NA RUU Koperasi
NA RUU Koperasi
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
KOPERASI
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam rangka membangun dirinya, Koperasi dengan tak henti-hentinya berusaha mengembangkan dan
memberdayakan dirinya agar tumbuh dan menjadi kuat dan mandiri sehingga mampu meningkatkan
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Terdapat beberapa logika ekonomi
yang memberikan peluang kepada Koperasi untuk mencapai kondisi tersebut, antara lain : (i) Koperasi sungguh
memiliki potensi untuk berkembang, menjadi kuat dan mampu bertahan hidup menghadapi berbagai tantangan,
hambatan dan ancaman ; (ii) Koperasi yang berkembang dan kuat akan memiliki kemampuan untuk
meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi serta memperlancar upaya perbaikan kondisi kerja dan kehidupan
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya ; (iii) Koperasi yang berkembang dan kuat akan
mampu merangsang dan mendorong tumbuhnya kegiatan swadaya yang dinamis dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan dan penciptaan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan ; (iv) Koperasi yang
berkembang dan kuat akan memiliki kemampuan untuk mengoreksi ketaksempurnaan pasar yang pada gilirannya
akan dapat memberikan pengembalian yang cukup memadai kepada para anggota untuk mengimbangi biaya
partisipasi.
Pembangunan Koperasi telah diselenggarakan sejak beberapa dekade yang lalu. Ditinjau dari segi
kuantitas, hasil pembangunan itu sungguh membanggakan ; jumlah Koperasi dan jumlah orang yang tercatat
sebagai anggota Koperasi di Indonesia telah meningkat dengan sangat pesat. Namun, jika ditinjau dari segi
kualitas, kondisinya masih sangat memprihatinkan dan jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar Koperasi
masih sangat lemah dan perannya dalam perekonomian nasional tidak berarti. Partisipasi sebagian besar
anggota dalam kegiatan ekonomi Koperasi sungguh tidak memadai.
Banyak faktor yang menghambat kemajuan Koperasi , sehingga pengembangan dan pemberdayaan
Koperasi menuju terwujudnya Koperasi yang kuat dan mandiri yang mampu mengembangkan dan
meningkatkan kerja sama, potensi dan kemampuan ekonomi anggota dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan sosialnya sulit diwujudkan. Salah satu faktor penghambat adalah di bidang peraturan perundangundangan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an, selanjutnya
disingkat UU KOP No. 25/1992, ternyata tidak memadai untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan
Koperasi , karena ketentuan-ketentuannya sebagai suatu sistem kurang memadai untuk dijadikan landasan
hukum bagi pengembangan dan pemberdayaan Koperasi , lebih-lebih tatkala dihadapkan kepada perkembangan
ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan.
Beberapa alasan yang lebih spesifik berkaitan dengan perlunya pembaharuan undang-undang Koperasi
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Selama kurun waktu 14 tahun sejak berlakunya UU KOP No. 25/1992, ternyata Undang-Undang itu tidak
mampu berperan sebagai alat untuk membangun Koperasi di Indonesia.
Keadaan itu diantaranya disebabkan oleh lemahnya ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang tersebut
serta kurang adanya sinkronisasi horisontal dengan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur
perekonomian nasional.
2. Dalam UU KOP No. 25/1992, ketentuan tentang hak anggota, hak badan hukum Koperasi sebagai
perusahaan, dan hak pihak ketiga dan masyarakat belum mendapat perlindungan secara memadai.
3. UU KOP No. 25/1992 tidak cukup memberikan perlindungan kepada Koperasi dalam menjalankan usahanya
sehingga Koperasi tidak cukup terjamin keberadaan dan kesinambungannya, jika terjadi penyimpangan
dalam Koperasi .
4. Kedudukan Koperasi sebagai lembaga otonom yang berbasis pada anggota perlu lebih diperkuat melalui
pembaharuan undang-undang sehingga Koperasi dapat berkembang sesuai dengan jati dirinya. UndangUndang yang baru perlu mengadopsi Pernyataan tentang Jati Diri Koperasi dari Aliansi Koperasi
Internasional (International Co-operative Alliance Statement on the Co-operative Identity) sebagaimana telah
diputuskan dalam kongresnya di Manchester, Inggris, pada tahun 1995.
5. UU KOP No. 25/1992 tidak cukup memadai sebagai alat untuk mengembangkan permodalan dan kredibilitas
badan hukum Koperasi .
6. Di dalam UU KOP No. 25/1992, peran Pemeruntah cukup menonjol dan dominan dalam menentukan arah
perkembangan Koperasi . Hal itu menimbulkan persepsi bahwa Pemerintahlah yang memikul tanggung
jawab utama dalam membangun Koperasi . Hal ini harus diluruskan.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka untuk mengadakan pembaharuan hukum di bidang
perKoperasi an yang benar-benar sesuai dengan tuntutan pembangunan Koperasi serta menyelaraskan dengan
perkembangan ekonomi nasioanl dan global perlu ditetapkan landasan hukum baru berupa undang-undang yang
dapat berperan sebagai alat untuk mendorong dan memajukan Koperasi sehingga dapat tumbuh dan
berkembang sebagai badan usaha yang kuat dan mandiri.
BAB II
UNDANG-UNDANG TENTANG KOPERASI SERTA
PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI
A.
PENGANTAR
Undang-Undang tentang Koperasi yang baik merupakan sarana yang sangat penting bagi
pengembangan dan pemberdayaan Koperasi , sedangkan Undang-Undang tentang Koperasi yang
kurang baik dapat menghadirkan hambatan dan rintangan bagi upaya tersebut. Perkembangan dan
keberdayaan Koperasi adalah fenomena yang erat berkaitan dengan masyarakat. Undang-Undang
tentang Koperasi yang merupakan salah satu sumber penting bagi penciptaan kondisi sosial-ekonomi
masyarakat, khususnya mereka yang menjadi anggota Koperasi , dapat juga berperan sebagai
instrumen perubahan yang sangat ampuh.
Undang-Undang tentang Koperasi merupakan suatu prasyarat, suatu perantara dan suatu
instrumen pengembangan dan pemberdayaan Koperasi . Sebaliknya perkembangan dan keberdayaan
Koperasi merupakan prasyarat penting bagi Undang-Undang tentang Koperasi . Kondisi sosial-ekonomi
masyarakat, khususnya mereka yang menjadi anggota Koperasi , dan dinamikanya menentukan tugas
Undang-Undang tentang Koperasi , prasyarat yang mendasari pembentukan undang-undang Koperasi ,
dan cara-cara dalam mana undang-undang tersebut bekerja.
Perkembangan dan keberdayaan Koperasi juga merupakan prasyarat penting bagi UndangUndang tentang Koperasi karena tekad dan kehendak politik dari Pemerintah dan Gerakan Koperasi
bagi terwujudnya perkembangan dan keberdayaan Koperasi memberikan kepada Undang-Undang
tentang Koperasi makna yang sama sekali baru dan justifikasi yang sama sekali baru pula. Tekad dan
kehendak politik tersebut dapat dilihat dengan jelas dengan adanya keinginan untuk mengadakan
pembaharuan Undang-Undang tentang Koperasi . Keinginan Pemerintah telah dituangkan di dalam
Surat Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 26/MENEG/IX/2000
tertanggal 15 September 2000 perihal Permohonan Izin Prakarsa Penyusunan RUU tentang Perubahan
UU No. 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia
(lihat Lampiran I). Permohonan tersebut telah disetujui oleh Presiden sebagaimana dinyatakan dalam
surat Sekretaris Kabinet RI Nomor B. 1034/Seskab/12/2000 tertanggal 21 Desember 2000 yang
ditujukan kepada Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Lihat Lampiran II) .
Dari pihak Gerakan Koperasi , keinginan untuk merubah atau mengganti UU KOP No. 25/1992 telah
diungkapkan dalam berbagai kesempatan, antara lain dalam Rapat Anggota Dewan Koperasi Indonesia
(Dekopin) yang diselenggarakan pada tanggal 22 24 April 1999 dan Musyawarah Nasional Koperasi
yang diselenggarakan pada tanggal 18 September 1999.
Keinginan untuk merubah UU KOP No. 25/1992 dapat dimengerti. Landasan pikirannya adalah,
jika Undang-Undang tentang Koperasi memiliki tujuan yang murni untuk mengubah realitas yaitu dari
Koperasi yang lemah dan tidak berdaya menjadi Koperasi yang berkembang, kuat, dan mandiri -- maka
tekad dan keinginan untuk merubah realitas memaksa Undang-Undang tentang Koperasi untuk selalu
mengikuti zaman.
Pengembangan dan pemberdayaan Koperasi tidak mungkin dapat diselenggarakan dengan
berhasil tanpa Undang-Undang tentang Koperasi . Upaya harus diselenggarakan sesuai dengan
Undang-Undang tentang Koperasi , melalui Undang-Undang, dan melalui saluran-saluran UndangUndang tentang Koperasi . Undang-undang tentang Koperasi dan pengembangan dan pemberdayaan
Koperasi secara produktif harus saling melengkapi, memperkuat, dan menyempurnakan.
B.
4. Komprehensif
Rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi
harus
menyeluruh, dalam arti mencakup keseluruhan aspek penting yang perlu dicakup di dalamnya. Hal
itu penting agar pelaksanaan ketentuan-ketentuan itu dapat diselenggarakan secara tuntas, dalam
pengertian bahwa ketentuan-ketentuan itu diharapkan memiliki dampak langsung.
5. Luwes
Pengaturan Koperasi yang baik adalah pengaturan yang tidak terhalang oleh kebekuan
rumusan apabila dihadapkan kepada perubahan-perubahan yang tidak fundamental dalam
perkembangan kondisi dan situasi sosial, politik, dan ekonomi.
6. Lintas Sektoral
Hal-hal yang berkaitan dengan Koperasi melekat pada berbagai sektor yang tertentu dan
jelas, seperti sektor-sektor pertanian, perdagangan, perindustrian, keuangan, hukum, dan
sebagainya. Di samping itu, terdapat aspek-aspek tertentu yang berada di daerah kelabu (grey
areas) , terutama yang berada dalam yurisdiksi dari dua lembaga atau lebih. Karenanya, ketentuanketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi harus disusun secara cermat.
7. Seimbang
Rumusan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Koperasi semestinya
mengatur secara seimbang peranan, hak, dan kewajiban Gerakan Koperasi dan Pemerintah.
8. Terpantau dan Terevaluasi
Pemantauan dan evaluasi merupakan upaya untuk menjaga agar Undang-Undang
Koperasi dapat dilaksanakan secara efektif.
9. Sanksi dan Insentif
Sanksi merupakan sarana penting bagi terselenggaranya pengaturan kehidupan Koperasi .
Namun, tujuan pengaturan dapat pula dicapai melalui pemberian insentif dan disinsentif. Petunjuk
tersebut harus benar-benar diperhatikan oleh para penyusun Rancangan Undang-Undang Koperasi
C.
.
BEBERAPA POKOK PERSOALAN YANG PERLU DICAKUP DALAM UNDANG-UNDANG TENTANG
KOPERASI
Dalam subbab 2. telah disajikan petunjuk penyusunan Undang-Undang Koperasi . Sedangkan
dalam subbab ini disajikan beberapa pokok persoalan yang perlu dicakup dalam Undang-Undang
tersebut.
International Labour Office (ILO) Cooperative Branch memberi rekomendasi kepada pembuat
Undang-Undang tentang Koperasi di seluruh dunia, khususnya tentang sejumlah pokok persoalan yang
perlu dicakup dalam Undang-Undang tentang Koperasi . Rekomendasi tersebut dimuat dalam buku
panduan berjudul "Participatory Cooperative Development Policy Making halaman 29 31. Adapun
terjemahannya disajikan di bawah ini.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
BAB III
PROSES DAN HASIL PENYUSUNAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG KOPERASI
A.
Mendorong terciptanya Koperasi yang berbasis keanggotaan dan berakar pada masyarakat,
tumbuh dari bawah, demokratis, otonom dan berorientasi pada kesejahteraan ekonomi, sosial
dan budaya anggota-anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.
b.
c.
Syarat keanggotaan
Ketentuan mengenai persyaratan keanggotaan harus dipertegas terutama dalam kaitannya
dengan kemampuan untuk menjadi langganan dan dalam memberikan modal bagi kegiatan
usaha Koperasi nya.
d.
Pengembangan permodalan
Permodalan Koperasi merupakan masalah utama di sebagian besar Koperasi yang ada, oleh
karena sumber permodalan sendiri yang terbatas dan kurangnya insentif untuk memberi modal
pada Koperasi .
e.
Pengembangan usaha
Perlunya pengaturan atau kebijakan pemerintah di sektor-sektor tertentu yang dapat
memfasilitasi terjadinya integrasi horisontal bagi Koperasi -Koperasi dari berbagai sektor,
sehingga dapat tercipta jaringan usaha antar Koperasi yang efektif dalam membangun
kekuatan bersama.
f.
g.
10
11
1.
bahwa Koperasi merupakan wadah ekonomi kerakyatan yang ditujukan untuk memenuhi aspirasi
dan kebutuhan ekonomi anggota serta berperan memberdayakan tata ekonomi nasional yang
berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;
b.
bahwa Koperasi perlu terus mengembangkan dan memberdayakan dirinya berdasarkan nilai-nilai
dan prinsip-prinsip Koperasi agar tumbuh dan menjadi kuat dan mandiri serta tangguh dalam
menghadapi perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh
tantangan ;
c.
bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang PerKoperasi an mengandung ketentuanketentuan yang kurang sesuai dengan perkembangan Koperasi , nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Koperasi ;
d.
12
13
menghantarkan Koperasi ke arah perwujudan dirinya sebagai organisasi ekonomi yang kuat dan
mandiri, yang berjati diri yaitu sebagai perkumpulan yang bersifat otonom dari orang perseorangan yang
mempersatukan dirinya secara sukarela untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi dengan menjalankan perusahaan yang dimiliki bersama serta diawasi dan dikendalikan secara
demokratis dengan mendasarkan kegiatannya pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi .
Undang-Undang ini menegaskan bahwa pemberian status badan hukum dan pengesahan
perubahan Anggaran Dasar dan mengenai hal-hal tertentu merupakan wewenang dan tanggung jawab
Pemerintah. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah melimpahkan wewenang dan tanggung jawab tersebut
kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Koperasi . Disamping itu Pemerintah memiliki
peranan menetapkan kebijakan serta mengambil langkah-langkah yang mendorong Koperasi sehingga
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam mengambil langkah-langkah tersebut, Pemerintah
wajib menghormati jati diri, keswadayaan, otonomi, dan independensi Koperasi tanpa melakukan
campur tangan dalam urusan internal Koperasi .
Di bidang keAnggotaan, Undang-Undang ini memuat ketentuan-ketentuan yang secara jelas
mengimplementasikan prinsip-prinsip Koperasi di bidang keanggotaan, yaitu bahwa keanggotaan
Koperasi bersifat sukarela dan terbuka, satu orang satu suara, pengawasan Koperasi oleh anggota dan
mereka berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi .
Ketentuan mengenai organisasi dan manajemen Koperasi mencantumkan adanya Pengurus
dan Pengawas yang merupakan satu paket yang satu sama lain tak terpisahkan. Pengurus bertugas
menyelenggarakan pengelolaan Koperasi , sedangkan Pengawas bertugas memberi nasehat kepada
Pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus. Ketentuan-ketentuan tentang tugas
dan wewenang Pengurus dan Pengawas diarahkan agar dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya
mereka bekerja secara profesional dan sungguh-sungguh berusaha mewujudkan Koperasi secagai
asosiasi anggota perusahaan yang maju, kuat, dan mandiri atas dasar nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Koperasi .
Undang-Undang ini mendorong diwujudkan prinsip partisipasi ekonomi anggota, khususnya
kontribusi anggota dalam memperkuat modal Koperasi . Salah satu unsur penting dari modal yang wajib
disediakan oleh anggota adalah saham Koperasi yang merupakan saham Koperasi biasa yang tidak
memiliki kekuatan suara. Dengan diterapkannya konsep saham Koperasi ini, Koperasi tetap merupakan
perkumpulan orang dan bukannya perkumpulan modal.
Undang-Undang ini juga memuat ketentuan tentang lembaga Gerakan Koperasi . Di dalamnya
ditegaskan bahwa Gerakan Koperasi Indonesia mendirikan suatu lembaga yang berfungsi sebagai
wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi , yang
selanjutnya disebut lembaga Gerakan Koperasi . Lembaga ini merupakan kelanjutan dari Sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang didirikan pada tanggal 12 Juli 1947 oleh Kongres
Koperasi Seluruh Indonesia yang pertama, yang diselenggarakan di Tasikmalaya.
Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi menyatakan bahwa pembubaran Koperasi dapat
dilakukan berdasarkan keputusan rapat anggota, jangka waktu berdirinya telah berakhir, keputusan
pengadilan atau keputusan Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Koperasi . Ketentuan tentang
keempat alternatif tersebut beserta penyelesaiannya diatur secara rinci dalam Undang-Undang ini.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Undang-Undang ini disusun dengan maksud untuk mempertegas
jati diri, tujuan, kedudukan, peranan, manajemen, usaha, dan permodalan Koperasi , serta peranan
Gerakan Koperasi dan Pemerintah. Implementasi Undang-Undang ini secara konsekuen dan konsisten
14
diharapkan akan mengatur Koperasi Indonesia menjadi Koperasi yang kuat dan mandiri yang
bermanfaat bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
15
Pengertian Koperasi
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum
Koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan
perusahaan yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial dan
budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.
II.
Prinsip-Prinsip Koperasi
Mengatur nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang disesuaikan dengan keputusan kongres ICA
tahun 1995 di Manchester. Yaitu :
1. Kekeluargaan, menolong
diri sendiri, bertanggung jawab, demokrasi, persamaan,
keadilan
2. Kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab, kepedulian terhadap orang lain
III.
Pembentukan Koperasi
1. Pendirian koperasi dilakukan dengan akte otentik oleh Notaris dan status Badan Hukumnya
disahkan oleh Menteri;
2. Koperasi tidak boleh menggunakan nama yang telah digunakan koperasi lain yang telah
berbadan hukum;
3. Nama Koperasi Primer harus didahului dengan kata Koperasi dan diakhiri dengan kata
(Prim).
4. Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata Koperasi dan diakhiri dengan kata (Skd).
5. Jangka waktu berdirinya koperasi wajib diatur dalam Anggaran Dasar;
6. Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat koperasi dinyatakan pailit,
kecuali dengan persetujuan pengadilan.
IV.
Keanggotaan Koperasi
Syarat untuk menjadi anggota diperketat dengan satu ketentuan yaitu sebagai pemilik dan
pengguna jasa koperasi
V.
Perangkat Organisasi
1. Rapat Anggota diatur lebih teknis.
2. Diperkenalkan istilah Pengawas yang diangkat dari anggota dan bertugas mengawasi
Pengurus. Mereka yang diangkat sebagai pengurus oleh Rapat Anggota Koperasi adalah
orang profesional yang diusulkan oleh Pengawas.
VI.
Modal
1. Diperkenalkan istilah modal awal koperasi yang terdiri dari iuran masuk dan saham
anggota. Saham tersebut tidak dapat diambil kembali oleh anggota tetapi dapat dialihkan
kepada anggota lain.
2. Hibah yang diberikan oleh pihak ketiga yang berasal dari sumber modal asing, baik
langsung maupun tidak langsung dapat diterima oleh suatu Koperasi setelah mendapatkan
izin terlebih dahulu dari Menteri.
16
VII.
VIII.
IX.
X.
XI.
Pemberdayaan Koperasi
1. Mengatur mengenai Peranan Pemerintah untuk menetapkan kebijakan yang mendorong
pertumbuhan dan pengembangan koperasi;
2. Dalam hal tertentu Menteri dapat melakukan pemeriksaan
3. terhadap koperasi;
4. Dalam hal tertentu laporan tahunan harus di audit oleh akuntan publik
5. Diatur tentang dana pembangunan koperasi yang bersumber dari anggota dan pihak-pihak
lain.
XII.
Sanksi
Mengatur mengenai sanksi administratif atas pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang
Koperasi.
XIII.
Ketentuan Peralihan
Mengatur tambahan ketentuan khusus yang berkaitan dengan jangka waktu penyesuaian AD
koperasi yang ada dan mekanisme pembubaran koperasi yang menyesuaikan AD-nya.
17
XIV.
Ketentuan Penutup
1.
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 3502) dinyatakan tidak berlaku lagi.
2.
Peraturan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan atau belum diganti berdasarkan undang-undang ini.
18
BAB IV
PENJELASAN UNDANG-UNDANG TENTANG KOPERASI
A.
.1
Nama Undang-Undang yang saat ini berlaku adalah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang disingkat dengan UU KOP No. 25/1992. UndangUndang ini akan digantikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
................Tahun...................tentang Koperasi , yang disebut dengan sebutan UU KOP BARU (Lihat
Lampiran V). Mengapa kata Perkoperasian akan diganti dengan kata Koperasi ? menurut Pasal 1
angka 2 UU KOP No. 25/1992, Istilah Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut
kehidupan Koperasi. Selanjutnya, istilah Kehidupan Koperasi dijelaskan sebagai di bawah ini :
Yang dimaksud dengan kehidupan Koperasi adalah aspek yang erat berkaitan dengan pembangunan
Koperasi, seperti misalnya falsafah, ideologi, organisasi, manajemen, usaha, pendidikan, pembinaan,
dan sebagainya.
Jadi, dari kedua definisi itu dapat dirumuskan pengertian sebagai berikut :
Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut aspek-aspek yang berkaitan dengan
pembangunan Koperasi. Pertanyaan yang timbul adalah : Benarkah bahwa UU KOP No. 25 /1992
mengatur segala sesuatu yang menyangkut aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan
Koperasi ? Jawabannya adalah TIDAK !, karena aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan
Koperasi itu luas sekali, yang meliputi matra-matra politik, ekonomi, sosial, dan budaya, sedangkan
hukum hanya merupakan bagian dari matra-matra tersebut.
Ditinjau dari segi bahasa, istilah kehidupan berarti cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup.
Jadi istilah kehidupan Koperasi berarti cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup Koperasi.
Pertanyaan kedua yang muncul adalah : Benarkah bahwa UU KOP No. 25/1992 mengatur segala
sesuatu yang menyangkut cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup Koperasi ? Jawabannya juga
TIDAK, karena yang dimuat dalam UU KOP No. 25/1992 hanya ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur keberadaan dan pola pengelolaan Koperasi serta peranan lembaga Gerakan Koperasi dan
Pemerintah.
Dari konsep ketentuan-ketentuan dalam Rancangan UU KOP BARU jelaslah bahwa konsep
ketentuan-ketentuan tersebut tidak mengatur segala sesuatu yang menyangkut aspek-aspek yang
berkaitan dengan pembangunan Koperasi dan juga tidak mengatur segala sesuatu yang menyangkut
cara atau sikap (gaya, tingkah laku) hidup Koperasi. Konsep ketentuan-ketentuan tersebut hanya
mengatur keberadaan dan pola pengelolaan Koperasi serta peranan lembaga Gerakan Koperasi
Pemerintah. Karena itu, adalah tepat jika Undang-Undang Koperasi yang baru nanti dinamakan UndangUndang Republik Indonesia Nomor..................Tahun...............tentang Koperasi . Tentang arti istilah
Koperasi akan diberikan dalam subbab berikut.
.2
Dalam subbab ini akan dievaluasi definisi Koperasi sebagaimana termaktub dalam Pasal 1
angka 2 UU KOP No. 25/1992 yang berbunyi : Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
19
20
3.
4.
.3
Adanya motivasi untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok guna memenuhi kebutuhan
ekonomi melalui usaha bersama atas dasar nilai-nilai Koperasi (Lihat Pasal 2 ayat (1) dan (2), UU
KOK BARU), seperti kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggung jawab, demokrasi,
persamaan dan keadilan.
Adanya penegasan bahwa kegiatan Koperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Koperasi (Lihat Pasal
3 UU KOP BARU), yang antara lain ditegaskan bahwa : (a) keanggotaan Koperasi bersifat
sukarela dan terbuka ; (b) Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis ; (c)
anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi ; (d) Koperasi merupakan
perusahaan swadaya, otonom, dan independen ; (e) Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan bagi anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya serta memberikan informasi
kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan dan kemanfaatan koperasi (f) Koperasi melayani
anggotanya sebaik mungkin dan memperkuat Gerakan Koperasi dengan bekerjasama melalui
jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional; (g) Koperasi bekerja
untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang
disepakati oleh anggota.
PENJELASAN MENGENAI NILAI-NILAI KOPERASI
Yang menonjol dari Gerakan Koperasi adalah bahwa Gerakan Koperasi itu bukan hanya
merupakan gerakan ekonomi, tetapi juga merupakan gerakan pendidikan dan gerakan moral. Hal ini
membuat sistem Koperasi menarik untuk dikaji oleh banyak pemikir sosial. Para pemikir sosial itu
menekankan landasan sosial. Di samping itu, banyak pemuka Gerakan Koperasi yang melihat Koperasi
bukan hanya sebagai pusat pelayanan ekonomi tetapi juga merupakan pusat pelayanan moral dan
sosial. Sering juga dikatakan bahwa Koperasi adalah laboratorium moral dan wahana transformasi sosial
ekonomi.
Atas dasar pikiran tersebut di atas,Kongres ICA tahun 1995 di Manchaster menetapkan nilainilai Koperasi sebagai komponen jati diri Koperasi. Terdapat dua jenis nilai-nilai Koperasi, yaitu : (1) nilainilai yang mendasari kegiatan Koperasi ; dan (2) nilai-nilai etika yang diyakini oleh anggota Koperasi.
Ketentuan nilai-nilai tersebut tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/ 1992. Adapun nilai-nilai
yang mendasari kegiatan Koperasi adalah :
1) Kekeluargaan;
2) menolong diri sendiri ;
3) bertanggung jawab atas nasib sendiri ;
4) demokrasi ;
5) persamaan ;
6) keadilan ;
Disamping keenam nilai tersebut, Tim Penyusunan Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang
tentang Perkoperasian dengan DPR RI menambahkan satu nilai yang khas Indonesia, yaitu
kekeluargaan . Nilai-nilai tersebut dimuat dalam Pasal 2 ayat (1) UU KOP BARU. Nilai ini ditempatkan
di urutan pertama.
Kemudian nilai-nilai etika yang diyakini oleh anggota Koperasi adalah :
1) kejujuran ;
2) keterbukaan ;
3) tanggung jawab sosial ;
4) kepedulian terhadap orang lain .
21
.4
22
23
Koperasi Primer setiap Anggota memiliki hak suara yang sama (satu anggota, satu suara). Koperasi
Sekunder juga organisasi yang dikelola secara demokratis.
Huruf c
Anggota menyediakan modal bagi Koperasinya secara adil dan mengawasinya secara
demokratis. Anggota menerima imbalan, jika ada, atas modal yang diserahkan sebagai syarat
keanggotaan. Anggota mengalokasikan surplus hasil usaha untuk sebagian atau keseluruhan maksud
sebagai berikut : mengembangkan Koperasinya, yang mungkin dilakukan dengan menyisihkan
cadangan, yang sebagian daripadanya tidak dapat dibagi ; memberikan keuntungan atau kemanfaatan
kepada Anggota sebanding dengan transaksinya dengan Koperasi ; menyelenggarakan pendidikan,
pelatihan, dan penyuluhan Koperasi ; dan mendukung kegiatan lain yang disetujui oleh Anggota.
Huruf d
Koperasi adalah organisasi otonom dan swadaya yang diawasi dan dikendalikan oleh Anggota.
Jika mereka mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk Pemerintah atau menambah
modal dari sumber-sumber lain, mereka melakukan hal itu atas dasar syarat-syarat yang menjamin tetap
terselenggaranya Pengawasan dan pengendalian demokratis oleh Anggotanya dan tetap tegaknya
otonomi Koperasi.
Huruf e
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawan
dimaksudkan agar mereka dapat memberikan sumbangan secara efektif bagi perkembangan
Koperasinya. Pemberian informasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda dan pemuka
masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi adalah sangat prinsipiil.
Huruf f
Yang dimaksud dengan Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi dan kegiatan
Perkoperasian yang bersifat terpadu untuk mencapai tujuan Koperasi.
Huruf g
Cukup jelas
Di bandingkan dengan prinsip-prinsip Koperasi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 UU
KOP No. 25/1992, prinsip-prinsip Koperasi yang baru jauh lebih lengkap. Di samping itu, dalam prinsipprinsip Koperasi yang baru tidak dimuat prinsip ketiga, keempat dan kelima karena dianggap tidak
bersifat hakiki dan universal atau sudah dimuat di dalam nilai-nilai Koperasi. Prinsip-prinsip yang tidak
dimuat kembali itu adalah : (1) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota ; (2) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal ;
(3) kemandirian.
.5
PENJELASAN MENGENAI
KOPERASI
Dalam Pasal 2 UU KOP No. 25/1992 ditetapkan landasan dan asas Koperasi, yaitu :
Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas
kekeluargaan.
Ketentuan tentang landasan dan asas ini tidak kita temui lagi dalam UU KOP BARU Mengapa ?
24
25
Sebagaiman kita ketahui, Pancasila yang sila-silanya adalah : (1) Ketuhanan Yang Maha Esa ;
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab ; (3) Persatuan Indonesia ; (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan ; (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Bagi masyarakat dan negara RI Pancasila adalah kenyataan yang tidak dapat diganggu
gugat. Maksudnya, Pancasila diterima sebagai dasar, falsafah dan ideologi negara.
Di lain pihak, Undang-Undang Dasar 1945 mengandung prinsip-prinsip dan norma-norma
hukum yang mendasari kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia, agar dapat berlangsung dengan
teratur dan efisien. Peranan pokok Undang-Undang Dasar 1945 antara lain, adalah : (1) menentukan
hak-hak dasar serta kewajiban terhadap kekuasaan besar negara/pemerintah ; (2) mengatur dan
menetapkan lembaga-lembaga tinggi negara, hubungan antar mereka dan tugas masing-masing ; (3)
menentukan hal-hal tentang keadaan darurat dan perubahan Undang-Undang dasar.
Jika demikian halnya, tepatkah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan landasan
badan usaha Koperasi ? Tim Penyusunan Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang
Perkoperasian dengan DPR RI berpendapat : tidak tepat ! Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
tidak tepat dan terlalu besar untuk dijadikan landasan badan usaha Koperasi (bukannya Gerakan
Koperasi). Perlu dicacat bahwa selain Koperasi tidak ada badan usaha lain yang melandaskan dirinya
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Bagaimanakah halnya dengan asas kekeluargaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU
KOP No. 25/1992 ? Sebagaimana telah diuraikan dalam subbab 4.3. bahwa nilai kekeluargaan sudah
ditetapkan sebagai nilai pertama dari nilai-nilai dasar Koperasi. Jadi tidak ada masalah.
.6
Ketentuan tentang tujuan Koperasi dimuat dalam Pasal 3 UU KOP No. 25/1992. Rumusan
ketentuan itu terdiri atas dua unsur, yaitu :
(i)
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya ;
(ii)
Koperasi ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 (Perkataan Koperasi dicantumkan oleh Panulis).
Rumusan (1) relevan untuk Koperasi pada tingkat mikro, yaitu Koperasi yang didefinisikan dalam
Pernyataan tentang Jati Diri Koperasi yang memiliki dua sifat dasar, yaitu sebagai perkumpulan orangperseorangan (perkumpulan anggota) dan sebagai perusahaan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang
itu. Sedangkan rumusan (2) tidak relevan untuk Koperasi pada tingkat mikro, melainkan relevan untuk
Koperasi pada tingkat makro, yang antara lain dikenal dengan konsep Gerakan Koperasi, sektor
Koperasi, dan sebagainya.
Kalau kita baca dengan cermat substansi UU KOP No. 25/1992 maka ketentuan-ketentuannya
hanya dimaksudkan untuk mengatur Koperasi pada tingkat mikro. Demikian juga UU KOP BARU yang
baru yang akan menggantikan UU KOP No. 25/1992.
Tim Penyempurnaan Penyusunan RUU tentang Perkoperasian dengan DPR RI berpendapat
bahwa : (1) Setiap Koperasi mempunyai tujuannya masing-masing, yang satu mungkin berbeda dengan
yang lainnya ; (2) pengalaman dalam pelaksanaan UU KOP No. 25/1992 menunjukkan bahwa masingmasing Koperasi cenderung mencantumkan tujuannya persis seperti ketentuan tentang tujuan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UU KOP No. 25/1992, sehingga tampak janggal bahwa sebuah
26
Koperasi yang kecil dan lemah mencantumkan salah satu tujuannya, yaitu, Ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. ; (3) Berdasarkan pertimbangan (1) dan (2)
Tim berpendapat bahwa tujuan Koperasi tidak perlu dicantumkan dalam UU KOP BARU. Walaupun
demikian, UU KOP BARU mencantumkan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, yaitu :
Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) memuat ............ :
................................................................................;
tujuan dan kegiatan usaha untuk mencapai tujuan .
.7
Dalam Pasal 4 UU KOP No. 25/1992 dicantumkan ketentuan tentang Fungsi dan Peran
Koperasi yang berbunyi :
Fungsi dan peran Koperasi adalah :
1)
membantu dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya ;
2)
berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat ;
3)
memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian
nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya ;
4)
berusaha untuk mewujudfkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Terhadap rumusan ini Tim Penyempurnaan Penyusunan RUU tentang Perkoperasian dengan DPR RI
berpendapat : (1) dari keempat rumusan tersebut, hanya rumusan a yang relevan bagi badan usaha
Koperasi pada tingkat mikro. Rumusan b,c, dan d dinilai terlalu besar, sehingga tidak relevan ; (2)
Masing-masing Koperasi memiliki fungsi dan perannya sendiri-sendiri. Karenanya adalah lebih baik
kalau perumusan tentang fungsi dan peran Koperasi diserahkan sepenuhnya kepada Koperasi masingmasing ; (3) Berdasarkan kedua pertimbangan tersebut Tim bersepakat untuk tidak mencantumkan
ketentuan tentang fungsi dan peran dalam UU KOP BARU.
B.
Persyaratan Minimal
Definisi istilah Koperasi sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1 angka 1
UU KOP BARU adalah penting sekali untuk menetapkan organisasi mana yang dapat
disajkan sebagai badan hukum Koperasi menurut UU KOP BARU. Dalam definisi itu
ditegaskan bahwa dalam upaya untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di
bidang ekonomi, tindakan-tindakan Koperasi sesuai dengan nilai dan prinsip
Koperasi.
Dalam Pasal 9 UU KOP BARU yang baru ditetapkan persyaratan minimal
sebagai berikut :
(1) Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh ) orang perseorangan
dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal
awal Koperasi.
27
(2)
(3)
(4)
Ketentuan sebagaimana tercantum dalam ayat (1) dan (2) juga terdapat dalam Pasal 6
ayat (1) dan (2) UU KOP No. 25/ 1992, sedangkan ketentuan sebagaimana tercantum
dalam ayat (3) tersebut di atas merupakan ketentuan baru. Berkenaan dengan ayat (3)
tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa sekurang-kurangnya tiga Koperasi Primer
atau tiga Koperasi Sekunder, atau tiga Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder dapat
mendirikan sebuah Koperasi Sekunder.
b.
28
(2) Besarnya biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ini berbeda dengan ketentuan
dalam Pasal 7 ayat (1) UU KOP No. 25/1992 yang berbunyi : Pembetukan Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan Akte Pendirian yang memuat
Anggaran Dasar. Pendirian Koperasi dibuat dengan akta notaris dimaksudkan agar
Koperasi memiliki akta otentik, mengingat bahwa para notaris secara khusus oleh
negara ditunjuk untuk membuat akta otentik baik atas permintaan atau atas perintah.
Yang dimaksud dengan akta otentik adalah akta atau surat yang dibuat oleh pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Ketentuan dalam ayat ini berarti bahwa tanpa adanya akta otentik yang
dibuat oleh dan hadapan pejabat umum yang diangkat oleh Menteri yang bertanggung
jawab dalam bidang Koperasi, dalam pendirian suatu Koperasi, maka Koperasi itu
tidak pernah ada.
Selanjutnya, Pasal 11 UU KOP BARU menyatakan :
(1)
(2)
Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap
perlu, sekurang-kurangnya :
a.
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan
pekerjaan pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan dan alamat
lengkap serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasi
pendiri; dan
b.
susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal,
dan pekerjaan anggota Pengawas dan anggota Pengurus yang pertama kali
diangkat.
Dalam pembuatan akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
seorang pendiri dapat diwakili oleh pendiri lain berdasarkan surat kuasa.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut di atas lebih lengkap jika
dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) UU KOP No. 25/1992, karena
di sana hanya dinyatakan bahwa Pembentukan Koperasi..................dilakukan dengan
Akte Pendirian yang memuat Anggaran Dasar. Di samping itu, ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 ayat (2) UU KOP BARU tidak terdapat dalam
UU KOP No. 25/1992.
Kapan suatu Koperasi memperoleh status badan hukum di tegaskan dalam
Pasal 12 UU KOP BARU. Ketentuannya adalah sebagai berikut :
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) disahkan oleh Menteri.
Proses sejak diajukannya permohonan tertulis untuk mengesahkan akta pendirian
Koperasi kepada Menteri sampai dengan disahkannya akta pendirian itu diatur dalam
Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15.
Untuk melindungi Koperasi,, dalam UU KOP BARU yang baru dicantumkan
ketentuan mengenai perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri untuk kepentingan
Koperasi sebelum Koperasi memperoleh status badan hukum. Ketentuan semacam itu
29
tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992. Adapun ketentuan dalam Pasal 14
berbunyi :
(1) Perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri untuk kepentingan Koperasi
sebelum memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pribadi para
pendiri pribadi bersama-sama.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikat Koperasi
setelah memperoleh status badan hukum, apabila rapat anggota menerima
perbuatan hukum tersebut.
(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima
oleh rapat anggota, maka Koperasi mengambil alih semua hak dan kewajiban
yang timbul sebagai akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri.
Ketentuan dalam ayat (1) dan ayat (2) cukup jelas, sedangkan ketentuan
dalam ayat (3) memerlukan penjelasan. Ketentuan itu mengatur pengalihan kepada
Koperasi hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pendiri setelah Koperasi didirikan tetapi belum disahkan menjadi badan
hukum melalui penerimaan secara tegas pengembilalihan hak serta kewajiban dan
pengukuhan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan Koperasi untuk menerima dan
pengukuhan perbuatan hukum itu ada pada rapat anggota.
2.
Pengantar
Anggaran dasar merupakan peraturan yang terutama yang mengatur tata
kehidupan Koperasi dan hubungan antara Koperasi dengan anggotanya. Peraturan
tersebut menjadi dasar dari peraturan-peraturan lain dalam Koperasi. Anggaran dasar
disusun oleh orang-orang yang membentuk Koperasi, yaitu para pendiri Koperasi.
Anggaran dasar yang dirancang oleh suatu Koperasi yang baru merupakan suatu
persetujuan (bentuk khusus suatu perjanjian) antara para anggota pendiri, artinya
sampai batas tertentu para anggota pendiri dapat menentukan sendiri isi anggaran
dasar tersebut. Namun, segera sesudah akta pendirian Koperasi yang memuat
anggaran dasar Koperasi disahkan oleh Menteri, selanjutnya anggaran dasar tersebut
berubah sifat hukumnya. Anggaran dasar itu tidak dapat lagi dipengaruhi oleh para
anggota pendiri melalui suatu persetujuan biasa. Setelah akta pendirian itu disahkan,
maka anggaran dasar itu menjadi Koperasi yang mengikat seluruh anggota (baik
anggota yang sekarang maupun mereka yang akan menjadi anggota), Pengurus,
Pengawas, dan pihak lain di dalam Koperasi. Sekali anggaran dasar itu didaftarkan
(untuk pertama kali melalui pengesahan akta pendirian), ia hanya dapat diubah
menurut suatu prosedur tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang
Koperasi.
Anggaran dasar Koperasi merupakan penjabaran dari dan tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang Koperasi dan peraturan-peraturan Pemerintah
yang dibuat berdasarkan Undang-Undang itu.
.b
30
Anggaran dasar Koperasi harus memuat semua hal penting mengenai tata
kehidupan Koperasi dan hubungannya dengan para anggotanya. Di dalam Pasal 16
UU KOP BARU yang baru dicantumkan ketentuan sebagai berikut :
(1) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) sekurangkurangnya memuat :
a. nama dan tempat kedudukan ;
b. tujuan dan kegiatan usaha untuk mencapai tujuan ;
c. jangka waktu berdirinya Koperasi ;
d. ketentuan mengenai sumber pendanaan ;
e.
tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota
Pengawas dan Pengurus ;
f.
hak dan kewajiban anggota Pengawas, dan Pengurus ;
g.
ketentuan mengenai keanggotaan ;
h.
ketentuan mengenai tempat dan tata cara penyelenggaraan rapat
anggota ;
i.
ketentuan mengenai penggunaan surplus hasil usaha ;
j.
ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar ;
k.
ketentuan mengenai pembubaran ;
l.
ketentuan mengenai sanksi ;
m.
ketentuan lain menurut Undang-Undang ini.
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya :
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan
pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap
serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasi pendiri ;
susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan
pekerjaan anggota Pengawas, dan anggota Pengurus yang pertama kali
diangkat.
(3) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh memuat
ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Dibandingkan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 8 UU KOP No. 25/1992,
jelaslah bahwa ketentuan yang tercantum dalam Pasal 15 UU KOP BARU jauh lebih
lengkap.
Selanjutnya, di bawah ini disajikan penjelasan tentang butir-butir ketentuan
yang tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) UU KOP BARU tersebut di atas.
1)
Nama Koperasi
Nama Koperasi adalah penting sekali, baik nama lengkap maupun nama singkatan.
Nama tersebut harus mampu menginformasikan usaha yang dilaksanakan oleh
Koperasi yang bersangkutan. Nama tersebut juga harus mampu membedakan dengan
nama Koperasi lainnya, agar tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Dalam hal
nama yang digunakan telah menjadi nama Koperasi lainnya, maka pada nama
Koperasi yang bersangkutan ditambah dengan perkataan yang membedakan.
UU KOP NO. 25/1992 tidak mengatur mengenai penamaan Koperasi, sedangkan UU
KOP BARU mengaturnya dalam Pasal 16. Adapun ketentuannya adalah sebagai
berikut :
31
Tempat Kedudukan
Tempat kedudukan adalah lokasi di mana kantor utama Koperasi dengan segala
manajemennya berada. Hal ini penting dicantumkan dalam anggaran dasar untuk
menunjukkan domisili atau alamat resmi Koperasi yang bersangkutan, terutama dalam
kaitannya jika koperai tersebut mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga.
Tempat kedudukan harus disebutkan antara lain dalam surat menyurat dan melalui
alamat tersebut Koperasi dapat dihubungi.
Pasal 7 ayat (2) UU KOP No. 25/1992 memuat ketentuan singkat tentang tempat
kedudukan Koperasi sebagai berikut : Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam
wilayah negara Republik Indonesia.
UU KOP BARU memuat ketentuan tentang tempat kedudukan yang lebih rinci
sebagaimana dimuat dalam Pasal 5. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :
(1) Koperasi mempunyai nama dan tempat kedudukan di Daerah Kota atau
Kabupaten dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang dicantumkan dalam
anggaran dasar.
(2) Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekaligus merupakan
kantor pusat Koperasi.
(3) Koperasi mempunyai alamat lengkap ditempat kedudukannya.
(4) Dalam semua surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Koperasi,
barang cetakan, dan akta dalam hal Koperasi menjadi pihak harus menyebutkan
nama dan alamat lengkap Koperasi.
3)
UU KOP No. 25/1992 sama sekali tidak mengatur tentang jangka waktu berdirinya
Koperasi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 7 UU KOP BARU , yang bunyinya :
Koperasi didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
4)
UU KOP No. 25/1992 tidak mengharuskan adanya ketentuan mengenai sanksi dalam
anggaran dasar Koperasi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf l. Hal ini
32
33
5)
Ketentuan-ketentuan Lain
34
C.
35
36
2.
3.
37
g.
Sebagai konsekuensi seseorang menjadi anggota Koperasi, maka orang itu harus
melaksanakan kewajiban keanggotaan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 29 ayat (1)
tersebut di atas. Berkenaan dengan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) ketentuan dalam huruf c
perlu mendapat penjelasan.
Yang dimaksud dengan mengembangkan dan memelihara nilai-nilai adalah mengusahakan
diamalkannya nilai-nilai etika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) oleh anggota dan
diterapkannya nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dalam kegiatan
Koperasi. Disamping itu, anggota berkewajiban menjaga agar tidak terjadi erosi nilai-nilai di
dalam Koperasi serta mengusahakan dan menjaga agar nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi
dipatuhi dan dijalankan di dalam Koperasi. Di samping itu anggota Koperasi juga mempunyai
mempunyai hak keanggotaan, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk berbuat segala sesuatu
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 29 ayat (2). Pelaksanaan kewajiban dan hak oleh setiap
anggota akan menumbuhkan rasa tanggung jawab pada diri masing-masing anggota.
4.
38
(5)
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 30 ayat (4), maka anggota luar biasa tidak
mempunyai hak untuk memberikan suara dalam rapat anggota, tidak dapat memilih dan dipilih
menjadi Pengurus atau Pengawas Koperasi, meminta diadakannya rapat anggota serta
mendapatkan surplus hasil usaha Koperasi dan kekayaan sisa hasil likuidasi Koperasi.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa ketentuan tentang keanggotaan luar biasa dalam
UU KOP BARU lebih lengkap jika dibandingkan dengan ketentuan dalam UU KOP No. 25/1992.
D.
39
f.
g.
h.
i.
40
Beberapa hal dan ketentuan Pasal 34 tersebut perlu mendapat penjelasan, yaitu: (1)
yang dimaksud dengan suara terbanyak biasa sebagaimana disebutkan dalam ayat (2) adalah
jumlah suara yang Iebih besar dari setengah seluruh jumlah suara yang dikeluarkan.
Persyaratan untuk disetujui oleh jumlah suara yang lebih besar dan suara terbanyak biasa, yaltu
2/3 (dua per tiga) jumlah suara yang dikeluarkan dengan sari, ditegaskan dalam Pasal 41 ayat
(2) yang berkaitan dengan pengambilan keputusan penggabungan, peleburan, dan pembubaran
Koperasi ; (2) Yang dimaksud dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan
partisipasi usaha Koperasi anggota adalah bahwa dalam penentuan jumlah hak suara, jumlah
anggota Koperasi-anggcta dan besar kecilnya transaksi masing-masing Koperasi sebagai
anggota Koperasi Sekunder harus dijadikan variabel utama. Koperasi Sekunder yang
bersangkutan perlu menetapkan rumus mengenai jumlah hak suara yang diatur dalam
anggaran dasarnya.
Berkenaan dengan penyelenggaraan rapat anggota ketentuan dalam Pasal 40, Pasal
44, Pasal 45 dan Pasal 46 dan UU KOP BARU perlu diperhatikan. Pasal 40 menyatakan:
Rapat anggota dianggap sah apabila diselenggarakan sesuai dengan persyaratan dan tata
cara rapat anggota yang ditetapkan dalam anggaran dasar.
Selanjutnya, Pasal 44 menyatakan
Koperasi Primer yang jumlah anggotanya melebihi jumlah tertentu dapat menyelenggarakan
rapat anggota melalui delegasi atau utusan anggota.
Yang dimaksud dengan jumlah tertentu adalah jika jumlah anggota Koperasi sangat besar
sehingga terjadi kesulitan untuk menghadirkan seluruh anggota pada tempat dan waktu
tententu. Ketentuan ini memungkinkan pembentukan kelompok-kelompok anggota. Setiap
kelompok mengirimkan wakilnya ke rapat anggota. Jumlah wakil dan masing-masing kelompok
sebanding dengan jumlah anggota yang tergabung dalam kelompok-kelompok yang
bersangkutan. Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara penyelengganaan rapat anggota
melalui utusan anggota diatur dalam anggaran dasar.
Pasal 45 memuat ketentuan tentang pembuatan risalah rapat anggota. Ketentuannya berbunyi
Pada setiap penyelenggaraan rapat anggota wajib dibuat risalah rapat yang dibubuhi tanda
tangan pimpinan rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang anggota yang ditunjuk oleh rapat
anggota. Pembicaraan dalam subbab ini diakhri dengan menyajikan ketentuan dalam Pasal 46,
yaitu
Persyaratan, tata cara dan ketentuan lain mengenai penyelenggaraan rapat anggota dan rapat
anggota luar biasa ditetapkan dalam anggaran dasar.
3.
41
42
4.
43
tentang kuorum dan kesahan keputusan dalam rapat anggota luar biasa yang dimaksudkan
untuk mengadakan penggabungan, peleburan, dan pembubaran Koperasi sungguh berat
karena keputusan yang akan diambil bersifat sangat mendasar dan menentukan status
kelembagaan dan usaha Koperasi yang bersangkutan di masa mendatang.
44
5.
Dalam hal rapat anggota atau rapat anggota luar biasa diselenggarakan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan Pengurus dan
atau Pengawas untuk hadir.
(3)
Penetapan ketua pengadilan negeri mengenal pemberian izin sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir.
Perlu dicatat bahwa jalan keluar semacam ini tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.
6.
45
Pasal 24
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawanah maka pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai hak satu suara.
(4) HaK suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan
mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi anggota secara berimbang.
Pasal 25
Rapat anggota berhak meminta ketenangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas
mengenai pengelolaan Koperasi.
Pasal 26
(1) Rapat Anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan
paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau.
Pasal 27
(1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Koperasi dapat melakukan
Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang
wewenangnya ada pada Rapat Anggota.
(2) Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota Koperasi
atau atas keputusan pengurus yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
(3) Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat
Anggota sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 23.
Pasal 28
Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar
Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.
E.
46
menyatakan: (1) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota.
Apakah persyaratan bagi seseorang anggota Koperasi untuk dapat dipilih menjadi
Pengawas? Secara singkat dalam Pasal 38 ayat (3) UU KOP No. 25/1992 dinyatakan sebagai
berikut: (3) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota Pengawas dltetapkan
dalam Anggaran Dasar. Dalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3) UU KOP BARU persyaratannya
lebih rinci, yaitu:
(2)
Yang dapat dipilih menjadi Pengawas adalah anggota yang:
a. tidak pernah dinyatakan pailit menjadi anggota Pengawas atau Pengurus suatu
Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perseroan yang dinyatakan pailit; atau
b. tidak pernah dihukum karena melakukan tindakan pidana korporasi dalam waktu 5
(lima) tahun sebelum pengangkatan.
(3)
Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi anggota Pengawas dtetapkan dalam
anggaran dasar.
Dalam persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) aspek reputasi pribadi calon anggota
Pengawas benar-benar ditekankan. Tentang ketentuan dalam ayat (2) huruf b perlu mendapat
penjelasan, yaitu bahwa jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan
dinyatakan bersalah menyebebkan Koperasi atau perseroan pailit atau apabila dihukum
terhitung sejak selesai menjalani hukuman.
Tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, dan
penggantian Pengawas diatur dalam Pasal 48 UU KOP BARU sebagai berikut:
(1) Untuk pertama kalinya susunan dan nama anggota Pengawas dicantumkan dalam Akta
pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.
(2) Susunan Pengawas dicantumkan dalam Anggaran Dasar.
(3) Pengawas diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4) anggota Pengawas tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus.
Yang dirnaksud dengan yang berkepentingan antara lain adalah anggota, pejabat, Pemerintah
yang bertanggung jawab dalam bidang perkoperasian, kredltor, dan sebagainya.
2.
47
48
(2)
(3)
(4)
Pengawas berwenang:
a. menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota
sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar;
b. meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari Pengurus dan
pihak lain yang terkait;
c. mendapatkan laporan berkala tentang pekembangan usaha dan kinerja Koperasi
dari Pengurus;
d. memberikan persetujuan atau bantuan kepada Pengurus dalam melakukan
perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam anggaran dasar;
e. dapat memberhentikan Pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan
alasannya;
f. melakukan tindakan pengelolaan Koperasi dalam keadaan tertentu untuk jangka
waktu tertentu berdasarkan anggaran dasar atau keputusan rapat anggota.
Bagi Pengawas yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan
tindakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf f berlaku semua
ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Pengurus terhadap Koperasi dan
pihak ketiga.
Pengawas wajib merahasiakan hasil pengawasan yang dllakukannya terhadap pihak
yang tidak berkepentingan.
Ketentuan yang bersifat baru dalam UU KOP BARU adalah ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a serta Pasal 49 ayat (2) huruf a, huruf d, huruf e, dan huruf f.
Dua hal perlu mendapat penjelasan, yaitu tentang ketentuan dalam ayat (2) huruf d dan huruf f.
Ketentuan dalam ayat (2) huruf d memberi wewenang kepada Pengawas untuk melakukan
pengelolaan Koperasi yang sebenamya hanya dapat dilakukan oleh Pengtrus dalam hal
Pengurus tidak ada. Apabila ada Pengurus, Pengawas hanya dapat melakukan tindakan yang
secara tegas ditentukan dalam Undang-undang ini. Sedang arti istilah keadaan tertentu dalam
ayat (2) hurut f adalah dalam hal seluruh anggota Pengurus berhalangan tetap.
Dalam melaksanakan tugas, Pengawas dapat dibantu akuntan publik untuk
melaksanakan jasa audit terhadap Koperasi. Mengenai hal ini Pasal 51 UU KOP BARU
menegaskan:
(1)
Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan
Pasal 50, Pengawas dapat dibantu akuntan publik untuk melakukan jasa audit terhadap
Koperasi.
(2)
Penunjukan akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dltetapkan oleh rapat
anggota.
3.
49
(2)
(3)
(4)
Ketentuan dalam ayat (2) tersebut perlu diberi penjelasan. Pemberian kesempatan
kapada anggota Pengawas yang diberhentikan untuk membela diri dalam rapat anggota
merupakan ketentuan yang adil dan juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya fitnah.
Apabila yang bersangkutan tidak hadir, maka rapat anggota dapal memberhentikan tanpa
kehadirannya.
Selanjutnya tentang pengisian jabatan Pengawas yang kosong, dsb, di atur dalam
anggaran dasar. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 53 UU KOP BARU sebagai berikut:
Pengisian jabatan Pengawas yang kosong atau dalam hal Pengawas diberhentikan atau
berhalangan tetap diatur dalam anggaran dasar.
4.
50
Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Hal panting yang dicantumkan dalam Pasal 54
UU KOP BARU adalah yang berkaitan dengan reputasi calon anggota Pengurus.
Hal lain yang perlu dijelaskan adalah mengenai status keanggotaan calon anggota
Pengurus. Pasal 29 ayat (1) UU KOP No. 25/1992 menyatakan : (1) Pengurus dipilih dari dan
oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota. Ketentuan ini menutup orang perseorangan
bukan anggota yang cakap dan berseda berbakti kepada Koperasi untuk menjadi anggota
Pengurus.
Pengalaman menunjukkan bahwa ketentuan tersebut sering menghambat dibentuknya
komposisi Pengurus yang memiliki wawasan, profesionalitas, dan kompetensi yang memadai.
Antara lain, atas dasar pertimbangan itu, UU KOP BARU menetapkan ketentuan yang berbeda
sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 54 ayat (1), yaitu :yang dapat diangkat menjadi
Pengurus adalah orang perseorangan, balk anggota maupun bukan anggota
Selanjutnya tentang pemulihan dan pengangkatan anggota Pengurus, Pasal 55 UU
KOP BARU menegaskan:
(1) Anggota Pengurus dipilih dan diangkat oleh rapat anggota atas usul Pengawas.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Pengurus dilakukan dengan mencantumkan
susunan dan nama anggota Pengurus dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6
(3) Anggota Pengurus diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat
kembali.
(4) Tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian
Pengurus diatur dalam anggaran dasar.
Ketentuan yang perlu dikomentari adalah sebagai berikut:
(1) Secara hirarkis Pengawas memiliki kedudukan yang Iebih tinggi daripada Pengurus. Hal itu
tanpak dari ketentuan bahwa walaupun anggota Pengurus itu dipilih dan diangkat oleh rapat
anggota, namun pengusulannya dilakukan oleh Pengawas. Disamping itu, ketentuan dalam
Pasal 61 ayat (1) UU KOP BARU juga menegaskan superioritas Pengawas terhadap Pengurus
dengan pernyataannya: (1) Anggota Pengurus dapat diberhentikan untuk sementara oleh rapat
anggota atau Pengawas dengan menyebutkan alasannya.
(2) Berbeda dengan UU KOP No. 25/1992, dalam konstruksi UU KOP BARU, Pengurus itu
adalah profesional yang digaji oleh Koperasi. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (2) UU
KOP BARU yang menyatakan : Gaji dan tunjangan setiap anggota Pengurus ditetapkan oleh
rapat anggota atas usul Pengawas.
(3)
Pasal 55 ayat (3) UU KOP BARU menyatakan bahwa:
(3) Anggota Pengurus diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan dlangkat
kembali. Menurut ketentuan UU KOP BARU, maka jabatan Pengurus sepenuhnya diserahkan
kepada Koperasi masing-masing. Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (4)
UU KOP No. 25/1992 yang menyatakan bahwa : (4) Masa jabatan Pengurus paling tame 5
(lima) tahun.
5.
51
dasar.
Adapun tugas dan wewenang Pengurus tercantum dalam Pasal 57 UU KOP BARU sebagai
berikut.
(1)
Pengurus bertugas:
a. mengelola Koperasi berdasar anggaran dasar;
b. mendorong dan memajukan usaha anggota;
c. menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan
belanja Koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota;
d. menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk
diajukan kepada rapat anggota;
e. menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi Koperasi untuk diajukan
kepada rapat anggota;
f. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
g. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien;
ti. memelihara buku Daftar Anggta, buku Daftar Pengawas, buku Daftar Pengurus,
buku Daftar Pemegang Saham Koperasi, dan risalah rapat anggota;
i. melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan Koperasi
sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota.
(2) Pengurus berwenang:
a. mewakili Koperasi, baik di dalam maupun dl luar Koperasi;
b. mengangkat dan memberhentikan karyawan.
Jika dibandingkan dengan ketentuan mengenal tugas dan wewenang Pengurus
sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 UU KOP No. 25/1992 dapat diberi catatan sebagai
berikut.
1. Dalam Pasal 57 ayat (1) butir b UU KOP BARU terdapat ketentuan baru yang tidak
terdapat dalam UU KOP No. 25/1992, yaltu bahwa: Pengurus bertugas mendorong dan
memajukan usaha anggota. Ketentuan ini sangat penting karena dalam praktek sering
diabaikan oleh Pengurus.
2. Dalam Pasal 57 ayat (1) huruf e UU KOP BARU terdapat ketentuan baru dan penting, yaltu
bahwa : Pengurus bertugas menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi
Koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota.
3. Dalam Pasal 57 ayat (1) butir 9 UU KOP BARU terdapat ketentuan baru, yaltu bahwa
Pengurus bertugas menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan evisien.
4. Di samping adanya kelebihan-kelebihan tersebut, UU KOP BARU memiliki kekurangan jika
dibandingkan dengan UU KOP No. 25/1992. Dalam Pasal 30 ayat (2) huruf b UU KOP No.
25/1992 terdapat ketentuan, yaitu bahwa : Pengurus berwenang memutuskan penerimaan
dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan
dalam Anggaran Dasar. Di dalam UU KOP BARU kewenangan semacam ini ada di tangan
Pengawas sebagaimana tercantum dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a yang berbunyi : (2) a.
Pengawas berwenang menetapkan penerimaan dan penolakan anggota sesuai dengan
ketentuan dalam anggaran dasar.
Selanjutnya akan disajikan ketentuan tentang kewenangan Pengurus mewakili Koperasi.
Dalam UU KOP BARU dianut sistem perwakilan kolegial, tetapi untuk kepentingan praktis
masing-masing anggota Pengurus berwenang mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar
Koperasi. Mengenal kewenangan mewakili Koperasi ini, Pasal 58 menegaskan:
(1) Setiap Anggota Pengurus berwenang mewakili Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (2) huruf a, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
52
(2)
53
(3)
(4)
Untuk menjaga agar tidak terjadl konflik kepentingan antara Pengurus dan Koperasi yang dapat
merugikan Koperasi, maka ditetapkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam ayat (3) dan
ayat (4). Ketentuan semacam ini tidak terdapat dalam UU KOP No. 25/1992.
Sebagai penutup subbab ini, perlu dikemukakan beberapa ketentuan yang merupakan
kaidah profesional yang harus diketahui dan ditaati oleh setiap anggota Pengurus . Dalam
hubungan itu, Pasal 59 menegaskan:
(1) Setiap Anggota Pengurus wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha Koperasi.
(2) Pengurus bertanggung jawab atas pengurusan Koperasi untuk kepentingan dan
pencapaian tujuan Koperasi kepada Rapat Anggota.
(3) Setiap Anggota Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang
bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Anggota Pengurus yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian pada Koperasi
dapat digugat ke pengadilan negeri oleh Pengawas atau sekelompok Anggota yang
mewakili sekurang-kurangnya 1/10 (satu per sepuluh) Anggota atas nama Koperasi.
(5) Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengurus atas kesalahan dan kelalaiannya yang
diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana
Kaidah semacam ini juga tidak terdapat dalam UU KOP No.25/1992.
6.
54
4)
Untuk menjaga agar tindakan rapat anggota dan atau Pengawas dalam pemberhentian
seorang anggota Pengurus tidak bersifat sewenang-wenang maka kepada anggota
Pengurus yang diberhentikan diberi kesempatan untuk menbela diri dalam rapat
anggota. Apabila yang bersangkutan tidak hadir maka rapat anggota dapat
memberhentikan tanpa kehadirannya.
Mengingat bahwa pemberhentian hanya dapat dilakukan oleh rapat anggota yang
memerlukan waktu untuk menyelenggarakannya maka untuk kepentingan Koperast
kemungkinan pemberhentian anggota Pengurus itu tidak dapat ditunggu sampai
diselenggarakan rapat anggota. Oleh karena itu, adalah wajar jika kepada Pengawas
diberi kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara.
55
(2)
(3)
Dalam Pasal 62 ayat (2) dan ayat (3) tersebut di atas juga dlcantumkan implikasi kepailitan
terhadap anggota Pengurus.
F.
PENGANTAR
Koperasi adalah perkumpulan orang, bukannya perkumpulan modal. Walaupun
demikian, di dalam Koperasi modal, balk dalam bentuk dana (uang) atau benda yang
ditanamkan dalam suatu usaha produktif untuk investasi dan modal kerja, memiliki peranan
yang sangat penting untuk menunjang kegiatan Koperasi. Tanpa modal, Koperasi sama sekali
tidak akan dapat melaksanakan kegiatan usaha apapun. Besar kecilnya nilai modal yang ada
pada suatu Koperasi menentukan besar kecillnya usaha yang dapat dijalankan oleh Koperasi
tersebut.
Di dalam menentukan ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang tentang
Koperasi mengenai permodalan atau pendanaan Koperasi perlu dijaga keseimbangan antara :
(1) kebutuhan Koperasi, yang tentu saja tidak akan dapat bekerja dan berkembang tanpa modal
; dan (2) kehendak para anggota, yang di satu pihak menginginkan peningkatan kesejahteraan
melalui Koperasi, namun di lain pihak mereka tidak mampu memberikan kontribusi modal yang
besar.
Kedaan ini semakin rumit mengingat kenyataan bahwa: (1) sebagai peserta dan suatu
organisasi swadaya, para anggota Koperasi harus bersedia dan berusaha memupuk dana dan
sumber dana mereka sendiri, namun senngkali dipersepsikan bahwa kerja sama secara pribadi
yang merefleksikan Koperasi sebagai perkumpulan orang dipandang Iebih penting daripada
kontribusi modal; (2) para anggota Koperasi memberikan kontribusinya bukan sebagai investor
yang mengharapkan keuntungan dan modal yang ditanamkan, melainkan mereka itu
menyetorkan modalnya hanya untuk masa keanggotaannya dalam rangka membantu
pembiayaan atau pendanaan usaha Koperasi, yang daripadanya diharapkan jasa pelayanan
bagi aspirasi dan kebutuhan ekonominya ; (3) Koperasi sebagai badan usaha, secara
ekonomis, harus mampu melangsungkan hidupnya agar dapat menyediakan jasa pelayanan
yang diharapkan oleh anggota. Artinya Koperasi harus mampu meraih keuntungan melalul
usaha-usahanya, baik usaha dengan anggota maupun bukan anggota (laba terbesar harus
diperoleh dan transaksi dengan pihak ketiga). Koperasi yang berjalan dengan baik harus
mampu melayani anggota dan mampu memberikan sebagian dan keuntungan itu kepada
anggota serta mampu menahan sejumlah dana yang cukup dalam Koperasi untuk membangun
landasan keuangan yang kokoh untuk menunjang kegiatan Koperasi di masa yang akan
datang ; (4) dengan menetapkan pembagian surplus hasil usaha di antara para anggota
sebanding dengan transaksi yang dhlakukannya dengan Koperasi, maka gagasan mengenai
jasa pelayanan yang menutup biaya akan dapat tercapai.
Terdapat kelemahan struktural dalam Koperasi mengenai aspek permodalan atau
56
pendanaan. Biasanya, Koperasi menghadapi kelemahan atau kesulitan sebagai berikut : (1)
kemampuan anggota untuk memberikan kontribusi modal sangat terbatas; (2) jumlah anggota
dan calon anggota terbatas pada orang-orang yang memanfaatkan jasa pelayanan Koperasi ;
(3) modal Koperasi berubah-ubah, karena anggota yang mengundurkan diri dari keanggotaan
Koperasi dapat meminta pengembalian kontribusi modalnya ; (4) adanya kecenderungan untuk
memberikan kontribusi modal sekecil mungkin, sekedar memenuhi syarat keanggotaan dan
keputusan rapat anggota, karena kontribusi minimal juga memberikan hak keanggotaan yang
sama secara penuh, sehingga penyertaan modal yang melebihi kontribusi minimal menjadi tidak
menarik.
Kelemahan-kelemahan struktural tersebut di atas yang membatasi pemilihan bentuk
badan hukum Koperasi. Bentuk badan hukum Koperasi dinilai tidak tepat untuk badan usaha
yang membutuhkan modal yang besar dan stabil, lebih-lebih yang bersifat padat modal, serta
memiliki risiko yang besar. Biasanya, badan hukum Koperasi cocok untuk perusahaan yang
berkembang secara perlahan-lahan dan bertahap, dan kegiatan yang berskala kecil, kernudian
berkembang ke skala menengah, sampai akhirnya menjadi perusahaan yang berskala besar.
2.
yang seharusnya diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu stabilitas modal.
Kedua komponen modal itu perlu dipupuk secara berkesinambungan.
58
Modal pinjaman dimasukkan ke dalam Koperasi jika modal sendiri tidak mencukupi.
Modal semacam itu menimbulkan beban terhadap Koperasi yang pada gilirannya akan
menimbulkan beban terhadap anggeta Koperasi. Sebaiknya modal pinjaman itu berasal dari
lingkungan Koperasi sendiri.
Selain modal sendin dan modal pnnjaman, Koperasi dapat pula me)akukan
pemupukan modal yang berasal dart modal penyertaan.
3.
4.
Dalam UU KOP BARU diperkenalkan konsep baru, yaitu saham Koperasi sebagai
komponen sumber pendanaan Koperasi. Konsep tersebut tidak terdapat baik dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok perkoperasian
59
Dari ketentuan dalam pasal 67 dan Pasal 68 UU KOP BARU dapat disajikan ciri-ciri saham
Koperasi, yaltu antara lain : (1) Setiap pendiri dan alau anggota Koperasi wajib membeli saham
Koperasi yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam anggaran dasar. Setiap anggota yang
telah membayar penuh pembelian sahamnya dlberikan bukti kepemilikan saham Koperasi dan
tiap anggota Koperasi punya hak satu suara, tanpa terpengaruh oleh jumlah saham yang
dimilikinya;
(2) Pembelian saham Koperasi tersebut merupakan tanda bukti penyertaan modal anggota
terhadap Koperasi dan tanda pemenuhan salah satu syarat keanggotaan Koperasi ; (3) Saham
Koperasi tidak memiliki hak suara. Setiap anggota Koperasi mempunyai hak satu suara tanpa
terpengaruh oleh jumlah saham yang dimilikinya. Saham Koperasi dalam kaitan ini merupakan
salah satu syarat untuk menyatakan sahnya keanggotaan seorang pada Koperasi ; (4) Saham
Koperasi dikeluarkan atas nama ; (5) Nilai nominal saham Koperasi harus dicantumkan dalam
mata uang Republik Indonesia ; (6) Penyetoran alas pembelian saham Koperasi dapat
dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang
60
dimana penilaiannya didasarkan pada harga pasar yang berlaku dalam hal penyetoran saham
Koperasi dalam bentuk lain yaltu misalnya dalam bentuk tanah, kendaraan, dan nilai-nilai yang
dapat dinilai dengan uang dan berlaku sah apabila kepemiuikan tanah atau kendaraan tersebut
telah dialihkan atas nama Koperasi yang bersagkutan ; (7) Pencatatan tentang pembelian dan
penjualan saham Koperasi oleh anggota dlselenggarakan clalam daftar Pemegang Saham
Koperasi.
b.
61
Perubahan nilai saham Koperasi ditetapkan oleh rapat anggota berdasarkan kesepakatan
anggota.
62
Sebagaimana kita ketahui pada tatiap awal berdirinya Koperasi penetapan nilai saham Koperasi
sesuai dengan nilai nominalnya. Dalam perkembangan selanjutnya penetapan nilai saham
Koperasi didasarkan pada jumlah nilai kekayaan bersih Koperasi yang bersangkutan dan harus
mendapat persetujuan rapat anggota. Nilai kekayaan bersih dlmaksud adalah menurut neraca
terbaru yang disahkan dalam rapat anggota tahunan (RAT.) dalam waktu 6 (enam) bulan
terakhir setelah tutup tahun buku. Apabila nilal saham Koperasi ditetapkan dl atas nilai
nominalnya, maka kelebihan nilai tersebut diperlakukan sebagai modal penyertaan (di dalam
perseroan terbatas disebut aglo). Modal penyertaan dlmaksud bukan milik anggota yang
bersangkutan melainkan milik Koperasi.
5.
6.
63
Perjanjian penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) hanya
dimungkinkan apabila Anggaran Dasar Koperasi mencantumkan ketentuan mengenai
perjanjian penyertaan modal tersebut yang sekurang-kurangnya memuat:
a.
risiko dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha;
b.
pengelolaan usaha;
c.
keuntungan usaha; dan
d.
besarnya modal penyertaan.
Sebagai penutup subbab ini disajikan Pasal 75 UU KOP BARU yang sebelumnya
merupakan ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai sumber modal Koperasi. Ketentuan
tersebut adalah: Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber modal Koperasi diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
G.
64
65
2.
3.
4.
H.
Kegiatan usaha Koperasi harus sesuai dengan dan tidak boleh menyimpang dari
tujuannya sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar. Di samping itu, kegiatan harus
sesuai dengan dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Koperasi, peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar kaidah syariah. Ketentuan ini untuk
pertama kalinya dicantumkan dalam Undang-Undang tentang Koperasi. Ketentuan ini
membolehkan Koperasi untuk menerapkan kaidah-kaidah fikih atau syariah dalam
pelaksanaan kegiatan usahanya, seperti simpan-pinjam, perdagangan, dan sebagainya.
Penerapan kaidah-kaidah tersebut sangat sesuai bagi pihak-pihak yang menganggap
bunga sebagai riba.
Dengan demikian, Koperasi tersebut dapat melaksanakan praktek-praktek tijarah
(perniagaan) sebagaimana diajarkan dalam kitab-kitab fiqih, seperti : mudharabah atau
qiradh (profit and loss sharing), murabahah (suatu bentuk jual beli barang dengan
tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur), musyarakah
(persekutuan ; perkongsian ; kerja sama patungan), al-bai baithaman ajil (defered
payment sale), dan sebagainya.
Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya dalam menjalankan
usahanya.
66
Penjelasan terhadap Pasal 80 dan Pasal 81 UU KOP BARU tersebut di atas adalah :
1. Koperasi yang bergerak dalam lapangan usaha simpan pinjam dan didirikan khusus untuk
maksud tersebut dinamakan Koperasi simpan pinjam.
2. Koperasi simpan pinjam merupakan Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha hanya di
bidang simpan pinjam dan dilarang melakukan usaha lain di luar kegiatan simpan pinjam.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa Koperasi simpan pinjam tidak boleh memiliki unitunit usaha lain di luar simpan pinjam.
3. Kegiatan usaha simpan pinjam merupakan kegiatan khas Koperasi di bidang keuangan
yang diharapkan dapat memberikan manfaat dan kesejahteraan kepada anggota dan
anggota masyarakat di lingkungannya. Oleh karena itu, Koperasi simpan pinjam dapat
menghimpun dan menyalurkan dana dari anggota dan Koperasi lain dan/atau anggotanya
serta anggota masyarakat, yang pada umumnya belum dapat memanfaatkan jasa
perbankan atau karena bank tidak dapat menyentuh grass root, sementara Koperasi
Simpan Pinjam sudah mampu menjangkaunya. Oleh karena itu, perlu kompromi dengan
syarat, wilayah dan jumlah dana jika koperasi mempunyai dana lebih dari Rp. 1 milyar,
maka perlu ijin Menteri Keuangan atau Menjadi BPR. Koperasi pada hakekatnya tunduk
pada kaidah-kaidah hukum yang berlaku umum dalam masyarakat atau dunia bisnis.
Mengingat bahwa kekuasaan tertinggi pada organisasi Koperasi berada pada rapat
anggota, maka apabila suatu Koperasi simpan pinjam akan menyalurkan dana yang
dimilikinya kepada Koperasi lain dan /atau anggotanya serta anggota masyarakat, maka
tindakan itu harus berdasarkan kepada keputusan rapat anggota Koperasi simpan pinjam
yang bersangkutan.
4. Koperasi selain Koperasi simpan pinjam dapat mendirikan unit simpan pinjam yang
kegiatan usahanya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk anggota Koperasi.
5. Butir-butir a, b, c, dan d dari jenis-jenis kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Koperasi
simpan pinjam sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 80 UU KOP BARU cukup dapat
dimengerti. Sedangkan kegiatan usaha yang tercantum dalam butir e perlu mendapat
penjelasan. Apakah yang dimaksud dengan kegiatan penerimaan pembayaran
berdasarkan perjanjian itu ? Yang dimaksud dengan kegiatan penerimaan pembayaran
berdasarkan perjanjian misalnya pembayaran rekening telepon, pembayaran rekening
listrik dan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
2.
67
Penjelasan terhadap ketentuan sebagaimana termaktub dalam Pasal 87 tersebut di atas adalah
sebagai berikut .
1. Pinjaman yang diberikan oleh Koperasi simpan pinjam mengandung risiko, sehingga dalam
pelaksanaannya Koperasi simpan pinjam harus memperhatikan asas-asas pinjaman yang
sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian pinjaman dalam arti keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan peminjam untuk melunasi utangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh Koperasi simpan
pinjam.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan pinjaman, Koperasi simpan
pinjam harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, dan
prospek usaha dari peminjam . Selain itu perlu pula diupayakan semacam jaminan dan
asuransi pinjaman.
2. Dalam menjalankan usahanya Koperasi simpan pinjam wajib memiliki dan menerapkan
sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan
keputusan dalam pengelolaan Koperasi simpan pinjam yang sesuai dengan prinsip kehatihatian.
Mengingat Koperasi simpan pinjam terutama bekerja dengan dana dari anggota dan
anggota masyarakat yang disimpan pada Koperasi simpan pinjam, maka setiap Koperasi
simpan pinjam perlu terus menjaga kesehatannya dan kepercayaan anggotanya dan
anggota masyarakat.
3. Koperasi simpan pinjam wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya
risiko kerugian terhadap transaksi penyimpan. Penyediaan informasi mengenai timbulnya
risiko kerugian penyimpan dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi berkaitan
dengan kegiatan usaha dan kondisi Koperasi simpan pinjam menjadi lebih terbuka dan
sekaligus menjamin adanya transparansi dalam pengelolaan Koperasi simpan pinjam.
3.
f.
(3)
(4)
Menteri melakukan pemeriksaan secara berkala atau setiap waktu apabila diperlukan.
(3)
hasil usaha yang cukup besar, maka dari surplus itu dapat dialokasikan untuk dana cadangan,
yang selanjutnya dapat digunakan untuk menambah modal Koperasi. Apabila modal Koperasi
bertambah besar, maka dengan sendirinya usaha Koperasi akan bertambah besar pula. Di
samping itu, dari surplus hasil usaha Koperasi dapat dialokasikan untuk keperluan yang lain,
seperti pembagian keuntungan kepada pemilik modal dari usaha yang dibiayai dengan unit
penyertaan Koperasi, pembayaran keuntungan kepada anggota sebanding dengan saham
Koperasi yang dimiliki, dan sebagainya.
Ketentuan tentang sisa hasil usaha di dalam UU KOP No. 25/1992 dimuat dalam
Pasal 45, yaitu :
(1) Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu
tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak
dalam tahun buku yang bersangkutan.
(2) Sisa Hasil Usaha setelah dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan
jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta
digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi,
sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
(3) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Sedangkan ketentuan tentang surplus hasil usaha sebagai pengganti dari istilah sisa
hasil usaha di dalam UU KOP BARU dimuat dalam Pasal 93 sebagai berikut :
Surplus hasil usaha merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku
dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha, dan pajak setelah ditambah
pendapatan luar biasa atau dikurangi kerugian luar biasa.
Sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan Rapat Anggota, surplus hasil usaha
disisihkan terlebih dahulu untuk dana cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau
sebagian untuk :
a.
Anggota sebanding dengan transaksi
usaha yang dilakukan oleh masing-masing Anggota dengan Koperasi;
b.
pembagian keuntungan kepada Anggota
sebanding dengan Saham Koperasi yang dimiliki;
c.
pembayaran bonus kepada Anggota
Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi;
d.
pembayaran iuran kepada dana
pembangunan Koperasi dan iuran wajib lainnya; dan
e.
penggunaan lain yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
Surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan bukan Anggota tidak boleh dibagikan
kepada Anggota, dan wajib digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi dan
meningkatkan pelayanan kepada Anggota
Ketentuan dalam Pasal 93 UU KOP BARU tersebut di atas perlu mendapat penjelasan sebagai
berikut .
1. Istilah sisa hasil usaha yang digunakan dalam UU KOP No. 25/1992 diganti dengan
istilah surplus hasil usaha. Secara konseptual istilah yang baru ini lebih tepat. Definisi
surplus hasil usaha, pada dasarnya sama saja dengan definisi sisa hasil usaha, namun
definisi surplus hasil usaha lebih komprehensif dan memuat unsur-unsur yang lebih luas.
2. Dalam definisi surplus hasil usaha sebagaimana dimuat dalam Pasal 92 ayat (1) UU KOP
BARU terdapat istilah pendapatan Koperasi dan pengeluaran. Kedua istilah tersebut
memerlukan penjelasan. Yang dimaksud dengan pendapatan Koperasi adalah
70
pendapatan yang diperoleh dari partisipasi ekonomi anggota ditambah dengan pendapatan
transaksi dengan bukan anggota. Yang dimaksud dengan pengeluaran adalah beban
sehubungan dengan gerakan perkoperasian dan tidak berhubungan dengan kegiatan
usaha, seperti misalnya biaya pendidikan anggota, pendidikan Pengurus, pendidikan
Pengawas, biaya rapat anggota tahunan (RAT), iuran Hari Koperasi dan lain-lain.
71
3. Yang dimaksud dengan keuntungan dalam Pasal 93 ayat (2) huruf b adalah pemberian
keuntungan kepada anggota atau pemegang saham Koperasi yang besarnya perlu
mempertimbangkan kebutuhan modal Koperasi dan tingkat keuntungan yang wajar pada
jenis usaha yang bersangkutan yang dilaksanakan oleh Koperasi.
4. Yang dimaksud dengan bonus dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c adalah tambahan imbalan
atau gaji yang diberikan sebagai bagian dari surplus hasil usaha untuk meningkatkan
gairah kerja anggota Pengawas, Pengurus dan karyawan Koperasi.
5. Yang dimaksud dengan dana pembangunan Koperasi dalam Pasal 93 ayat (2) huruf d
adalah dana yang dipupuk oleh Gerakan Koperasi yang digunakan untuk memajukan
sistem perkoperasian.
6. Adanya ketentuan bahwa surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan bukan
anggota tidak boleh dibagikan kepada anggota adalah adil dan sama sekali tidak
merugikan anggota, karena surplus tersebut wajib digunakan untuk mengembangkan
usaha Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada anggota.
2.
72
73
UU KOP BARU juga mengatur tentang penggabungan dan peleburan, yaitu dalam Pasal 94
Pasal itu menegaskan :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Terhadap ketentuan dalam Pasal 95 itu perlu diberikan penjelasan sebagai berikut.
1. Penggabungan dan peleburan Koperasi merupakan tindakan yang sangat mendasar dan rumit.
Pelaksanaan penggabungan dan peleburan Koperasi mempunyai beberapa konsekuensi hukum,
baik pada tahap persiapan maupun pada tahap pelaksanaannya.
2. Pada tahap persiapan perlu diperhatikan sejumlah hal, antara lain :
a.
Penentuan Koperasi yang menerima penggabungan atau nama Koperasi yang akan
didirikan sebagai hasil peleburan.
b.
Adanya pernyataan kesepakatan dari semua Koperasi yang bersangkutan, mengenai
pengalihan/penyatuan keanggotaan, kekayaan (aset), modal, utang-piutang, dan sebagainya.
c.
Adanya persetujuan dari anggota masing-masing Koperasi yang dinyatakan dengan
keputusan rapat anggota Koperasi-Koperasi yang bersangkutan.
d.
Sebelum dilakukan penggabungan atau peleburan, Pengawas dan Pengurus masingmasing Koperasi wajib memperhatikan : (1) kepentingan anggota harus mendapat prioritas
utama ; (2) kepentingan karyawan ; (3) kepentingan kreditor ; (4) pihak ketiga lainnya ; dan (5)
kepentingan masyarakat pada umumnya.
e.
Pengawas dan Pengurus masing-masing Koperasi perlu menyusun rencana
penggabungan atau peleburan Koperasi secara bersama-sama. Rencana penggabungan atau
peleburan tersebut paling sedikit harus memuat alasan dan penjelasan masing-masing
Pengurus Koperasi berkenaan dengan penggabungan atau peleburan serta persyaratan
penggabungan atau peleburan yang akan dilakukan.
f.
Adanya perubahan status badan hukum, yaitu berupa pengesahan anggaran dasar
dalam hal penggabungan Koperasi atau pengesahan akte pendirian Koperasi baru dalam hal
peleburan Koperasi. Karena itu perlu disusun rancangan perubahan anggaran dasar Koperasi
hasil penggabungan atau rancangan akta pendirian dan anggaran dasar Koperasi baru hasil
peleburan.
74
g.
Disusunnya neraca dan perhitungan laba-rugi yang mencakup 3 (tiga) tahun buku
terakhir dari semua Koperasi yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.
h.
Disusunnya tata cara konversi saham Koperasi dari masing-masing Koperasi yang
akan melakukan penggabungan atau peleburan terhadap saham Koperasi dari Koperasi hasil
penggabungan atau peleburan.
i.
Hal-hal lain yang perlu diketahui oleh anggota dan kreditor Koperasi.
K.
3.
4.
Selanjutnya, Pasal 95 ayat (6) menegaskan bahwa ketentuan mengenai tata cara pengajuan
permohonan, pemberian persetujuan dan penolakan terhadap penggabungan atau peleburan
Koperasi serta perubahan status badan hukumnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PENGANTAR
Koperasi adalah perkumpulan sukarela di bawah badan hukum perdata yang dibentuk
untuk memajukan kepentingan ekonomi bersama para anggotanya dengan melakukan usaha
swadaya yang terorganisasi. Kesukarelaan dalam pembentukan perkumpulan tersebut
membawa implikasi adanya hak untuk membubarkannya jika para anggota merasa bahwa
kelangsungan usaha bersama itu tidak mungkin akan berhasil atau jika berdasarkan alasanalasan obyektif Koperasi itu tidak mungkin mampu mencapai tujuan bersama.
Karena itu, perlu ditetapkan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang tentang
Koperasi yang mengatur mengenai pembubaran Koperasi secara sukarela, yang memberikan
hak kepada anggotanya untuk tidak melanjutkan Koperasi tersebut, jika mereka berpendapat
bahwa organisasi itu tidak lagi berguna baginya.
Jika ketentuan-ketentuan itu hendak dibuat, maka perhatian harus dipusatkan pada
hal-hal yang menjamin perlindungan terhadap kepentingan para kreditor, kepentingan Gerakan
Koperasi, dan kepentingan masyarakat umum.
Keputusan untuk membubarkan suatu Koperasi merupakan keputusan yang sangat
penting, yang memiliki konsekuensi yang sangat luas, khususnya kepada anggotanya. Karena
itu, keputusan tersebut harus dipertimbangkan secara matang oleh mayoritas anggota Koperasi
yang bersangkutan.
Kepentingan Pemerintah dapat terpengaruh oleh pembubaran suatu Koperasi, apabila
Koperasi itu ditunjang oleh bantuan dana Pemerintah dan atau apabila Koperasi itu ditetapkan
untuk melaksanakan tugas-tugas dari Pemerintah, namun tidak dapat melakukannya karena
Koperasi itu menghentikan kegiatannya.
75
3.
4.
76
(2) Keputusan pembubaran Koperasi ditetapkan oleh Rapat Anggota setelah Pengurus
memberitahukan rencana pembubaran kepada Pemerintah dan kreditor.
(3) Keputusan pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila diambil
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.
(4) Pengurus bertindak sebagai kuasa Rapat Anggota pembubaran Koperasi, apabila Rapat
Anggota tidak menunjuk pihak yang lain.
(5) Koperasi dinyatakan bubar pada saat yang telah ditetapkan dalam keputusan Rapat
Anggota.
Penjelasan terhadap Pasal 98 tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Karena satu dan lain hal sebagaimana dikemukakan dalam subbab 15.1, Pengawas atau
anggota yang mewakili sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) jumlah anggota dapat
mengajukan usul kepada rapat anggota untuk membubarkan Koperasinya.
2. Keputusan pembubaran dianggap sah apabila diambil berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, yaitu :
a. keputusan pembubaran diambil dalam rapat anggota luar biasa ;
b. rapat anggota luar biasa dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya
(tiga perempat) jumlah anggota ;
c. keputusan rapat anggota luar biasa dianggap sah apabila disetujui oleh lebih dari 2/3
(dua per tiga) jumlah suara yang dikeluarkan dengan sah ;
d. apabila kuorum sebagaiamana dimaksud dalam huruf b tidak tercapai, Pengurus dapat
menyelenggarakan rapat anggota luar biasa kedua pada waktu secepat-cepatnya 14
(empat belas) hari dan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari dihitung dari tanggal
rencana penyelenggaraan rapat anggota luar biasa pertama yang gagal
diselenggarakan ;
e. ketentuan tentang kuorum dan kesahan dalam rapat anggota luar biasa kedua sama
dengan ketentuan dalam rapat anggota luar biasa pertama sebagaimana diatur dalam
huruf b dan huruf c ;
f. dalam hal kuorum rapat anggota luar biasa kedua tidak tercapai, atas permohonan
Pengurus kuorum ditetapkan oleh pengadilan negeri.
3. Pengurus diberi wewenang dan tanggung jawab oleh rapat anggota untuk mewakili
Koperasi dan melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk membubarkan Koperasi
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Keputusan
pembubaran Koperasi oleh rapat anggota diberitahukan secara tertulis oleh Pengurus
kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Koperasi dan kepada kreditor.
4. Koperasi dinyatakan bubar pada saat yang telah ditetapkan dalam keputusan rapat
anggota.
5.
ALASAN
77
Kelangsungan hidup Koperasi setelah jangka waktu yang ditetapkan semula dapat
dilanjutkan dengan cara merubah anggaran dasar.
78
Pembubaran Koperasi berdasarkan alasan karena jangka waktu berdirinya berakhir tidak diatur
dalam UU KOP No. 25/1992. Sedangkan dalam UU KOP BARU diatur dalam Pasal 103, yaitu :
(1) Koperasi bubar karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ketentuan dalam anggaran
dasar telah berakhir .
(2) Atas permohonan Pengurus dan keputusan rapat anggota, Menteri dapat memperpanjang
jangka waktu tersebut.
(3) Permohonan perpanjangan waktu dilakukan dengan mengadakan rapat anggota untuk
mengubah anggaran dasar.
(4) Permohonan perpanjangan waktu dan pengesahan perubahan anggaran dasar dilakukan
selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Koperasi
berakhir.
(5) Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan
selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima.
6.
7.
79
Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi yang berada dalam proses pembubaran
itu tetap ada dengan sebutan Koperasi dalam Penyelesaian. Koperasi tersebut tidak
diperbolehkan melakukan perbuatan hukum kecuali yang diperlukan untuk memperlancar
proses penyelesaian. Hal-hal tersebut diatur dalam Pasal 103 ayat (4) dan ayat (5), yaitu :
(5) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan
Koperasi dalam Penyelesaian.
(6) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi tidak diperbolehkan melakukan perbuatan
hukum kecuali yang diperlukan untuk memperlancar proses penyelesaian.
Berkenaan dengan ketentuan dalam ayat (5) perlu dijelaskan bahwa ketentuan ini
menegaskan bahwa hak dan kewajiban Koperasi dalam Penyelesaikan masih tetap ada untuk
menyelesaikan seluruh urusannya. Agar masyarakat mengetahuinya, di depan kantor Koperasi
dipasang papan yang memuat kata-kata Koperasi dalam Penyelesaian.
Segera setelah ditunjuk penyelesai pembubaran Koperasi, penyelesai tersebut secara
sah dapat melakukan tugasnya, yang dalam garis besarnya terbatas hanya menyelesaiakan
pencairan atau pemberesan harta kekayaan yang masih ada pada Koperasi tersebut .
Meskipun penyelesai itu menggantikan Pengurus setelah Koperasi dibubarkan, namun
tidak berarti bahwa hak, wewenang dan kewajiban penyelesai sama dengan atau seluas hak,
wewenang dan kewajiban yang dimiliki oleh pengurus. Menurut ketentuan Pasal 105 UU KOP
BARU, penyelesai pembubaran Koperasi mempunyai hak, wewenang dan kewajiban sebagai
berikut :
a. melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan dan kewajiban
Koperasi ;
b. memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan, anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama ;
c. mencairkan harta dan atau menagih piutang kepada debitor, diikuti dengan pembayaran
kewajiban Koperasi kepada para kreditor, setelah terlebih dahulu dikurangi dengan
pembayaran biaya penyelesaian, gaji pegawai yang terhutang, pajak yang terhutang dan
biaya kantor ;
d. menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi ;
e. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota ;
f. melaksanakan tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pemberesan kekayaan ;
g. membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada Menteri ;
h. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Mengenai pertanggungjawaban penyelesai, Pasal 104 ayat (2) menegaskan :
(1) Penyelesai bertanggung jawab kepada kuasa rapat anggota dalam hal penyelesai ditunjuk
oleh kuasa rapat anggota
Bagaimanakah pemecahannya jika penyelesai tidak melaksanakan tugas
sebagaimana mestinya ? Pasal 106 UU KOP BARU memberikan pemecahan sebagai berikut :
Dalam hal penyelesai tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, maka atas
permohonan Anggota atau kreditor atau pihak yang berkepentingan lainnya, kuasa Rapat
Anggota dapat memutuskan untuk mengganti Penyelesai.
80
8.
L.
Lembaga Gerakan Koperasi memiliki peranan yang penting dalam memajukan Koperasi.
Demikian juga Pemerintah. Lembaga Gerakan Koperasi, yang berperan sebagai wadah untuk
memperjuangkan kepentingan Koperasi dan bertindak sebagai pembawa aspirasi organisasi tersebut
mempunyai tujuan yang sama dengan Pemerintah yang berkewajiban menciptakan iklim dan kondisi
yang kondusif bagi pertumbuhan, perkembangan dan pemasyarakatan Koperasi. Tujuan tersebut adalah
mewujudkan Koperasi yang benar-benar kuat dan mandiri dalam upaya memajukan kesejahteraan
anggota Koperasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian yang demokratis dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dengan hal tersebut, antara lembaga Gerakan Koperasi dan Pemerintah harus
selalu terjalin kerja sama, koordinasi, dan konsultasi yang erat dalam pengembangan dan
pemberdayaan Koperasi, baik pada tingkat penyusunan dan pengambilan kebijakan maupun pada
tingkat pelaksanaan kebijakan. Dalam upaya mencapai tujuan bersama,keduanya harus saling
menunjang dengan dasar saling mempercayai dan saling menghargai.
Koperasi adalah lembaga swadaya yang bersifat otonom dan independen. Karena itu, dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, Pemerintah tidak boleh mendominasi dan melakukan campur
tangan terhadap urusan internal Koperasi sehingga memperlemah keswadayaan, otonomi, dan
independensi Koperasi.
81
Berkenaan dengan peranan Pemerintah, Pasal 110 dan Pasal 111 UU KOP BARU memuat ketentuanketentuan sebagai berikut :
(1)
(2)
(3)
Pasal 110
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi
sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dan
Pemerintah Daerah mengambil langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan dan
pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan Anggotanya.
Langkah sebagaimana dimaksud ayat (2) pemerintah dapat memberikan bimbingan dan
kemudahan dalam bentuk :
a
bimbingan Usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya;
b. pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian
Koperasi;
c. pemberian kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta pengembangan lembaga
keuangan Koperasi;
d. bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antar
Koperasi dan badan usaha lain;
e. pemberian bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapai oleh
Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi.
(1)
(2)
Pasal 111
Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai peranan Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta
persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan kepada Koperasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah
82
Menurut UU KOP No. 25/1992, Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan
kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. Dari
definisi tersebut jelaslah bahwa Gerakan Koperasi menyelenggarakan upaya-upaya terorganisasi untuk
mencapai tujuan atau cita-cita tertentu. Tujuan atau cita-cita Gerakan Koperasi adalah memajukan
kesejahteraan anggota Koperasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut
membangun tatanan perekonomian nasional yang demokratis dalam rangka mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam penyelenggaraan upaya-upaya tersebut di atas, Gerakan Koperasi memiliki organisasi
formal yang disebut lembaga Gerakan Koperasi.
Mengenai lembaga Gerakan Koperasi tersebut, Pasal 113, Pasal 114, dan Pasal 115 UU KOP
BARU menegaskan sebagai berikut :
Pasal 113
Gerakan Koperasi Indonesia mendirikan satu wadah yang berfungsi sebagai wadah
untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka
pemberdayaan Koperasi.
(2)
Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja lembaga Gerakan Koperasi diatur dalam
Anggaran Dasar lembaga yang bersangkutan.
(3)
Anggaran Dasar lembaga Gerakan Koperasi disahkan oleh Pemerintah.
(1)
Pasal 114
Lembaga Gerakan Koperasi menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 3
Pasal 115
Lembaga Gerakan Koperasi berfungsi :
a. mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi Indonesia;
83
84
85
M.
86
2. Menteri dapat menjatuhkan sanksi kepada Pengurus dan atau Pengawas dalam bentuk :
(a)
penyampaian teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali ; (b) larangan untuk
menjalankan fungsi sebagai Pengurus dan Pengawas Koperasi, apabila Pengurus dan atau
Pengawas tersebut :
(1) tidak melaksanakan rapat anggota tahunan yang dimaksudkan untuk mengesahkan
pertanggungjawaban Pengurus dan harus diselenggarakan selambat - lambatnya 6
(enam) bulan setelah tahun buku lampau setelah 2 (dua) tahun buku lampau ;
(2) tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
(3) tidak memelihara buku Daftar Anggota, buku Daftar Pengawas, buku Daftar Pengurus,
buku Daftar Pemegang Saham Koperasi, dan risalah rapat anggota ;
(4) melakukan kegiatan usaha yang tidak berkaitan dengan dan bermanfaat bagi kegiatan
usaha dan kepentingan ekonomi anggota ;
(5) melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan tujuan Koperasi serta bertentangan
dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi, peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum, dan atau kesusilaan ;
(6) laporan tahunannya tidak diaudit oleh akuntan publik sesuai dengan permintaan Menteri
dan atau keputusan rapat anggota tahunan ;
(7) menolak atau tidak bersedia diadakan pemeriksaan oleh Menteri dalam hal:
a.
Koperasi membatasi keanggotaan atau melakukan penolakan permohonan
untuk menjadi anggota atas orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan
keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar ;
b.
Koperasi tidak melaksanakan rapat anggota tahunan dalam waktu 2 (dua)
tahun berturut-turut ;
c.
kelangsungan usaha Koperasi sudah tidak dapat diharapkan ;
d.
terdapat dugaan kuat bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak mengelola
administrasi keuangan secara benar.
3. Selain mengenakan sanksi administratif dalam bentuk : (a) penyampaian teguran tertulis sekurangkurangnya 2 (dua) kali ; (b) larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus dan Pengawas
Koperasi, Menteri dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk membubarkan
Koperasi setelah Menteri melakukan pemeriksaan yang saksama terhadap Koperasi .
Sebagai penutup bab ini, di bawah ini disajikan Pasal 120 UU KOP BARU, yaitu :
Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota, Pengawas, atau Pengurus serta bentuk pemberian
sanksinya diatur dalam Anggaran Dasar.
N.
87
Pasal 122
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.
Koperasi yang belum disahkan atau perubahan Anggaran Dasarnya belum disetujui
oleh Menteri pada saat berlakunya Undang-Undang ini wajib menyelesaikannya sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
b.
Penyesuaian Anggaran Dasar Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disetujui oleh Menteri.
O.
Pasal 123
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 3502) dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 3502)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti
berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 124
Peraturan perundang-undangan sebagai tindak lanjut Undang-Undang ini sudah selesai paling lambat 2
( dua ) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 125
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
88