan untuk merubah atau mengganti UU KOP No. 25/1992 telah
diungkapkan dalam berbagai kesempatan, antara lain dalam Rapat Anggota Dewan Koperasi Indonesia
(Dekopin) yang diselenggarakan pada tanggal 22 24 April 1999 dan Musyawarah Nasional Koperasi
yang diselenggarakan pada tanggal 18 September 1999.
Keinginan untuk merubah UU KOP No. 25/1992 dapat dimengerti. Landasan pikirannya adalah,
jika Undang-Undang tentang Koperasi memiliki tujuan yang murni untuk mengubah realitas yaitu dari
Koperasi yang lemah dan tidak berdaya menjadi Koperasi yang berkembang, kuat, dan mandiri -- maka
tekad dan keinginan untuk merubah realitas memaksa Undang-Undang tentang Koperasi untuk selalu
mengikuti zaman.
Pengembangan dan pemberdayaan Koperasi tidak mungkin dapat diselenggarakan dengan
berhasil tanpa Undang-Undang tentang Koperasi . Upaya harus diselenggarakan sesuai dengan
Undang-Undang tentang Koperasi , melalui Undang-Undang, dan melalui saluran-saluran UndangUndang tentang Koperasi . Undang-undang tentang Koperasi dan pengembangan dan pemberdayaan
Koperasi secara produktif harus saling melengkapi, memperkuat, dan menyempurnakan.

B.

PETUNJUK PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KOPERASI YANG BARU


Pemerintah dan Gerakan Koperasi telah bersepakat untuk memperjuangkan penggantian
UUKOP No. 25/1992 dengan undang-undang yang baru. Untuk itu perlu disusun Rancangan UndangUndang tentang Koperasi yang baru.
Dalam subbab ini disajikan sejumlah petunjuk yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi . Petunjuk itu adalah sebagai
berikut .
1. Urgen dan Mendasar
Pembaharuan hukum Koperasi dalam pengertian mengganti UU KOP No. 25/1992
dengan Undang-Undang tentang Koperasi yang baru memiliki urgensi yang tinggi, dalam arti
mendesak dan penting. Di samping itu, ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang tentang
Koperasi haruslah bersifat mendasar karena ketentuan-ketentuan tersebut sangat fundamental bagi
pengembangan dan pemberdayaan Koperasi .
2. Sederhana dan Jelas
Rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus disusun
secara sederhana sehingga mudah diikuti, dan dipatuhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Kesederhanaan rumusan ketentuan akan memudahkan aparat pelaksana dari lingkungan
Pemerintah dan lembaga Gerakan Koperasi untuk memantau pelaksanaan undang-undang
tersebut. Dalam penyusun ketentuan-ketentuan, penyusunan harus menghindarkan diri dari
keinginan untuk mencantumkan rumusan-rumusan yang terlalu detail. Hal itu dimaksudkan agar
para anggota Koperasi memiliki ruang yang cukup luas dan longgar untuk mengadaptasi ketentuanketentuan hukum itu terhadap kebutuhan mereka untuk kemudian dicantumkan di dalam anggaran
dasar Koperasi .
Sehubungan dengan kriteria mudah diikuti ,rumusan ketentuan-ketentuan dalam UndangUndang tentang Koperasi harus jelas, tegas, tidak memiliki dua arti atau lebih, serta disusun
dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Apabila jelas maka Penjelasan atas
Undang-Undang tentang Koperasi harus benar-benar memberi penjelasan.
Selanjutnya perlu ditekankan bahwa ketidakjelasan dan kerumitan rumusan ketentuan atau
pengaturan akan menimbulkan kesamaran-kesamaran, ketidakpastian, multitafsir, dan sebagainya
yang pada gilirannya akan menimbulkan ketidakkonsistenan atau bahkan penyimpangan atau
penyalahgunaan dalam penerapan undang-undang. Pengalaman menunjukkan bahwa rumusan
yang tidak jelas seringkali diikuti oleh penjelasan yang tidak jelas atau bahkan tanpa penjelasan
sama sekali di dalam Penjelasan.
3. Terstruktur secara Logis dan Sistematis
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus terstruktur secara
logis dan sistematis. Ini berarti bahwa ketentuan-ketentuan di dalam Undang-undang Koperasi itu
disusun sesuai dengan penalaran yang runtut dan tepat dimana terdapat kesesuaian antara sebab
dan akibat. Di samping itu ketentuan-ketentuan tersebut memiliki susunan kesatuan-kesatuan
dalam bentuk bab dan bagian yang masing-masing tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi berfungsi
membentuk kesatuan secara keseluruhan dan teratur.

4. Komprehensif
Rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi
harus
menyeluruh, dalam arti mencakup keseluruhan aspek penting yang perlu dicakup di dalamnya. Hal
itu penting agar pelaksanaan ketentuan-ketentuan itu dapat diselenggarakan secara tuntas, dalam
pengertian bahwa ketentuan-ketentuan itu diharapkan memiliki dampak langsung.
5. Luwes
Pengaturan Koperasi yang baik adalah pengaturan yang tidak terhalang oleh kebekuan
rumusan apabila dihadapkan kepada perubahan-perubahan yang tidak fundamental dalam
perkembangan kondisi dan situasi sosial, politik, dan ekonomi.
6. Lintas Sektoral
Hal-hal yang berkaitan dengan Koperasi melekat pada berbagai sektor yang tertentu dan
jelas, seperti sektor-sektor pertanian, perdagangan, perindustrian, keuangan, hukum, dan
sebagainya. Di samping itu, terdapat aspek-aspek tertentu yang berada di daerah kelabu (grey
areas) , terutama yang berada dalam yurisdiksi dari dua lembaga atau lebih. Karenanya, ketentuanketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus disusun secara cermat.
7. Seimbang
Rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi semestinya
mengatur secara seimbang peranan, hak, dan kewajiban Gerakan Koperasi dan Pemerintah.
8. Terpantau dan Terevaluasi
Pemantauan dan evaluasi merupakan upaya untuk menjaga agar Undang-Undang
Koperasi dapat dilaksanakan secara efektif.
9. Sanksi dan Insentif
Sanksi merupakan sarana penting bagi terselenggaranya pengaturan kehidupan Koperasi .
Namun, tujuan pengaturan dapat pula dicapai melalui pemberian insentif dan disinsentif. Petunjuk
tersebut harus benar-benar diperhatikan oleh para penyusun Rancangan Undang-Undang Koperasi
C.

.
BEBERAPA POKOK PERSOALAN YANG PERLU DICAKUP DALAM UNDANG-UNDANG TENTANG
KOPERASI
Dalam subbab 2. telah disajikan petunjuk penyusunan Undang-Undang Koperasi . Sedangkan
dalam subbab ini disajikan beberapa pokok persoalan yang perlu dicakup dalam Undang-Undang
tersebut.
International Labour Office (ILO) Cooperative Branch memberi rekomendasi kepada pembuat
Undang-Undang tentang Koperasi di seluruh dunia, khususnya tentang sejumlah pokok persoalan yang
perlu dicakup dalam Undang-Undang tentang Koperasi . Rekomendasi tersebut dimuat dalam buku
panduan berjudul "Participatory Cooperative Development Policy Making halaman 29 31. Adapun
terjemahannya disajikan di bawah ini.

Undang-Undang tentang Koperasi semestinya secara eksplisit didasarkan pada prinsip-prinsip


Koperasi yang bersifat universal, dan memberi batasan yang jelas terhadap berbagai peranan dari
sejumlah pelaku dalam sektor Koperasi . Sebaiknya hanya disusun satu Rancangan Undang-Undang
tenang Koperasi . Namun di dalam ketentuan-ketentuan khusus untuk Koperasi -Koperasi yang berbeda
jenisnya. Ketentuan-ketentuan khusus untuk entiti-entiti kooperatif seperti praKoperasi , asosiasi
percobaan (probationary societies) dan kelompok-kelompok terorganisasi lainnya, seyogyanya
dicantumkan dalam Undang-Undang tentang Koperasi . Tetapi, organisasi-organisasi swadaya yang
tidak menerapkan prinsip-prinsip Koperasi harus dicakup dalam peraturan perundang-undangan yang
terpisah. Undang Undang tentang Koperasi harus dirumuskan dengan menggunakan bahasa yang
jelas, tidak samar-samar dan mudah dimengerti. Di dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus
dihindarkan dimuatnya ketentuan-ketentuan yang sangat rinci. Hal itu dimaksudkan agar para anggota
Koperasi memiliki cukup ruang untuk mengadaptasi ketentuan-ketentuan hukum sesuai dengan
kebutuhannya di dalam anggaran dasar. Di samping itu, Undang-Undang tentang Koperasi harus
disusun secara logis dan sistematis sehingga menjadi peraturan yang user friendly. Pembuatan
Undang-Undang tentang Koperasi secara partisipatoris menghajatkan bahwa aspek-aspek pedagogis
diperhatikan dalam penyusunan ketentuan-ketentuannya. Daftar berikut menunjukkan pokok-pokok
persoalan yang semestinya diperhatikan dan atau dicakup di dalam Undang-Undang tentang Koperasi :
1

referensi terhadap prinsip-prinsip internasional dari pembentukan dan


pengembangan Koperasi ;

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

14
15

otonomi untuk memutuskan tentang peraturan perundang-undangan


pelengkap dalam bentuk anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang memadai ;
tanggung jawab Gerakan Koperasi untuk mengembangkan sumber
daya manusianya di semua tingkatan ;
peraturan tentang penyelesaian perselisihan ;
batasan tentang hubungan antara Pemerintah dengan sektor Koperasi ,
dan peranan Registrar ;
ketentuan-ketentuan yang efektif mengenai proses registrasi ;
penekanan pada aspek-aspek kewirausahaan, bisnis dan tanggung
jawab terhadap diri sendiri dari Koperasi ;
peraturan tentang keuangan dan manajemen serta tentang audit internal
dan eksternal yang dilakukan oleh perusahaan swasta atau instansi Pemerintah yang membidangi
urusan Koperasi ;
peraturan tentang pembentukan dan distribusi modal ;
definisi Koperasi , termasuk organisasi-organisasi yang kurang formal ;
ketentuan-ketentuan yang ditujukan untuk meningkatkan partisipasi
wanita di dalam keanggotaan dan kepemimpinan Koperasi ;
penekanan pada pengelolaan, pengaturan, pengawasan dan
pengendalian diri sendiri;
prinsip-prinsip pemberian subsidi dengan jalan mana Gerakan Koperasi
bertanggung jawab untuk memberikan layanan-layanan pendukung, dan bilamana Gerakan
Koperasi gagal melaksanakan tanggung jawab tersebut lembaga-lembaga lain dapat diundang atau
diminta untuk memberikan layanan-layanan tersebut ;
hak untuk membentuk Koperasi Sekunder dan organisasi puncak, dan
menetapkan petunjuk untuk mewujudkan integrasi horisontal dan vertikal ;
peraturan-peraturan tentang pembagian, amalgamasi, pembubaran dan
likuidasi Koperasi dengan menghormati kepentingan pihak ketiga ;

16

hak untuk menjadi anggota (atau tidak menjadi anggota) organisasi


Koperasi ; keanggotaan terbuka harus menidakkan diskriminasi negatif dan positif terhadap
anggota-anggota atau kelompok-kelompok potensial tertentu ;
17
hak dan kewajiban anggota dan karyawan-anggota (memberemployees) Koperasi ;
18
ketentuan-ketentuan untuk Koperasi -Koperasi yang lebih besar (rapat
delegasi dan wewenang delegasi ; penerapan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan untuk karyawan) ;
19
ketentuan-ketentuan penutup seperti pencabutan undang-undang dan
peraturan perundang-undangan lain tentang Koperasi yang berlaku.
Menyimak rekomendasi ILO tersebut di atas terdapat dua hal yang perlu diberi komentar, yaitu :
(i) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang akan disusun tidak perlu dicantumkan
ketentuan tentang entiti-entiti kooperatif seperti praKoperasi , asosiasi percobaan (probationary
societies), dan kelompok-kelompok terorganisasi lainnya karena Rancangan Undang-Undang tentang
Koperasi tersebut memang hanya dimaksudkan untuk memuat ketentuan-ketentuan tentang badan
hukum Koperasi ; (ii) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi tidak perlu dimuat
ketentuan-ketentuan yang ditujukan untuk meningkatkan partisipasi wanita di dalam keanggotaan dan
kepemimpinan Koperasi karena dalam Koperasi Indonesia tidak dikenakan diskriminasi terhadap
wanita dan hal-hal tersebut tidak menjadi masalah.

BAB III
PROSES DAN HASIL PENYUSUNAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG KOPERASI

A.

PROSES PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG KOPERASI


Dalam Huruf A telah dikemukakan beberapa alasan mengapa UU KOP No. 25/1992 (Lihat
Lampiran III) perlu ditinjau kembali dan selanjutnya diganti dengan Undang-Undang tentang Koperasi
yang baru. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, pada tahun 1999 2000, Badan Penelitian dan
Pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah, Departemean Koperasi dan PKM,
menyusun Naskah Akademis dan konsep Rancangan Undang-Undang tentang PerKoperasi an yang
ditujukan sebagai pengganti UU KOP No. 25/1992. Penyusunan konsep Rancangan Undang-Undang
tentang PerKoperasi an itu dilakukan karena adanya dorongan dan keinginan dari berbagai pihak yang
menghendaki agar dilakukan perubahan terhadap berbagai pasal dan ayat dari UU KOP No. 25/1992.
Pada akhir tahun 2000, Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
mengirim surat Nomor 120/Meneg/XI/2000 tanggal 7 Desember 2000 kepada Presiden R.I. yang intinya
adalah mengajukan permohonan izin prakarsa penyusunan tentang Perubahan Undang-Undang No. 25
tahun 1992 tentang PerKoperasi an (Lihat Lampiran I). Adapun dasar pemikiran penyusunan RUU
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, sebagaimana tercantum dalam surat
tersebut di atas, adalah sebagai berikut :
1. Latar belakang dan tujuan
a. International Cooperative Alliance (ICA) dalam kongresnya yang ke 100 di Manchester yang
dihadiri oleh anggota-anggotanya dari seluruh dunia termasuk Indonesia, telah menerima dan
mengesahkan definisi dan prinsip-prinsip Koperasi yang diakui dan berlaku secara
internasional.
b. Dengan diterimanya dan disahkannya definisi dan prinsip-prinsip Koperasi oleh ICA dan hasil
keputusan rapat Menteri-menteri Koperasi se Asia Pasifik, Negara Indonesia sebagai salah
satu anggota ICA perlu memperbaharui peraturan perundang-undangan di bidang perKoperasi
annya, guna menyerasikan diri dengan ketentuan-ketentuan perKoperasi an internasional
tersebut, disamping guna menata kembali peraturan perKoperasi an dalam rangka reformasi
peraturan perundang-undangan.
c. Sesuai dengan keputusan Pemerintah dan aspirasi masyarakat bahwa masalah Koperasi
adalah urusan masyarakat sendiri, oleh karena itu dengan sendirinya mengharuskan kepada
Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk memperbaharui persepsinya tentang Koperasi
yang berlaku sampai saat ini berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, sehingga
Koperasi mampu berkembang dengan bertumpu pada kekuatan masyarakat sendiri.
d. Dalam rangka memenuhi tuntutan reformasi di bidang peraturan perundang-undangan dan
kebijakan khususnya di bidang perKoperasi an yang dianggap kurang sesuai dengan definisi
dan prinsip-prinsip Koperasi dan perkembangan masyarakat, Bank Dunia akan membantu
Pemerintah Indonesia untuk melakukan penguatan Koperasi dengan menyediakan pendanaan
untuk kegiatan penelaahan dan penyempurnaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang PerKoperasian.

e. Merangsang Koperasi untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka pembangunan


demokrasi ekonomi/ekonomi kerakyatan.
f.

Mendorong terciptanya Koperasi yang berbasis keanggotaan dan berakar pada masyarakat,
tumbuh dari bawah, demokratis, otonom dan berorientasi pada kesejahteraan ekonomi, sosial
dan budaya anggota-anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.

2. Sasaran yang ingin dicapai


Adanya undang-undang perKoperasi an yang baru, yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum bagi
fungsi pengaturan pemerintah yang melindungi, otonomi, kebebasan, definisi, nilai-nilai dan prinsipprinsip Koperasi .
3. Materi yang akan diatur
Pokok-pokok materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 antara lain sebagai berikut :
a.

Pengaturan mengenai definisi dan prinsip-prinsip Koperasi


Dengan adanya kesatuan pendapat mengenai definisi dan prinsip-prinsip Koperasi sesuai
dengan rumusan ICA, maka diharapkan perkembangan Koperasi di Indonesia menjadi
seragam dengan Koperasi di negara lain sesama anggota ICA, oleh karena masing-masing
negara telah menetapkan definisi dan prinsip Koperasi yang sama. Dengan adanya
persamaan definisi dan prinsip secara internasional tersebut maka pengertian Koperasi
menjadi seragam dan diperoleh tolok ukur tunggal untuk mengukurnya.

b.

Syarat pembentukan Koperasi dan status badan hukum Koperasi .


Ketentuan yang mengatur mengenai pembentukan Koperasi harus dipertegas antara lain
mengenai keharusan untuk membuat studi kelayakan, keharusan untuk menyelenggarakan
pendidikan para anggota.

c.

Syarat keanggotaan
Ketentuan mengenai persyaratan keanggotaan harus dipertegas terutama dalam kaitannya
dengan kemampuan untuk menjadi langganan dan dalam memberikan modal bagi kegiatan
usaha Koperasi nya.

d.

Pengembangan permodalan
Permodalan Koperasi merupakan masalah utama di sebagian besar Koperasi yang ada, oleh
karena sumber permodalan sendiri yang terbatas dan kurangnya insentif untuk memberi modal
pada Koperasi .

e.

Pengembangan usaha
Perlunya pengaturan atau kebijakan pemerintah di sektor-sektor tertentu yang dapat
memfasilitasi terjadinya integrasi horisontal bagi Koperasi -Koperasi dari berbagai sektor,
sehingga dapat tercipta jaringan usaha antar Koperasi yang efektif dalam membangun
kekuatan bersama.

f.

g.

Pembinaan dan pengembangan Koperasi oleh Pemerintah, dunia usaha dan


masyarakat.
Pembinaan dan pengembangan Koperasi adalah menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
Kedudukan hukum
Perlu adanya pembedaan dalam pemberian status hukum antara Koperasi Primer yang
beranggotakan orang-seorang dengan Koperasi Sekunder yang beranggotakan badan hukum
Koperasi . Koperasi tidak hanya dapat diperlakukan sama, tetapi memperoleh status hukum
seperti halnya badan hukum yang lain, baik secara administratif maupun faktual.

4. Jangkauan dan arah pengaturan


Undang-Undang tentang perubahan Undang-Undang tentang PerKoperasi an yang akan disusun
nantinya diarahkan agar :
a. Peran dan fungsi Koperasi yang strategis dalam masyarakat pada umumnya dan sistem
ekonomi negara pada khususnya tetap mengacu pada UUD 1945 dan perubahannya ;
b. Koperasi sebagai lembaga otonom sesuai dengan definisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Koperasi agar dapat melakukan semua tindakan hukum.
c. Koperasi diperlakukan secara adil dalam menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan ciriciri Koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat yang otonom.
Permohonan izin prakarsa sebagaimana tercantum dalam surat Menteri Negara Urusan
Koperasi dan UKM No. 120/Meneg/12/2000 itu dikabulkan oleh Presiden. Persetujuan tersebut
disampaikan melalui surat Sekretaris Kabinet R.I. Nomor B.1034/Seskab/12/2000 yang intinya
adalah Presiden telah memberikan persetujuan atas permohonan Saudara tersebut, dan kiranya
penyusunan Rancangan Undang-undang tersebut dikoordinasikan dengan Departemen/Instansi
Pemerintah yang terkait sesuai keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-undang (Lihat Lampiran II).
Setelah mendapat izin prakarsa dari Presiden, Kementerian Negara Urusan Koperasi dan
UKM melanjutkan penyusunan konsep Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UU KOP
No. 25/1992.
Dalam rangka pembaharuan Undang-Undang tentang PerKoperasi an untuk
menggantikan UU KOP No. 25/1992, pada tanggal 30 Mei 2000 telah ditandatangani proyek kerja
sama antara Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia. Proyek tersebut di danai oleh Bank Dunia (IDF
Grant No. 27332) dan harus selesai dilaksanakan dalam waktu 16 bulan. Sesuai dengan keputusan
Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM No. 61.1/Kop/Meneg/VII/2000 tanggal 3 Juli 2000 dan
Memorandum Keputusan Bersama antara Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM
dengan Lembaga Studi Pengembangan PerKoperasi an Indonesia (LSP2I)
No. 001/SKB/Setmeneg/VII/2000
001/LSP2I/SKB/VII/2000 tanggal 5 Juli 2000, Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM
menunjuk LSP2I untuk melakukan penyempurnaan terhadap konsep Rancangan Undang-Undang
tentang Perubahan UU KOP No. 25/1992 yang telah berhasil disusun. Hasil perubahan dan
perumusan Tim Ahli yang dibentuk oleh LSP2I disampaikan kepada Menteri Negara Urusan
Koperasi dan UKM pada tanggal 3 Januari 2002.
Secara terpisah, Dekopin juga melaksanakan pengkajian untuk menyusun konsep Rancangan
Undang-Undang tentang PerKoperasi an dengan memanfaatkan hasil pengkajian yang dilakukan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi dan UKM. Pada bulan Juni 2001, Dekopin

10

menyampaikan konsep Rancangan Undang-Undang tentang PerKoperasi an kepada Menteri


Negara Urusan Koperasi dan UKM yang merupakan hasil pembahasan dengan Dekopinwil dan
Dekopinda seluruh Indonesia.
Untuk mengintegrasikan konsep Rancangan Undang-Undang tentang PerKoperasi an yang
dihasilkan oleh Tim Ahli LSP2I dengan konsep yang dihasilkan oleh Dekopin, Menteri Negara
Urusan Koperasi dan UKM menugasi Tim Pengkajian dan Pengembangan Koperasi dan UKM
(TPP KUKM) untuk melakukan pembahasan dan sinkronisasi terhadap kedua Rancangan
Undang-Undang tersebut. Untuk melaksanakan tugas tersebut Ketua Pelaksana TPP KUKM
mengeluarkan Keputusan No. 03/SK/TPP KUKM-1/I/2002 tanggal 29 Januari 2002 guna
membentuk Kelompok Kerja Penyusunan Konsep Rancangan Undang-Undang tentang
PerKoperasi an. Dalam hubungan itu, perlu dikemukakan bahwa salah seorang anggota TPP
KUKM, yaitu Ir. Asnawi Hassan, M.Sc. mengajukan konsep Rancangan Undang-Undang tentang
Koperasi yang ketiga. Konsep ini disusun dengan pertimbangan agar Undang-Undang Koperasi
yang baru nanti benar-benar memuat perubahan-perubahan yang mendasar dan sejalan dengan
perkembangan dan kebutuhan zaman, sehingga Undang-Undang tersebut mampu berperan
sebagai instrumen dan landasan hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan Koperasi di
masa depan. Melalui diskusi-diskusi yang intensif, akhirnya TPP KUKM berhasil menyusun
konsep Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang baru. Konsep tersebut telah pula
diserahkan kepada Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM.
Agar diperoleh hasil yang benar-benar memadai, Kementerian Negara Urusan Koperasi dan
UKM melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait. Konsep Rancangan Undang-Undang
tentang Koperasi yang berhasil disusun oleh TPP KUKM di sampaikan kepada instansi-instansi
tersebut untuk dipelajari. Dari mereka diharapkan kritik dan saran guna menyempurnakan konsep
Rancangan Undang-Undang yang dikirimkan kepada mereka. Selanjutnya, Rancangan Undangundang tentang Koperasi dibahas oleh Tim Interdep. Pertemuan pertama telah diselenggarakan
pada tanggal 26 Juni 2002. Pertemuan tersebut dihadiri oleh utusan dari instansi Interdep dan
lembaga-lembaga lain dengan maksud untuk mendapatkan masukan berupa saran
penyempurnaan atas hasil rangkuman konsep Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang
disusun oleh TPP KUKM.
Kemudian, konsep Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang lebih disempurnakan
itu dibahas dalam suatu lokakarya yang dinamakan Pertemuan Interdep Putaran II Pembahasan
RUU Koperasi : Lokakarya diselenggarakan pada tanggal 17 18 Juli 2002 di Hotel Millenium,
Jakarta Pusat. Dalam pelaksanaannya, lokakarya tersebut tidak hanya dihadiri oleh utusan-utusan
Interdep, tetapi juga dihadiri oleh utusan dari Sekretariat Kabinet, Gerakan Koperasi , Perguruan
Tinggi, Lembaga perbankan (Bank Bukopin, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Dunia), Asosiasi dan
Ikatan Notaris Indonesia, danLSM. Jumlah peserta lebih dari 100 orang.
Acara dimulai dengan sambutan oleh Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM (keynote
speaker), dilanjutkan dengan penyajian konsep Rancangan Undang-undang tentang Koperasi oleh
Ir. Asnawi Hassan, M.Sc. dan pembahasan oleh Ir. Ibnoe Soedjono dari LSP2I dan Moh. Yahya
Suryanegara dari Dekopin. Selanjutnya ketiga tokoh tersebut berperan sebagai panelis.
Dalam rangka menyempurnakan konsep Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi
Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM R.I. mengeluarkan Surat keputusan Nomor :
58/Kop/M.KUKM/VI/2002 tanggal 20 Juni 2002 tentang Pembentukan Tim Penyusunan
Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Perkoperasian dengan DPR RI. Inti
penugasan Tim adalah :

11

1.

merumuskan, menyusun dan menyelesaikan Rancangan Undang-Undang PerKoperasi an yang


telah dibahas oleh Gerakan Koperasi , instansi terkait, Sekretariat Kabinet dan DPR RI ;
2. menghimpun dan menginventarisasi pandangan dari berbagai pihak serta ahli di bidang
perKoperasi an ;
3. melaporkan dan mempertanggungjawabkan hasil perumusan penyempurnaan Rancangan
Undang-Undang PerKoperasian kepada Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
menengah.
Tim beranggotakan 33 orang, yang terdiri atas 3 orang pengarah, seorang koordinator, 12
orang Nara Sumber, 12 orang Perumus, dan lima urang petugas Sekretariat. Dari 33 orang anggota
Tim tersebut, yang sungguh-sungguh aktif dan secara terus menerus terlibat dalam upaya
penyempurnaan konsep Rancangan Undang-undang tentang Koperasi hanyalah delapan orang,
yaitu : (1) Bp. Drs. Guritno Kusumo, M.M. ; (2) Bp. Drs. Soelarso ; (3) Ir. Asnawi Hassan, M.Sc.;
(4) Bp. Untung Tri basuki, S.H. ; (5) Ibu Retno Endang Prihantini, S.H. ; (6) Ibu Isna Situmorang,
S.H. ; (7) Bp. Dwi Sumartono, S.H. ; (8) Bp. Drs. Rony Indrawan . Disamping delapan orang
tersebut, terdapat tiga orang yang sangat berjasa dalam proses penyempurnaan Rancangan
Undang-Undang tentang Koperasi yaitu : (1) Bp. Drs. H.M. Iskandar Soesilo, M.M. ; (2) Ibu
Ratnawati Prasodjo, S.H. ; dan (3) Ibu Ratih Nurdiati, S.H.,LLM.
Setelah melalui pembahasan yang intensif dan mendalam serta perjalanan yang panjang dan
waktu yang lama, akhirnya tersusun Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi yang berjudul
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.............Tahun............tentang Koperasi sebagaimana
disajikan dalam Lampiran V. Dalam perbincangan selanjutnya Rancangan Undang-Undang itu akan
disebut UU KOP BARU.
B.

ESENSI RANCANGAN UU KOP BARU


Dalam Naskah Akdemis ini disajikan Rancangan UU KOP BARU. Dalam Konsiderans
Mengingat disebutkan hal-hal sebagai berikut :
a.

bahwa Koperasi merupakan wadah ekonomi kerakyatan yang ditujukan untuk memenuhi aspirasi
dan kebutuhan ekonomi anggota serta berperan memberdayakan tata ekonomi nasional yang
berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;

b.

bahwa Koperasi perlu terus mengembangkan dan memberdayakan dirinya berdasarkan nilai-nilai
dan prinsip-prinsip Koperasi agar tumbuh dan menjadi kuat dan mandiri serta tangguh dalam
menghadapi perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh
tantangan ;

c.

bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an mengandung ketentuanketentuan yang kurang sesuai dengan perkembangan Koperasi , nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Koperasi ;

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, dipandang


perlu meninjau kembali dan mengubah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
PerKoperasi an.

12

Konsiderans Menimbang melandasi penyusunan UU KOP BARU. Konsiderans tersebut


dijabarkan dalam Penjelasan Umum yang dapat dinilai sebagai uraian singkat UU KOP BARU. Adapun
Penjelasan Umum itu adalah sebagai berikut .
Dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
ditegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Ayat tersebut sangat sesuai dengan prinsip-prinsip Koperasi , karena itu Koperasi i mendapat
misi untuk berperan nyata dalam penyusunan perekonomian yang berdasar atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran orang-seorang.
Dalam rangka mengemban misinya, Koperasi dengan tak henti-hentinya berusaha
mengembangkan dan memberdayakan dirinya agar tumbuh dan menjadi kuat dan mandiri sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Disamping itu, Koperasi berusaha berperan nyata mengembangkan dan memberdayakan tata ekonomi
nasional yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasii ekonomi dalam rangka mewujudkan
masyarakat maju, adil, dan makmur. Untuk mencapai cita-cita tersebut, keseluruhan kegiatan Koperasi
harus diselenggarakan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi .
Pembangunan Koperasi telah diselenggarakan sejak beberapa dekade yang lalu. Ditinjau dari
segi kuantitas, hasil pembangunan itu sungguh membanggakan dimana jumlah Koperasi di Indonesia
telah meningkat pesat. Namun, jika ditinjau dari segi kualitas, kondisinya masih memprihatinkan dan jauh
dari yang diharapkan. Sebagian besar Koperasi sangat lemah perannya dalam perekonomian nasional
dan tidak berarti.
Banyak faktor yang menghambat kemajuan Koperasi , sehingga pengembangan dan
pemberdayaan Koperasi menuju terwujudnya Koperasi yang kuat dan mandiri yang mampu
mengembangkan dan meningkatkan kerja sama, potensi dan kemampuan ekonomi anggota dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya sulit diwujudkan. Salah satu faktor
penghambat adalah di bidang peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian ternyata tidak memadai untuk digunakan sebagai
instrumen pembangunan Koperasi , karena ketentuan-ketentuannya sebagai suatu sistem kurang
memadai untuk dijadikan landasan hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan Koperasi , lebih-lebih
tatkala dihadapkan kepada perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan
penuh tantangan. Aspek-aspek tersebut dapat dilihat dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur
mengenai definisi, nilai dan prinsip Koperasi , pemberian status badan hukum, permodalam,
kepengurusan, kegiatan usaha simpan pinjam Koperasi dan peranan Pemerintah. Oleh karena itu, untuk
mengadakan pembaharuan hukum di bidang perKoperasi an yang benar-benar sesuai dengan tuntutan
pembangunan Koperasi serta menyelaraskan dengan perkembangan tata ekonomi nasional dan global
perlu ditetapkan landasan hukum baru berupa Undang-Undang yang mampu, mendorong Koperasi agar
dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat dan mandiri.
Pembangunan Koperasi perlu diarahkan sehingga Koperasi mampu mengembangkan dan
meningkatkan kerjasama, potensi dan kemampuan ekonomi anggota serta semakin berperan dalam
perekonomian nasional.
Undang-Undang tentang Koperasi ini merupakan pengganti Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an. Dalam Undang-Undang yang baru ini
diwujudkan pembangunan hukum yang memuat berbagai piranti hukum yang diharapkan mampu

13

menghantarkan Koperasi ke arah perwujudan dirinya sebagai organisasi ekonomi yang kuat dan
mandiri, yang berjati diri yaitu sebagai perkumpulan yang bersifat otonom dari orang perseorangan yang
mempersatukan dirinya secara sukarela untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi dengan menjalankan perusahaan yang dimiliki bersama serta diawasi dan dikendalikan secara
demokratis dengan mendasarkan kegiatannya pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi .
Undang-Undang ini menegaskan bahwa pemberian status badan hukum dan pengesahan
perubahan Anggaran Dasar dan mengenai hal-hal tertentu merupakan wewenang dan tanggung jawab
Pemerintah. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah melimpahkan wewenang dan tanggung jawab tersebut
kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Koperasi . Disamping itu Pemerintah memiliki
peranan menetapkan kebijakan serta mengambil langkah-langkah yang mendorong Koperasi sehingga
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam mengambil langkah-langkah tersebut, Pemerintah
wajib menghormati jati diri, keswadayaan, otonomi, dan independensi Koperasi tanpa melakukan
campur tangan dalam urusan internal Koperasi .
Di bidang keAnggotaan, Undang-Undang ini memuat ketentuan-ketentuan yang secara jelas
mengimplementasikan prinsip-prinsip Koperasi di bidang keanggotaan, yaitu bahwa keanggotaan
Koperasi bersifat sukarela dan terbuka, satu orang satu suara, pengawasan Koperasi oleh anggota dan
mereka berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi .
Ketentuan mengenai organisasi dan manajemen Koperasi mencantumkan adanya Pengurus
dan Pengawas yang merupakan satu paket yang satu sama lain tak terpisahkan. Pengurus bertugas
menyelenggarakan pengelolaan Koperasi , sedangkan Pengawas bertugas memberi nasehat kepada
Pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus. Ketentuan-ketentuan tentang tugas
dan wewenang Pengurus dan Pengawas diarahkan agar dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya
mereka bekerja secara profesional dan sungguh-sungguh berusaha mewujudkan Koperasi secagai
asosiasi anggota perusahaan yang maju, kuat, dan mandiri atas dasar nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Koperasi .
Undang-Undang ini mendorong diwujudkan prinsip partisipasi ekonomi anggota, khususnya
kontribusi anggota dalam memperkuat modal Koperasi . Salah satu unsur penting dari modal yang wajib
disediakan oleh anggota adalah saham Koperasi yang merupakan saham Koperasi biasa yang tidak
memiliki kekuatan suara. Dengan diterapkannya konsep saham Koperasi ini, Koperasi tetap merupakan
perkumpulan orang dan bukannya perkumpulan modal.
Undang-Undang ini juga memuat ketentuan tentang lembaga Gerakan Koperasi . Di dalamnya
ditegaskan bahwa Gerakan Koperasi Indonesia mendirikan suatu lembaga yang berfungsi sebagai
wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi , yang
selanjutnya disebut lembaga Gerakan Koperasi . Lembaga ini merupakan kelanjutan dari Sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang didirikan pada tanggal 12 Juli 1947 oleh Kongres
Koperasi Seluruh Indonesia yang pertama, yang diselenggarakan di Tasikmalaya.
Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi menyatakan bahwa pembubaran Koperasi dapat
dilakukan berdasarkan keputusan rapat anggota, jangka waktu berdirinya telah berakhir, keputusan
pengadilan atau keputusan Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Koperasi . Ketentuan tentang
keempat alternatif tersebut beserta penyelesaiannya diatur secara rinci dalam Undang-Undang ini.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Undang-Undang ini disusun dengan maksud untuk mempertegas
jati diri, tujuan, kedudukan, peranan, manajemen, usaha, dan permodalan Koperasi , serta peranan
Gerakan Koperasi dan Pemerintah. Implementasi Undang-Undang ini secara konsekuen dan konsisten

14

diharapkan akan mengatur Koperasi Indonesia menjadi Koperasi yang kuat dan mandiri yang
bermanfaat bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

15

Selanjutnya di bawah ini disajikan esensi UU KOP BARU


I.

Pengertian Koperasi
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum
Koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan
perusahaan yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial dan
budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

II.

Prinsip-Prinsip Koperasi
Mengatur nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang disesuaikan dengan keputusan kongres ICA
tahun 1995 di Manchester. Yaitu :
1. Kekeluargaan, menolong
diri sendiri, bertanggung jawab, demokrasi, persamaan,
keadilan
2. Kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab, kepedulian terhadap orang lain

III.

Pembentukan Koperasi
1. Pendirian koperasi dilakukan dengan akte otentik oleh Notaris dan status Badan Hukumnya
disahkan oleh Menteri;
2. Koperasi tidak boleh menggunakan nama yang telah digunakan koperasi lain yang telah
berbadan hukum;
3. Nama Koperasi Primer harus didahului dengan kata Koperasi dan diakhiri dengan kata
(Prim).
4. Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata Koperasi dan diakhiri dengan kata (Skd).
5. Jangka waktu berdirinya koperasi wajib diatur dalam Anggaran Dasar;
6. Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat koperasi dinyatakan pailit,
kecuali dengan persetujuan pengadilan.

IV.

Keanggotaan Koperasi
Syarat untuk menjadi anggota diperketat dengan satu ketentuan yaitu sebagai pemilik dan
pengguna jasa koperasi

V.

Perangkat Organisasi
1. Rapat Anggota diatur lebih teknis.
2. Diperkenalkan istilah Pengawas yang diangkat dari anggota dan bertugas mengawasi
Pengurus. Mereka yang diangkat sebagai pengurus oleh Rapat Anggota Koperasi adalah
orang profesional yang diusulkan oleh Pengawas.

VI.

Modal
1. Diperkenalkan istilah modal awal koperasi yang terdiri dari iuran masuk dan saham
anggota. Saham tersebut tidak dapat diambil kembali oleh anggota tetapi dapat dialihkan
kepada anggota lain.
2. Hibah yang diberikan oleh pihak ketiga yang berasal dari sumber modal asing, baik
langsung maupun tidak langsung dapat diterima oleh suatu Koperasi setelah mendapatkan
izin terlebih dahulu dari Menteri.

16

VII.

Jenis Koperasi & Lapangan Usaha


1. Mengatur mengenai penjenisan koperasi;
2. Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah;
3. Koperasi dapat didirikan khusus dalam kegiatan usaha simpan pinjam untuk menghimpun
dan menyalurkan dana dari dan untuk anggota. Selain itu koperasi dapat mendirikan unit
simpan pinjam untuk menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk anggota;
4. Dalam ketentuan ini diatur juga tentang:
a. Koperasi simpan pinjam wajib memperoleh izin usaha dari Menteri;
b. KSP dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam terdiri : Kantor cabang, kantor
cabang pembantu, kantor kas
c. Pembinaan, Pemeriksaan dan pengawas Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh
Menteri;

VIII.

Sisa Hasil Usaha


1. Memperkenalkan istilah Surplus Hasil Usaha sebagai pengganti Sisa Hasil Usaha;
2. Surplus Hasil Usaha yang berasal dari transaksi dengan bukan anggota tidak boleh
dibagikan kepada anggota.
3. Dana cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian SHU

IX.

Penggabungan dan Peleburan


Mengatur mengenai pengabungan dan peleburan dan akibat hukum penggabungan dan
peleburan koperasi secara lebih tegas.

X.

Cara pembubaran, Penyelesaian dan hapusnya Badan Hukum


1. Pembubaran Koperasi dilakukan berdasarkan keputusan rapat anggota, jangka waktu
berdirinya telah berakhir, Keputusan Menteri atau Keputusan Pejabat yang ditunjuk.
2. Keputusan pembubaran koperasi disampaikan kepada semua kreditur, Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
3. Istilah Pemerintah di ubah dengan Menteri

XI.

Pemberdayaan Koperasi
1. Mengatur mengenai Peranan Pemerintah untuk menetapkan kebijakan yang mendorong
pertumbuhan dan pengembangan koperasi;
2. Dalam hal tertentu Menteri dapat melakukan pemeriksaan
3. terhadap koperasi;
4. Dalam hal tertentu laporan tahunan harus di audit oleh akuntan publik
5. Diatur tentang dana pembangunan koperasi yang bersumber dari anggota dan pihak-pihak
lain.

XII.

Sanksi
Mengatur mengenai sanksi administratif atas pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang
Koperasi.

XIII.

Ketentuan Peralihan
Mengatur tambahan ketentuan khusus yang berkaitan dengan jangka waktu penyesuaian AD
koperasi yang ada dan mekanisme pembubaran koperasi yang menyesuaikan AD-nya.

17

XIV.

Ketentuan Penutup
1.
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 3502) dinyatakan tidak berlaku lagi.
2.
Peraturan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan atau belum diganti berdasarkan undang-undang ini.

18

BAB IV
PENJELASAN UNDANG-UNDANG TENTANG KOPERASI
A.

BAB. I. KETENTUAN UMUM

.1

PENJELASAN MENGENAI NAMA UNDANG-UNDANG KOPERASI YANG BARU

Nama Undang-Undang yang saat ini berlaku adalah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang disingkat dengan UU KOP No. 25/1992. UndangUndang ini akan digantikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
................Tahun...................tentang Koperasi , yang disebut dengan sebutan UU KOP BARU (Lihat
Lampiran V). Mengapa kata Perkoperasian akan diganti dengan kata Koperasi ? menurut Pasal 1
angka 2 UU KOP No. 25/1992, Istilah Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut
kehidupan Koperasi. Selanjutnya, istilah Kehidupan Koperasi dijelaskan sebagai di bawah ini :
Yang dimaksud dengan kehidupan Koperasi adalah aspek yang erat berkaitan dengan pembangunan
Koperasi, seperti misalnya falsafah, ideologi, organisasi, manajemen, usaha, pendidikan, pembinaan,
dan sebagainya.
Jadi, dari kedua definisi itu dapat dirumuskan pengertian sebagai berikut :
Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut aspek-aspek yang berkaitan dengan
pembangunan Koperasi. Pertanyaan yang timbul adalah : Benarkah bahwa UU KOP No. 25 /1992
mengatur segala sesuatu yang menyangkut aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan
Koperasi ? Jawabannya adalah TIDAK !, karena aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan
Koperasi itu luas sekali, yang meliputi matra-matra politik, ekonomi, sosial, dan budaya, sedangkan
hukum hanya merupakan bagian dari matra-matra tersebut.
Ditinjau dari segi bahasa, istilah kehidupan berarti cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup.
Jadi istilah kehidupan Koperasi berarti cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup Koperasi.
Pertanyaan kedua yang muncul adalah : Benarkah bahwa UU KOP No. 25/1992 mengatur segala
sesuatu yang menyangkut cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup Koperasi ? Jawabannya juga
TIDAK, karena yang dimuat dalam UU KOP No. 25/1992 hanya ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur keberadaan dan pola pengelolaan Koperasi serta peranan lembaga Gerakan Koperasi dan
Pemerintah.
Dari konsep ketentuan-ketentuan dalam Rancangan UU KOP BARU jelaslah bahwa konsep
ketentuan-ketentuan tersebut tidak mengatur segala sesuatu yang menyangkut aspek-aspek yang
berkaitan dengan pembangunan Koperasi dan juga tidak mengatur segala sesuatu yang menyangkut
cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup Koperasi. Konsep ketentuan-ketentuan tersebut hanya
mengatur keberadaan dan pola pengelolaan Koperasi serta peranan lembaga Gerakan Koperasi
Pemerintah. Karena itu, adalah tepat jika Undang-Undang Koperasi yang baru nanti dinamakan UndangUndang Republik Indonesia Nomor..................Tahun...............tentang Koperasi . Tentang arti istilah
Koperasi akan diberikan dalam subbab berikut.

.2

PENJELASAN MENGENAI DEFINISI KOPERASI

Dalam subbab ini akan dievaluasi definisi Koperasi sebagaimana termaktub dalam Pasal 1
angka 2 UU KOP No. 25/1992 yang berbunyi : Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

19

Dalam definisi ini terdapat beberapa kelemahan sebagai berikut :


1. tidak secara tegas dicantumkan adanya sekelompok orang yang menjalin hubungan antar
sesamanya atas dasar kepentingan untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi;
2. tidak adanya penegasan tentang adanya motivasi untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok
guna memenuhi kebutuhan ekonomi (dan lain-lainnya) melalui usaha bersama atas dasar
swadaya dan saling menolong (motivasi swadaya) ;
3. adanya pernyataan yang tidak pas untuk dijadikan sifat dasar Koperasi yang diatur dalam UU KOP
No. 25/1992, yaitu bahwa : Koperasi...............sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat .............
Pernyataan ini tidak pas diterapkan pada Koperasi sebagai badan usaha yang diatur dalam
Undang-Undang Koperasi tersebut, tetapi lebih sesuai untuk diterapkan pada Gerakan Koperasi.
Di lingkungan International Co-operative Alliance (ICA) dikenal suatu standar internasional
berupa pedoman (rekomendasi) bagi penyusun rancangan Undang-Undang dari organisasi-organisasi
Koperasi dari negara-negara anggotanya. Standar internasional yang saat ini dipegang oleh ICA beserta
seluruh anggotanya adalah Pernyataan tentang Jati Diri Koperasi (Statement on the Co-operative
Identity). Pernyataan tersebut diputuskan dalam Kongres ICA yang diselenggarakan pada tahun 1995 di
Manchaster, Inggris, dan terdiri atas (i) definisi Koperasi, (ii) nilai-nilai yang mendasari kegiatan
Koperasi dan nilai-nilai etika yang diyakini oleh anggota Koperasi ; (iii) prinsip-prinsip Koperasi. Perlu
dicatat bahwa Pernyataan itu merupakan saripati hasil kerja Tim yang diketuai oleh Sven Ake Book yang
tergabung dalam ICA Basic Values Project yang dibentuk oleh Kongres ICA yang diselenggarakan di
Stockholm pada tahun 1998.
Mengenai definisi Koperasi, Pernyataan tentang Jati Diri Koperasi menyebutkan bahwa :
Koperasi adalah perkumpulan yang bersifat otonom dari orang perseorangan yang mempersatukan
dirinya secara sukarela untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial dan
budaya dengan menjalankan perusahaan yang dimiliki bersama serta diawasi dan dikendalikan secara
demokratis.
Definisi ini jelas lebih lengkap dan tepat jika dibandingkan dengan definisi Koperasi
sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 Angka 1 UU KOP No. 25/1997. Semula Tim Penyusunan
Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Perkoperasian dengan DPR RI (:Lihat Lampiran
IV) sepakat untuk mengambil definisi Koperasi dari ICA untuk ditetapkan sebagai definisi Koperasi dalam
UU KOP BARU. Namun setelah melewati perdebatan yang panjang, akhirnya disepakati definisi berikut :
Koperasi adalah badan hukum yang merupakan perkumpulan orang perseorangan atau badan hukum
Koperasi untuk menjalankan kegiatan usaha, guna memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di
bidang ekonomi sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. Definisi ini dicantumkan dalam Pasal 1 angka
1 UU KOP BARU.
Beberapa esensi dari definisi ini adalah :
1.
Koperasi adalah badan hukum. Pernyataan ini menunjukkan bahwa dalam UU KOP BARU yang
dimaksud dengan Koperasi adalah Koperasi yang telah memperoleh status badan hukum. Badan
usaha yang tidak memperoleh status badan hukum Koperasi bukanlah Koperasi. Hal ini lebih
ditegaskan dalam Pasal 17 ayat (4) UU KOP BARU yang menyatakan Kata Koperasi dilarang
digunakan oleh badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-Undang ini.
2.
Secara tegas dicantumkan adanya sekelompok orang (dalam pembentukan Koperasi Primer)
atau sekelompok badan hukum Koperasi (dalam pembentukan Koperasi Sekunder) yang
menjalin hubungan antar sesamanya atas dasar kepentingan untuk memenuhi aspirasi dan
kebutuhan bersama di bidang ekonomi ;

20

3.

4.

.3

Adanya motivasi untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok guna memenuhi kebutuhan
ekonomi melalui usaha bersama atas dasar nilai-nilai Koperasi (Lihat Pasal 2 ayat (1) dan (2), UU
KOK BARU), seperti kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggung jawab, demokrasi,
persamaan dan keadilan.
Adanya penegasan bahwa kegiatan Koperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Koperasi (Lihat Pasal
3 UU KOP BARU), yang antara lain ditegaskan bahwa : (a) keanggotaan Koperasi bersifat
sukarela dan terbuka ; (b) Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis ; (c)
anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi ; (d) Koperasi merupakan
perusahaan swadaya, otonom, dan independen ; (e) Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan bagi anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya serta memberikan informasi
kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan dan kemanfaatan koperasi (f) Koperasi melayani
anggotanya sebaik mungkin dan memperkuat Gerakan Koperasi dengan bekerjasama melalui
jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional; (g) Koperasi bekerja
untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang
disepakati oleh anggota.
PENJELASAN MENGENAI NILAI-NILAI KOPERASI

Yang menonjol dari Gerakan Koperasi adalah bahwa Gerakan Koperasi itu bukan hanya
merupakan gerakan ekonomi, tetapi juga merupakan gerakan pendidikan dan gerakan moral. Hal ini
membuat sistem Koperasi menarik untuk dikaji oleh banyak pemikir sosial. Para pemikir sosial itu
menekankan landasan sosial. Di samping itu, banyak pemuka Gerakan Koperasi yang melihat Koperasi
bukan hanya sebagai pusat pelayanan ekonomi tetapi juga merupakan pusat pelayanan moral dan
sosial. Sering juga dikatakan bahwa Koperasi adalah laboratorium moral dan wahana transformasi sosial
ekonomi.
Atas dasar pikiran tersebut di atas,Kongres ICA tahun 1995 di Manchaster menetapkan nilainilai Koperasi sebagai komponen jati diri Koperasi. Terdapat dua jenis nilai-nilai Koperasi, yaitu : (1) nilainilai yang mendasari kegiatan Koperasi ; dan (2) nilai-nilai etika yang diyakini oleh anggota Koperasi.
Ketentuan nilai-nilai tersebut tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/ 1992. Adapun nilai-nilai
yang mendasari kegiatan Koperasi adalah :
1) Kekeluargaan;
2) menolong diri sendiri ;
3) bertanggung jawab atas nasib sendiri ;
4) demokrasi ;
5) persamaan ;
6) keadilan ;
Disamping keenam nilai tersebut, Tim Penyusunan Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang
tentang Perkoperasian dengan DPR RI menambahkan satu nilai yang khas Indonesia, yaitu
kekeluargaan . Nilai-nilai tersebut dimuat dalam Pasal 2 ayat (1) UU KOP BARU. Nilai ini ditempatkan
di urutan pertama.
Kemudian nilai-nilai etika yang diyakini oleh anggota Koperasi adalah :
1) kejujuran ;
2) keterbukaan ;
3) tanggung jawab sosial ;
4) kepedulian terhadap orang lain .

21

Nilai-nilai tersebut dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) UU KOP BARU.


Di bawah ini dijelaskan esensi dari nilai-nilai tersebut di atas :
a.
Nilai Kekeluargaan
Nilai kekeluargaan mengandung pengertian bahwa Koperasi dalam melaksanakan usahanya
mengutamakan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran orang-perseorangan, nilai
kesetiakawanan yaitu setiap Anggota saling menghargai, tolong menolong, dan saling memperkuat
dengan Anggota lainnya.
.
b.
Nilai Menolong Diri Sendiri
Nilai menolong diri sendiri mengandung pengertian bahwa semua Anggota Koperasi berkemauan dan
sepakat secara bersama-sama menggunakan jasa Koperasi untuk mempromosikan Koperasi sehingga
menjadi besar dan kuat.
.
c.
Nilai Bertanggung Jawab atas Nasib Sendiri
Nilai bertanggung jawab mengandung pengertian bahwa segala kegiatan usaha Koperasi harus
dilaksanakan pada prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan
efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi Koperasi.
d.
Nilai Demokrasi
Nilai demokrasi mengandung pengertian bahwa setiap Anggota Koperasi secara otomatis memiliki satu
suara yang berhak ikut dalam pengambilan keputusan yang berlangsung dalam Rapat Anggota, tidak
tergantung kepada besar kecilnya modal yang diberikan.
e.
Nilai Persamaan
Nilai persamaan mengandung pengertian bahwa Anggota Koperasi memiliki hak dan kewajiban yang
sama dalam melakukan transaksi dengan Koperasinya dan mendapatkan keuntungan bersama dengan
berkoperasi.
.
f.
Nilai Keadilan
Nilai keadilan, mengandung pengertian bahwa diberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada
semua warga negara sesuai kemampuannya untuk menjadi Anggota Koperasi.

.4

PENJELASAN MENGENAI PRINSIP-PRINSIP KOPERASI


4
Prinsip-prinsip Koperasi adalah seperangkat prinsip yang melandasi kerja Koperasi. Agar
definisi ini dapat difahami dengan jelas, terlebih dahulu perlu diterangkan arti istilah prinsip. Sesuatu
pernyataan dapat dianggap sebagai prinsip jika ia memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) ia harus
menyatakan kenyataan-kenyataan yang bersifat mendasar atau hakiki ; (2) ia harus merupakan suatu
pernyataan yang bersifat sistematis tentang fakta-fakta ; dan (3) ia harus bersifat universal sehingga
dapat diterapkan di mana saja dan kapan saja.
Prinsip-prinsip Koperasi didasarkan pada nilai-nilai moral tertentu atau cita-cita tertensu. Mereka
ditujukan pada perwujudan nilai-nilai moral tertentu. Namun, prinsip-prinsip itu sendiri bukanlah nilai-nilai
atau cita-cita. Mereka juga bukan prinsip-prinsip moral (yaitu prinsip-prinsip yang merupakan
pernyataan-pernyataan tentang nilai-nilai yang bersifat universal dan mendasar, yang merupakan
pedoman yang bersifat normatif bagi perilaku manusia) atau prinsip-prinsip ilmiah (yaitu prinsip-prinsip
yang merupakan pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan analisis yang bersifat logis atau

22

observasi terhadap fakta-fakta sehingga tergambar hubungan sebab-akibat ; prinsip-prinsip ilmiah


adalah pernyataan-pernyataan positif yang memiliki nilai prediktif).
Prinsip-prinsip Koperasi itu sekedar menjelaskan ciri-ciri khas dan hakiki dari suatu organisasi
yang bernama Koperasi. Dengan perkataan lain, prinsip-prinsip Koperasi memberikan corak kooperatif
pada organisasi yang mendasarkan perilakunya pada prinsip-prinsip itu atau memberikan ciri-ciri hakiki
kepadanya.
Dalam Kongres ICA yang diselenggarakan pada tahun 1995 di Manchester, Inggris, diputuskan
prinsip-prinsip Koperasi yang baru sebagai pengganti prinsip-prinsip Koperasi yang diputuskan dalam
Kongres ICA yang diselenggarakan pada tahun 1966 di Viena, Austria. Prinsip-prinsip Koperasi yang
baru itu ditetapkan sebagai prinsip-prinsip Koperasi dalam UU KOP BARU, yaitu dicantumkan dalam
Pasal 3. Dinyatakan di dalam pasal itu bahwa prinsip-prinsip Koperasi merupakan pedoman
pelaksanaan nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Adapun rumusan Pasal 3 tersebut adalah
sebagai berikut :
Pasal 3
Prinsip-prinsip Koperasi merupakan pedoman pelaksanaan nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, yang terdiri atas :
a.
keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka ;
b.
Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis ;
c.
anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi ;
d.
Koperasi merupakan perusahaan swadaya, otonom, dan independen ;
e.
Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota , Pengawas, Pengurus, dan
karyawannya serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan
kemanfaatan Koperasi ;
f.
Koperasi melayani anggotanya sebaik mungkin dan memperkuat Gerakan Koperasi dengan
bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional ;
dan
g.
Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui
kebijakan yang disepakati oleh anggota.
Sedangkan penjelasan terhadap Pasal 2 itu adalah sebagai berikut :
Pasal 3
Prinsip-prinsip Koperasi merupakan unsur-unsur penentu jati diri Koperasi disamping nilai dasar
dan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Kesepuluh prinsip itu merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan dan merupakan dasar yang dipegang sebagai anutan utama dalam
penyelenggaraan kegiatan Koperasi.
Huruf a
Koperasi adalah organisasi sukarela, terbuka bagi semua orang yang mampu memanfaatkan
layanannya dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa diskriminasi atas dasar gender,
sosial, ras, politik, atau agama.
Huruf b
Koperasi adalah organisasi demokratis yang diawasi dan dikendalikan oleh anggotanya, yang
berpartisipasi aktif dalam menentukan kebijakan mereka dan membuat keputusan. Orang laki-laki dan
perempuan yang bertugas sebagai wakil yang dipilih bertanggung jawab kepada anggota . Dalam

23

Koperasi Primer setiap Anggota memiliki hak suara yang sama (satu anggota, satu suara). Koperasi
Sekunder juga organisasi yang dikelola secara demokratis.
Huruf c
Anggota menyediakan modal bagi Koperasinya secara adil dan mengawasinya secara
demokratis. Anggota menerima imbalan, jika ada, atas modal yang diserahkan sebagai syarat
keanggotaan. Anggota mengalokasikan surplus hasil usaha untuk sebagian atau keseluruhan maksud
sebagai berikut : mengembangkan Koperasinya, yang mungkin dilakukan dengan menyisihkan
cadangan, yang sebagian daripadanya tidak dapat dibagi ; memberikan keuntungan atau kemanfaatan
kepada Anggota sebanding dengan transaksinya dengan Koperasi ; menyelenggarakan pendidikan,
pelatihan, dan penyuluhan Koperasi ; dan mendukung kegiatan lain yang disetujui oleh Anggota.
Huruf d
Koperasi adalah organisasi otonom dan swadaya yang diawasi dan dikendalikan oleh Anggota.
Jika mereka mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk Pemerintah atau menambah
modal dari sumber-sumber lain, mereka melakukan hal itu atas dasar syarat-syarat yang menjamin tetap
terselenggaranya Pengawasan dan pengendalian demokratis oleh Anggotanya dan tetap tegaknya
otonomi Koperasi.
Huruf e
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawan
dimaksudkan agar mereka dapat memberikan sumbangan secara efektif bagi perkembangan
Koperasinya. Pemberian informasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda dan pemuka
masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi adalah sangat prinsipiil.
Huruf f
Yang dimaksud dengan Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi dan kegiatan
Perkoperasian yang bersifat terpadu untuk mencapai tujuan Koperasi.
Huruf g
Cukup jelas
Di bandingkan dengan prinsip-prinsip Koperasi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 UU
KOP No. 25/1992, prinsip-prinsip Koperasi yang baru jauh lebih lengkap. Di samping itu, dalam prinsipprinsip Koperasi yang baru tidak dimuat prinsip ketiga, keempat dan kelima karena dianggap tidak
bersifat hakiki dan universal atau sudah dimuat di dalam nilai-nilai Koperasi. Prinsip-prinsip yang tidak
dimuat kembali itu adalah : (1) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota ; (2) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal ;
(3) kemandirian.

.5

PENJELASAN MENGENAI
KOPERASI

TIDAK DICANTUMKANNYA LANDASAN DAN ASAS

Dalam Pasal 2 UU KOP No. 25/1992 ditetapkan landasan dan asas Koperasi, yaitu :
Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas
kekeluargaan.
Ketentuan tentang landasan dan asas ini tidak kita temui lagi dalam UU KOP BARU Mengapa ?

24

25

Sebagaiman kita ketahui, Pancasila yang sila-silanya adalah : (1) Ketuhanan Yang Maha Esa ;
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab ; (3) Persatuan Indonesia ; (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan ; (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Bagi masyarakat dan negara RI Pancasila adalah kenyataan yang tidak dapat diganggu
gugat. Maksudnya, Pancasila diterima sebagai dasar, falsafah dan ideologi negara.
Di lain pihak, Undang-Undang Dasar 1945 mengandung prinsip-prinsip dan norma-norma
hukum yang mendasari kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia, agar dapat berlangsung dengan
teratur dan efisien. Peranan pokok Undang-Undang Dasar 1945 antara lain, adalah : (1) menentukan
hak-hak dasar serta kewajiban terhadap kekuasaan besar negara/pemerintah ; (2) mengatur dan
menetapkan lembaga-lembaga tinggi negara, hubungan antar mereka dan tugas masing-masing ; (3)
menentukan hal-hal tentang keadaan darurat dan perubahan Undang-Undang dasar.
Jika demikian halnya, tepatkah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan landasan
badan usaha Koperasi ? Tim Penyusunan Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang
Perkoperasian dengan DPR RI berpendapat : tidak tepat ! Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
tidak tepat dan terlalu besar untuk dijadikan landasan badan usaha Koperasi (bukannya Gerakan
Koperasi). Perlu dicacat bahwa selain Koperasi tidak ada badan usaha lain yang melandaskan dirinya
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Bagaimanakah halnya dengan asas kekeluargaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU
KOP No. 25/1992 ? Sebagaimana telah diuraikan dalam subbab 4.3. bahwa nilai kekeluargaan sudah
ditetapkan sebagai nilai pertama dari nilai-nilai dasar Koperasi. Jadi tidak ada masalah.

.6

PENJELASAN MENGENAI TIDAK DICANTUMKANNYA TUJUAN KOPERASI

Ketentuan tentang tujuan Koperasi dimuat dalam Pasal 3 UU KOP No. 25/1992. Rumusan
ketentuan itu terdiri atas dua unsur, yaitu :
(i)
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya ;
(ii)
Koperasi ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 (Perkataan Koperasi dicantumkan oleh Panulis).
Rumusan (1) relevan untuk Koperasi pada tingkat mikro, yaitu Koperasi yang didefinisikan dalam
Pernyataan tentang Jati Diri Koperasi yang memiliki dua sifat dasar, yaitu sebagai perkumpulan orangperseorangan (perkumpulan anggota) dan sebagai perusahaan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang
itu. Sedangkan rumusan (2) tidak relevan untuk Koperasi pada tingkat mikro, melainkan relevan untuk
Koperasi pada tingkat makro, yang antara lain dikenal dengan konsep Gerakan Koperasi, sektor
Koperasi, dan sebagainya.
Kalau kita baca dengan cermat substansi UU KOP No. 25/1992 maka ketentuan-ketentuannya
hanya dimaksudkan untuk mengatur Koperasi pada tingkat mikro. Demikian juga UU KOP BARU yang
baru yang akan menggantikan UU KOP No. 25/1992.
Tim Penyempurnaan Penyusunan RUU tentang Perkoperasian dengan DPR RI berpendapat
bahwa : (1) Setiap Koperasi mempunyai tujuannya masing-masing, yang satu mungkin berbeda dengan
yang lainnya ; (2) pengalaman dalam pelaksanaan UU KOP No. 25/1992 menunjukkan bahwa masingmasing Koperasi cenderung mencantumkan tujuannya persis seperti ketentuan tentang tujuan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UU KOP No. 25/1992, sehingga tampak janggal bahwa sebuah

26

Koperasi yang kecil dan lemah mencantumkan salah satu tujuannya, yaitu, Ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. ; (3) Berdasarkan pertimbangan (1) dan (2)
Tim berpendapat bahwa tujuan Koperasi tidak perlu dicantumkan dalam UU KOP BARU. Walaupun
demikian, UU KOP BARU mencantumkan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, yaitu :
Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) memuat ............ :
................................................................................;
tujuan dan kegiatan usaha untuk mencapai tujuan .

.7

PENJELASAN MENGENAI TIDAK DICANTUMKANNYA FUNGSI DAN PERAN KOPERASI

Dalam Pasal 4 UU KOP No. 25/1992 dicantumkan ketentuan tentang Fungsi dan Peran
Koperasi yang berbunyi :
Fungsi dan peran Koperasi adalah :
1)
membantu dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya ;
2)
berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat ;
3)
memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian
nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya ;
4)
berusaha untuk mewujudfkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Terhadap rumusan ini Tim Penyempurnaan Penyusunan RUU tentang Perkoperasian dengan DPR RI
berpendapat : (1) dari keempat rumusan tersebut, hanya rumusan a yang relevan bagi badan usaha
Koperasi pada tingkat mikro. Rumusan b,c, dan d dinilai terlalu besar, sehingga tidak relevan ; (2)
Masing-masing Koperasi memiliki fungsi dan perannya sendiri-sendiri. Karenanya adalah lebih baik
kalau perumusan tentang fungsi dan peran Koperasi diserahkan sepenuhnya kepada Koperasi masingmasing ; (3) Berdasarkan kedua pertimbangan tersebut Tim bersepakat untuk tidak mencantumkan
ketentuan tentang fungsi dan peran dalam UU KOP BARU.
B.

BAB. II. PENDIRIAN, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PENGUMUMAN


1.

PENJELASAN MENGENAI PENDIRIAN KOPERASI


a.

Persyaratan Minimal
Definisi istilah Koperasi sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1 angka 1
UU KOP BARU adalah penting sekali untuk menetapkan organisasi mana yang dapat
disajkan sebagai badan hukum Koperasi menurut UU KOP BARU. Dalam definisi itu
ditegaskan bahwa dalam upaya untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di
bidang ekonomi, tindakan-tindakan Koperasi sesuai dengan nilai dan prinsip
Koperasi.
Dalam Pasal 9 UU KOP BARU yang baru ditetapkan persyaratan minimal
sebagai berikut :
(1) Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh ) orang perseorangan
dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal
awal Koperasi.

27

(2)
(3)

(4)

Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi dengan


memisahkan sebagian kekayaan Koperasi pendiri atau anggota sebagai modal
awal Koperasi.
Dalam hal setelah Koperasi disahkan, anggotanya berkurang dari jumlah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) maka dalam waktu paling
lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut koperasi yang
bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan.
Setelah melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
anggota koperasi tetap kurang dari jumlah minimal keanggotaan, maka anggota
Koperasi bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian
yang terjadi dan Koperasi tersebut wajib dibubarkan oleh Pemerintah.

Ketentuan sebagaimana tercantum dalam ayat (1) dan (2) juga terdapat dalam Pasal 6
ayat (1) dan (2) UU KOP No. 25/ 1992, sedangkan ketentuan sebagaimana tercantum
dalam ayat (3) tersebut di atas merupakan ketentuan baru. Berkenaan dengan ayat (3)
tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa sekurang-kurangnya tiga Koperasi Primer
atau tiga Koperasi Sekunder, atau tiga Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder dapat
mendirikan sebuah Koperasi Sekunder.
b.

Prosedur Pendirian Koperasi


Dalam rangka pendirian Koperasi, biasanya para pendiri melakukan
persiapan-persiapan tertentu, antara lain :
(1) membentuk Panitia Pendirian Koperasi ;
(2) Panitia mendapat tugas :
a) memikirkan jenis Koperasi yang akan didirikan dan menetapkan tujuannya ;
b) memperkirakan jumlah anggota dan besarnya usaha yang diharapkan ;
c) mengusahakan, melalui konsultasi dengan Pejabat Koperasi, suatu studi
kelayakan mengenai aspek-aspek praktis dan ekonomis dari kegiatankegiatan yang hendak dilaksanakan oleh Koperasi yang akan didirikan
serta analisis kelangsungan hidup Koperasi tersebut ;
d) menyusun daftar calon anggota dan catatan mengenai kontribusi modal
yang akan diperoleh ;
e) melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengajukan
permohonan badan hukum bagi Koperasi yang bersangkutan .
Hal-hal tersebut di atas perlu dilakukan oleh para pendiri, namun tidak diatur
dalam UU KOP BARU.
Syarat-syarat yang bisa ditetapkan bagi Koperasi untuk memperoleh status
badan hukum antara lain : (1) jumlah minimum anggota pendiri (lihat Pasal 9 ayat (1)
dan (2) UU KOP BARU ; (2) disampaikannya surat permohonan tertulis untuk
pengesahan akta pendirian kepada Menteri, yang dilampiri dengan dokumen-dokumen
tertentu, seperti : berita acara rapat pembentukan, anggaran dasar yang diusulkan,
dan keterangan lain yang dianggap perlu, antara lain daftar anggota pendiri dan namanama anggota Pengurus dan Pengawas yang pertama.
Pasal 10 UU KOP BARU yang baru menegaskan :
(1) Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dibuat dengan akta
Notaris dalam bahasa Indonesia.

28

(2) Besarnya biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ini berbeda dengan ketentuan
dalam Pasal 7 ayat (1) UU KOP No. 25/1992 yang berbunyi : Pembetukan Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan Akte Pendirian yang memuat
Anggaran Dasar. Pendirian Koperasi dibuat dengan akta notaris dimaksudkan agar
Koperasi memiliki akta otentik, mengingat bahwa para notaris secara khusus oleh
negara ditunjuk untuk membuat akta otentik baik atas permintaan atau atas perintah.
Yang dimaksud dengan akta otentik adalah akta atau surat yang dibuat oleh pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Ketentuan dalam ayat ini berarti bahwa tanpa adanya akta otentik yang
dibuat oleh dan hadapan pejabat umum yang diangkat oleh Menteri yang bertanggung
jawab dalam bidang Koperasi, dalam pendirian suatu Koperasi, maka Koperasi itu
tidak pernah ada.
Selanjutnya, Pasal 11 UU KOP BARU menyatakan :
(1)

(2)

Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap
perlu, sekurang-kurangnya :
a.
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan
pekerjaan pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan dan alamat
lengkap serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasi
pendiri; dan
b.
susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal,
dan pekerjaan anggota Pengawas dan anggota Pengurus yang pertama kali
diangkat.
Dalam pembuatan akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
seorang pendiri dapat diwakili oleh pendiri lain berdasarkan surat kuasa.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut di atas lebih lengkap jika
dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) UU KOP No. 25/1992, karena
di sana hanya dinyatakan bahwa Pembentukan Koperasi..................dilakukan dengan
Akte Pendirian yang memuat Anggaran Dasar. Di samping itu, ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 ayat (2) UU KOP BARU tidak terdapat dalam
UU KOP No. 25/1992.
Kapan suatu Koperasi memperoleh status badan hukum di tegaskan dalam
Pasal 12 UU KOP BARU. Ketentuannya adalah sebagai berikut :
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) disahkan oleh Menteri.
Proses sejak diajukannya permohonan tertulis untuk mengesahkan akta pendirian
Koperasi kepada Menteri sampai dengan disahkannya akta pendirian itu diatur dalam
Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15.
Untuk melindungi Koperasi,, dalam UU KOP BARU yang baru dicantumkan
ketentuan mengenai perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri untuk kepentingan
Koperasi sebelum Koperasi memperoleh status badan hukum. Ketentuan semacam itu

29

tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992. Adapun ketentuan dalam Pasal 14
berbunyi :
(1) Perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri untuk kepentingan Koperasi
sebelum memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pribadi para
pendiri pribadi bersama-sama.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikat Koperasi
setelah memperoleh status badan hukum, apabila rapat anggota menerima
perbuatan hukum tersebut.
(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima
oleh rapat anggota, maka Koperasi mengambil alih semua hak dan kewajiban
yang timbul sebagai akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri.
Ketentuan dalam ayat (1) dan ayat (2) cukup jelas, sedangkan ketentuan
dalam ayat (3) memerlukan penjelasan. Ketentuan itu mengatur pengalihan kepada
Koperasi hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pendiri setelah Koperasi didirikan tetapi belum disahkan menjadi badan
hukum melalui penerimaan secara tegas pengembilalihan hak serta kewajiban dan
pengukuhan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan Koperasi untuk menerima dan
pengukuhan perbuatan hukum itu ada pada rapat anggota.
2.

PENJELASAN MENGENAI ANGGARAN DASAR KOPERASI


.a

Pengantar
Anggaran dasar merupakan peraturan yang terutama yang mengatur tata
kehidupan Koperasi dan hubungan antara Koperasi dengan anggotanya. Peraturan
tersebut menjadi dasar dari peraturan-peraturan lain dalam Koperasi. Anggaran dasar
disusun oleh orang-orang yang membentuk Koperasi, yaitu para pendiri Koperasi.
Anggaran dasar yang dirancang oleh suatu Koperasi yang baru merupakan suatu
persetujuan (bentuk khusus suatu perjanjian) antara para anggota pendiri, artinya
sampai batas tertentu para anggota pendiri dapat menentukan sendiri isi anggaran
dasar tersebut. Namun, segera sesudah akta pendirian Koperasi yang memuat
anggaran dasar Koperasi disahkan oleh Menteri, selanjutnya anggaran dasar tersebut
berubah sifat hukumnya. Anggaran dasar itu tidak dapat lagi dipengaruhi oleh para
anggota pendiri melalui suatu persetujuan biasa. Setelah akta pendirian itu disahkan,
maka anggaran dasar itu menjadi Koperasi yang mengikat seluruh anggota (baik
anggota yang sekarang maupun mereka yang akan menjadi anggota), Pengurus,
Pengawas, dan pihak lain di dalam Koperasi. Sekali anggaran dasar itu didaftarkan
(untuk pertama kali melalui pengesahan akta pendirian), ia hanya dapat diubah
menurut suatu prosedur tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang
Koperasi.
Anggaran dasar Koperasi merupakan penjabaran dari dan tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang Koperasi dan peraturan-peraturan Pemerintah
yang dibuat berdasarkan Undang-Undang itu.

.b

Isi Anggaran Dasar Koperasi

30

Anggaran dasar Koperasi harus memuat semua hal penting mengenai tata
kehidupan Koperasi dan hubungannya dengan para anggotanya. Di dalam Pasal 16
UU KOP BARU yang baru dicantumkan ketentuan sebagai berikut :
(1) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) sekurangkurangnya memuat :
a. nama dan tempat kedudukan ;
b. tujuan dan kegiatan usaha untuk mencapai tujuan ;
c. jangka waktu berdirinya Koperasi ;
d. ketentuan mengenai sumber pendanaan ;
e.
tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota
Pengawas dan Pengurus ;
f.
hak dan kewajiban anggota Pengawas, dan Pengurus ;
g.
ketentuan mengenai keanggotaan ;
h.
ketentuan mengenai tempat dan tata cara penyelenggaraan rapat
anggota ;
i.
ketentuan mengenai penggunaan surplus hasil usaha ;
j.
ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar ;
k.
ketentuan mengenai pembubaran ;
l.
ketentuan mengenai sanksi ;
m.
ketentuan lain menurut Undang-Undang ini.
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya :
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan
pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap
serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasi pendiri ;
susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan
pekerjaan anggota Pengawas, dan anggota Pengurus yang pertama kali
diangkat.
(3) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh memuat
ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Dibandingkan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 8 UU KOP No. 25/1992,
jelaslah bahwa ketentuan yang tercantum dalam Pasal 15 UU KOP BARU jauh lebih
lengkap.
Selanjutnya, di bawah ini disajikan penjelasan tentang butir-butir ketentuan
yang tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) UU KOP BARU tersebut di atas.
1)

Nama Koperasi

Nama Koperasi adalah penting sekali, baik nama lengkap maupun nama singkatan.
Nama tersebut harus mampu menginformasikan usaha yang dilaksanakan oleh
Koperasi yang bersangkutan. Nama tersebut juga harus mampu membedakan dengan
nama Koperasi lainnya, agar tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Dalam hal
nama yang digunakan telah menjadi nama Koperasi lainnya, maka pada nama
Koperasi yang bersangkutan ditambah dengan perkataan yang membedakan.
UU KOP NO. 25/1992 tidak mengatur mengenai penamaan Koperasi, sedangkan UU
KOP BARU mengaturnya dalam Pasal 16. Adapun ketentuannya adalah sebagai
berikut :

31

(1) Koperasi tidak boleh memakai nama yang :


a. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota;
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan ;
c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau
lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan ;
d. tidak sesuai dengan tujuan dan kegiatan usaha atau hanya menunjukkan
tujuan Koperasi saja tanpa nama diri ; atau
e. terdiri dari angka atau rangkaian angka .
(2) Nama Koperasi Primer harus didahului dengan kata Koperasi dan diakhiri
dengan kata (Prim).
(3) Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata Koperasi dan diakhiri dengan kata
(Skd).
(4) Kata Koperasi dilarang digunakan oleh badan usaha yang didirikan tidak menurut
ketentuan Undang-Undang ini.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Koperasi diatur
dengan Peraturan Pemerintah .
2)

Tempat Kedudukan

Tempat kedudukan adalah lokasi di mana kantor utama Koperasi dengan segala
manajemennya berada. Hal ini penting dicantumkan dalam anggaran dasar untuk
menunjukkan domisili atau alamat resmi Koperasi yang bersangkutan, terutama dalam
kaitannya jika koperai tersebut mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga.
Tempat kedudukan harus disebutkan antara lain dalam surat menyurat dan melalui
alamat tersebut Koperasi dapat dihubungi.
Pasal 7 ayat (2) UU KOP No. 25/1992 memuat ketentuan singkat tentang tempat
kedudukan Koperasi sebagai berikut : Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam
wilayah negara Republik Indonesia.
UU KOP BARU memuat ketentuan tentang tempat kedudukan yang lebih rinci
sebagaimana dimuat dalam Pasal 5. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :
(1) Koperasi mempunyai nama dan tempat kedudukan di Daerah Kota atau
Kabupaten dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang dicantumkan dalam
anggaran dasar.
(2) Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekaligus merupakan
kantor pusat Koperasi.
(3) Koperasi mempunyai alamat lengkap ditempat kedudukannya.
(4) Dalam semua surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Koperasi,
barang cetakan, dan akta dalam hal Koperasi menjadi pihak harus menyebutkan
nama dan alamat lengkap Koperasi.
3)

Jangka Waktu Berdirinya Koperasi

UU KOP No. 25/1992 sama sekali tidak mengatur tentang jangka waktu berdirinya
Koperasi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 7 UU KOP BARU , yang bunyinya :
Koperasi didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
4)

Ketentuan mengenai sanksi

UU KOP No. 25/1992 tidak mengharuskan adanya ketentuan mengenai sanksi dalam
anggaran dasar Koperasi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf l. Hal ini

32

berkaitan dengan ketentuan tentang kewajiban anggota, Pengawas, dan Pengurus


sehingga anggaran dasar perlu memuat ketentuan mengeani sanksi yang dapat
dikenakan kepada anggota, Pengawas, dan Pengurus yang tidak melaksanakan
kewajiban.

33

5)

Ketentuan-ketentuan Lain

Ketentuan-ketentuan lain sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) akan


dijelaskan dalam bab-bab yang berkaitan dengan masing-masing isu.
Disamping penjelasan terhadap beberapan butir dari Pasal 15 ayat (1), perlu
dijelaskan tentang rangkaian kata pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau
pihak lain sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (3). Yang dimaksud dengan
rangkaian kata itu antara lain adalah pemberian hak kepada pendiri atau pihak lain
mengenai perhubungannya dengan Pengawas, Pengurus, atau anggota, hak khusus
untuk memberikan suara di luar ketentuan prinsip-prinsip Koperasi; hak khusus untuk
mendapatkan imbalan pelayanan khusus melebihi pelayanan yang diberikan kepada
anggota.
.c

Perubahan Anggaran Dasar Koperasi


Anggaran dasar Koperasi dapat dirubah. Perubahan anggaran dasar berarti
mengubah dasar di atas mana Koperasi didirikan dan karenanya perubahan itu
merupakan hal yang sangat penting sehingga Undang-Undang tentang Koperasi
menetapkan ketentuan-ketentuan yang sangat rinci mengenai hal ini .
Pasal 19 UU KOP BARU menyatakan :
(1) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dapat diubah
oleh Rapat Anggota apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian
dari jumlah anggota Koperasi dan disetujui oleh lebih dari (satu per dua)
bagian dari jumlah anggota yang hadir.
(2) Usul perubahan Anggaran Dasar dilampirkan dalam surat undangan kepada
anggota.
(3) Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Koperasi
dinyatakan pailit berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali atas
persetujuan pengadilan.
(4) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
Dalam Pasal 12 ayat (1) UU KOP No. 25/1992 tercantum ketentuan yang
serupa dengan ayat (1) tersebut di atas, namun dalam UU KOP No. 25/1992 tidak
terdapat ketentuan seperti yang tercantum dalam ayat (2) dan ayat (5) itu. Selanjutnya,
Pasal 20 UU KOP BARU menyatakan :
(1) Perubahan tertentu terhadap Anggaran Dasar harus mendapat pengesahan
Menteri.
(2) Perubahan tententu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
nama ;
b.
tempat kedudukan;
c.
tujuan;
d.
kegiatan usaha; dan
e.
jangka waktu berdirinya Koperasi apabila Anggaran Dasar menetapkan
jangka waktu tertentu.
(3) Perubahan Anggaran Dasar selain yang berkaitan dengan hal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri dalam waktu 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak akta perubahan Anggaran Dasar dibuat.

34

Ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 UU KOP BARU ini juga


tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.
Permohonan persetujuan atas perubahan anggaran dasar dapat ditolak.
Dalam hubungan ini, Pasal 22 UU KOP BARU menyatakan, apabila :
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan anggaran dasar ;
b. isi perubahan anggaran dasar bertentangan dengan peraturan perUndangUndangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan ; dan
c. ada keberatan dari kreditor yang kepentingannya dirugikan sebagai akibat
diubahnya anggaran dasar mengenai pendanaan.
Ketentuan semacam ini tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.
3.

PENJELASAN MENGENAI PENGUMUMAN


Mengenai pengumuman Koperasi yang telah memperoleh status sebagai badan
hukum, Pasal 24 UU KOP BARU
menyatakan :
Pengumuman sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Menteri (dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia).
Selanjutnya Pasal 25 UU KOP BARU menegaskan :
Ketentuan mengenai Daftar Umum Koperasi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

C.

BAB III. KEANGGOTAAN


1.

PENJELASAN MENGENAI PERSYARATAN KEANGGOTAAN


Di dalam Koperasi yang merupakan perkumpulan orang bukannya perkumpulan
modal peran anggota sangat penting. Koperasi dimiliki, dikelola, diawasi dan dikendalikan
oleh anggota. Jasa yang dihasilkan atau disediakan oleh Koperasi dimanfaatkan dan dinikmati
oleh anggota. Karena itu adalah tepat sekali ketentuan yang dicantumkan dalam Pasal 26 ayat
(1) UU KOP BARU, yaitu :
Anggota Koperasi adalah pengguna jasa Koperasi.
Dari rumusan tersebut jelaslah bahwa yang dimaksud dengan pengguna jasa Koperasi adalah
pengambil manfaat dari pelayanan yang disediakan oleh Koperasi.
Untuk dapat menjadi anggota Koperasi seseorang atau suatu badan hukum Koperasi
harus memenuhi persyaratan tertentu . Pasal 27 UU KOP BARU menyatakan :
(1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi Primer ialah orang perseorangan yang mampu
melakukan tindakan hukum, mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi, bersedia
menggunakan jasa Koperasi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam
anggaran dasar.
(2) Yang dapat menjadi anggota Koperasi Sekunder ialah Koperasi yang mempunyai
kesamaan kepentingan ekonomi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam anggaran dasar.
Sehubungan dengan ketentuan dalam Pasal 27 tersebut diatas perlu dikemukakan catatan
berikut : (1) ketentuan dalam Pasal 28 UU KOP BARU yang baru lebih rinci dari pada ketentuan
dalam Pasal 18 ayat (1) UU KOP No. 25/1992 ; (2) Pasal 67 UU KOP BARU tidak

35

mempersyaratan kewarganegaraan Indonesia kepada seseorang yang ingin menjadi anggota


Koperasi Indonesia.

36

2.

PENJELASAN MENGENAI KEANGGOTAAN KOPERASI YANG BERSIFAT SUKARELA


Dalam Koperasi, keanggotaan bersifat sukarela sesuai dengan ciri Koperasi sebagai
suatu organisasi swadaya. Keanggotaan sukarela berarti : (1) kebebasan untuk menjadi
anggota bagi semua orang yang memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan
dalam anggaran dasar ; (2) hak bagi setiap anggota untuk mengundurkan diri dari keanggotaan
Koperasi.
Pasal 28 ayat (1) UU KOP BARU menyatakan sebagai berikut :
Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah persyaratan sebagaimana diatur
dalam anggaran dasar dipenuhi.
Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 ayat (2) UU KOP No. 25/1992.
Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hanya orang-orang yang ingin
memanfaatkan fasilitas bersama yang disediakan oleh Koperasi dan bersedia melaksanakan
kewajiban dan hak keanggotaan saja yang seharusnya menjadi anggota. Setiap anggota
Koperasi dapat mengakhiri keanggotaannya jika ia : (1) tidak lagi percaya kepada Koperasinya ;
atau (2) merasa bahwa kepentingannya pada Koperasi itu terganggu ; atau (3) merasa bahwa
kepentingannya tidak lagi diperhatikan oleh Koperasinya ; atau (4) tidak lagi memenuhi syaratsyarat keanggotaan.
Di samping ketentuan sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28 ayat (1), Pasal 28
ayat (2) UU KOP BARU menyatakan :
Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa pada dasarnya keanggotaan Koperasi itu tidak dapat
dipindahtangankan kepada siapapun dengan cara apapun, karena persyaratan untuk menjadi
anggota Koperasi, antara lain adalah : (1) adanya kesamaan kepentingan ekonomi ; dan (2)
adanya kesediaan untuk menggunakan jasa Koperasi. Kedua hal tersebut melekat pada diri
seseorang anggota.

3.

PENJELASAN MENGENAI HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA KOPERASI


Kewajiban dan hak anggota Koperasi baik untuk anggota yang ada maupun untuk
mereka yang akan menjadi anggota ditetapkan dalam anggran dasar . Kewajiban dan hak
tersebut sama bagi setiap anggota Koperasi . Pasal 29 UU KOP BARU menyatakan :
(1) Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) mempunyai kewajiban :
a.
mematuhi anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan ketentuan yang
telah disepakati dalam rapat anggota ;
b.
berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi;
c.
mengembangkan dan memelihara nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2.
(2) Anggota mempunyai hak :
a.
menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat
Anggota;
b.
mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota
baik diminta atau tidak.
c.
memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengawas dan Pengurus;
d.
meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
e.
memanfaatkan jasa yang disediakan oleh Koperasi;
f.
mendapat keterangan mengenai perkembangan Koperasi sesuai dengan ketentuan
dalam Anggaran Dasar; dan

37

g.

mendapatkan surplus hasil usaha Koperasi dan kekayaan sisa hasil


penyelesaian Koperasi.

Sebagai konsekuensi seseorang menjadi anggota Koperasi, maka orang itu harus
melaksanakan kewajiban keanggotaan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 29 ayat (1)
tersebut di atas. Berkenaan dengan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) ketentuan dalam huruf c
perlu mendapat penjelasan.
Yang dimaksud dengan mengembangkan dan memelihara nilai-nilai adalah mengusahakan
diamalkannya nilai-nilai etika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) oleh anggota dan
diterapkannya nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dalam kegiatan
Koperasi. Disamping itu, anggota berkewajiban menjaga agar tidak terjadi erosi nilai-nilai di
dalam Koperasi serta mengusahakan dan menjaga agar nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi
dipatuhi dan dijalankan di dalam Koperasi. Di samping itu anggota Koperasi juga mempunyai
mempunyai hak keanggotaan, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk berbuat segala sesuatu
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 29 ayat (2). Pelaksanaan kewajiban dan hak oleh setiap
anggota akan menumbuhkan rasa tanggung jawab pada diri masing-masing anggota.
4.

PENJELASAN MENGENAI KEANGGOTAAN LUAR BIASA


Pada prinsipnya setiap anggota masyarakat yang ingin menjadi anggota Koperasi
harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan anggaran dasar
Koperasi. Namun demikian jika terdapat anggota masyarakat yang membutuhkan pelayanan
Koperasi dan atau berkeinginan untuk mendukung pengembangan Koperasi tetapi tidak
memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang tentang
Koperasi, mereka dapat diterima sebagai anggota luar biasa. Undang-Undang memberikan
peluang ini sesuai dengan prinsip Koperasi bahwa Koperasi bekerja untuk pembangunan
berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Menurut ketentuan didalam Pasal 18 ayat (2) UU KOP No. 25/1992, koperasi dapat
memiliki anggota luar biasa. Ketentuannya adalah sebagai berikut :
Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak, dak kewajiban
keanggotannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Dalam hal terdapat orang yang ingin mendapat pelayanan dan menjadi anggota Koperasi,
namun tidak sepenuhnya dapat memenuhi persyaratan sebagaiamana ditetapkan dalam
Anggaran Dasar, mereka dapat diterima sebagai anggota luar biasa. Ketentuan ini memberi
peluang bagi penduduk Indonesia bukan warga negara dapat menjadi anggota luar biasa dari
suatu Koperasi sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan tentang keanggotaan luar biasa tetap dipertahankan dalam UU KOP BARU,
yaitu dimuat dalam Pasal 30 ayat (1) ayat (5). Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :
(1)
Koperasi Primer dapat menerima anggota luar biasa.
(2)
Yang dapat menjadi Anggota Luar Biasa dalam Koperasi Primer sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan yang mampu melakukan tindakan
hukum dan bersedia menggunakan jasa Koperasi tetapi tidak dapat memenuhi
persyaratan keanggotaan sesuai Anggaran Dasar Koperasi.
(3)
Anggota luar biasa mempunyai kewajiban menjaga nama baik Koperasinya.
(4)
Anggota luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya mempunyai hak:
a. menghadiri dan menyatakan pendapat dalam Rapat Anggota;
b. memanfaatkan jasa yang disediakan oleh Koperasi; dan

38

(5)

c. mendapat keterangan mengenai perkembangan Koperasi sesuai dengan


ketentuan dalam Anggaran Dasar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, hak dan kewajiban anggota luar biasa
diatur dalam Anggaran Dasar.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 30 ayat (4), maka anggota luar biasa tidak
mempunyai hak untuk memberikan suara dalam rapat anggota, tidak dapat memilih dan dipilih
menjadi Pengurus atau Pengawas Koperasi, meminta diadakannya rapat anggota serta
mendapatkan surplus hasil usaha Koperasi dan kekayaan sisa hasil likuidasi Koperasi.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa ketentuan tentang keanggotaan luar biasa dalam
UU KOP BARU lebih lengkap jika dibandingkan dengan ketentuan dalam UU KOP No. 25/1992.
D.

BAB IV. RAPAT ANGGOTA KOPERASI


1.

PENJELASAN MENGENAI KEDUDUKAN DAN WEWENANG RAPAT ANGGOTA KOPERASI


Rapat anggota dalam Koperasi merupakan suatu lembaga (institusi), bukan sekedar
sebagai forum rapat. Rapat anggota adalah salah satu unsur perangkat organisasi Koperasi
dan karenanya merupakan suatu lembaga struktural organisasi Koperasi. Kedudukan hukum
rapat anggota dinyatakan dalam Pasal 22 UU KOP No. 25/1992, yaltu:
(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
Ketentuan yang sama dengan ayat (1) tersebut di atas juga dicantumkan dalam Pasal 31 UU
KOP BARU, yang berbunyi:
Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi
Rapat anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi mempunyai kedudukan
yang sangat menentukan, berwibawa, dan menjadi sumber dan segala keputusan atau tindakan
yang dilaksanakan oleh Pengurus, Pengawas dan karyawan Koperasi. Keputusan yang
ditetapkan oleh rapat anggota harus ditaati dan mengikat semua anggota, Pengurus,
Pengawas, dan karyawan Koperasi. Hal itu berarti bahwa kedudukan dan kekuatan hukum
rapat anggota memberitukan segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh Koperasi beserta
akibatnya dalam hubungan dengan anggota dan pihak lain yang terkait.
Dapat juga dikatakan bahwa rapat anggota merupakan perwujudan kehendak para
anggota untuk membicarakan segala sesuatu yang menyangkut kehidupan dan pelaksanaan
kegiatan Koperasi serta memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada Pengawas atau
Pengurus dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang tentang Koperasi dan atau
anggaran dasar.
Sebagai salah satu lembaga dalam Koperasi, rapat anggota memiliki wewenang yang
sangat kuat dan menentukan. Lembaga ini dapat dianalogikan dengan lembaga legislatif.
Adapun wewenang rapat anggota dinyatakan dalam Pasal 32 UU KOP BARU, yaitu:
Rapat anggota mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan umum Koperasi;
b. mengubah anggaran dasar;
c. memiliki, mengangkat dan memberhentikan Pengawas dan Pengurus;
d. menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
e. menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh Koperasi;

39

f.
g.
h.
i.

meminta keterangan dan mengesahkan pertangungjaweban Pengawas dan Pengurus


dalam pelaksanaan tugasnya
menetapkan pembagian surplus hasil usaha,
memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran Koperasi; dan
menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini .

Sehubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 32 tersebut di atas dapat


dijelaskan bahwa: yang dimaksud dengan kebijakan umum Koperasi adalah kebijakan umum di
bidang kelembagaan dan usaha. Dalam hal rapat anggota menghendaki ditetapkannya
kebijakan umum Koperasi, maka rancangan kebijakan dimaksud disiapkan oleh Pengurus.
Sedangkan meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban Pengawas dan
Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya adalah disampaikan nya laporan tahunan. Pengesahan
pertanggungjawaban oleh rapat anggota dapat berupa menerima atau menolak
pertanggungjawaban tersebut.
Dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 23 UU KOP NO. 25/1992, ketentuan
dalam Pasal 32 UU KOP BARU memiliki kelebihan, yaitu adanya wewenang sebagaimana yang
tercantum dalam huruf e yang menyatakan bahwa :
Rapat anggota mempunyai wewenang menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat
dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama Koperasi.
2.

PENJELASAN MENGENAI PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA


Penyelenggaraan rapat anggota dilakukan oleh Pengurus dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan tertentu, seperti kuorum, pengiriman undangan, dsb. Pasal 33 UU KOP
BARU menyatakan:
(1) Rapat anggota diselenggarakan oleh Pengurus.
(2) Kuorum kehadiran rapat anggota diatur dalam anggaran dasar.
(3) Undangan kepada anggota untuk menghadiri rapat anggota dikirim oleh Pengurus
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum rapat anggota diselenggarakan.
(4) Undangan dilakukan dengan surat yang mencantumkan antara lain tanggal, waktu, tempat,
dan acara rapat anggota disertai pembentahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan
dalam rapat anggota tersedia di kantor Koperasi.
Yang perlu dijelaskan di sini adalah ketentuan yang tercantum dalam ayat (2). Ayat ini
menegaskan bahwa kuorum kehadiran rapat anggota diatur dalam anggaran dasar, termasuk
kuorum untuk membicarakan perubahan anggaran dasar. Yang dikecualikan dan ketentuan
tersebut dan diatur dalam Undang-Undang tentang Koperasi adalah kuorum rapat anggota luar
biasa yang diselenggarakan untuk memutuskan penggabungan, peleburan, dan pembubaran
Koperasi sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 42 UU KOP BARU. Penyajian Pasal 42 ini
akan dilakukan dalam penjelasan mengenai rapat anggota luar biasa.
Selanjutnya dijelaskan mengenai pengambilan keputusan dalam rapat anggota. Pasal
34 UU KOP BARU menegaskan sebagai berikut :
(1) Keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila tidak diperoleh keputusan melalui cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam pemungutan secara setiap anggota mempunyai hak satu suara.
(4) Hak suara pada Koperasi Sekunder diatur secara demokratis dengan mempertimbangkan
jumlah anggota dan partisipasi usaha Koperasi anggota secara adil.

40

Beberapa hal dan ketentuan Pasal 34 tersebut perlu mendapat penjelasan, yaitu: (1)
yang dimaksud dengan suara terbanyak biasa sebagaimana disebutkan dalam ayat (2) adalah
jumlah suara yang Iebih besar dari setengah seluruh jumlah suara yang dikeluarkan.
Persyaratan untuk disetujui oleh jumlah suara yang lebih besar dan suara terbanyak biasa, yaltu
2/3 (dua per tiga) jumlah suara yang dikeluarkan dengan sari, ditegaskan dalam Pasal 41 ayat
(2) yang berkaitan dengan pengambilan keputusan penggabungan, peleburan, dan pembubaran
Koperasi ; (2) Yang dimaksud dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan
partisipasi usaha Koperasi anggota adalah bahwa dalam penentuan jumlah hak suara, jumlah
anggota Koperasi-anggcta dan besar kecilnya transaksi masing-masing Koperasi sebagai
anggota Koperasi Sekunder harus dijadikan variabel utama. Koperasi Sekunder yang
bersangkutan perlu menetapkan rumus mengenai jumlah hak suara yang diatur dalam
anggaran dasarnya.
Berkenaan dengan penyelenggaraan rapat anggota ketentuan dalam Pasal 40, Pasal
44, Pasal 45 dan Pasal 46 dan UU KOP BARU perlu diperhatikan. Pasal 40 menyatakan:
Rapat anggota dianggap sah apabila diselenggarakan sesuai dengan persyaratan dan tata
cara rapat anggota yang ditetapkan dalam anggaran dasar.
Selanjutnya, Pasal 44 menyatakan
Koperasi Primer yang jumlah anggotanya melebihi jumlah tertentu dapat menyelenggarakan
rapat anggota melalui delegasi atau utusan anggota.
Yang dimaksud dengan jumlah tertentu adalah jika jumlah anggota Koperasi sangat besar
sehingga terjadi kesulitan untuk menghadirkan seluruh anggota pada tempat dan waktu
tententu. Ketentuan ini memungkinkan pembentukan kelompok-kelompok anggota. Setiap
kelompok mengirimkan wakilnya ke rapat anggota. Jumlah wakil dan masing-masing kelompok
sebanding dengan jumlah anggota yang tergabung dalam kelompok-kelompok yang
bersangkutan. Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara penyelengganaan rapat anggota
melalui utusan anggota diatur dalam anggaran dasar.
Pasal 45 memuat ketentuan tentang pembuatan risalah rapat anggota. Ketentuannya berbunyi
Pada setiap penyelenggaraan rapat anggota wajib dibuat risalah rapat yang dibubuhi tanda
tangan pimpinan rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang anggota yang ditunjuk oleh rapat
anggota. Pembicaraan dalam subbab ini diakhri dengan menyajikan ketentuan dalam Pasal 46,
yaitu
Persyaratan, tata cara dan ketentuan lain mengenai penyelenggaraan rapat anggota dan rapat
anggota luar biasa ditetapkan dalam anggaran dasar.
3.

PENJELASAN MENGENAI RAPAT ANGGOTA TAHUNAN


Rapat anggota Koperasi yang paling dikenal oleh anggota adalah rapat anggota
tahunan (R.A.T.). R.A.T. adalah rapat yang diselenggarakan dengan acara pokok membahas
dan mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas. Rapat tersebut
diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku benakhir. Sehubungan
dengan rapat anggota tahunan, Pasal 35 UU KOP BARU menyatakan:
(1) Rapat Anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan
selambat-lambatnya 5 (lima) bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup.
(3) Dalam hal Koperasi tidak menyelenggarakan Rapat Anggota dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat memerintahkan Koperasi untuk
menyelenggarakan Rapat Anggota,

41

Yang dimaksud dengan pertanggungjawaban Pengurus adalah laporan mengenai


pelaksanaan tugas selama satu tahun buku, termasuk laporan keuangan yang terdiri atas
neraca, perhitungan hasil usaha, beserta penjelasannya. Sedangkan laporan Pengawas berisi
hasil pemeriksaan selama tahun buku yang bersangkutan. Penyelenggaraan R.A.T. penting
sekali bagi kehidupan koperasi, karena itu Menteri berwenang memerintahkan Koperasi untuk
menyelenggarakan R.A.T. dalam hal Koperasi tidak menyelenggarakannya dalam jangka waktu
yang ditetapkan oleh Undang-Undang tentang Koperasi. Ketentuan itu dimuat dalam Pasal 35
ayat (3) UU KOP BARU.
Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas Pengurus dan Pengawas selama satu tahun
buku dicantumkan dalam Pasal 36 UU KOP BARU.
(1) Dalam rapat anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) diajukan Iaporan
tahunan yang berisi dokumen sebagai berikut:
a. laporan mengenai keadaan dan jalannya Koperasi serta hasil yang telah dicapai;
b. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan
Koperasi;
c. perhitungan tahunan yang sekurang-kurangnya terdiri dari neraca akhir tahun buku
yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya serta laporan
hasil usaha tahun buku yang bersangkutan;
d. laporan Pengawas;
e. nama anggota Pengawas dan Pengurus;
f. besar imbalan bagi anggota Pengawas serta gaji dan tunjangan lain bagi anggota
Pengurus.
(2) Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dibuat berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat dilaksanakan,
Pengurus wajib memberikan penjelasan dan alasannya.
(4) Perhitungan tahunan dalam bentuk laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf c ditandatangani oleh semua anggota.
Satu hal dan ketentuan Pasal 36 yang perlu dijelaskan adalah istilah Standar Akuntansi
Keuangan(S.A,K.). Standar tersebut merupakan dokumen anutan mengenai aspek peraturan
akuntansi keuangan perusahaan yang disusun oleh lkatan Akuntan Indonesia. Standar
Akuntansi Keuangan Koperasi yang merupakan bagian dani Standar Akuntansi Keuangan, perlu
dianut oleh Koperasi. Hal ini perlu untuk meminimalkan perbedaan antana praktek akuntansi
dan keselarasan akuntansi secara nasional.
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) UU KOP BARU
tersebut di alas harus ditandalangani oleh semua anggota Pengurus. Apabila salah seorang
anggota pengurus tidak menandatangani Iaporan tahunan tersebut, anggota yang bersangkutan
harus menjelaskan alasannya secara tertulis. Ketentuan-ketentuan tersebut tercantum dalam
Pasal 38 UU KOP BARU.
Sebagai penutup subbab inii perlu ditegaskan tentang persetujuan terhadap laporan
tahunan sebagaiman tercantum dalam Pasal 38 UU KOP BARU, yaitu:
Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan,
merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh rapat anggota.
Penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh rapat anggota berarti membebaskan
Pengurus dan tanggungjawabnya pada tahun buku yang bersangkutan.

42

4.

PENJELASAN MENGENAI RAPAT ANGGOTA LUAR BIASA


Rapat anggota Iuar biasa (R.A.L.B.) diselenggarakan untuk segera mengambil
keputusan yang wewenangnya ada pada rapat anggota. Hal ini ditempuh apabila masalah yang
segera harus diatasi dinilai sangat mendesak,sehingga tidak dapat menunggu sampai
diselenggarakannya R.A.T. yang akan datang. Sebagai contoh, apabila Pengurus menyeleweng
atau melakukan perbuatan yang berlawanan dengan kepentingan Koperasi sehingga
menimbulkan kerugman yang cukup besar. Untuk menjaga jangan sampai kerugian itu
berlangsung berlarut-larut maka perlu segera diambil keputusan melalul R.A.L.B. Rapat anggota
semacam itu dapat di selenggarakan berdasarkan:
(I) prakarsa pengurus;
(2) permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah anggota.
Apabila pemiintaan anggota untuk mengadakan R.A.L.B. telah memenuhi persyaratan
yang ditentukan dalam Undang-Undang tentang Koperasi dan anggaran dasar Koperasi, maka
Pengurus wajib melaksanakannya.
Tentang R.A.L.B., Pasal 41 UU KOP BARU menyatakan:
(1)
Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Koperasi dapat
menyelenggarakan Rapat Anggota Luar biasa apabila keadaan mengharuskan adanya
keputusan segera yang wewenang pengambilannya ada pada Rapat Anggota.
(2)
Penyelenggaraan Rapat Anggota Luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan atas prakarsa Pengurus atau atas permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (satu
per lima) jumlah anggota.
(3)
Permintaan anggota kepada Pengurus untuk menyelenggarakan Rapat Anggota
Luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis dengan disertai
alasan dan daftar tanda tangan anggota.
(4)
Rapat Anggota Luar biasa yang diselenggarakan atas permintaan anggota hanya
dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
(5)
Rapat Anggota Luar biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang
Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Penggabungan , peleburan, dan pembubaran Koperasi harus dibicarakan dan
diputuskan dalam R.A.L.B. Persyaratan penyelenggaraan dan kesahan keputusan dalam
R.A.L.B. ini sungguh benar. Pasal 42 UU KOP BARU menyatakan:
(1) Rapat Anggota Luar biasa yang diselenggarakan untuk memutuskan penggabungan,
peleburan, dan pembubaran Koperasi dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 (tiga per empat) jumlah anggota.
(2) Keputusan Rapat Anggota Luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap
sah apabila disetujui oleh lebih dari 2/3 (dua per tiga) jumlah suara yang dikeluarkan
dengan sah.
(3) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, Pengurus dapat
menyelenggarakan Rapat Anggota Luar biasa kedua pada waktu paling cepat 14 (empat
belas) hari dan paling lambat 30 (tiga puluh) hari dihitung dari tanggal rencana
penyelenggaraan Rapat Anggota Luar biasa pertama yang gagal diselenggarakan.
(4) Ketentuan tentang kuorum dan kesahan keputusan dalam Rapat Anggota Luar biasa
kedua sama dengan ketentuan dalam Rapat Anggota Luar biasa pertama sebagaimana
diatur pada ayat (1) dan ayat (2).
Dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 42 tersebut di atas jelaslah bahwa ketentuan

43

tentang kuorum dan kesahan keputusan dalam rapat anggota luar biasa yang dimaksudkan
untuk mengadakan penggabungan, peleburan, dan pembubaran Koperasi sungguh berat
karena keputusan yang akan diambil bersifat sangat mendasar dan menentukan status
kelembagaan dan usaha Koperasi yang bersangkutan di masa mendatang.

44

5.

PENJELASAN MENGENAI KEWENANGAN KETUA PENGADILAN NEGERI UNTUK


MEMBERIKAN IZIN KEPADA PEMOHON UNTUK MELAKUKAN PEMANGGILAN RAPAT
ANGGOTA
Dalam Pasal 41 ayat (2) tersebut di atas ditentukan bahwa atas permintaan sekurangkurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah anggota, R.A.L.B. dapat diselenggarakan oleh Pengurus.
Bagaimanakah jika Pengurus tidak mampu atau tidak mau menyelenggarakan R.A.L.B. yang
diminta oleh anggota ? Pasal 42 UU KOP BARU memberi jalan keluar dengan ketentuanKetentuannya sebagai berikut:
(1) Ketua Pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Koperasi
dapat memberikan izin kepada pemohon untuk:
a. melakukan pemanggilan rapat anggota, atas permohonan sekurang-kurangnya 1/5
(satu per lima) dan jumlah anggota apabila Pengurus tidak menyelenggarakan rapat
anggota pada waktu yang telah ditentukan ; atau
b. melakukan pemanggilan rapat anggota luar biasa, atas permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39, apabila Pengurus setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan rapat anggota luar biasa.
(2)

Dalam hal rapat anggota atau rapat anggota luar biasa diselenggarakan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan Pengurus dan
atau Pengawas untuk hadir.
(3)
Penetapan ketua pengadilan negeri mengenal pemberian izin sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir.
Perlu dicatat bahwa jalan keluar semacam ini tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.
6.

PERBANDINGAN KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI RAPAT ANGGOTA DALAM UU


KOP BARU DAN UU KOP No. 25/1992
Ketentuan-ketentuan mengenai rapat anggota dalam UU KOP BARU telah diuraikan
dalam subbab a s/d e. Jika dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 23-28 UU
KOP No. 25/1992 jelaslah bahwa ketentuan-ketentuan mengenai rapat anggota dalam UU KOP
BARU jauh Iebih lengkap. Untuk jelasnya, di bawah ini disajikan Pasal 23 28 UU KOP No.
25/1992.
Pasal 23
Rapat Anggota menetapkan:
a. Anggaran Dasar;
b. Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha Koperasi;
c. pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
d. Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta pengesahan
Iaporan keuangan;
e. pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya;
f. Pembagian sisa hasil usaha;
g. Penggabungan, peleburan, pembagian dan pembubaran Koperasi.

45

Pasal 24
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawanah maka pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai hak satu suara.
(4) HaK suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan
mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi anggota secara berimbang.
Pasal 25
Rapat anggota berhak meminta ketenangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas
mengenai pengelolaan Koperasi.
Pasal 26
(1) Rapat Anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan
paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau.
Pasal 27
(1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Koperasi dapat melakukan
Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang
wewenangnya ada pada Rapat Anggota.
(2) Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota Koperasi
atau atas keputusan pengurus yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
(3) Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat
Anggota sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 23.
Pasal 28
Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar
Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.
E.

BAB V. PENGAWAS DAN PENGURUS


1.

PENJELASAN MENGENAI PERSYARATAN ANGGOTA PENGAWAS SERTA TATA CARA


PENCALONAN, PEMILIHAN, PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN
PENGAWAS
Pengawas merupakan organ Koperasi yang mendapat kuasa dan rapat anggota untuk
mengawasi pelaksanaan keputusan rapat anggota dan pengelolaan Koperasi. Pada hakikatnya
tugas Pengawas bukan untuk mencari kesalahan malainkan untuk menjaga agar kegiatan yang
meIakukan oleh Koperasi sesuai dengan apa yang diputuskan oleh rapat anggota. Apabila
Pengawas memerlukan penyimpangan hal itu perlu dikensultasikan kepada Pengurus untuk
diambil tindakan. Selanjutnya hasil pengawasan dilaporkan kepada rapat anggota. Pengawas
dipilih dan dari oleh anggota Koperasi dalam rapat anggota. Pasal 46 ayat (I) UU KOP Baru

46

menyatakan: (1) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota.
Apakah persyaratan bagi seseorang anggota Koperasi untuk dapat dipilih menjadi
Pengawas? Secara singkat dalam Pasal 38 ayat (3) UU KOP No. 25/1992 dinyatakan sebagai
berikut: (3) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota Pengawas dltetapkan
dalam Anggaran Dasar. Dalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3) UU KOP BARU persyaratannya
lebih rinci, yaitu:
(2)
Yang dapat dipilih menjadi Pengawas adalah anggota yang:
a. tidak pernah dinyatakan pailit menjadi anggota Pengawas atau Pengurus suatu
Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perseroan yang dinyatakan pailit; atau
b. tidak pernah dihukum karena melakukan tindakan pidana korporasi dalam waktu 5
(lima) tahun sebelum pengangkatan.
(3)
Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi anggota Pengawas dtetapkan dalam
anggaran dasar.
Dalam persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) aspek reputasi pribadi calon anggota
Pengawas benar-benar ditekankan. Tentang ketentuan dalam ayat (2) huruf b perlu mendapat
penjelasan, yaitu bahwa jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan
dinyatakan bersalah menyebebkan Koperasi atau perseroan pailit atau apabila dihukum
terhitung sejak selesai menjalani hukuman.
Tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, dan
penggantian Pengawas diatur dalam Pasal 48 UU KOP BARU sebagai berikut:
(1) Untuk pertama kalinya susunan dan nama anggota Pengawas dicantumkan dalam Akta
pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.
(2) Susunan Pengawas dicantumkan dalam Anggaran Dasar.
(3) Pengawas diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4) anggota Pengawas tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus.
Yang dirnaksud dengan yang berkepentingan antara lain adalah anggota, pejabat, Pemerintah
yang bertanggung jawab dalam bidang perkoperasian, kredltor, dan sebagainya.
2.

PENJELASAN MENGENAI TUGAS DAN WEWENANG PENGAWAS


Dalam Pasal 39 UU KOP No. 25/1992, tugas dan wewenang Pengawas diatur secara singkat
sebagai berikut:
(1)
Pengawas bertugas:
a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan
Koperasi;
b. membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
(2)
Pengawas berwenang:
a. meneliti catatan yang ada pada Koperasi;
b. mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
(3)
Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.
Ketentuan tentang tugas dan wawenang Pengawas dalam UU KOP BARU lebih lengkap dan
pada ketentuan tersebut di atas. Pasal 49 UU KOP BARU menyatakan:
(1)
Pengawas bertugas:
a. mengusulkan calon anggota Pengurus;
b. memberi nasihat dan pengawasan kepada pengurus
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelelaan Koperasi
yang dilakukan oleh Pengurus;

47

d. melaporkan hasil pengawasan kepada rapat anggota;

48

(2)

(3)

(4)

Pengawas berwenang:
a. menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota
sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar;
b. meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari Pengurus dan
pihak lain yang terkait;
c. mendapatkan laporan berkala tentang pekembangan usaha dan kinerja Koperasi
dari Pengurus;
d. memberikan persetujuan atau bantuan kepada Pengurus dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam anggaran dasar;
e. dapat memberhentikan Pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan
alasannya;
f. melakukan tindakan pengelolaan Koperasi dalam keadaan tertentu untuk jangka
waktu tertentu berdasarkan anggaran dasar atau keputusan rapat anggota.
Bagi Pengawas yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan
tindakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf f berlaku semua
ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Pengurus terhadap Koperasi dan
pihak ketiga.
Pengawas wajib merahasiakan hasil pengawasan yang dllakukannya terhadap pihak
yang tidak berkepentingan.

Ketentuan yang bersifat baru dalam UU KOP BARU adalah ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a serta Pasal 49 ayat (2) huruf a, huruf d, huruf e, dan huruf f.
Dua hal perlu mendapat penjelasan, yaitu tentang ketentuan dalam ayat (2) huruf d dan huruf f.
Ketentuan dalam ayat (2) huruf d memberi wewenang kepada Pengawas untuk melakukan
pengelolaan Koperasi yang sebenamya hanya dapat dilakukan oleh Pengtrus dalam hal
Pengurus tidak ada. Apabila ada Pengurus, Pengawas hanya dapat melakukan tindakan yang
secara tegas ditentukan dalam Undang-undang ini. Sedang arti istilah keadaan tertentu dalam
ayat (2) hurut f adalah dalam hal seluruh anggota Pengurus berhalangan tetap.
Dalam melaksanakan tugas, Pengawas dapat dibantu akuntan publik untuk
melaksanakan jasa audit terhadap Koperasi. Mengenai hal ini Pasal 51 UU KOP BARU
menegaskan:
(1)
Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan
Pasal 50, Pengawas dapat dibantu akuntan publik untuk melakukan jasa audit terhadap
Koperasi.
(2)
Penunjukan akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dltetapkan oleh rapat
anggota.
3.

PENJELASAN MENGENAI PEMBERHENTIAN ANGG0TA PENGAWAS DAN PENGISIAN


JABATAN PENGAWAS YANG KOSONG
Anggota Pengawas harus bekerja dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab.
Pasal 50 UU KOP BARU menegaskan sebagal berikut:
(1) Pengawas wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk
kepentingan Koperasi.
(2) Pengawas bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Anggota.
Ketentuan itu termaktub dalam Pasal 52 UU KOP BARU sebagai berikut:
(1) Pengawas dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan
menyebutkan alasannya.

49

(2)
(3)
(4)

Keputusan untuk memberhentikan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


hanya dapat ditetapkan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela
diri dalam Rapat Anggota.
Pemberian kesempatan membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
diperlukan dalam hal yang bersangkutan menerima baik keputusan pemberhentian
tersebut.
Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengawas atas kesalahan dan kelalaiannya yang
diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana.

Ketentuan dalam ayat (2) tersebut perlu diberi penjelasan. Pemberian kesempatan
kapada anggota Pengawas yang diberhentikan untuk membela diri dalam rapat anggota
merupakan ketentuan yang adil dan juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya fitnah.
Apabila yang bersangkutan tidak hadir, maka rapat anggota dapal memberhentikan tanpa
kehadirannya.
Selanjutnya tentang pengisian jabatan Pengawas yang kosong, dsb, di atur dalam
anggaran dasar. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 53 UU KOP BARU sebagai berikut:
Pengisian jabatan Pengawas yang kosong atau dalam hal Pengawas diberhentikan atau
berhalangan tetap diatur dalam anggaran dasar.
4.

PENJELASAN MENGENAI PERSYARATAN DAN PENGANGKATAN PENGURUS


Pengurus Koperasi merupakan salah satu organ Koperasi dan karenanya merupakan
tembaga struktural organisasi Koperasi di bawah kekuasaan rapat anggota. Para anggota
Pengurus Koperasi mendapat tugas yang sangat berat untuk : (1) mengurus perkumpulan
Koperasi sebagal kelompok orang ; dan (2) mengelela kegiatan perusahaan Koperasi
sedemikian rupa sehingga kepentingan anggota dapat dipenuhi dari perusahaan Koperasinya
mampu berusaha secara berhasil di atas landasan yang kokoh. Persyaratan umum yang
diperlukan untuk mengembangkan tugas tersebut adalah : (1) memiliki ketrampilan
kepemimpinan ; (2) memiliki ketrampilan manajerial ;dan (3) memiliki kemampuan untuk
bertindak sebagai pengusaha bagi kepentingan anggota.
Pasal 54 UU KOP BARU memuat ketentuan tentang persyaratan seseorang untuk dapat
diangkat menjadi anggota Pengurus, yaitu:
(1) Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan, baik anggota
maupun bukan anggota, yang:
a. mampu melaksanakan perbuatan hukum; dan
b. tidak pernah dinyatakan pailit alau menjadi anggota Pengawas atau Pengurus suatu
Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perseroan yang dinyatakan bersalah
karena menyebabkan Koperasi atau perseroan itu dinyatakan pailit ; atau
c. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana korporasi dalam waktu 5 (lima)
tahun sebelum pengangkatan ; dan
d. memiliki kemampuan mengelola usaha Koperasi.
(2) Persyaratan lain untuk dapat diangkat menjadi anggota Pengurus ditetapkan dalam
anggaran dasar.
Ketentuan tersebut Iebih luas daripada ketentuan dalam Pasal 29 ayat (5) UU KOP No. 25/1992
yang hanya menyatakan : (5) Persyaratan untuk dapat dpilih dan dangkat menjadi anggota

50

Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Hal panting yang dicantumkan dalam Pasal 54
UU KOP BARU adalah yang berkaitan dengan reputasi calon anggota Pengurus.
Hal lain yang perlu dijelaskan adalah mengenai status keanggotaan calon anggota
Pengurus. Pasal 29 ayat (1) UU KOP No. 25/1992 menyatakan : (1) Pengurus dipilih dari dan
oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota. Ketentuan ini menutup orang perseorangan
bukan anggota yang cakap dan berseda berbakti kepada Koperasi untuk menjadi anggota
Pengurus.
Pengalaman menunjukkan bahwa ketentuan tersebut sering menghambat dibentuknya
komposisi Pengurus yang memiliki wawasan, profesionalitas, dan kompetensi yang memadai.
Antara lain, atas dasar pertimbangan itu, UU KOP BARU menetapkan ketentuan yang berbeda
sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 54 ayat (1), yaitu :yang dapat diangkat menjadi
Pengurus adalah orang perseorangan, balk anggota maupun bukan anggota
Selanjutnya tentang pemulihan dan pengangkatan anggota Pengurus, Pasal 55 UU
KOP BARU menegaskan:
(1) Anggota Pengurus dipilih dan diangkat oleh rapat anggota atas usul Pengawas.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Pengurus dilakukan dengan mencantumkan
susunan dan nama anggota Pengurus dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6
(3) Anggota Pengurus diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat
kembali.
(4) Tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian
Pengurus diatur dalam anggaran dasar.
Ketentuan yang perlu dikomentari adalah sebagai berikut:
(1) Secara hirarkis Pengawas memiliki kedudukan yang Iebih tinggi daripada Pengurus. Hal itu
tanpak dari ketentuan bahwa walaupun anggota Pengurus itu dipilih dan diangkat oleh rapat
anggota, namun pengusulannya dilakukan oleh Pengawas. Disamping itu, ketentuan dalam
Pasal 61 ayat (1) UU KOP BARU juga menegaskan superioritas Pengawas terhadap Pengurus
dengan pernyataannya: (1) Anggota Pengurus dapat diberhentikan untuk sementara oleh rapat
anggota atau Pengawas dengan menyebutkan alasannya.
(2) Berbeda dengan UU KOP No. 25/1992, dalam konstruksi UU KOP BARU, Pengurus itu
adalah profesional yang digaji oleh Koperasi. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (2) UU
KOP BARU yang menyatakan : Gaji dan tunjangan setiap anggota Pengurus ditetapkan oleh
rapat anggota atas usul Pengawas.
(3)
Pasal 55 ayat (3) UU KOP BARU menyatakan bahwa:
(3) Anggota Pengurus diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan dlangkat
kembali. Menurut ketentuan UU KOP BARU, maka jabatan Pengurus sepenuhnya diserahkan
kepada Koperasi masing-masing. Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (4)
UU KOP No. 25/1992 yang menyatakan bahwa : (4) Masa jabatan Pengurus paling tame 5
(lima) tahun.
5.

PENJELASAN MENGENAI TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS


Susunan, tugas dan pembagian tugas, serta wewenang anggota Pengurus ditetapkan
dalam anggaran dasar. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 56 ayat (1) UU KOP BARU
sebagal berikut:
(1) Susunan, pembagian tugas, dan wewenang anggota Pengurus dttetapkan dalam anggaran

51

dasar.
Adapun tugas dan wewenang Pengurus tercantum dalam Pasal 57 UU KOP BARU sebagai
berikut.
(1)
Pengurus bertugas:
a. mengelola Koperasi berdasar anggaran dasar;
b. mendorong dan memajukan usaha anggota;
c. menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan
belanja Koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota;
d. menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk
diajukan kepada rapat anggota;
e. menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi Koperasi untuk diajukan
kepada rapat anggota;
f. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
g. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien;
ti. memelihara buku Daftar Anggta, buku Daftar Pengawas, buku Daftar Pengurus,
buku Daftar Pemegang Saham Koperasi, dan risalah rapat anggota;
i. melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan Koperasi
sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota.
(2) Pengurus berwenang:
a. mewakili Koperasi, baik di dalam maupun dl luar Koperasi;
b. mengangkat dan memberhentikan karyawan.
Jika dibandingkan dengan ketentuan mengenal tugas dan wewenang Pengurus
sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 UU KOP No. 25/1992 dapat diberi catatan sebagai
berikut.
1. Dalam Pasal 57 ayat (1) butir b UU KOP BARU terdapat ketentuan baru yang tidak
terdapat dalam UU KOP No. 25/1992, yaltu bahwa: Pengurus bertugas mendorong dan
memajukan usaha anggota. Ketentuan ini sangat penting karena dalam praktek sering
diabaikan oleh Pengurus.
2. Dalam Pasal 57 ayat (1) huruf e UU KOP BARU terdapat ketentuan baru dan penting, yaltu
bahwa : Pengurus bertugas menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi
Koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota.
3. Dalam Pasal 57 ayat (1) butir 9 UU KOP BARU terdapat ketentuan baru, yaltu bahwa
Pengurus bertugas menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan evisien.
4. Di samping adanya kelebihan-kelebihan tersebut, UU KOP BARU memiliki kekurangan jika
dibandingkan dengan UU KOP No. 25/1992. Dalam Pasal 30 ayat (2) huruf b UU KOP No.
25/1992 terdapat ketentuan, yaitu bahwa : Pengurus berwenang memutuskan penerimaan
dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan
dalam Anggaran Dasar. Di dalam UU KOP BARU kewenangan semacam ini ada di tangan
Pengawas sebagaimana tercantum dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a yang berbunyi : (2) a.
Pengawas berwenang menetapkan penerimaan dan penolakan anggota sesuai dengan
ketentuan dalam anggaran dasar.
Selanjutnya akan disajikan ketentuan tentang kewenangan Pengurus mewakili Koperasi.
Dalam UU KOP BARU dianut sistem perwakilan kolegial, tetapi untuk kepentingan praktis
masing-masing anggota Pengurus berwenang mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar
Koperasi. Mengenal kewenangan mewakili Koperasi ini, Pasal 58 menegaskan:
(1) Setiap Anggota Pengurus berwenang mewakili Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (2) huruf a, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.

52

(2)

Anggaran Dasar dapat menetapkan pembatasan wewenang Anggota Pengurus


sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

53

(3)

(4)

Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Koperasi apabila :


a.
terjadi perkara di depan pengadilan antara Koperasi dengan Anggota
Pengurus yang bersangkutan; atau
b.
Anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang
bertentangan dengan kepentingan Koperasi.
Dalam Anggaran Dasar ditetapkan siapa yang berhak mewakili Koperasi apabila
terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Untuk menjaga agar tidak terjadl konflik kepentingan antara Pengurus dan Koperasi yang dapat
merugikan Koperasi, maka ditetapkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam ayat (3) dan
ayat (4). Ketentuan semacam ini tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.
Sebagai penutup subbab ini, perlu dikemukakan beberapa ketentuan yang merupakan
kaidah profesional yang harus diketahui dan ditaati oleh setiap anggota Pengurus . Dalam
hubungan itu, Pasal 59 menegaskan:
(1) Setiap Anggota Pengurus wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha Koperasi.
(2) Pengurus bertanggung jawab atas pengurusan Koperasi untuk kepentingan dan
pencapaian tujuan Koperasi kepada Rapat Anggota.
(3) Setiap Anggota Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang
bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Anggota Pengurus yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian pada Koperasi
dapat digugat ke pengadilan negeri oleh Pengawas atau sekelompok Anggota yang
mewakili sekurang-kurangnya 1/10 (satu per sepuluh) Anggota atas nama Koperasi.
(5) Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengurus atas kesalahan dan kelalaiannya yang
diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana
Kaidah semacam ini juga tidak terdapat dalam UU KOP No.25/1992.
6.

PENJELASAN MENGENAI PEMBERHENTIAN PENGURUS


Anggota Pengurus sewaktu-waktu dapat diberhentikan sebagai akibat dan tindakantindakannya yang merugikan Koperasi. Dalam hubungan mi, Pasal 62 UU KOP BARU,
menegaskan:
(1) Anggota Pengurus sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat
anggota dengan menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Pengurus sebagaimana dlmaksud dalam ayat
(1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela
diri dalam rapat anggota.
(3) Dengan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka
kedudukannya sebagai anggota Pengurus berakhir.
Selanjutnya, Pasal 63 UU KOP BARU menegaskan pula:
(1) Anggota Pengurus dapat diberhentikan untuk sementara oleh rapat anggota atau
Pengawas dengan menyebutkan alasannya.
(2) Ketentuan mengenai pemberhentian sementara anggota Pengawas sebagaimana
dlmaksud dalam Pasal 52 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berlaku pula bagi Pengurus.

54

Beberapa catatan dapat di kemukakan berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 62


dan Pasal 63 tersebut di atas.
1)
Ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pengurus tidak terdapat dalam UU KOP
No. 25/1992.
2)
Anggota Pengurus dapat diberhentikan secara tetap berdasarkan keputusan rapat
anggota dengan menyebutkan alasannya (lihat Pasal 62 ayat (1)). Di samping itu,
Pengurus juga dapat diberhentikan untuk sementara oleh rapat anggota atau Pengawas
dengan menyebutkan alasannya.
3)

4)

Untuk menjaga agar tindakan rapat anggota dan atau Pengawas dalam pemberhentian
seorang anggota Pengurus tidak bersifat sewenang-wenang maka kepada anggota
Pengurus yang diberhentikan diberi kesempatan untuk menbela diri dalam rapat
anggota. Apabila yang bersangkutan tidak hadir maka rapat anggota dapat
memberhentikan tanpa kehadirannya.
Mengingat bahwa pemberhentian hanya dapat dilakukan oleh rapat anggota yang
memerlukan waktu untuk menyelenggarakannya maka untuk kepentingan Koperast
kemungkinan pemberhentian anggota Pengurus itu tidak dapat ditunggu sampai
diselenggarakan rapat anggota. Oleh karena itu, adalah wajar jika kepada Pengawas
diberi kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara.

Sebagal penutup penjelasan dalam subbab mi perlu dikemukakan mengenai pengisian


jabatan anggota Pengurus. Dalam hal ini, Pasal 64 UU KOP BARU menyatakan:
Ketentuan mengenal pengisian sementara jabatan Pengurus yang kosong atau dalam hal
Pengurus diberhentikan untuk sementara atau berhalangan tetap diatur dalam anggaran dasar.
7.

BEBERAPA HAL YANG HARUS MENDAPATKAN PERSETUJUAN RAPAT ANGGOTA


Pengurus dapat melakukan beberapa hal sepertl mengalihkan atau menjadikan jaminan
utang atas seluruh atau sebagian besar kekayaan Koperasi, menerbitkan obligasi atau surat
utang lainnya, dsb. Untuk itu Pengurus harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan
rapat anggota. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 60 UU KOP BARU sebagai berikut:
Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan rapat anggota dalam hat Koperasi
akan:
a. mengalihkan atau menjadikan jaminan utang atas seluruh atau sebagian besar kekayaan
Koperasi;
b. membebani kekayaan Koperasi untuk kepentingan pihak lain;
c. menerbltkan obligasi atau surat utang lainnya;
d. mendirikan atau menjadi anggota Koperasi Sekunder;
e. meniliki dan mengelola perusahaan bukan Koperasi.
Ketentuan semacam ini tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.
Di samping ketentuan dalam Pasal 60 UU KOP BARU tersebut dl atas, Pengurus juga
dapat mengajukan permohonan ke pengadilan niaga agar Koperasi dinyatakan pailit. Pengajuan
permohonan tersebut harus di dasarkan pada keputusan rapat anggota. Mengenai hal ini Pasal
62 UU KOP BARU menegaskan:
(1) Anggota Pengurus dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan
menyebutkan alasannya.

55

(2)
(3)

Keputusan untuk memberhentikan Anggota Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela
diri dalam Rapat Anggota.
Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
kedudukan sebagai Anggota Pengurus berakhir.

Dalam Pasal 62 ayat (2) dan ayat (3) tersebut di atas juga dlcantumkan implikasi kepailitan
terhadap anggota Pengurus.
F.

BAB VI. SUMBER PENDANAAN KOPERASI


1.

PENGANTAR
Koperasi adalah perkumpulan orang, bukannya perkumpulan modal. Walaupun
demikian, di dalam Koperasi modal, balk dalam bentuk dana (uang) atau benda yang
ditanamkan dalam suatu usaha produktif untuk investasi dan modal kerja, memiliki peranan
yang sangat penting untuk menunjang kegiatan Koperasi. Tanpa modal, Koperasi sama sekali
tidak akan dapat melaksanakan kegiatan usaha apapun. Besar kecilnya nilai modal yang ada
pada suatu Koperasi menentukan besar kecillnya usaha yang dapat dijalankan oleh Koperasi
tersebut.
Di dalam menentukan ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang tentang
Koperasi mengenai permodalan atau pendanaan Koperasi perlu dijaga keseimbangan antara :
(1) kebutuhan Koperasi, yang tentu saja tidak akan dapat bekerja dan berkembang tanpa modal
; dan (2) kehendak para anggota, yang di satu pihak menginginkan peningkatan kesejahteraan
melalui Koperasi, namun di lain pihak mereka tidak mampu memberikan kontribusi modal yang
besar.
Kedaan ini semakin rumit mengingat kenyataan bahwa: (1) sebagai peserta dan suatu
organisasi swadaya, para anggota Koperasi harus bersedia dan berusaha memupuk dana dan
sumber dana mereka sendiri, namun senngkali dipersepsikan bahwa kerja sama secara pribadi
yang merefleksikan Koperasi sebagai perkumpulan orang dipandang Iebih penting daripada
kontribusi modal; (2) para anggota Koperasi memberikan kontribusinya bukan sebagai investor
yang mengharapkan keuntungan dan modal yang ditanamkan, melainkan mereka itu
menyetorkan modalnya hanya untuk masa keanggotaannya dalam rangka membantu
pembiayaan atau pendanaan usaha Koperasi, yang daripadanya diharapkan jasa pelayanan
bagi aspirasi dan kebutuhan ekonominya ; (3) Koperasi sebagai badan usaha, secara
ekonomis, harus mampu melangsungkan hidupnya agar dapat menyediakan jasa pelayanan
yang diharapkan oleh anggota. Artinya Koperasi harus mampu meraih keuntungan melalul
usaha-usahanya, baik usaha dengan anggota maupun bukan anggota (laba terbesar harus
diperoleh dan transaksi dengan pihak ketiga). Koperasi yang berjalan dengan baik harus
mampu melayani anggota dan mampu memberikan sebagian dan keuntungan itu kepada
anggota serta mampu menahan sejumlah dana yang cukup dalam Koperasi untuk membangun
landasan keuangan yang kokoh untuk menunjang kegiatan Koperasi di masa yang akan
datang ; (4) dengan menetapkan pembagian surplus hasil usaha di antara para anggota
sebanding dengan transaksi yang dhlakukannya dengan Koperasi, maka gagasan mengenai
jasa pelayanan yang menutup biaya akan dapat tercapai.
Terdapat kelemahan struktural dalam Koperasi mengenai aspek permodalan atau

56

pendanaan. Biasanya, Koperasi menghadapi kelemahan atau kesulitan sebagai berikut : (1)
kemampuan anggota untuk memberikan kontribusi modal sangat terbatas; (2) jumlah anggota
dan calon anggota terbatas pada orang-orang yang memanfaatkan jasa pelayanan Koperasi ;
(3) modal Koperasi berubah-ubah, karena anggota yang mengundurkan diri dari keanggotaan
Koperasi dapat meminta pengembalian kontribusi modalnya ; (4) adanya kecenderungan untuk
memberikan kontribusi modal sekecil mungkin, sekedar memenuhi syarat keanggotaan dan
keputusan rapat anggota, karena kontribusi minimal juga memberikan hak keanggotaan yang
sama secara penuh, sehingga penyertaan modal yang melebihi kontribusi minimal menjadi tidak
menarik.
Kelemahan-kelemahan struktural tersebut di atas yang membatasi pemilihan bentuk
badan hukum Koperasi. Bentuk badan hukum Koperasi dinilai tidak tepat untuk badan usaha
yang membutuhkan modal yang besar dan stabil, lebih-lebih yang bersifat padat modal, serta
memiliki risiko yang besar. Biasanya, badan hukum Koperasi cocok untuk perusahaan yang
berkembang secara perlahan-lahan dan bertahap, dan kegiatan yang berskala kecil, kernudian
berkembang ke skala menengah, sampai akhirnya menjadi perusahaan yang berskala besar.
2.

PENJELASAN TENTANG SUMBER PENDANAAN KOPERASI


Pasal 65 UU KOP BARU menyatakan:
Sumber pendanaan Koperasi terdiri dari:
a.
Iuran masuk dan Saham Koperasi sebagai modal awal.
b.
hibah;
c.
modal penyertaan; dan/atau
d.
sumber lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar
dan/atau peraturan perundang-undangan.
Kalau butir-butir dalam Pasal 65 itu diklasifikasikan seperti di dalam Pasal 41 dan 42 UU KOP
No. 25/1992, akan dlperoleh rincian sebagai berikut.
(1) Modal sendiri, yang berasal dan:
a. iuran masuk;
b. saham Koperasi;
c. hibah.
(2) Modal pinjaman, yang berasal dari:
a. simpanan dan anggota;
b. pinjaman dan anggota;
c. simpanan dari nonanggota;
d. pinjaman dari nonanggota
Pinjaman dari non anggota ini dapat meliputi : (1) pinjaman dan Koperasi iainnya dan/atau
anggotanya yang didasari dengan penjanjian kerja sama antar Koperasi; (2) pinjaman dari
bank dan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku ; (3) penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang
dhlakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku ; (4) pinjaman dari
nonanggota yang dilakukan tidak melalui penawran secara umum.
(3) Modal penyertaan yang berasal dan yang berasal dan unit penyertaan.
Modal sendiri bersifat menanggung risiko. Modal ini harus bersifat permanen. Dan
kornponen pembentuk modal sendiri, iuran masuk dan saham Koperasi merupakan kornponenkomponen yang terpenting karena komponen-komponen itu yang mernbentuk modal dasar
57

yang seharusnya diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu stabilitas modal.
Kedua komponen modal itu perlu dipupuk secara berkesinambungan.

58

Modal pinjaman dimasukkan ke dalam Koperasi jika modal sendiri tidak mencukupi.
Modal semacam itu menimbulkan beban terhadap Koperasi yang pada gilirannya akan
menimbulkan beban terhadap anggeta Koperasi. Sebaiknya modal pinjaman itu berasal dari
lingkungan Koperasi sendiri.
Selain modal sendin dan modal pnnjaman, Koperasi dapat pula me)akukan
pemupukan modal yang berasal dart modal penyertaan.
3.

PENJELASAN MENGENAI IURAN MASUK


Berkenaan dengan penerimaan anggota baru UU KOP Baru memperkenalkan konsep
luran masuk. Pasal 66 UU KOP BARU menyatakan:
(1)
Iuran Masuk dibayarkan oleh Anggota pada saat yang bersangkutan mengajukan
permohonan sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan.
(2)
Persyaratan dan tata cara penetapan Iuran Masuk pada suatu Koperasi diatur dalam
Anggaran Dasar.
Konsep iuran masuk ini serupa dengan konsep uang pangkal, yaitu uang yang
dibayarkan ketika munid diterima di sebuah sekolah. Apabila seseorang diterima menjadi
anggota sebuah Koperasi, maka luran masuk itu akan menjadi milik Koperasi, bukan milik
anggota lagi, yang selanjutnya membentuk modal sendiri. Sedangkan apabila permohonan
keanggotaan seseorang pada sebuah Koperasi yang bersangkutan ditolak, maka iuran msuk itu
akan dikembalikan kepada pemohon.
Konsep luran masuk sangat berbeda dengan konsep simpanan pokok. Simpanan
pokok dapat didefinisikan sebagal berikut: simpanan pokok adalah sejumlah uang yang harus
diserahkan oleh seorang calon anggota sebagai simpanan kepada Koperasi pada saat orang itu
masuk menjadi anggota Koperasi. Besarnya simpanan pokok ditentukan dalam anggaran dasar.
Simpanan itu tetap rnenjadi milik anggota dan tidak dapat diambil kembali selama orang yang
bersangkutan masih menjadi anggota Koperasi. Dalam hal ini simpanan pokok menyerupai
saham Koperasi. Namun, kata simpanan mengandung arti bahwa seorang anggota yang
menyimpan, hanya menabung uang yang tetap merupakan uangnya sendiri selama periode
tertentu pada Koperasi, sehingga secara tegas, simpanan tersebut bukanlah komponen modal
sendiri dari Koperasi tersebut.
Dari penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa konsep luran masuk jauh lebih
sederhana penerapannya karena begitu iuran itu di bayar oleh calon anggota maka urusan
dengan Koperasi selesal. Di lain pihak, simpanan pokok harus terus diadministrasi secara
berkelanjutan oleh Koperasi sepanjang peniliknya masih menjadi anggota. Apabila, karena
sesuatu hal, seorang anggota mengundurkan diri, maka simpanan pokok itu harus dikembalikan
kepadanya dengan nilainya terlebih dahulu dievaluasi sehingga di dapat nilali Ill sesuai dengan
perkembangan intern dan ekstern Koperasi.

4.

PENJELASAN TENTANG SAHAM KOPERASI


a.

Kewajiban Anggota Membeli Saham Koperasi dan Ciri-ciri Saham Koperasi.

Dalam UU KOP BARU diperkenalkan konsep baru, yaitu saham Koperasi sebagai
komponen sumber pendanaan Koperasi. Konsep tersebut tidak terdapat baik dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok perkoperasian

59

maupun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.


Setiap pendiri dan atau anggota Koperasi harus membeli saham Koperasi yang jumlah
minimumnya ditetapkan dalam anggaran dasar. Penetapan jumlah minimum saham Koperasi
yang harus disetor dijadikan sebagai dasar kelayakan usaha. Ketentuan itu tercantum dalam
Pasal 67 UU KOP BARU, yaitu:
(1) Setiap pendiri dan atau anggota Koperasi wajib membeli saham Koperasi yang jumlah
minimumnya ditetapkan dalam anggaran dasar.
(2) Pembelian saham Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan tanda bukti penyertaan modal anggota terhadap Koperasi dan tanda
pemenuhan salah satu syarat keanggotaan Koperasi.
Dari ketentuan dalam Pasal 67 ayat (2) tersebut di atas jelaslah bahwa pembelian saham
Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dlmaksud dalam ayat (1) memiliki dua fungsi,
yaltu
(1) sebagai tanda bukti penyertaan modal anggota terhadap Koperasi ; dan
(2) sebagai tanda pemenuhan salah satu syarat keanggotaan Koperasi.
Dengan demikian, seseorang calon anggota yang belum membayar penuh pernbelian
sahamnya, orang itu belum memenuhi syarat sebagai anggota.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Selanjutnya, Pasal 68 UU KOP BARU menegaskan:


Saham Koperasi tidak menuliki hak suara.
Saham Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dlkeluarkan atas nama.
Nilai nominal saham Koperasi harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia.
Penyetoran atas pembelian saham Koperasi dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau
dalam bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Dalam hal penyetoran atas saham Koperasi dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) dllakukan penilaian berdasarkan harga pasar yang berlaku.
Koperasi wajib memelihara Daftar Anggota dan Pemegang Saham Koperasi serta daftar
Pemegang Unit Penyertaan, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama dan alamat pemegang saham Koperasi dan pemegang unit penyertaan;
b. Jumlah, nomor dan tanggal perolehan saham Koperasi dan unit penyertaan;
c. Jumlah dan nilai saham Koperasi dan nilai unit penyertaan;
d. Perubahan kepemilikan saham Koperasi.

Dari ketentuan dalam pasal 67 dan Pasal 68 UU KOP BARU dapat disajikan ciri-ciri saham
Koperasi, yaltu antara lain : (1) Setiap pendiri dan alau anggota Koperasi wajib membeli saham
Koperasi yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam anggaran dasar. Setiap anggota yang
telah membayar penuh pembelian sahamnya dlberikan bukti kepemilikan saham Koperasi dan
tiap anggota Koperasi punya hak satu suara, tanpa terpengaruh oleh jumlah saham yang
dimilikinya;
(2) Pembelian saham Koperasi tersebut merupakan tanda bukti penyertaan modal anggota
terhadap Koperasi dan tanda pemenuhan salah satu syarat keanggotaan Koperasi ; (3) Saham
Koperasi tidak memiliki hak suara. Setiap anggota Koperasi mempunyai hak satu suara tanpa
terpengaruh oleh jumlah saham yang dimilikinya. Saham Koperasi dalam kaitan ini merupakan
salah satu syarat untuk menyatakan sahnya keanggotaan seorang pada Koperasi ; (4) Saham
Koperasi dikeluarkan atas nama ; (5) Nilai nominal saham Koperasi harus dicantumkan dalam
mata uang Republik Indonesia ; (6) Penyetoran alas pembelian saham Koperasi dapat
dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang

60

dimana penilaiannya didasarkan pada harga pasar yang berlaku dalam hal penyetoran saham
Koperasi dalam bentuk lain yaltu misalnya dalam bentuk tanah, kendaraan, dan nilai-nilai yang
dapat dinilai dengan uang dan berlaku sah apabila kepemiuikan tanah atau kendaraan tersebut
telah dialihkan atas nama Koperasi yang bersagkutan ; (7) Pencatatan tentang pembelian dan
penjualan saham Koperasi oleh anggota dlselenggarakan clalam daftar Pemegang Saham
Koperasi.
b.

Pemindahan Saham Koperasi

Pada dasarnya saham Koperasi dapat dipindahkan. Namun , pemindahannya tidak


boleh kepada sembarang orang dan dilakukan sewaktu-waktu. Pasal 69 UU KOP BARU
memberikan rambu-rambu pemindahan saham Koperasi sebagai berikut.
(1) Pemindahan saham Koperasi seorang anggota tidak boleh menyimpang dart ketentuan
tentang keharusan kepemilikan saham Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67.
(2) Pemindahan saham Koperasi oleh seorang anggota dianggap sah jika:
a. saham Koperasi telah dimilikm sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun;
b. Pemindahan dilakukan kepada anggota lain atau calon anggota dari Koperasi yang
bersangkutan;
c. pemindahan dilaporkan kepada Pengurus.
(3) Dalam hal keanggotaan diakhiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Anggota
yang bersangkutan harus menjual Saham Koperasi yang dimilikinya kepada Anggota lain
dari Koperasi yang bersangkutan berdasarkan harga saham yang ditentukan Rapat
Anggota.
Bagaimanakah jika belum ada anggota lain atau calon anggota dari Koperasi yang
bersangkutan yang barminat untuk membeli saham Koperasi yang dimiliki oleh seorang
anggota Koperasi ? Pemecahannya adalah bahwa Koperasi untuk sementara dapat mernbeli
lebih dahulu dengan menggunakan surplus hasil usaha tahun ber)alan sebagai dana talangan
dengan jumlah maksumum 20 % dari surplus hasil usaha tahun buku tersebut.
Bagaimanakah pemindahan saham Koperasi dan seorang anggota yang meninggal
atau karena sesuatu hal tidak mampu lagi melakukan tindakan hukum ? Sehubungan dengan
itu, Pasal 71 ayat (1) menegaskan:
(1) Saham Koperasi dart seorang anggota yang meninggal atau karena sesuatu hal tidak
mampu lagi melakukan tindakan hukum dapat dipindahkan kepada ahIi waris yang
memenuhi syarat dan bersedia menjadi anggota.
Dalam Pasal 71 ayat (1) ini ahli waris tidak mewarisi keanggotaan Koperasi orang yang
meninggal, melainkan mewarisi saham Koperasi orang yang meninggal itu.
Sebagai penutup seksi ini disajikan ketentuan Pasal 71 ayat (2) tentang tata cara
penjualan dan pemindahan saham Koperasi, yaltu:
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penjualan dan pemindahan saham Koperasi
diatur dalam anggaran dasar.
c.

Penjelasan tentang Perubahan Jumlah dan Nilal Saham Koperasi


Pasal 70 UU KOP BARU menegaskan:

61

Perubahan nilai saham Koperasi ditetapkan oleh rapat anggota berdasarkan kesepakatan
anggota.

62

Sebagaimana kita ketahui pada tatiap awal berdirinya Koperasi penetapan nilai saham Koperasi
sesuai dengan nilai nominalnya. Dalam perkembangan selanjutnya penetapan nilai saham
Koperasi didasarkan pada jumlah nilai kekayaan bersih Koperasi yang bersangkutan dan harus
mendapat persetujuan rapat anggota. Nilai kekayaan bersih dlmaksud adalah menurut neraca
terbaru yang disahkan dalam rapat anggota tahunan (RAT.) dalam waktu 6 (enam) bulan
terakhir setelah tutup tahun buku. Apabila nilal saham Koperasi ditetapkan dl atas nilai
nominalnya, maka kelebihan nilai tersebut diperlakukan sebagai modal penyertaan (di dalam
perseroan terbatas disebut aglo). Modal penyertaan dlmaksud bukan milik anggota yang
bersangkutan melainkan milik Koperasi.
5.

PENJELASAN MENGENAI HIBAH


Sebagai unsur sumber pendanaan Koperasi, hibah mempunyai ciri sebagai modal
sendiri. Pasal 65 UU KOP BARU menegaskan:
Hibah dan pembenan yang diberikan oleh pihak ke tiga, kecuali hibah dan pemberian yang
berasal dari sumber modal asing, baik yang langsung maupun tidak langsung, tidak boleh
diterima oleh suatu Koperasi tanpa mendapatkan ijin terlebih dahulu dari Pejabat.
Persyaratan untuk mendapatkan izin terlebih dahulu dari Pejabat terhadap hibah dan pemberian
yang berasal dari sumber modal asing antara lain adalah: (1) untuk menjaga agar dalam jangka
panjang Koperasi dan anggotanya tidak dirugikan oleh hibah dan pembertan tersebut ; (2) untuk
menjaga agar hibah dan pemberian tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

6.

PENJELASAN MENGENAI MODAL PENYERTAAN


Koperasi dapat melakukan pemupukan modal yang berasal dari unit penyertaan, baik
yang bersumber dari Pemerintah maupun dari masyarakat. Upaya itu dilakukan dalam rangka
meningkatkan dan memperkuat kegiatan usaha Koperasi terutama yang berbentuk investasi.
Unit penyertaan ikut menanggung risiko. Pemilik unit penyertaan tidak mempunyai hak suara
dalam rapat anggota dan dalam menentukan kebijakan Koperasi secara keseluruhan. Namun
demikian, pemilik unit penyertaan dapat dhlkutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan
usaha investasi yang didukung oleh unit penyertaannya sesuai dengan perjanjian.
Dalam hubungan itu, Pasal 73 UU KOP BARU menegaskan:
(1) Koperasi dapat menerima modal penyertaan dari Pemerintah dan masyarakat berdasarkan
perjanjian.
(2) Penanam modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
turut
menanggung
risiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan modal
penyertaan sebatas nilai modal penyertaan yang ditanamkan dalam Koperasi.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga dalam hal penanam modal
turut serta dalam pengelolaan usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan dan/atau
turut menyebabkan terjadinya kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan.
(4) Penanam modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapat bagian
keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan.
Selanjutnya, Pasal 74 UU KOP BARU menegaskan:

63

Perjanjian penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) hanya
dimungkinkan apabila Anggaran Dasar Koperasi mencantumkan ketentuan mengenai
perjanjian penyertaan modal tersebut yang sekurang-kurangnya memuat:
a.
risiko dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha;
b.
pengelolaan usaha;
c.
keuntungan usaha; dan
d.
besarnya modal penyertaan.
Sebagai penutup subbab ini disajikan Pasal 75 UU KOP BARU yang sebelumnya
merupakan ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai sumber modal Koperasi. Ketentuan
tersebut adalah: Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber modal Koperasi diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
G.

BAB VII. JENIS, TINGKAT DAN LAPANGAN USAHA


1.

PENJELASAN MENGENAI JENIS DAN TINGKAT KOPERASI


Dalam Pasal 76 UU KOP BARU ditegaskan bahwa :
(1) Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam anggaran dasar.
(2) Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada kesamaan
kegiatan usaha dan atau kepentingan ekonomi anggota
Ketentuan tentang keharusan mencantumkan jenis Koperasi dalam anggaran dasar merupakan
hal yang baru. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan usaha Koperasi benar-benar ditujukan untuk
memenuhi aspirasi dan kebutuhan anggota.
Apakah yang dimaksud dengan jenis Koperasi? Dan apakah yang menjadi dasar
penjenisan Koperasi ? Jenis Koperasi adalah kategori Koperasi yang mempunyai sifat-sifat atau
keadaan yang sama. Adapun dasar penjenisan Koperasi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
76 ayat (2) tersebut di atas adalah kesamaan kegiatan usaha dan atau kepentingan ekonomi
anggotanya. Selanjutnya, yang dimaksud dengan kesamaan kegiatan usaha adalah
kesamaan pekerjaan (mata pencaharian) atau usaha di bidang perdagangan, industri,
pertanian, angkutan, jasa dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan kesamaan
kepentingan ekonomi adalah kesamaan kebutuhan, antara lain makanan, pakaian, rumah,
pendidikan, pengobatan atau kebutuhan untuk menunjang usaha guna mendapatkan
keuntungan yang lebih baik, antara lain dengan cara pengadaan bahan baku dan pemasaran
bersama.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 76 ayat (2) UU KOP BARU tersebut di atas
secara garis besar, Koperasi dapat dijeniskan sesuai ketentuan Pasal 77 UU KOP BARU, yaitu :
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) terdiri atas :
a. Koperasi konsumen ;
b. Koperasi produsen ;
c. Koperasi simpan pinjam ;
d. Koperasi jasa.
Setiap Koperasi dapat dijeniskan ke dalam satu atau lebih jenis Koperasi sebagaimana
tercantum dalam Pasal 77 tersebut di atas.

64

Dalam hubungan dengan tingkat Koperasi, Pasal 78 UU KOP BARU menegaskan :


(1) Untuk meningkatkan usaha anggota dan menyatukan potensi usaha, Koperasi dapat
membentuk dan atau menjadi anggota Koperasi Sekunder sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4
(2) Tingkatan dan penggunaan nama pada Koperasi Sekunder diatur sendiri oleh Koperasi
yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Komentar terhadap ketentuan dalam Pasal 78 tersebut adalah sebagai berikut : (1) Untuk
meningkatkan usaha anggota dan menyatukan potensi usaha, sekurang-kurangnya tiga
Koperasi Primer atau tiga Koperasi Sekunder atau tiga Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder
dapat membentuk sebuah Koperasi Sekunder ; (2) untuk maksud yang sama sesuatu Koperasi
Primer atau Sekunder dapat menjadi anggota Koperasi Sekunder yang telah ada ; (3) sesuai
dengan kondisinya, sesuatu Koperasi Sekunder dapat menyebutkan dirinya Pusat Koperasi,
Gabungan Koperasi, atau Induk Koperasi sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang tentang Koperasi ; (4) dalam hal pemberian nama pada Koperasi
Sekunder, Koperasi yang bersangkutan harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 16 UU
KOP BARU.
2.

PENJELASAN MENGENAI LAPANGAN USAHA


Penjelasan Mengenai Lapangan Usaha : Umum
Sebagai suatu perusahaan, Koperasi harus menjalankan usaha yang dapat
mendatangkan keuntungan ekonomis, meskipun Koperasi bukan merupakan perkumpulan
modal; dan tidak menganut falsafah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya (profit
maximization). Agar dapat memperoleh keuntungan ekonomis secara berkesinambungan,
Koperasi harus mampu menjalankan usahanya secara terus-menerus, terang-terangan, efektif,
efisien, berhubungan dengan pihak ketiga, dan memperhitungkan rugi laba, serta mencatat
semua kegiatan usahanya secara teratur ke dalam suatu pembukuan.
Secara umum lapangan usaha Koperasi diatur dalam Pasal 79 UU KOP BARU.
Ketentuannya adalah sebagai berikut :
(1)
Koperasi menjalankan kegiatan usaha yang secara langsung berkaitan dengan dan
bermanfaat bagi kegiatan usaha dan kepentingan ekonomi angota.
(2)
Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar kaidah syariah.
(3)
Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya dalam menjalankan
usahanya.
(4)
Koperasi dapat didirikan khusus dalam kegiatan usaha simpan pinjam
(5)
Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sesuai dengan tujuannya
serta tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi, peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Terhadap ketentuan-ketentuan dalam Pasal 79 ini dapat diberikan penjelasan sebagai berikut.
1. Pada dasarnya Koperasi dapat bergerak di segala bidang usaha yang secara langsung
berkaitan dengan dan bermanfaat bagi kegiatan usaha dan kepentingan ekonomi
anggota, baik mereka sebagai konsumen maupun produsen, guna menunjang usahanya
dan meningkatkan kesejahteraannya.

65

2.

3.

4.

H.

Kegiatan usaha Koperasi harus sesuai dengan dan tidak boleh menyimpang dari
tujuannya sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar. Di samping itu, kegiatan harus
sesuai dengan dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Koperasi, peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar kaidah syariah. Ketentuan ini untuk
pertama kalinya dicantumkan dalam Undang-Undang tentang Koperasi. Ketentuan ini
membolehkan Koperasi untuk menerapkan kaidah-kaidah fikih atau syariah dalam
pelaksanaan kegiatan usahanya, seperti simpan-pinjam, perdagangan, dan sebagainya.
Penerapan kaidah-kaidah tersebut sangat sesuai bagi pihak-pihak yang menganggap
bunga sebagai riba.
Dengan demikian, Koperasi tersebut dapat melaksanakan praktek-praktek tijarah
(perniagaan) sebagaimana diajarkan dalam kitab-kitab fiqih, seperti : mudharabah atau
qiradh (profit and loss sharing), murabahah (suatu bentuk jual beli barang dengan
tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur), musyarakah
(persekutuan ; perkongsian ; kerja sama patungan), al-bai baithaman ajil (defered
payment sale), dan sebagainya.
Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya dalam menjalankan
usahanya.

BAB VIII. SIMPAN PINJAM


1.

PENJELASAN MENGENAI SIMPAN PINJAM


Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Koperasi dapat melaksanakan kegiatan
usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya atau salah satu kegiatan usaha yang dilakukannya.
UU KOP No. 25/1992 mencantumkan secara singkat ketentuan tentang kegiatan usaha simpan
pinjam dalam Pasal 44, yaitu :
(1) Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan
pinjam dari dan untuk :
anggota Koperasi yang bersangkutan ;
Koperasi lain dan/atau anggotanya .
(2) Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya
kegiatan usaha Koperasi.
(3) Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Dalam hubungan ini Pasal 80 dan Pasal 81 UU KOP BARU menegaskan :
(1) Koperasi simpan pinjam melaksanakan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya
kegiatan usaha.
(2) Koperasi simpan pinjam dapat menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada
masyarkat.
Adapun cakupan kegiatan usahanya dicantumkan dalam Pasal 80 UU KOP BARU, yaitu :
Kegiatan usaha yang dilakukan Usaha simpan pinjam meliputi :
a. penghimpunan dana dalam bentuk simpanan anggota ;
b. memberikan pinjaman ;
c. menempatkan dana pada Koperasi lain; dan/atau
d. melakukan usaha jasa keuangan lain, yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.

66

Penjelasan terhadap Pasal 80 dan Pasal 81 UU KOP BARU tersebut di atas adalah :
1. Koperasi yang bergerak dalam lapangan usaha simpan pinjam dan didirikan khusus untuk
maksud tersebut dinamakan Koperasi simpan pinjam.
2. Koperasi simpan pinjam merupakan Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha hanya di
bidang simpan pinjam dan dilarang melakukan usaha lain di luar kegiatan simpan pinjam.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa Koperasi simpan pinjam tidak boleh memiliki unitunit usaha lain di luar simpan pinjam.
3. Kegiatan usaha simpan pinjam merupakan kegiatan khas Koperasi di bidang keuangan
yang diharapkan dapat memberikan manfaat dan kesejahteraan kepada anggota dan
anggota masyarakat di lingkungannya. Oleh karena itu, Koperasi simpan pinjam dapat
menghimpun dan menyalurkan dana dari anggota dan Koperasi lain dan/atau anggotanya
serta anggota masyarakat, yang pada umumnya belum dapat memanfaatkan jasa
perbankan atau karena bank tidak dapat menyentuh grass root, sementara Koperasi
Simpan Pinjam sudah mampu menjangkaunya. Oleh karena itu, perlu kompromi dengan
syarat, wilayah dan jumlah dana jika koperasi mempunyai dana lebih dari Rp. 1 milyar,
maka perlu ijin Menteri Keuangan atau Menjadi BPR. Koperasi pada hakekatnya tunduk
pada kaidah-kaidah hukum yang berlaku umum dalam masyarakat atau dunia bisnis.
Mengingat bahwa kekuasaan tertinggi pada organisasi Koperasi berada pada rapat
anggota, maka apabila suatu Koperasi simpan pinjam akan menyalurkan dana yang
dimilikinya kepada Koperasi lain dan /atau anggotanya serta anggota masyarakat, maka
tindakan itu harus berdasarkan kepada keputusan rapat anggota Koperasi simpan pinjam
yang bersangkutan.
4. Koperasi selain Koperasi simpan pinjam dapat mendirikan unit simpan pinjam yang
kegiatan usahanya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk anggota Koperasi.
5. Butir-butir a, b, c, dan d dari jenis-jenis kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Koperasi
simpan pinjam sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 80 UU KOP BARU cukup dapat
dimengerti. Sedangkan kegiatan usaha yang tercantum dalam butir e perlu mendapat
penjelasan. Apakah yang dimaksud dengan kegiatan penerimaan pembayaran
berdasarkan perjanjian itu ? Yang dimaksud dengan kegiatan penerimaan pembayaran
berdasarkan perjanjian misalnya pembayaran rekening telepon, pembayaran rekening
listrik dan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
2.

PENJELASAN MENGENAI PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN KOPERASI SIMPAN PINJAM


Dalam pengelolaan Koperasi simpan pinjam dianut prinsip-prinsip sebagaimana tercantum
dalam Pasal 87 UU KOP BARU, yaitu :
(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan
kerahasiaan.
(2) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam wajib mempunyai keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan peminjam untuk melunasi hutang sesuai dengan yang
dijanjikan.
(3) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi wajib menempuh cara yang tidak merugikan
Koperasi dan kepentingan penyimpan.
(4) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya
risiko kerugian terhadap transaksi penyimpan.
(5) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Usaha Simpan Pinjam Koperasi dilarang melakukan
investasi usaha pada sektor riil.

67

Penjelasan terhadap ketentuan sebagaimana termaktub dalam Pasal 87 tersebut di atas adalah
sebagai berikut .
1. Pinjaman yang diberikan oleh Koperasi simpan pinjam mengandung risiko, sehingga dalam
pelaksanaannya Koperasi simpan pinjam harus memperhatikan asas-asas pinjaman yang
sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian pinjaman dalam arti keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan peminjam untuk melunasi utangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh Koperasi simpan
pinjam.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan pinjaman, Koperasi simpan
pinjam harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, dan
prospek usaha dari peminjam . Selain itu perlu pula diupayakan semacam jaminan dan
asuransi pinjaman.
2. Dalam menjalankan usahanya Koperasi simpan pinjam wajib memiliki dan menerapkan
sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan
keputusan dalam pengelolaan Koperasi simpan pinjam yang sesuai dengan prinsip kehatihatian.
Mengingat Koperasi simpan pinjam terutama bekerja dengan dana dari anggota dan
anggota masyarakat yang disimpan pada Koperasi simpan pinjam, maka setiap Koperasi
simpan pinjam perlu terus menjaga kesehatannya dan kepercayaan anggotanya dan
anggota masyarakat.
3. Koperasi simpan pinjam wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya
risiko kerugian terhadap transaksi penyimpan. Penyediaan informasi mengenai timbulnya
risiko kerugian penyimpan dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi berkaitan
dengan kegiatan usaha dan kondisi Koperasi simpan pinjam menjadi lebih terbuka dan
sekaligus menjamin adanya transparansi dalam pengelolaan Koperasi simpan pinjam.
3.

PENJELASAN MENGENAI IZIN USAHA , PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN KOPERASI


SIMPAN PINJAM
Koperasi Simpan Pinjam yang dalam kegiatan usahanya, hanya menyalurkan dan
menghimpun dana dari dan untuk anggota, tidak memerlukan izin Menteri. Sedangkan Koperasi
Simpan Pinjam yang menghimpun dana dari anggota dan atau nonanggota serta menyalurkan
dana kepada nonanggota wajib memperoleh izin usaha dari Menteri.
Ketentuan mengenai perizinan Koperasi simpan pinjam tercantum dalam Pasal 83 UU KOP
BARU, yaitu :
(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib memperoleh izin usaha dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Koperasi Simpan
Pinjam wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
memiliki organisasi dan kepengurusan yang
standarnya ditetapkan oleh Menteri;
b.
memiliki modal yang besarnya ditetapkan oleh
Menteri;
c.
memiliki pengelola yang mempunyai keahlian di
bidang simpan pinjam;
d.
memiliki kelayakan rencana kerja atau kelayakan
usaha;
e.
memiliki administrasi keuangan dan pembukuan;
dan
68

f.
(3)
(4)

memiliki sarana kerja yang memadai.


Koperasi Simpan Pinjam yang belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b wajib mendaftarkan dan melaporkan keberadaannya kepada
Menteri.
Menteri dapat mengenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha simpan
pinjam apabila diperoleh data penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan Koperasi
Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi.

Adapun ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan adalah sebagaimana


tercantum dalam Pasal 90 UU KOP BARU, yaitu :
(1) Pembinaan, pemeriksaan, dan pengawasan terhadap Usaha Simpan Pinjam Koperasi
dilakukan oleh Menteri.
(2)

Menteri melakukan pemeriksaan secara berkala atau setiap waktu apabila diperlukan.

(3)

Menteri menetapkan ketentuan tentang kesehatan usaha simpan pinjam Koperasi


dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen,
rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas serta aspek lain yang berhubungan dengan simpan
pinjam koperasi.

Penjelasan terhadap ketentuan-ketentuan dalam Pasal 90 tersebut di atas adalah


sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan pembinaan dalam Pasal 90 ayat (1) adalah upaya-upaya yang
dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan,
kepemilikan, kepengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang berhubungan
dengan kegiatan operasional Koperasi simpan pinjam. Yang dimaksud dengan
pengawasan dalam ayat (1) meliputi pengawasan tidak langsung yang terutama dalam
bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan Koperasi simpan
pinjam, dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan
tindakan-tindakan perbaikan.
Menteri diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap Koperasi simpan pinjam dengan menempuh upayaupaya yang bersifat preventif maupun represif.
Menteri menetapkan ketentuan tentang kesehatan Koperasi simpan pinjam.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Terdapat satu pasal, yaitu Pasal 92 yang perlu dicantumkan di akhir bab ini. Pasal 92
menegaskan :
Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
80 sampai dengan Pasal 91 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
I.

BAB IX SURPLUS HASIL USAHA DAN DANA CADANGAN


1.

PENJELASAN MENGENAI SURPLUS HASIL USAHA


Di dalam menjalankan kegiatan usahanya Koperasi harus mampu mendapatkan
keuntungan, walaupun keuntungan itu bukan merupakan tujuan Koperasi. Di dalam Koperasi,
keuntungan tersebut dinamakan surplus hasil usaha. Jika Koperasi dapat memperoleh surplus
69

hasil usaha yang cukup besar, maka dari surplus itu dapat dialokasikan untuk dana cadangan,
yang selanjutnya dapat digunakan untuk menambah modal Koperasi. Apabila modal Koperasi
bertambah besar, maka dengan sendirinya usaha Koperasi akan bertambah besar pula. Di
samping itu, dari surplus hasil usaha Koperasi dapat dialokasikan untuk keperluan yang lain,
seperti pembagian keuntungan kepada pemilik modal dari usaha yang dibiayai dengan unit
penyertaan Koperasi, pembayaran keuntungan kepada anggota sebanding dengan saham
Koperasi yang dimiliki, dan sebagainya.
Ketentuan tentang sisa hasil usaha di dalam UU KOP No. 25/1992 dimuat dalam
Pasal 45, yaitu :
(1) Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu
tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak
dalam tahun buku yang bersangkutan.
(2) Sisa Hasil Usaha setelah dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan
jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta
digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi,
sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
(3) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Sedangkan ketentuan tentang surplus hasil usaha sebagai pengganti dari istilah sisa
hasil usaha di dalam UU KOP BARU dimuat dalam Pasal 93 sebagai berikut :
Surplus hasil usaha merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku
dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha, dan pajak setelah ditambah
pendapatan luar biasa atau dikurangi kerugian luar biasa.
Sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan Rapat Anggota, surplus hasil usaha
disisihkan terlebih dahulu untuk dana cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau
sebagian untuk :
a.
Anggota sebanding dengan transaksi
usaha yang dilakukan oleh masing-masing Anggota dengan Koperasi;
b.
pembagian keuntungan kepada Anggota
sebanding dengan Saham Koperasi yang dimiliki;
c.
pembayaran bonus kepada Anggota
Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi;
d.
pembayaran iuran kepada dana
pembangunan Koperasi dan iuran wajib lainnya; dan
e.
penggunaan lain yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
Surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan bukan Anggota tidak boleh dibagikan
kepada Anggota, dan wajib digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi dan
meningkatkan pelayanan kepada Anggota
Ketentuan dalam Pasal 93 UU KOP BARU tersebut di atas perlu mendapat penjelasan sebagai
berikut .
1. Istilah sisa hasil usaha yang digunakan dalam UU KOP No. 25/1992 diganti dengan
istilah surplus hasil usaha. Secara konseptual istilah yang baru ini lebih tepat. Definisi
surplus hasil usaha, pada dasarnya sama saja dengan definisi sisa hasil usaha, namun
definisi surplus hasil usaha lebih komprehensif dan memuat unsur-unsur yang lebih luas.
2. Dalam definisi surplus hasil usaha sebagaimana dimuat dalam Pasal 92 ayat (1) UU KOP
BARU terdapat istilah pendapatan Koperasi dan pengeluaran. Kedua istilah tersebut
memerlukan penjelasan. Yang dimaksud dengan pendapatan Koperasi adalah

70

pendapatan yang diperoleh dari partisipasi ekonomi anggota ditambah dengan pendapatan
transaksi dengan bukan anggota. Yang dimaksud dengan pengeluaran adalah beban
sehubungan dengan gerakan perkoperasian dan tidak berhubungan dengan kegiatan
usaha, seperti misalnya biaya pendidikan anggota, pendidikan Pengurus, pendidikan
Pengawas, biaya rapat anggota tahunan (RAT), iuran Hari Koperasi dan lain-lain.

71

3. Yang dimaksud dengan keuntungan dalam Pasal 93 ayat (2) huruf b adalah pemberian
keuntungan kepada anggota atau pemegang saham Koperasi yang besarnya perlu
mempertimbangkan kebutuhan modal Koperasi dan tingkat keuntungan yang wajar pada
jenis usaha yang bersangkutan yang dilaksanakan oleh Koperasi.
4. Yang dimaksud dengan bonus dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c adalah tambahan imbalan
atau gaji yang diberikan sebagai bagian dari surplus hasil usaha untuk meningkatkan
gairah kerja anggota Pengawas, Pengurus dan karyawan Koperasi.
5. Yang dimaksud dengan dana pembangunan Koperasi dalam Pasal 93 ayat (2) huruf d
adalah dana yang dipupuk oleh Gerakan Koperasi yang digunakan untuk memajukan
sistem perkoperasian.
6. Adanya ketentuan bahwa surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan bukan
anggota tidak boleh dibagikan kepada anggota adalah adil dan sama sekali tidak
merugikan anggota, karena surplus tersebut wajib digunakan untuk mengembangkan
usaha Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada anggota.
2.

PENJELASAN MENGENAI DANA CADANGAN


Mengingat kelemahan pada modal yang berasal dari saham Koperasi, maka dana
cadangan merupakan unsur penting dalam pemupukan modal Koperasi. Dana cadangan
sebagai modal kolektif, yang stabil dan tidak dapat dibagi-bagi, sangat diperlukan sebagai
imbangan terhadap modal anggota yang bersifat variabel. Dana cadangan dibentuk dari
penyisihan surplus hasil usaha merupakan prasyarat bagi pembentukan cadangan. Setiap
tahun, melalui rapat anggota, para anggota harus memutuskan :
(1) Untuk memperkuat usahanya, apakah Koperasi perlu mengalokasikan surplus hasil usaha
bersih yang tidak dibagikan ke dalam dana cadangan, agar Koperasi lebih mampu
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada anggota di kemudian hari ? atau
(2) Apakah Koperasi harus membagikan surplus hasil usaha bersih itu segera dan langsung
kepada anggota ?
Besarnya modal yang dibutuhkan oleh Koperasi berbeda satu dari yang lain
tergantung pada besar kecilnya Koperasi serta jenis Koperasi dan usahanya.
Karena itu, tidaklah mudah untuk menetapkan suatu aturan baku dalam Undang-Undang
Koperasi mengenai besarnya alokasi dari surplus hasil usaha bersih tahunan untuk dana
cadangan, seperti misalnya 25 % dari surplus hasil usaha bersih tahunan harus dialihkan ke
dana cadangan. Keputusan tentang besarnya alokasi tersebut harus diserahkan kepada
masing-masing Koperasi, yaitu kepada para anggota dalam rapat anggota tahunan untuk
memutuskan jumlah surplus hasil usaha yang harus ditahan di dalam Koperasi dan jumlah yang
harus dibagikan kepada anggota.
Dalam Undang-Undang tentang Koperasi seharusnya memuat ketentuan tentang dana
cadangan sebagai berikut : (1) setiap Koperasi harus membentuk dana cadangan ; (2) cara
bagaimana dana cadangan itu diciptakan ; (3) sampai batas tertinggi yang mana dana
cadangan itu harus dipertahankan.
Selanjutnya, Undang-Undang tentang Koperasi harus menetapkan pula bahwa dana
cadangan itu tidak dapat dibagikan kepada anggota selama masa hidup Koperasi itu, artinya
anggota yang keluar tidak dapat menuntut suatu bagian dari dana cadangan itu.

72

Sehubungan dengan dana cadangan, Pasal 94 UU KOP BARU menegaskan :


(1) Dana cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian surplus hasil usaha.
(2) Koperasi harus menyisihkan untuk dana cadangan sehingga menjadi sekurangkurangnya 20 %(dua puluh) persen dari nilai Saham Koperasi.
(3) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk menutup
kerugian Koperasi.
Penjelasan terhadap Pasal 88 adalah sebagai berikut :
1. Koperasi harus membentuk dana cadangan. Dana cadangan dikumpulkan dari penyisihan
sebagian surplus hasil usaha. Sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan keputusan
rapat anggota, surplus hasil usaha disisihkan terlebih dahulu untuk dana cadangan.
2. Pasal 94 ayat (2) menegaskan bahwa Koperasi harus menyisihkan untuk dana cadangan
sehingga menjadi sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) persen dari nilai saham Koperasi.
Nilai 20 (dua puluh) persen ini harus benar-benar dipegang teguh. Dana cadangan yang
belum mencapai jumlah 20 (dua puluh) persen dari nilai saham Koperasi tidak boleh
dipergunakan untuk keperluan apapun, kecuali untuk menutup kerugian Koperasi.
3. Dana cadangan harus disimpan dalam bentuk harta lancar agar dapat digunakan jika
sewaktu-waktu diperlukan oleh Koperasi. Dana cadangan harus disimpan dalam bentuk
tunai atau aset yang dapat diubah secara cepat menjadi tunai agar Koperasi dapat secara
cepat mengumpulkan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan dana yang bersifat segera.
J.

BAB X . PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN


Sebagai badan usaha, Koperasi diharapkan mampu berkembang serta pengelolaan organisasi
dan usahanya dapat berjalan secara efisian. Namun kenyataannya, karena adanya berbagai
keterbatasan di bidang manajemen, sumber daya manusia, permodalan, akses terhadap pasar,
teknologi, dan sebagainya, banyak Koperasi yang tidak mampu berkembang dan mewujudkan efisiensi
dalam pengelolaannya. Untuk mengatasi masalah tersebut, dimungkinkan untuk melakukan
penggabungan atau peleburan Koperasi.
Apakah penggabungan dan peleburan Koperasi itu ? Dalam konteks Undang-Undang tentang
Koperasi, penggabungan atau yang lebih dikenal dengan istilah merger adalah penyatuan diri dua atau
lebih Koperasi, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Koperasi dan membubarkan
Koperasi - Koperasi lainnya dengan atau tanpa melikuidasi. Sedangkan peleburan atau yang lebih
dikenal dengan istilah amalgamasi adalah penyatuan diri dua atau lebih Koperasi menjadi satu Koperasi
yang baru untuk mencapai posisi dan skala ekonomi yang lebih baik.
Tentang penggabungan dan peleburan, Pasal 14 UU KOP No. 25/1992 menyatakan :
(1) Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi usaha, satu Koperasi atau lebih dapat :
a. menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain atau ;
b. bersama Koperasi lain meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru.
(2) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing
Koperasi.

73

UU KOP BARU juga mengatur tentang penggabungan dan peleburan, yaitu dalam Pasal 94
Pasal itu menegaskan :
(1)
(2)
(3)

(4)

(5)
(6)

Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi :


a. satu Koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain; atau
b. beberapa Koperasi dapat melebur diri untuk membentuk suatu Koperasi baru.
Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing
Koperasi.
Sebelum dilakukan penggabungan atau peleburan, Pengawas dan Pengurus masing-masing
Koperasi wajib memperhatikan :
a. kepentingan Anggota yang harus mendapat prioritas utama;
b. kepentingan karyawan;
c. kepentingan kreditor; dan
d. pihak ketiga lainnya.
Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penggabungan atau peleburan meliputi:
a. hak dan kewajiban Koperasi yang digabungkan atau dilebur beralih kepada Koperasi hasil
penggabungan atau peleburan;
b. anggota Koperasi yang digabung atau dilebur menjadi anggota Koperasi hasil penggabungan
atau peleburan;
Koperasi yang menggabungkan diri pada Koperasi lain atau yang melebur diri, secara hukum bubar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan, pemberian persetujuan dan
penolakan terhadap penggabungan atau peleburan Koperasi serta perubahan status badan
hukumnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Terhadap ketentuan dalam Pasal 95 itu perlu diberikan penjelasan sebagai berikut.
1. Penggabungan dan peleburan Koperasi merupakan tindakan yang sangat mendasar dan rumit.
Pelaksanaan penggabungan dan peleburan Koperasi mempunyai beberapa konsekuensi hukum,
baik pada tahap persiapan maupun pada tahap pelaksanaannya.
2. Pada tahap persiapan perlu diperhatikan sejumlah hal, antara lain :
a.
Penentuan Koperasi yang menerima penggabungan atau nama Koperasi yang akan
didirikan sebagai hasil peleburan.
b.
Adanya pernyataan kesepakatan dari semua Koperasi yang bersangkutan, mengenai
pengalihan/penyatuan keanggotaan, kekayaan (aset), modal, utang-piutang, dan sebagainya.
c.
Adanya persetujuan dari anggota masing-masing Koperasi yang dinyatakan dengan
keputusan rapat anggota Koperasi-Koperasi yang bersangkutan.
d.
Sebelum dilakukan penggabungan atau peleburan, Pengawas dan Pengurus masingmasing Koperasi wajib memperhatikan : (1) kepentingan anggota harus mendapat prioritas
utama ; (2) kepentingan karyawan ; (3) kepentingan kreditor ; (4) pihak ketiga lainnya ; dan (5)
kepentingan masyarakat pada umumnya.
e.
Pengawas dan Pengurus masing-masing Koperasi perlu menyusun rencana
penggabungan atau peleburan Koperasi secara bersama-sama. Rencana penggabungan atau
peleburan tersebut paling sedikit harus memuat alasan dan penjelasan masing-masing
Pengurus Koperasi berkenaan dengan penggabungan atau peleburan serta persyaratan
penggabungan atau peleburan yang akan dilakukan.
f.
Adanya perubahan status badan hukum, yaitu berupa pengesahan anggaran dasar
dalam hal penggabungan Koperasi atau pengesahan akte pendirian Koperasi baru dalam hal
peleburan Koperasi. Karena itu perlu disusun rancangan perubahan anggaran dasar Koperasi
hasil penggabungan atau rancangan akta pendirian dan anggaran dasar Koperasi baru hasil
peleburan.

74

g.

Disusunnya neraca dan perhitungan laba-rugi yang mencakup 3 (tiga) tahun buku
terakhir dari semua Koperasi yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.
h.
Disusunnya tata cara konversi saham Koperasi dari masing-masing Koperasi yang
akan melakukan penggabungan atau peleburan terhadap saham Koperasi dari Koperasi hasil
penggabungan atau peleburan.
i.
Hal-hal lain yang perlu diketahui oleh anggota dan kreditor Koperasi.

K.

3.

Sedangkan dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :


a.
Pelaksanaan mengenai pelimpahan hak, kewajiban, dan tanggung jawab masingmasing organ Koperasi lama kepada organ Koperasi baru.
b.
Pengaturan mengenai administrasi umum.
c.
Pengaturan mengenai administrasi keanggotaan, kepengawasan, dan kepengurusan.
d.
Pengaturan mengenai administrasi usaha dan keuangan.
e.
Penyesuaian/pengaturan kembali kerja sama dengan pihak lain.

4.

Selanjutnya, Pasal 95 ayat (6) menegaskan bahwa ketentuan mengenai tata cara pengajuan
permohonan, pemberian persetujuan dan penolakan terhadap penggabungan atau peleburan
Koperasi serta perubahan status badan hukumnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XI. PEMBUBARAN, PENYELESAIAN DAN HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM


1.

PENGANTAR
Koperasi adalah perkumpulan sukarela di bawah badan hukum perdata yang dibentuk
untuk memajukan kepentingan ekonomi bersama para anggotanya dengan melakukan usaha
swadaya yang terorganisasi. Kesukarelaan dalam pembentukan perkumpulan tersebut
membawa implikasi adanya hak untuk membubarkannya jika para anggota merasa bahwa
kelangsungan usaha bersama itu tidak mungkin akan berhasil atau jika berdasarkan alasanalasan obyektif Koperasi itu tidak mungkin mampu mencapai tujuan bersama.
Karena itu, perlu ditetapkan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang tentang
Koperasi yang mengatur mengenai pembubaran Koperasi secara sukarela, yang memberikan
hak kepada anggotanya untuk tidak melanjutkan Koperasi tersebut, jika mereka berpendapat
bahwa organisasi itu tidak lagi berguna baginya.
Jika ketentuan-ketentuan itu hendak dibuat, maka perhatian harus dipusatkan pada
hal-hal yang menjamin perlindungan terhadap kepentingan para kreditor, kepentingan Gerakan
Koperasi, dan kepentingan masyarakat umum.
Keputusan untuk membubarkan suatu Koperasi merupakan keputusan yang sangat
penting, yang memiliki konsekuensi yang sangat luas, khususnya kepada anggotanya. Karena
itu, keputusan tersebut harus dipertimbangkan secara matang oleh mayoritas anggota Koperasi
yang bersangkutan.
Kepentingan Pemerintah dapat terpengaruh oleh pembubaran suatu Koperasi, apabila
Koperasi itu ditunjang oleh bantuan dana Pemerintah dan atau apabila Koperasi itu ditetapkan
untuk melaksanakan tugas-tugas dari Pemerintah, namun tidak dapat melakukannya karena
Koperasi itu menghentikan kegiatannya.

75

Akhirnya, keruntuhan suatu Koperasi selalu menimbulkan dampak negatif terhadap


Gerakan Koperasi secara keseluruhan dan merugikan citra Koperasi di mata masyarakat.
Karena itu, seharusnya diadakan upaya dan disediakan fasilitas, seperti misalnya diusahakan
pembentukan dana pembangunan Koperasi, untuk mencegah sejauh mungkin keruntuhan
Koperasi-Koperasi yang lemah dengan memberikan dukungan yang memadai agar KoperasiKoperasi itu dapat bertahan hidup atau dengan menggabungkannya pada Koperasi lain.
2.

BEBERAPA ALASAN PEMBUBARAN KOPERASI


Koperasi dapat dibubarkan atas dasar alasan sebagai berikut :
(1) karena keputusan rapat anggota ;
(2) karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir ;
(3) karena tujuan Koperasi telah tercapai atau karena tujuan tersebut tidak akan pernah
tercapai ; atau
(4) karena bangkrut.
Alasan tebih lanjut dari pembubaran Koperasi secara ex officio (ambtshalve) yaitu
karena jabatan ; rechtswege ; menurut hukum tanpa ketentuan atau permohonan dari para
pihak - adalah :
(1) karena Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang tentang
Koperasi ;
(2) karena kegiatan Koperasi yang bersangkutan bertentangan dengan ketertiban umum dan
atau kesusilaan ; atau
(3) berada dalam keadaan tidak aktif selama jangka waktu yang lama atau kelangsungan
hidupnya tidak dapat diharapkan lagi.

3.

PENJELASAN MENGENAI DASAR PEMBUBARAN KOPERASI MENURUT UNDANGUNDANG KOPERASI


UU KOP No. 25/1992 memuat ketentuan tentang dasar pembubaran Koperasi dalam
Pasal 46, yaitu :
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan :
a. keputusan Rapat Anggota ; atau
b. keputusan Pemerintah.
Sedangkan ketentuan dalam Pasal 97 UU KOP BARU adalah sebagai berikut :
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan :
a. keputusan Rapat Anggota;
b. jangka waktu berdirinya telah berakhir; atau
c. Keputusan Menteri atau Keputusan pejabat yang ditunjuk.

4.

PENJELASAN MENGENAI PEMBUBARAN KOPERASI BERDASARKAN KEPUTUSAN


RAPAT ANGGOTA
Ketentuan tentang pembubaran Koperasi berdasarkab keputusan rapat anggota dalam
UU KOP BARU dimuat dalam Pasal 98, yaitu :
(1) Usul pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota dapat diajukan oleh Pengawas atau
Anggota yang mewakili sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah Anggota, apabila
Koperasi tidak mungkin lagi dapat melaksanakan nilai dan prinsip Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

76

(2) Keputusan pembubaran Koperasi ditetapkan oleh Rapat Anggota setelah Pengurus
memberitahukan rencana pembubaran kepada Pemerintah dan kreditor.
(3) Keputusan pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila diambil
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.
(4) Pengurus bertindak sebagai kuasa Rapat Anggota pembubaran Koperasi, apabila Rapat
Anggota tidak menunjuk pihak yang lain.
(5) Koperasi dinyatakan bubar pada saat yang telah ditetapkan dalam keputusan Rapat
Anggota.
Penjelasan terhadap Pasal 98 tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Karena satu dan lain hal sebagaimana dikemukakan dalam subbab 15.1, Pengawas atau
anggota yang mewakili sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah anggota dapat
mengajukan usul kepada rapat anggota untuk membubarkan Koperasinya.
2. Keputusan pembubaran dianggap sah apabila diambil berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, yaitu :
a. keputusan pembubaran diambil dalam rapat anggota luar biasa ;
b. rapat anggota luar biasa dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya
(tiga perempat) jumlah anggota ;
c. keputusan rapat anggota luar biasa dianggap sah apabila disetujui oleh lebih dari 2/3
(dua per tiga) jumlah suara yang dikeluarkan dengan sah ;
d. apabila kuorum sebagaiamana dimaksud dalam huruf b tidak tercapai, Pengurus dapat
menyelenggarakan rapat anggota luar biasa kedua pada waktu secepat-cepatnya 14
(empat belas) hari dan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari dihitung dari tanggal
rencana penyelenggaraan rapat anggota luar biasa pertama yang gagal
diselenggarakan ;
e. ketentuan tentang kuorum dan kesahan dalam rapat anggota luar biasa kedua sama
dengan ketentuan dalam rapat anggota luar biasa pertama sebagaimana diatur dalam
huruf b dan huruf c ;
f. dalam hal kuorum rapat anggota luar biasa kedua tidak tercapai, atas permohonan
Pengurus kuorum ditetapkan oleh pengadilan negeri.
3. Pengurus diberi wewenang dan tanggung jawab oleh rapat anggota untuk mewakili
Koperasi dan melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk membubarkan Koperasi
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan
pembubaran Koperasi oleh rapat anggota diberitahukan secara tertulis oleh Pengurus
kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Koperasi dan kepada kreditor.
4. Koperasi dinyatakan bubar pada saat yang telah ditetapkan dalam keputusan rapat
anggota.
5.

PENJELASAN MENGENAI PEMBUBARAN KOPERASI BERDASARKAN


KARENA JANGKA WAKTU BERDIRINYA BERAKHIR

ALASAN

Dalam Pasal 7 UU KOP BARU ditegaskan :


Koperasi didirikan untuk jangka waktu tertentu atau tidak tertentu sebagaimana ditentukan
dalam anggaran dasar.
Jika anggaran dasar suatu Koperasi memuat ketentuan bahwa kegiatan usaha
Koperasi itu hanya akan berlangsung selama jangka waktu tertentu, maka tidak perlu ada
keputusan khusus untuk membubarkan Koperasi tersebut setelah jangka waktu yang ditentukan
oleh anggaran dasar itu berakhir.

77

Kelangsungan hidup Koperasi setelah jangka waktu yang ditetapkan semula dapat
dilanjutkan dengan cara merubah anggaran dasar.

78

Pembubaran Koperasi berdasarkan alasan karena jangka waktu berdirinya berakhir tidak diatur
dalam UU KOP No. 25/1992. Sedangkan dalam UU KOP BARU diatur dalam Pasal 103, yaitu :
(1) Koperasi bubar karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ketentuan dalam anggaran
dasar telah berakhir .
(2) Atas permohonan Pengurus dan keputusan rapat anggota, Menteri dapat memperpanjang
jangka waktu tersebut.
(3) Permohonan perpanjangan waktu dilakukan dengan mengadakan rapat anggota untuk
mengubah anggaran dasar.
(4) Permohonan perpanjangan waktu dan pengesahan perubahan anggaran dasar dilakukan
selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Koperasi
berakhir.
(5) Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan
selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima.
6.

PENCATATAN PEMBUBARAN KOPERASI


Ketentuan tentang pencatatan pembubaran Koperasi tercantum dalam Pasal 102 UU KOP
BARU, yaitu :
Menteri secara administratif mencatat pembubaran Koperasi dalam Daftar Umum Koperasi
setelah :
a. menerima laporan mengenai keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota
Koperasi yang bersangkutan;
b. menerima laporan keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota karena jangka
waktu berdirinya Koperasi telah berakhir ; atau
c. ditetapkannya keputusan pembubaran Koperasi oleh Pemerintah.

7.

PENJELASAN MENGENAI PENYELESAIAN PEMBUBARAN KOPERASI


Di dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 55 UU KOP No. 25/1992 diatur ketentuan-ketentuan
mengenai penyelesaian pembubaran suatu Koperasi. Sedangkan dalam UU KOP BARU,
ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian pembubaran suatu Koperasi diatur dalam Pasal
97 sampai dengan Pasal 102.
Setelah dikeluarkannya keputusan pembubaran Koperasi, maka segera dilaksanakan
penyelesaian pembubaran. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 104 ayat (1) UU KOP BARU, yaitu :
(1)
Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan pembubaran
Koperasi.
(2)
Penyelesai bertanggung jawab kepada kuasa Rapat Anggota dalam hal Penyelesai
ditunjuk oleh kuasa Rapat Anggota
Hal-hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 103 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), yaitu :
(1) Untuk kepentingan kreditor dan para Anggota terhadap pembubaran Koperasi, dilakukan
penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesaian.
(2) Penyelesaian dilakukan oleh Penyelesai pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesai.
(3) Untuk Penyelesaian berdasarkan Rapat Anggota, Penyelesai ditunjuk oleh kuasa Rapat
Anggota.
(4) Untuk Penyelesaian berdasarkan keputusan Pemerintah, Penyelesai ditunjuk oleh
Pemerintah

79

Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi yang berada dalam proses pembubaran
itu tetap ada dengan sebutan Koperasi dalam Penyelesaian. Koperasi tersebut tidak
diperbolehkan melakukan perbuatan hukum kecuali yang diperlukan untuk memperlancar
proses penyelesaian. Hal-hal tersebut diatur dalam Pasal 103 ayat (4) dan ayat (5), yaitu :
(5) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan
Koperasi dalam Penyelesaian.
(6) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi tidak diperbolehkan melakukan perbuatan
hukum kecuali yang diperlukan untuk memperlancar proses penyelesaian.
Berkenaan dengan ketentuan dalam ayat (5) perlu dijelaskan bahwa ketentuan ini
menegaskan bahwa hak dan kewajiban Koperasi dalam Penyelesaikan masih tetap ada untuk
menyelesaikan seluruh urusannya. Agar masyarakat mengetahuinya, di depan kantor Koperasi
dipasang papan yang memuat kata-kata Koperasi dalam Penyelesaian.
Segera setelah ditunjuk penyelesai pembubaran Koperasi, penyelesai tersebut secara
sah dapat melakukan tugasnya, yang dalam garis besarnya terbatas hanya menyelesaiakan
pencairan atau pemberesan harta kekayaan yang masih ada pada Koperasi tersebut .
Meskipun penyelesai itu menggantikan Pengurus setelah Koperasi dibubarkan, namun
tidak berarti bahwa hak, wewenang dan kewajiban penyelesai sama dengan atau seluas hak,
wewenang dan kewajiban yang dimiliki oleh pengurus. Menurut ketentuan Pasal 105 UU KOP
BARU, penyelesai pembubaran Koperasi mempunyai hak, wewenang dan kewajiban sebagai
berikut :
a. melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan dan kewajiban
Koperasi ;
b. memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan, anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama ;
c. mencairkan harta dan atau menagih piutang kepada debitor, diikuti dengan pembayaran
kewajiban Koperasi kepada para kreditor, setelah terlebih dahulu dikurangi dengan
pembayaran biaya penyelesaian, gaji pegawai yang terhutang, pajak yang terhutang dan
biaya kantor ;
d. menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi ;
e. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota ;
f. melaksanakan tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pemberesan kekayaan ;
g. membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada Menteri ;
h. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Mengenai pertanggungjawaban penyelesai, Pasal 104 ayat (2) menegaskan :
(1) Penyelesai bertanggung jawab kepada kuasa rapat anggota dalam hal penyelesai ditunjuk
oleh kuasa rapat anggota
Bagaimanakah pemecahannya jika penyelesai tidak melaksanakan tugas
sebagaimana mestinya ? Pasal 106 UU KOP BARU memberikan pemecahan sebagai berikut :
Dalam hal penyelesai tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, maka atas
permohonan Anggota atau kreditor atau pihak yang berkepentingan lainnya, kuasa Rapat
Anggota dapat memutuskan untuk mengganti Penyelesai.

80

8.

PENJELASAN MENGENAI HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM KOPERASI


Koperasi yang dibubarkan berdasarkan keputusan rapat anggota, setelah pertanggungjawaban
Tim Penyelesai diterima oleh kuasa rapat anggota masih memerlukan satu langkah
penyelesaian lagi. Dalam hal ini kuasa rapat anggota melaporkan dan menyerahkan berita
acara penyelesaian pembubaran Koperasi kepada Menteri. Demikian juga dengan pembubaran
yang dilakukan oleh pengadilan negeri. Selanjutnya, Menteri mengumumkan pembubaran
Koperasi - baik yang didasarkan pada keputusan rapat anggota maupun keputusan pengadilan
negeri dalam Berita Negara Republik Indonesia. Sejak itu status badan hukum Koperasi yang
bersangkutan dinyatakan hapus.
Ketentuan sebagaimana dijelaskan itu dimuat dalam Pasal 107 UU KOP BARU, yaitu :
(1) Menteri mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi
tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Sebagai penutup subbab ini di bawah ini disajikan Pasal 109 UU KOP BARU yang
memuat ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran Koperasi, yaitu :
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran Koperasi diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

L.

BAB XII. PEMBERDAYAAN KOPERASI


1.

PENJELASAN MENGENAI PERANAN PEMERINTAH

Lembaga Gerakan Koperasi memiliki peranan yang penting dalam memajukan Koperasi.
Demikian juga Pemerintah. Lembaga Gerakan Koperasi, yang berperan sebagai wadah untuk
memperjuangkan kepentingan Koperasi dan bertindak sebagai pembawa aspirasi organisasi tersebut
mempunyai tujuan yang sama dengan Pemerintah yang berkewajiban menciptakan iklim dan kondisi
yang kondusif bagi pertumbuhan, perkembangan dan pemasyarakatan Koperasi. Tujuan tersebut adalah
mewujudkan Koperasi yang benar-benar kuat dan mandiri dalam upaya memajukan kesejahteraan
anggota Koperasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian yang demokratis dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dengan hal tersebut, antara lembaga Gerakan Koperasi dan Pemerintah harus
selalu terjalin kerja sama, koordinasi, dan konsultasi yang erat dalam pengembangan dan
pemberdayaan Koperasi, baik pada tingkat penyusunan dan pengambilan kebijakan maupun pada
tingkat pelaksanaan kebijakan. Dalam upaya mencapai tujuan bersama,keduanya harus saling
menunjang dengan dasar saling mempercayai dan saling menghargai.
Koperasi adalah lembaga swadaya yang bersifat otonom dan independen. Karena itu, dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, Pemerintah tidak boleh mendominasi dan melakukan campur
tangan terhadap urusan internal Koperasi sehingga memperlemah keswadayaan, otonomi, dan
independensi Koperasi.

81

Berkenaan dengan peranan Pemerintah, Pasal 110 dan Pasal 111 UU KOP BARU memuat ketentuanketentuan sebagai berikut :
(1)
(2)
(3)

Pasal 110
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi
sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah mengambil langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan dan
pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan Anggotanya.
Langkah sebagaimana dimaksud ayat (2) pemerintah dapat memberikan bimbingan dan
kemudahan dalam bentuk :
a
bimbingan Usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya;
b. pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian
Koperasi;
c. pemberian kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta pengembangan lembaga
keuangan Koperasi;
d. bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antar
Koperasi dan badan usaha lain;
e. pemberian bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapai oleh
Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi.
(1)
(2)

Pasal 111
Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai peranan Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta
persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan kepada Koperasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah

Beberapa komentar dapat dikemukakan sebagai berikut :


a. Pemerintah berkewajiban mendukung pertumbuhan dan perkembangan Koperasi. Untuk itu
Pemerintah mempunyai wewenang untuk menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi
sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam penetapan kebijakan tersebut
Pemerintah perlu melibatkan Gerakan Koperasi. Berdasarkan ketentuan ini, Pemerintah memiliki
landasan yang jelas dan kuat untuk melaksanakan peranannya dalam menetapkan kebijakan yang
ditujukan untuk memajukan Koperasi.
b. Dalam menerapkan kebijakan tersebut di atas Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk
mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan
anggotanya. Ini berarti bahwa anggota Koperasi harus dijadikan fokus perhatian dalam
pembangunan Koperasi. Di samping itu, perlu ditegaskan bahwa dalam mengambil langkah-langkah
penumbuhan, pengembangan, dan pemberdayaan Koperasi, Pemerintah tidak boleh mencampuri
urusan internal organisasi Koperasi. Pembatasan ini didasarkan atas nilai menolong diri sendiri dan
bertanggung jawab atas nasib sendiri serta prinsip Koperasi bahwa Koperasi merupakan
perusahaan swadaya, otonom, dan independen.
c. Dalam Pasal 110 UU KOP BARU ditegaskan bahwa Pemerintah mendorong, mengembangkan,
dan membantu pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyuluhan , dan penelitian Koperasi. Ketentuan
ini menegaskan betapa pentingnya pengembangan dan pemberdayaan sumber daya Koperasi,
khususnya sumber daya manusia Koperasi. Di samping itu, Pemerintah secara serius perlu :
1) mengusahakan terciptanya lingkungan yang kondusif bagi Koperasi untuk dapat memainkan
peranannya ;

82

2) memberikan dukungan kepada Koperasi dalam mengembangkan tenaga manajemen yang


profesional serta mendorong pengembangan kepemimpinan Koperasi yang berdedikasi dari
dalam organisasi Koperasi sendiri ;
3) mendorong penguatan Koperasi sebagai sistem dengan membentuk jaringan antar Koperasi
secara terpadu ;
4) mendorong peningkatan partisipasi demokratis para anggota dalam pengambilan keputusan ;
5) mendorong pemahaman dan pengamalan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi di dalam gerak
langkah Koperasi sehari-hari.
d. Pasal 111 UU KOP BARU memuat ketentuan tentang pemberian perlindungan oleh Pemerintah
kepada Koperasi. Ketentuan ini dengan tegas mencerminkan komitmen Pemerintah dalam upaya
memperkuat pertumbuhan dan perkembangan Koperasi di Indonesia. Dalam rangka komitmen ini
Pemerintah dapat menetapkan bidang ekonomi tertentu, terutama yang sangat erat hubungannya
dengan kegiatan ekonomi rakyat, yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi. Pelaksanaan
ketentuan ini bersifat dinamis dengan memperhatikan aspek keseimbangan terhadap keadaan dan
kepentingan ekonomi nasional serta aspek pemerataan berusaha. Ketentuan mengenai peranan
Pemerintah serta persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan kepada Koperasi diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah
2.

PENJELASAN MENGENAI GERAKAN KOPERASI

Menurut UU KOP No. 25/1992, Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan
kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. Dari
definisi tersebut jelaslah bahwa Gerakan Koperasi menyelenggarakan upaya-upaya terorganisasi untuk
mencapai tujuan atau cita-cita tertentu. Tujuan atau cita-cita Gerakan Koperasi adalah memajukan
kesejahteraan anggota Koperasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut
membangun tatanan perekonomian nasional yang demokratis dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam penyelenggaraan upaya-upaya tersebut di atas, Gerakan Koperasi memiliki organisasi
formal yang disebut lembaga Gerakan Koperasi.
Mengenai lembaga Gerakan Koperasi tersebut, Pasal 113, Pasal 114, dan Pasal 115 UU KOP
BARU menegaskan sebagai berikut :
Pasal 113
Gerakan Koperasi Indonesia mendirikan satu wadah yang berfungsi sebagai wadah
untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka
pemberdayaan Koperasi.
(2)
Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja lembaga Gerakan Koperasi diatur dalam
Anggaran Dasar lembaga yang bersangkutan.
(3)
Anggaran Dasar lembaga Gerakan Koperasi disahkan oleh Pemerintah.
(1)

Pasal 114
Lembaga Gerakan Koperasi menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 3
Pasal 115
Lembaga Gerakan Koperasi berfungsi :
a. mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi Indonesia;

83

b. memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;


c. memberikan pertimbangan dan rekomendasi kebijakan tentang pengembangan dan pemberdayaan
Koperasi kepada Pemerintah, lembaga legislatif, dunia usaha, dan pihak lain yang terkait;
d. menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan serta penelitian dan pengembangan
perkoperasian;
e. menyelenggarakan komunikasi, konsultasi, koordinasi, forum, dan jaringan kerja di bidang
perkoperasian;
f. memberdayakan dan memajukan organisasi Anggotanya;
g. mendorong dan meningkatkan kerja sama antar Koperasi dan antara Koperasi dan pihak lain, baik
pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional;
h. meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
i. mendorong dan memantau Koperasi untuk menerapkan nilai dan prinsip Koperasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Beberapa penjelasan perlu diberikan, yaitu :
1. Yang dimaksud dengan suatu lembaga dalam Pasal 113 ayat (1) adalah Dewan Koperasi
Indonesia, disingkat Dekopin, yang merupakan kelanjutan dari Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia disingkat SOKRI, yang didirikan pada tanggal 12 Juli 1947 oleh Kongres Koperasi
Seluruh Indonesia yang pertama, yang diselenggarakan di Tasikmalaya.
2. Tidak seperti ketentuan dalam Pasal 59 UU KOP No. 25/1992, UU KOP BARU tidak memuat
ketentuan tentang pensahan Dekopin oleh Pemerintah. Karena itu, Dekopin tidak perlu disahkan
oleh Pemerintah.
3. Yang dimaksud dengan menjunjung tinggi dalam Pasal 114 adalah bahwa lembaga Gerakan
Koperasi menghargai, memuliakan, menaati, dan menjalankan dengan sungguh-sungguh nilai nilai Koperasi dan nilai-nilai yang terkandung dalam prinsip-prinsip Koperasi yang relevan dengan
lembaga tersebut.
Untuk melaksanakan kegiatannya, lembaga Gerakan Koperasi memerlukan dana. Pasal 116
UU KOP BARU memuat ketentuan tentang sumber dana dan pola mengelolaan kekayaan lembaga
Gerakan Koperasi. Ketentuannya adalah sebagai berikut :
(1) Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113
berasal dari :
a. iuran Anggota;
b. sumbangan dan bantuan yang tidak mengikat;
c. hibah;dan/atau
d. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau peraturan perundangundangan.
(2) Pengelolaan kekayaan lembaga Gerakan Koperasi dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian,
transparansi, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
Di samping beberapa sumber dana tersebut di atas, lembaga Gerakan Koperasi juga
memupuk dana yang disebut dana pembangunan Koperasi. Dana itu digunakan untuk mendorong
pengembangan dan pemberdayaan Koperasi, termasuk untuk pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan
Koperasi. Tentang dana pembangunan Koperasi tersebut, Pasal 117 memuat ketentuan sebagai berikut :
(1) Untuk mendorong pengembangan dan pemberdayaan Koperasi, lembaga Gerakan Koperasi
memupuk dana yang disebut dana pembangunan Koperasi .
(2) Dana pembangunan Koperasi bersumber dari anggota lembaga Gerakan Koperasi, Pemerintah
Pusat dan Daerah serta pihak-pihak lain.
(3) Dana pembangunan Koperasi harus diaudit oleh akuntan publik.

84

85

M.

BAB XIII . SANKSI ADMINISTRATIF


Dalam UU KOP BARU terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh anggota,
Pengurus, dan Pengawas Koperasi. Sanksi administratif berupa ancaman diberlakukan bila anggota,
Pengurus, dan atau Pengawas melanggar atau tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tersebut. Pasal 118
UU KOP BARU memuat sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh Koperasi terhadap anggotanya,
sedangkan Pasal 119 UU KOP BARU memuat sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh Menteri
terhadap Pengurus dan atau Pengawas Koperasi.
Ketentuan-ketentuan kedua pasal tersebut adalah sebagai berikut :
Pasal 118
Koperasi dapat menjatuhkan sanksi kepada anggota yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dalam bentuk :
a. teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali ;
b. pencabutan status keanggotaan.
Pasal 119
(1) Menteri dapat menjatuhkan sanksi terhadap Pengurus dan atau Pengawas Koperasi yang :
a. tidak melaksanakan rapat anggota tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 setelah 2
(dua) tahun buku terlampaui ;
b. tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf f ;
c. tidak memelihara buku Daftar Anggota, buku Daftar Pengawas, buku Daftar Pengurus, buku
Daftar Pemegang Saham Koperasi, dan risalah rapat anggota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (1) huruf h ;
d. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 85 ayat (1) dan ayat (4) ;
e. tidak melakukan audit atas laporan tahunannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ;
f. menolak atau tidak bersedia diadakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ;
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a. penyampaian teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali ;
b. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus dan Pengawas Koperasi ;
(3) Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri dapat
mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk membubarkan Koperasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 102 huruf c.
Agar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 118 dan Pasal 119 tersebut di atas jelas, di bawah ini
disajikan uraian sebagai berikut :
1. Penjelasan terhadap Pasal 118
Koperasi dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada anggota dalam bentuk : (a) teguran tertulis
sekurang-kurangnya 2 (dua) kali ; (b) pencabutan status keanggotaan, apabila anggota tersebut :
(1) tidak mematuhi anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan ketentuan yang telah disepakati
dalam rapat anggota ;
(2) berulang kali tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh
Koperasi ;
(3) tidak mau berperan dalam pengembangan dan pemeliharaan nilai-nilai kejujuran, keterbukaan,
tanggung jawab, dan kepedulian terhadap orang lain .

86

2. Menteri dapat menjatuhkan sanksi kepada Pengurus dan atau Pengawas dalam bentuk :
(a)
penyampaian teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali ; (b) larangan untuk
menjalankan fungsi sebagai Pengurus dan Pengawas Koperasi, apabila Pengurus dan atau
Pengawas tersebut :
(1) tidak melaksanakan rapat anggota tahunan yang dimaksudkan untuk mengesahkan
pertanggungjawaban Pengurus dan harus diselenggarakan selambat - lambatnya 6
(enam) bulan setelah tahun buku lampau setelah 2 (dua) tahun buku lampau ;
(2) tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
(3) tidak memelihara buku Daftar Anggota, buku Daftar Pengawas, buku Daftar Pengurus,
buku Daftar Pemegang Saham Koperasi, dan risalah rapat anggota ;
(4) melakukan kegiatan usaha yang tidak berkaitan dengan dan bermanfaat bagi kegiatan
usaha dan kepentingan ekonomi anggota ;
(5) melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan tujuan Koperasi serta bertentangan
dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi, peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum, dan atau kesusilaan ;
(6) laporan tahunannya tidak diaudit oleh akuntan publik sesuai dengan permintaan Menteri
dan atau keputusan rapat anggota tahunan ;
(7) menolak atau tidak bersedia diadakan pemeriksaan oleh Menteri dalam hal:
a.
Koperasi membatasi keanggotaan atau melakukan penolakan permohonan
untuk menjadi anggota atas orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan
keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar ;
b.
Koperasi tidak melaksanakan rapat anggota tahunan dalam waktu 2 (dua)
tahun berturut-turut ;
c.
kelangsungan usaha Koperasi sudah tidak dapat diharapkan ;
d.
terdapat dugaan kuat bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak mengelola
administrasi keuangan secara benar.
3. Selain mengenakan sanksi administratif dalam bentuk : (a) penyampaian teguran tertulis sekurangkurangnya 2 (dua) kali ; (b) larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus dan Pengawas
Koperasi, Menteri dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk membubarkan
Koperasi setelah Menteri melakukan pemeriksaan yang saksama terhadap Koperasi .
Sebagai penutup bab ini, di bawah ini disajikan Pasal 120 UU KOP BARU, yaitu :
Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota, Pengawas, atau Pengurus serta bentuk pemberian
sanksinya diatur dalam Anggaran Dasar.
N.

BAB XIV. KETENTUAN PERALIHAN


Ketentuan peralihan dimuat dalam Pasal 121 UU KOP BARU. Rumusan ketentuan-ketentuan di
dalam pasal itu cukup jelas sehingga tidak membutuhkan penjelasan. Adapun ketentuan-ketentuan di
dalam Pasal 121 itu adalah sebagai berikut :
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui
sebagai Koperasi berdasarkan Undang Undang ini.
b. Koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya
paling lambat 5 ( lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
c. Koperasi yang tidak melakukan penyesuaian Anggaran Dasar dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada huruf b dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan
kejaksaan atau pihak yang berkepentingan langsung dengan Koperasi tersebut.

87

Pasal 122
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.
Koperasi yang belum disahkan atau perubahan Anggaran Dasarnya belum disetujui
oleh Menteri pada saat berlakunya Undang-Undang ini wajib menyelesaikannya sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
b.
Penyesuaian Anggaran Dasar Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disetujui oleh Menteri.
O.

BAB XV. KETENTUAN PENUTUP


Ketentuan-ketentuan tentang pemberlakuan Undang-Undang ini dimuat dalam Pasal 123, Pasal
124 dan Pasal 125 . Rumusan ketentuan-ketentuan di dalam kedua pasal itu cukup jelas sehingga tidak
membutuhkan penjelasan. Adapun ketentuan-ketentuannya adalah sebagai berikut :
(1)
(2)

Pasal 123
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 3502) dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 3502)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti
berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 124
Peraturan perundang-undangan sebagai tindak lanjut Undang-Undang ini sudah selesai paling lambat 2
( dua ) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 125
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

88

Anda mungkin juga menyukai