Anda di halaman 1dari 19

ANGKUTAN UMUM DALAM PERSPEKTIF

KELEMBAGAAN TRANSPORTASI

PAPER
Tugas Mata Kuliah
Kelembagaan Transportasi (TR6102)
Dosen : Dr. Ir. Miming Miharja, MSc. Eng

Oleh :
Nama

NIM

RAJA SYAHDAN MAURITS P

24213301

IRPAN NUMANG

24214001

NICO MARIS

24214005

NAOMI M LOLOK

24213005

PROGRAM STUDI TRANSPORTASI


SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN
KEBIJAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014
0

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa transportasi merupakan kebutuhan penting

dalam kehidupan manusia. Berangkat dari usaha untuk bertahan hidup hingga
meningkatkan kualitas hidup, transportasi memainkan peranan penting dalam
keberlangsungan hidup manusia. Pemenuhan kebutuhan mendasar, sosial, bekerja,
pertahanan dan keamanan, serta aktivitas lainnya yang mengharuskan manusia
untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya menjadikan transportasi
sebagai suatu komponen utama dalam sistem hidup dan kehidupan, sistem
pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan.
Kebutuhan

setiap

manusia

untuk

bertransportasi

atau

berpindah

menciptakan peluang dalam kegiatan transportasi itu sendiri. Manusia dengan


sumber daya yang memadai berusaha mendapatkan keuntungan dengan
menawarkan jasa transportasi kepada manusia lainnya. Hal inilah yang mengawali
mulai timbulnya transportasi umum atau yang dikenal dengan angkutan umum.
Hampir semua negara di dunia ini, berusaha untuk hadir dan mengambil alih
peran individu dalam penyediaan transportasi umum, dimana negara berusaha
memastikan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama terhadap
akses transportasi, meskipun masih terdapat negara-negara yang belum
sepenuhnya hadir dalam penyediaan transportasi umum.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, permasalahan yang
terkait dengan transportasi lebih kompleks, mulai dari pertumbuhan jumlah
penduduk, tata guna lahan, kemacetan, kecelakaan, hingga buruknya sarana dan
prasarana transportasi. Tingginya pengunaan kendaraan pribadi dibandingkan
angkutan umum mengakibatkan efektivitas penggunaan ruang jalan yang sudah
terbatas menjadi sangat rendah. Hal ini menyebabkan permasalahan transportasi
kota menjadi bertambah kompleks. Begitu juga dengan permasalahan pada
angkutan umum di banyak kota Indonesia, diantaranya rendahnya peran angkutan
umum, tingginya tarif, kenyamanan, keselamatan dan keamanan, serta
ketersediaan angkutan umum.

DKI Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia dengan jumlah


penduduk lebih dari 9 juta jiwa, lebih didominasi oleh penggunaan kendaraan
pribadi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 menunjukkan
angka kepemilikan sepeda motor di Provinsi DKI Jakarta lebih dari 10 juta unit,
sedangkan jumlah angkutan umum hanya sekitar 16 ribu unit. Pada tahun 2012
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai melaksanakan pembangunan Mass Rapid
Transit (MRT) sebagai usaha untuk menyediakan alternatif angkutan umum selain
busway dan Kereta Rel Listrik (KRL) yang telah ada.
Sistem transportasi berhubungan erat dengan aspek atau komponen lain
yang membentuk suatu sistem, permasalahan angkutan umum banyak dipengaruhi
oleh kondisi entitas pembentuk sistem transportasi kota seperti sistem
kelembagaan, sistem perencanaan, sistem pengelolaan dan sistem pengoperasian.
Peranan dan jumlah angkutan umum yang rendah dalam transportasi
disebabkan

oleh banyak

hal antara lain

kebijakan pemerintah

dalam

pengembangan sistem transportasi dan rendahnya tingkat pelayanan angkutan


umum itu sendiri.
Rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum diantaranya disebabkan
karena belum optimalnya sistem kelembagaan yang ada, tidak optimalnya sistem
kelembagaan dipicu oleh kurangnya efektifitas serta kelemahan struktur, hal ini
terlihat dari terlalu banyaknya pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
angkutan umum.
Beberapa kelemahan dalam sistem kelembagaan transportasi antara lain
lemahnya mekanisme hubungan kerja antara pihak yang terlibat serta tidak
jelasnya wewenang dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam aspek-aspek
penyelenggaran angkutan umum.
Ada 4 aspek mendasar yang berkaitan dengan masalah penyelenggaraan
angkutan umum antara lain aspek legal, aspek organisasi, aspek sumber daya
manusia dan aspek pendanaan.
Struktur sistem kelembagaaan yang ada saat ini tidak memberikan
kewenangan yang jelas dalam penyelenggaraan angkutan umum, apakah aspek
tersebut harus dipegang oleh pemerintah atau dapat diberikan pada swasta untuk
ikut berperan.

1.2

Maksud dan Tujuan


Maksud penyusunan paper ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peran

kelembagaan dalam penyelenggaraan angkutan umum. Sedangkan tujuan


penyusunan paper ini adalah memberikan rekomendasi mengenai evaluasi kinerja
kelembagaan angkutan umum.
1.3

Sumber Literatur dan Kasus


Dalam penulisan paper ini sumber literatur dari

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.1.1

Kelembagaan
Pengertian Kelembagaan
Menurut North (1990) kelembagaan adalah aturan dan struktur aturan yang

mengarahkan tindakan individu dan publik. Definisi lainnya yang menjelaskan


tentang kelembagaan adala sebagai bentuk aturan-aturan sosial. Struktur tersebut
bisa berbentuk formal dan informal. contoh
Sedangkan menurut
Maksudnya yaitu lembaga diperuntukkan untuk memandu perilaku individu,
mengurangi ketidakpastian dan menstabilkan pilihan publik. Dalam hal ini,
lembaga menghasilkan aturan yang lebih terprediksi, dalam rangka mengurangi
biaya transaksi pengambilan keputusan.

2.2 Angkutan Umum


Penggunaan angkutan umum pada prinsipnya dapat mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi sehingga penggunaan jalan menjadi lebih efisien,
mengurangi kemacetan, mengatasi keterbatasan tempat parkir mengurangi polusi
udara. (Hamerslag, 1985:4). Menurut R.J. Slater (1980:250), the fact. The
demand for road space is greater than the supply results in traffic
congestion....the only solution at the present time is greater emphasis on public
trasports.
Pengertian angkutan umum penumpang itu sendiri adalah angkutan
penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar (Warpani, 1990:170).
Sedangkan pengertian angkutan umum penumpang menurut Gray & Hoel,
Urban public transportation, strictly defined, includes both transit and
paratransit categories, since both are available for public use.
2.3 Gambaran Umum Angkutan Umum Di Jakarta
3.1

Peran Lembaga dalam Angkutan Umum di Jakarta

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah


diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Pemerintahan
Daerah yang telah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonomi dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota bahwa bidang perhubungan
merupakan salah satu kewenangan wajib yang telah dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka implementasi otonomi daerah. Oleh
karena itu instansi vertikal, dalam hal ini adalah Kantor Wilayah Perhubungan
sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Perhubungan
yang berada di daerah menjadi perangkat daerah dan kekayaannya dialihkan
menjadi milik daerah serta berubah nama menjadi Dinas Perhubungan
Provinsi/Kabupaten/Kota. Secara umum, pada prinsipnya ada empat jenis
kewenangan yang dimiliki baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah,
yaitu kewenangan pengaturan, pengurusan, pembinaan, dan pengawasan. Di
dalam sub sektor perhubungan darat khususnya Angkutan Umum, Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan

Angkutan Umum yang efektif dan efisien meliputi sarana, prasarana, SDM, dan
sebagainya, sehingga dapat mendukung kehidupan masyarakat dan meningkatkan
perekonomian masyarakat.
3.2
1.

Deskripsi Kasus
Pengembangan jaringan transportasi yang menghubungkan antara ibukota
propinsi

dengan

semua

ibukota

kabupaten/kota,

antar

ibukota

kabupaten/kota serta antara ibukota propinsi/kabupaten dengan ibukota


propinsi/kabupaten di propinsi lainnya.
2.

Pengembangan jaringan transportasi yang menghubungkan pusat-pusat


permukiman, kawasan produksi, pelabuhan laut dan udara.

3.

Pengembangan jaringan jalan regional untuk meningkatkan interaksi dengan


wilayah propinsi lainnya.

4.

Pengembangan jaringan jalur kereta api antar kota.

5.

Pengembangan jaringan Angkutan Umum, danau dan penyeberangan,


terutama daerah yang belum ada jaringan jalan darat atau daerah terpencil.

6.

Pengembangan jaringan transportasi laut berupa pelabuhan laut primer,


sekunder dan tersier serta alur pelayaran laut.

7.

Pengembangan jaringan transportasi udara berupa pengembangan bandara


primer, sekunder dan tersier.

3.3.1.1

Kondisi Kelembagaan Angkutan Umum di Kabupaten Kapuas

Struktur Organisasi Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika


Kabupaten Kapuas adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kabupaten Kapuas

BAB IV
ANALISIS DAN DISKUSI
Kerumitan dalam transportasi publik bukan hanya menjadi masalah
pemerintah, operator saja, melainkan juga masyarakat. Fenomena yang muncul
akhir -akhir ini mengedepankan wajah transportasi publik yang kurang
memberikan kenyamanan, keamanan dan keterjangkauan dan masih mengesankan
biaya sosial dan ekonomi tinggi. Hal ini berakibat pada peminggiran masyarakat
secara tidak langsung untuk melakukan mobilitasnya.
Manfaat terbesar bagi pengendara dan bukan pengendara dari peningkatan
perbaikan transportasi publik akan sangat membantu mengurangi kemacetan jalan,
polusi udara, serta konsumsi minyak dan energi. Kota merupakan sebuah ciptaan
yang bertujuan untuk memaksimalkan pertukaran (barang-barang, jasa, hubung-an
persahabatan, pengetahuan dan gagasan), serta meminimalisasi perjalanan. Peran
transportasi adalah untuk memaksimalkan kegiatan pertukaran.
Kajian tentang transportasi bisa dilakukan dari berbagai perspektif, ya itu
dari lingkup pelayanan spasialnya yang menjadi dasar bagi birokrasi dalam
membagi kewenangan pengaturan penyelenggaraan transportasi. Transpor -tasi
dipilah menjadi transportasi privat dan publik. Transportasi publik dapat diartikan
sebagai angkutan umu m, baik orang maupun barang, dan pergerakan dilakukan
dengan moda tertentu dengan cara membayar. Fenomena transportasi publik
terkait dengan logika modernisasi dan kapitalisme. Fenomena mencuatnya
persoalan trans -portasi publik di kota-kota besar di Indonesia saat ini tidak dapat
diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku ma -syarakat dengan
adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimaknai
sebagai suatu perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda trans -portasi
oleh masyarakat. Bagi pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal
berarti ada perubahan itu menyang -kut pola mobilitas penduduk, pola perilaku
bertransportasi.
Bagi pemerintah penyelenggaraan transportasi publik berarti adanya
pemerin -tah membuat kebijakan untuk pengadaan transpor itu mulai dari yang
bersifat teknis, sosiologis hingga politis, seperti pengadaan lahan, penataan ruang,
modal, dan sebagai -nya. Ini berlanjut pada interaksi pemerintah dengan kekuatan

kapital. Untuk membangun sistem transportasi publik berkelanjutan perlu adanya


revitalisasi dalam semua aspek yang berkaitan dengan transportasi publik.
Pemerintah kota berperan penting dalam membuat perencanaan dan implementasi
kebijakan transportasi publik. Berbagai kebijakan yang mempenga-ruhi masalah
transportasi harus di -harmonisasikan, ehingga keduanya dapat berjalan seiring,
misalnya, program untuk mendorong penggunaan transit massa dan mengurangi
perjalanan dengan mobil berpenumpang satu (single-occupant car travel).
Hal penting lainnya adalah meningkat -kan integrasi transportasi dan
perencanaan pemanfaatan lahan. Peningkatan dalam elemen tunggal dan terpisah
dari sistem transit atau rencana transportasi, jarang memiliki pengaruh yang kuat.
Sedangkan pendekatan sistematis dapat emuncul-kan energi untuk memperkuat
sistem transportasi.dan memperbaikinya. Isu NMT (Non Motorize Transportation) belum dimunculkan secara tegas, padahal NMT dapat menjadi solusi
banyak hal dari tingginya angka kecelakaan lalu lintas, konsumsi bahan bakar
yang berdampak pada penciptaan langit bersih, serta aksesibilitas bagi kaum
miskin untuk melakukan mobilitas secara lebih murah. Sistem transportasi yang
sekarang telah membuat golongan miskin mengeluarkan 20% - 40% pendapatan
untuk transportasi. Sektor swasta harus dilibatkan. Kendaraan dan bahan bakar
diproduksi dalam jumlah besar oleh pihak swasta. Sedangkan beberapa
perusahaan bahan bakar publik sangat dikenal dengan kelambanannya dalam
merespon perminta -an pembersihan lingkungan. Memberi kesempata n pada
sektor swasta untuk berkembang, memproduksi dan menjual teknologi yang
diperlukan untuk transpor-tasi bersih merupakan kunci dalam menuju transportasi
berkelanjutan. Mendorong pihak-pihak tersebut untuk maju dengan antusiasme,
bukan suatu hal yang m udah. Keberlanjutan politik harus dikembangkan terlepas
dari menariknya kebijakan teknologi sekarang ini, tahap yang harus diperhatikan
adalah perubahan dalam angin politik pada partai yang sedang memimpin kota,
atau pun multi partai yang harus berbagi tanggung jawab politik. Sektor swasta
tidak akan melangkah dengan kekuatan penuh jika mereka selalu memiliki
keyakinan bahwa hukum akan berubah bersama dengan bergantinya politisi.
Kegiatan transportasi merupakan salah satu upaya penting yang diperlukan untuk

mencukupi pemenuhan kebutuhan pergerakan penumpang dan barang di suatu


wilayah.
1.1

Analisis permasalahan angkutan umum di Jakarta


Permasalahan angkutan umum di Kabupaten Kapuas dan Kota Makassar

hampir bertolak belakang. Walaupun secara geografis Kapuas dan Makasar


hampir sama, Kota Makassar sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Selatan telah
berkembang pesat menjadi perkotaan. Bahkan saat ini akan dikembangkan
Konsep

Metropolitan

Mamminasata

sehingga

peran

transportasi

sangat

berpengaruh terhadap perkembangan kota. Seluruh potensi transportasi kota harus


dapat dikembangkan.
1.1.1 Analisis peran nilai sosial masyarakat dan pemerintah terhadap
penerapan angkutan umum.
Analisis ini hendak membandingkan kondisi pemerintahan dan masyarakat
di wilayah yang telah dan belum diterapkan Angkutan Umum. Perbandingan yang
dilakukan berdasarkan karakteristik masyarakat dan pemerintahan dalam
menetapkan umum sebagai prasarana transportasi.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari segi pemerintahan
kedua wilayah baik yang telah menerapkan Angkutan Umum maupun yang belum
dikelola oleh lembaga pemerintahan yang sama. Perbedaan pemanfaatan umum
sebagai prasarana transportasi dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah dan
karakteristik sosial masyarakat. Di Kabupaten Kapuas masyarakatnya masih
bercorak pedesaan yang belum didukung oleh jaringan jalan yang mampu
menjangkau wilayah-wilayah terpencil. Selain itu angkutan umum masih
tergolong lebih murah sehingga Angkutan Umum hadir untuk mengakomodasi
kebutuhan pergerakan masyarakatnya. Di Kota Makassar sendiri adanya umum
yang berpotensi untuk dijadikan sebagai prasarana transportasi fhanya diterapkan
di lokasi-lokasi tertentu seperti pulau Selayar yang memang harus menggunakan
moda angkutan umum untuk mencapai pusat Kota Makassar. Pada lokasi ini
kebijakan untuk meningkatkan peran umum sebagai infrastruktur transportasi
tidak diterapkan karena pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah

memandang bahwa kebutuhan pergerakan dapat diakomodasi dengan keberadaan


jalan raya yang telah memadai.
Dengan demikian dapat kita nilai bahwa untuk pengambilan keputusan
untuk memberlakukan Angkutan Umum berdasarkan potensi geografis dan
persepsi yang terbentuk di masyarakat.
1.1.2 Peran

perencana

profesional

(professional

planner)

terhadap

pengambilan keputusan.
Untuk kasus Angkutan Umum di Makassar telah banyak penelitianpenelitian yang dilakukan oleh para ahli yang mengungkap potensi Umum Tallo
dan Umum Jeneberang untuk dijadikan prasarana transportasi. Potensi tersebut
antara lain untuk menjawab tantangan transportasi Kota Makassar ke depannya.
Kebutuhan pergerakan yang semakin meningkat, menuntut adanya inovasi solusi
dalam bertransportasi.
Angkutan

Umum

hadir

sebagai

alternatif

solusi

yang

patut

dipertimbangkan, namun usulan dari para perencana profesional ini sulit untuk
ditindaklanjuti. Hal ini disebabkan oleh situasi kelembagaan yang telah terbentuk
dimana paradigma aktor tertanam dan diteruskan ke generasi selanjutnya sehingga
ada semacam karakteristik kelembagaan yang terwariskan. Kondisi ini
menyebabkan sulitnya perencana profesional untuk masuk ke dalam lingkaran
kelembagaan guna memberikan kontribusi ide mereka. Situasi lain yang
menghambat masuknya peran perencana profesional adalah karena adanya sistem
kelembagaan yang terbentuk antar aktor yang menyebabkan terjadinya marketlike situation atau adanya pemangku kepentingan-kepentingan tersembunyi yang
menghambat pelaksanaan dari ide para perencana profesional yang bisa jadi
merupakan solusi untuk suatu permasalahan.
Gambar 2. Peran Aktor dalam Kelembagaan Angkutan Umum
Dalam konteks ini peran perencana sangat vital. Di satu sisi perencana
dapat

berperan

sebagai

theorist/expert

yang

memiliki

konsep

dalam

pengembangan Angkutan Umum, tetapi juga dapat berperan sebagai penengah


pertentangan kepentingan antara pemerintah dengan masyarakat. Diharapkan
10

peran perencana yang optimal dapat menciptakan kelembagaan Angkutan Umum


yang berkelanjutan.
1.1.3 Pengembangan Moda Angkutan Umum
Pengembangan Angkutan Umum harus didukung dengan pembangunan
kelembagaannya. Selain mempertimbangkan persepsi masyarakat dan peran
perencana professional, terdapat beberapa variabel kelembagaan lain yang harus
diperhatikan agar pelayanan angkutan umum yang telah berjalan di Umum
Kapuasi meningkat serta pelayanan angkutan umum yang terbatas di Kota
Makassar dapat meluas ke daerah lain yang dilalui Umum Tallo dan Umum
Jeneberang. adalah :
1. Peran Pemerintah

untuk

menetapkan

kebijakan

dengan

wawasan

pembangunan secara komprehensif, tidak hanya terpaku kepada kebutuhan


dan kondisi saat ini. Visi, misi, sasaran serta dan motto transportasi wilayah
baik perkotaan maupun perdesaan harus melibatkan pengembangan moda
angkutan umum dimulai dari sisi perencanaan, pelaksanaan oleh operator
pemerintah maupun swasta serta evaluasi dan pemantauan efektivitas
2.

operasional.
Keseragaman kebijakan yang diambil dari atas mulai pemerintah pusat,
provinsi dan kota/kabupaten sampai jajaran pelaksana dibawah seirama dalam

3.

implementasi prioritas pengembangan Angkutan Umum.


Perlunya pemerintah melibatkan swasta dalam pembangunan dan operasional.
Hal ini perlu dilakukan untuk membangun infrastruktur dan mempersiapkan

4.

moda angkutan serta mempercepat proses pelaksanaan Angkutan Umum.


Sosialisasi kepada masyarakat sebagai pengguna Angkutan Umum sehingga
masyarakat mendapatkan pilihan transportasi yang sesuai dengan kebutuhan
serta mendukung kebijakan pemerintah tersebut.

Setelah persepsi dan kebijakan pengoperasian Angkutan Umum terbangun, maka


perlu membentuk kelembagaan yang akan mejaga standar pelayanan moda
Angkutan Umum tersebut. Bentuk nyata dari kelembagaan Angkutan Umum
adalah dengan dibentuknya pemangku kepentingan untuk menjaga standar
keselamatan dan keamanan pelayaran umum. Salah satu contohnya dapat dilihat
dari bagan berikut.

11

Gambar 3 Struktur Organisasi Unit Pengoperasian Alur Pelayaran Umum dan


Danau

Dalam rangka pengoperasian dan pengawasan alur pelayaran untuk


menciptakan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan
perairan pada setiap alur pelayaran umum dan danau maka perlu dibentuk Unit
Pengoperasian Alur Pelayaran Umum dan Danau. Unit pengoperasian alur
pelayaran umum dan danau dibentuk oleh Menteri untuk alur pelayaran umum
dan danau kelas I, Gubernur untuk alur pelayaran umum dan danau kelas II, dan
Bupati/Walikota untuk alur pelayaran umum dan danau kelas III. Unit
Pengoperasian Alur Pelayaran Umum dan Danau berkedudukan di Pelabuhan
Umum dan Danau yang merupakan unsur pelaksana operasional Kementerian
Perhubungan/Dinas Perhubungan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab
yang menjadi kewenangannya sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku. Unit pengoperasian alur pelayaran umum dan danau dikepalai oleh
seorang kepala unit pengoperasian alur pelayaran umum dan danau yang
bertanggungjawab langsung kepada Menteri atau Kepala Dinas Perhubungan
daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Cakupan wilayah kerja Unit Pengoperasian Alur Pelayaran Umum dan
Danau meliputi bagian alur pelayaran umum dan danau sesuai kelas alur
pelayaran serta batas-batas wilayah administrasi pemerintahan yang bersangkutan.
Unit pengoperasian alur pelayaran umum dan danau menjalankan fungsi antara
lain :
1.

Keselamatan dan keamanan pelayaran yang mencakup pengawasan dan

2.

penegakan hukum di seluruh wilayah perairan umum dan danau;


Membantu pelaksanaan pencarian dan penyelamatan (Search and
Rescue/SAR) di alur pelayaran umum dan danau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada bagian sebelumnya,

Unit Pengoperasian Alur Pelayaran Umum dan Danau memiliki tugas sebagai
berikut:
1.

Mengawasi kelaikan kapal umum dan danau;


12

2.
3.

Mengawasi penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran umum dan danau;


Mengawasi tertib lalu lintas kapal di perairan pelabuhan dan alur pelayaran

4.
5.

umum dan danau;


Mengawasi kegiatan angkutan umum dan danau;
Mengawasi kegiatan pengerukan, salvage dan pekerjaan bawah air umum

6.

dan danau;
Mengawasi

kegiatan

pembangunan,

pengadaan,

dan

pengoperasian

pelabuhan, alur pelayaran, telekomunikasi pelayaran, dan fasilitas alur


7.
8.

pelayaran;
Melaksanakan bantuan pencarian dan penyelamatan;
Mengawasi pelaksanaan perlindungan lingkungan perairan umum dan
danau.
Dalam melaksanakan fungsi dan tugas sebagaimana dijelaskan pada bagian

sebelumnya, Unit Pengoperasian Alur Pelayaran Umum dan Danau memiliki


kewenangan untuk:
1.

Mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang berkaitan pengoperasian alur

2.
3.
4.

pelayaran umum dan danau;


Melakukan pemeriksaan kelaikan kapal umum dan danau;
Menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar Kapal Umum dan Danau;
Melakukan pengawasan dan pengendalian lalu lintas kapal di umum dan

5.

danau;
Melakukan pemeriksaan kecelakaan kapal;
Unit Pengoperasian Alur Pelayaran Umum dan Danau terdiri dari:

1.

Pejabat Pemangku Fungsi Keselamatan dan Keamanan Pelayaran Umum


dan Danau yang memiliki tugas bertanggungjawab atas pelaksanaan seluruh

2.

fungsi dan tugas dari unit pengoperasian alur pelayaran umum dan danau;
Petugas Telekomunikasi Pelayaran Umum dan Danau yang memiliki tugas
bertanggungjawab dalam mengoperasikan stasiun radio telepon umum dan
danau serta menyediakan pelayanan telekomunikasi pelayaran dan
pelayaran meteorologi di wilayah pelayanan alur pelayaran umum dan

3.

danau;
Petugas Pemeriksa Kelaikan Kapal Umum dan Danau yang memiliki tugas

4.

melakukan pemeriksaan dan inspeksi kelaikan kapal umum dan danau;


Inspektur Umum dan Danau yang memiliki tugas melakukan pengawasan
dan pengendalian di lapangan terhadap seluruh kegiatan penyelenggaraan
alur pelayaran umum dan danau;

13

5.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Umum dan Danau yang memiliki tugas
melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam penyelenggaraan alur pelayaran.

14

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Dari hasil kajian didapat kesimpulan bahwa untuk mengembangkan
Angkutan Umum perlu didukung kelembagaan Angkutan Umum, dimana dalam
hal ini peran

aktor-aktor yang terkait kelembagaan Angkutan Umum harus

diperkuat. Sesuai dengan teori bahwa dalam kelembagaan Angkutan Umum


terdapat beberapa aktor yang berperan yaitu masyarakat, pemerintah dan
perencana.
Dari segi pemerintah secara umum kelembagaan transportasi di daerah
adalah sama yaitu dikelola Dinas Perhubungan Kota/Kabupaten yang masingmasing

di

bawah

Seksi Angkutan

Laut,

Penyeberangan,

Umum

dan

Kepelabuhanan dengan fungsi tugas pokok merumuskan, membina dan


mengendalikan kebijakan di bidang perhubungan meliputi lalu lintas, angkutan,
pengendalian operasional, teknik dan prasarana lalu lintas. Akan tetapi tidak
semua daerah yang memiliki umum memiliki angkutan umum.
Umum sangat berpotensi untuk dijadikan prasarana transportasi untuk
mengurangi beban jalan raya. Hal ini perlu didorong dengan peningkatan peran
aktor-aktor dalam kelembagaan transportasi di daerah masing-masing. Pemerintah
sebagai lembaga eksekutif perlu menambah inovasi dan menambah wawasan
tentang angkutan umum baik secara teknis maupun kelembagaan. Pemerintah juga
harus dapat mengarahkan masyarakat untuk dapat mengaktifkan moda Angkutan
Umum dengan memberikan insentif kepada operator maupun kemudahan dalam
menggunakan moda Angkutan Umum itu sendiri.
Gambar 4. Peran Perencana Profesional dalam Kelembagaan Angkutan Umum
Dalam merancang kelembagaan memerlukan peran aktif dari perencana
professional yaitu sebagai :
1. Sebagai Motivator pengembangan kebijakan angkutan umum baik untuk
pemerintah maupun untuk masyarakat pada umumnya.

15

2. Sebagai Controller pelaksanaan pengambilan kebijakan Angkutan Umum


oleh pemerintah dan peran masyarakat serta swasta dalam upaya responsif
terhadap kebijakan tersebut.
3. Sebagai Fasilitator kekuasaan pemerintah dan kebutuhan masyarakat serta
kepentingan swasta dalam pengambilan keputusan atau penentuan
kebijakan seperti distribusi peran dalam pembangunan serta penentuan
tarif dan aturan main yang berlaku.
4. Sebagai Sterilizer (penetralisir) kondisi-kondisi kelembagaan yang kurang
ideal sehubungan dengan fungsinya sebagai pereduksi alternatif-alternatif
pilihan yang diajukan kepada masyarakat.
5.2

Rekomendasi
Untuk mendukung pengembangan Angkutan Umum di Kota Makassar dan

Kabupaten Kapuas, maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah :


1.

Perencanaan kelembagaan hendaknya memperhatikan bagaimana aturan


main yang berlaku dalam lembaga tersebut, hal ini sangat penting karena
revolusi lembaga sangat sulit dilakukan dan jika terjadi akan berlangsung
dalam waktu yang lama, namun suatu konstruksi aturan main akan dapat

2.

bertahan terhadap perubahan konstruksi yang disengaja.


Pengembangan angkutan umum akan menjadi dasar pengembangan
Angkutan Umum karena tujuan penggunaan Angkutan Umum lebih banyak
untuk angkutan barang dan angkutan umum masal. Pembentukan otoritas
angkutan umum umum juga perlu dipertimbangkan dalam rangka
meningkatkan jumlah operator serta menjaga standar pelayanan pada moda

3.

angkutan umum.
Dalam pengembangan angkutan umum secara umum dan Angkutan Umum
secara khusus, pemerintah perlu melibatkan perencana professional sebagai
motivator, controller, fasilitator dan sterilizer kebijakan yang diambil
pemerintah dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat agar perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan dapat berjalan secara optimal dan

4.

mengurangi kemungkinan pertentangan di kemudian hari.


Pemerintah Kota Makassar harus mulai memikirkan untuk mengembangkan
angkutan umum karena pada suatu saat kapasitas jalan raya akan mencapai

16

titik maksimal sehingga harus mengurangi beban jalan raya ke angkutan


umum. Hal ini dapat dilakukan dengan sosialisasi pemanfaatan angkutan
5.

umum secara kontinyu.


Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan perlu membantu
pemerintah daerah dalam hal pembiayaan penyediaan prasarana dan sarana
angkutan umum.

17

REFERENSI

1. Seymour J. Mandelbaum, Designing Institutions and Other Crafts, Current


Research in Urban and Regional Studies, Elsevier Ltd, 2007.
2.
, (2008), Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
3.

Pelayaran, Jakarta: Menteri Hukum dan HAM.


, (1999), Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah terakhir kalinya dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun

2005 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta: Menteri Hukum dan HAM.


4. http://bahasa.makasarkota.go.id
5. http://www.kapuaskab.go.id

18

Anda mungkin juga menyukai