Anda di halaman 1dari 39

Tugas Tata Laksana Laboratorium

Laporan Praktek Kerja Lapangan Laboratorium Forensik


Kepolisian Daerah Surabaya Pada Pemeriksaan Subbid Bio
Serologi

RIZKA DEWI PUSPITA


NIM. 091414653007

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU FORENSIK
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014
I. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi dan informasi semakin berkembang


dengan
Berbagai

pesat

sehingga

kemajuan

mempengaruhi

teknologi

yang

ada

kehidupan
telah

manusia.

memunculkan

berbagai macam piranti (baik lunak maupun keras) pengganti buku,


seperti internet, televisi, radio, telepon dan masih banyak lagi. Hal
ini

mempermudah

masyarakat

bersosialisasi

dengan

memunculkan

pengaruh

siapapun
besar

untuk

berkomunikasi

(Makarim,
terhadap

2005).

masyarakat,

dan

Hal

ini

dimana

dengan perkembangan ini sangat erat dengan perkembangan


masyarakat, yang biasa disebut dengan modernisasi.
Akibat perkembangan pengetahuan teknologi saat ini, tidak
terlepas dari dampak positif dan negatif. Salah satu dampak negatif
yang timbul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah timbulnya peningkatan tipe dan modus operandi kejahatan,
sehingga proses penyidikan dan penyelidikannya perlu pula cara
menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang moderen.
Salah satu usaha untuk menanggulangi masalah tersebut yakni
dibentuknya laboratorium forensik. Laboratorium forensik adalah
suatu lembaga yang bertugas dan berkewajiban menyelenggarakan
fungsi kriminalistik dan melaksanakan segala usaha pelayanan serta
membantu mengenai kegiatan pembuktian perkara pidana dengan
memakai teknologi dan ilmu-ilmu penunjang lainnya.
Peranan

laboratorium

forensik

penting

artinya

dalam

mengungkap kasus kejahatan melalui proses pemeriksaan barang


bukti, karena sistem pembuktian menurut ilmu forensik yaitu
adanya bukti segi tiga TKP maka terdapat rantai antara korban,
barang bukti dan pelaku. Oleh karena itu, tidak semua kejahatan
dapat diketahui dan diungkap melalui keterangan saksi dan
tersangka atau terdakwa saja, tetapi barang bukti juga dapat
memberi petunjuk atau keterangan atas suatu tindak kejahatan
yang telah terjadi, karena hasil pemeriksaan barang bukti dari

laboratorium forensik terdapat tiga alat bukti yang dapat dipenuhi


laboratorium tersebut dari lima alat bukti yang sah berdasarkan
undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 184 ayat (1)
yaitu keterangan ahli, surat, dan petunjuk.
Fungsi dan peran para ahli forensik dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berawal dari pengolahan
Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan melakukan pemeriksaan dan
menghubungkan micro evidence (barang bukti mikro), seperti
pengungkapan identitas korban menggunakan pemeriksaan sidik
jari (daktiloskopi), pemeriksaan deoxirybose nucleic acid (DNA),
Serologi / darah, Odontologi Forensik (pemeriksaan gigi), Disaster
Victim Identification (DVI) dan lain lain. Pengungkapan dengan
menggunakan ilmu kimia, fisika dan lain lain termasuk proses
pelacakan salah satu tersangka yang didasarkan nomor seri
kendaraan bermotor (nomor rangka dan nomor mesin) dengan
metode penimbulan kembali (re-etching) nomor nomor tersebut
yang telah dirusak dengan reaksi kimia tertentu, serta penentuan
bahan isian bom yang ditemukan di TKP yang identik dengan bahan
yang ada di tubuh, pakaian, rumah, kendaraan tersangka.
Untuk menanggulangi kejahatan yang memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti tersebut di atas hanya dapat
ditanggulangi

dengan

memanfaatkan

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi pula. Proses penyidikan kejahatan dengan menggunakan


teknologi

yang

lazim

disebut penyidikan secara

ilmiah

atau

Scientific Crime Investigation (SCI) yaitu penyidikan secara ilmiah,


dimana

peran

dan

fungsi

tersebut

sebagian

diemban

oleh

Laboratorium Forensik. Dan term scientific crime investigation


telah teruji dalam proses pengungkapan kasus kasus yang
menggunakan

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

sebagaimana

dibahas sebelumnya.
Bila dikaitkan dengan peranan laboratorium forensik, salah
satu objek pemeriksaan yang menjadi perhatian adalah dalam sub
bidang serologi yang terdapat di laboratorium forensik kepolisian

daerah Surabaya. Sub bidang serologi sebagai bidang yang


digunakan

untuk

menggambarkan

berbagai

tes

laboratorium

dengan menggunakan reaksi serum darah dan cairan tubuh


(Patologi Forensik). Bagian serologi dari laboratorium forensik dapat
menangani salah satu atau semua hal sebagai berikut :

Blood Typing
Karakter darah yang tidak diketahui
Pola noda untuk rekonstruksi kejahatan
Paternity test
Identifikasi semen dalam kasus pemerkosaan
Teknik DNA yang digunakan untuk identifikasi
Laboratorium

memiliki

forensik

akreditasi

yang

pada

sub

mengakui

bidang

serologi

kompetensi

harus

laboratorum

pengujian dan laboratorium kalibrasi. Standar yang digunakan


adalah

ISO/IEC

17025:

2008

sebagai

dasar

akreditasi.

Perkembangan dalam penggunaan sistem manajemen, secara


umum telah meningkatkan kebutuhan untuk memastikan bahwa
laboratorium tersebut merupakan bagian dari suatu organisasi yang
lebih

besar

atau

mengoperasikan

yang

menawarkan

manajemen

yang

jasa

lainnya

dipandang

dapat

memenuhi

persyaratan ISO 9001 serta memenuhi standar ISO/IEC 17025:


2008. Penggunaan standar ini dapat memfasilitasi kerjasama antar
laboratorium dan lembaga lainnya, dan membantu pertukaran
informasi dan pengalaman, serta dalam harmonisasi standard dan
prosedur.

II. KAJIAN TEORI


II. 1 Laboratorium Forensik
II. 1. 1
Sejarah Laboratorium Forensik
a. Periode 1954 1959
Kelahiran Laboratorium forensik tidak terlepas dari
sejarah berdirinya Interpol. Dimana pada bulan Mei 1952,
dua

utusan

dari

Kejaksaan

Agung

dan

Djawatan

Kepolisian Negara menghadiri sidang ke-21 Majelis Umum


ICPO / Interpol sebagai peninjau dan pada tahun yang
sama Indonesia memutuskan untuk masuk

menjadi

anggota ICPO / Interpol. Sebagai syarat diterimanya Polri


menjadi anggota Interpol, salah satunya Indonesia harus
sudah menerapkan atau menggunakan Ilmu Forensik.
Dengan ditunjuknya DKN sebagai Biro Pusat Nasional
Indonesia (NCB Indonesia) maka pada tanggal 15 Januari
1954 dengan order Kepala Kepolisian Negara Nomor : 1 /
VIII

1954,

dibentuklah

Seksi

Interpol

dan

Seksi

Laboratorium, di bawah Dinas Reserse Kriminil. Dan Seksi


Laboratorium

pada

saat

itu

bertugas

melakukan

pemeriksaan surat-surat / dokumen dan pemeriksaan


senjata api / Balistik.
Pada tanggal 16 april 1957 didirikan Laboratorium

Kriminil

Cabang

Surabaya

dengan

Surat

Keputusan

Kepala Kepolisian Negara Nomor : 26 / Lab / 1957 dan


ditempatkan

secara

adiministratif

di

bawah

Kantor

Komisariat Jawa Timur. Dan dengan bekerja sama Depot


Pharmasi Depkes di Surabaya dan kamar mayat di Rumah
Sakit Dr. Soetomo Surabaya maka dimulailah kegiatankegiatan pemeriksaan ilmiah laboratoris di bidang kimia.
b. Periode 1959 1963
Dengan peraturan Menteri Muda Kepolisian Nomor :
1 / PRT / MMK / 1960 tanggal 20 Januari 1960, Seksi
Laboratorium dipisahkan dari Dinas Reserse Kriminil
Markas Besar Polisi Negara dan ditempatkan langsung di
bawah

Komando

Kepolisian

dan

dengan

Kepolisian.

Hal

Pengawasan

nama

ini

Menteri

Laboratorium

dimaksud

agar

Muda

Departemen
semua

dinas

operasional di dalam lingkungan Kepolisian Negara dapat


memanfaatkan jasa-jasa Laboratorium Kriminil.
c. Periode 1963 1964
Dengan Instruksi Menteri / Kepala Staf Angkatan
Kepolisian No. Pol: 4 / Instruksi / 1963 tanggal 25 Januari
1963,

dilakukan

penggabungan

Laboratorium

Departemen Kepolisian dengan Direktorat identifikasi


menjadi

Lembaga

Laboratorium

dan

Identifikasi

Departemen Kepolisian.
d. Periode 1964 1970
Dengan semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas
kegiatan, maka

dengan

Surat Keputusan Menteri /

Panglima Angkatan Kepolisian No. Pol : 11 / SK / MK /


1964 tanggal 14 Pebruari 1964, Lembaga Laboratorium
dan Identifikasi dipecah kembali menjadi Direktorat
Laboratorium Kriminil dan Direktorat Identifikasi.
e. Periode 1970 1977
Dengan

Surat

Keputusan

Menteri

Pertahanan

Keamanan / Panglima Angkatan Bersenjata Nomor: Skep /

A / 385 / VIII / 1970, Direktorat Laboratorium Kriminil yang


tadinya di bawah Kepala Kepolisian menjadi berada di
bawah Komando Utama Pusat Reserse dengan nama
Laboratorium Kriminil Koserse.
Pada

tahun

1972

Laboratorium

Kriminil

Koserse

dipercayakan oleh Pimpinan Polri untuk melaksanakan


Operasi Narkotik B. Di sini terlihat, bahwa Laboratorium
Kriminil bukan saja hanya dibebani tugas bantuan teknik
penyidikan (represif), tetapi juga diberi tugas dalam
bidang preventif dan pembinaan masyarakat.
Dan pada tahun 1972 dibentuklah Labforcab Medan
yang melayani Aceh, Sumut, Padang, dan Riau.
f. Periode 1977 1984
Sejak tanggal 1 Juli 1977 dengan Surat Keputusan
MENHANKAM/PANGAB Nomor : SKEP / 15 / IV / 1977 dan
Surat Keputusan KAPOLRI No. Pol. : SKEP / 50 / VII / 1977,
Laboratorium
Pelaksana

Kriminil

Pusat

di

ditetapkan
Tingkat

sebagai

Mabes

Badan

Polri

yang

berkedudukan langsung di bawah KaPolri.


Pada tanggal 9 Desember 1982 dibentuk Labforcab
Semarang yang melayani Jawa Tengah dan Yogyakarta
serta tugas khusus sebagai teaching laboratory bagi
taruna Akpol dan pendidikan sejenis lainnya.
g. Periode 1984 -1992
Pada
kedudukan

tahun

1984

terjadi

Laboratorium

perubahan

Kriminal

Polri

tentang

yaitu

dari

langsung di bawah KaPolri menjadi berkedudukan di


dalam Direktorat Reserse. Tetapi pada tahun yang sama
terjadi perubahan lagi kembali menjadi berkedudukan di
bawah KaPolri, dengan tugas membina Fungsi Khusus
Kriminalistik, dan menyelenggarakan serta melaksanakan
fungsi tersebut dalam rangka mendukung pelaksanaan
tugas

fungsi

Reserse

Kepolisian

dan

fungsi-fungsi

operasional lainnya serta pelayanan umum Polri.


Pada tahun 1985 dibentuklah Labforcab Makassar
yang melayani Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
h. Periode 1992 2001
Berdasarkan

Surat

Keputusan

Pangab

No.

Kep/11/X/1992, tanggal 5 Oktober 1992 Laboratorium


Kriminil berubah nama

menjadi

Pusat Laboratorium

Forensik.
Dan pada tanggal 3 Maret 1999 dengan Keputusan
KaPolri No. Pol : Kep / 11 / III / 1999 dibentuk dan
disahkan Laboratorium Forensik Cabang Palembang dan
Denpasar.
i. Periode 2001 2010
Berdasarkan Surat Keputusan KaPolri No. Pol. : Kep /
9 / V /2001, tanggal 25 Mei 2001 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Mabes Polri, Puslabfor kembali menjadi bagian
dari Korserse Polri dan dengan Surat Keputusan KaPolri
No. Pol: Kep / 53 / X / 2002 dengan perubahan Korserse
menjadi Bareskrim maka sampai sekarang Puslabfor
berkedudukan di bawah Bareskrim Polri atau menjadi
Puslabfor Bareskrim Polri.
j. Periode 2010 sekarang
Berdasarkan Peraturan KaPolri nomor 21 tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Mabes Polri, Puslabfor
tetap berada dibawah struktur Bareskrim Polri bersama
Pusinafis dan Pusiknas. Dalam organisasi baru terdapat
beberapa

perubahan

penambahan

bidang

dan
baru

penambahan
yaitu

bidang

antara

lain

Narkobafor,

penambahan subbid Komputer Forensik serta beberapa


perubahan nomeklatur dan titelaturnya.
II. 1. 2
Pengertian Laboratorium Forensik
Laboratorium (disingkat lab) adalah tempat riset
ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah

dilakukan.

Laboratorium

biasanya

dibuat

untuk

memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut


secara terkendali (Anonim, 2007). Sementara menurut
Emha

(2002),

laboratorium

diartikan

sebagai

suatu

tempat untuk mengadakan percobaan, penyelidikan, dan


sebagainya yang berhubungan dengan ilmu fisika, kimia,
dan biologi atau bidang ilmu lain. Pengertian lain menurut
Sukarso (2005), laboratorium ialah suatu tempat dimana
dilakukan kegiatan kerja untuk mernghasilkan sesuatu.
Tempat ini dapat merupakan suatu ruangan tertutup,
kamar, atau ruangan terbuka, misalnya kebun dan lainlain.
Berdasarkan definisi tersebut, laboratorium adalah
suatu

tempat

yang

digunakan

untuk

melakukan

percobaan maupun pelatihan yang berhubungan dengan


ilmu fisika, biologi, dan kimia atau bidang ilmu lain, yang
merupakan suatu ruangan tertutup, kamar atau ruangan
terbuka seperti kebun dan lain-lain.
Forensik dalam bahasa hukum (Partanto, 1994) dapat
diartikan sebagai hasil pemeriksaan yang diperlukan
dalam proses pengadillan. Sedangkan forensik dalam
pengertian

bahasa

Indonesia

berarti

berhubungan

dengan pengadilan (Balai Pustaka, 1988). Ilmu forensik


(Forensik

Science)

adalah

meliputi

semua

ilmu

pengetahuan yang mempunyai kaitan dengan masalah


kejahatan,

atau

dapat

dikatakan

bahwa

dari

segi

perannya dalam penyelesaian kasus kejahatan maka


ilmu-ilmu forensik memegang peranan penting. Ilmu-ilmu
yang dimaksud seperti patologi dan biologi, toksikologi,
kriminalistik, kedokteran forensik, antropologi, psikologi,
dll (Eckert, 1980).
Adapun pengertian

laboratorium

forensik

yang

dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu pelaksanaan


pusat tinggi Markas Besar Polri yang berbentuk suatu

badan

yang

bertugas

dan

berkewajiban

menyelenggarakan fungsi kriminalistik dan melaksanakan


segala usaha pelayanan dan kegiatan untuk membantu
mengenai pembuktian suatu tindak pidana yang terjadi
dengan menggunakan teknologi dan ilmu kedokteran
kehakiman, ilmu forensik, ilmu kimia forensik serta ilmu
penunjang lainnya.
Berdasarkan
atas

pengertian

tersebut,

maka

laboratorium forensik sebagai salah satu fungsi kepolisian


yang

merupakan

unsur

bantuan

teknis

laboratorik

kriminalistik dalam rangka tugas Polri sebagai penyidik.


Adapun

pelaksanaan

tugasnya

meliputi

bantuan

pemeriksaan teknis laboratories terhadap barang bukti


maupun terhadap tempat kejadian perkara (TKP) serta
kegiatan bantuan lainnya terhadap unsur operasional
terutama reserse.
Laboratorium forensik telah dikenal di Indonesia sejak
tahun 1920, dimana identifikasi dan laboratorium forensik
digabung

menjadi

satu

yang

disebut

Lembaga

Laboratorium dan Identifikasi. Kemudian pada tahun 1964


dipisahkan

tersendiri

antara

Laboratorium

forensik

dengan identifikasi.
II. 1. 3

Tujuan Laboratorium Forensik

Sebagaimana diketahui bahwa laboratorium forensik


dibentuk untuk membantu proses penyidikan dengan
melalui pemeriksaan barang bukti dari suatu tindak
pidana yang terjadi.
Laboratorium

forensilk

sebagai

sarana

pembantu

dalam proses penyidikan dan melaksanakan tugasnya,


yakni, melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti jika
ada permintaan pemeriksaan, jika tidak ada permintaan
pemeriksaan barang bukti maka pihak laboratorium
forensik

tidak

berwenang

melakukan

pemeriksaan

walaupun barang bukti sudah ada.


Mengingat

dalam

proses

penyidikan,

untuk

mengungkapkan suatu tindak pidana tidak mutlak harus


berpedoman pada keterangan saksi dan keterangan
tersangka atau terdakwa saja, akan tetapi penting pula
dan bahkan dapat membantu terungkapnya suatu tindak
pidana dengan melalui pemeriksaan barang bukti.
Identifikasi menurut kriminalistik ditujukan kepada
teori dasar bahwa semua objek

dapat dibagi dan

kemudian dibagi lagi atas sub yang didasarkan kepada


keadaan objek itu. Ini berarti apakah suatu obyek menjadi
bagian atau sub bagian sesuatu. Sidik jari, tanda-tanda,
bekas-bekas, noda darah, rambut, gat dan sebagainya
dapat diklasifikasikan.
Misalnya, di tempat kejadian perkara (TKP) terdapat
bagian-bagian tersebut, maka hal ini dapat menjadi
bahan yang sangat berharga, bagian-bagian atau sub
bagian itu berasal dari mana. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa kriminalistik berkaitan dengan keadaan
atau asal sesuatu. Jika terdapat darah, maka ahli
kriminalistik dihadapkan pada pertanyaan yang harus
dijawabnya, darah itu berasal dari mana. Jika sebuah
peluru ditemukan pada tubuh korban, ahli tersebut harus
menjawab peluru itu berasal dari senjata apa dan yang
mana. Jika suatu potongan tulang itu tulang manusia atau
binatang, kalau sudah dipastikan bahwa itu tulang
manusia maka diperiksa umur berapa orang itu, tingginya
berapa, tentu semua itu semua itu berguna bagi suatu
identifikasi. Identifikasi melalui bukti-bukti fisik ini sering
sangat menyulitkan tersangka untuk melepaskan diri
atau membela diri.
Tujuan selanjutnya dari laboratorium forensik adalah
untuk diri penjahat dan masyarakat. Oleh karena itu
bagaimanapun

cermatnya

melakukan

kejahatan,

kemungkinan barang bukti tetap ada. Barang bukti inilah


yang akan diperiksa secara laboratories oleh pihak
laboratorium forensik. Kejahatan yang terungkap melalui
pemeriksaan barang bukti, secara psikologi masyarakat
akan berpikir bila akan melakukan kejahatan. Dengan
berfungsinya

laboratorium

forensik

secara

efektif,

masyarakat akan mengalami perkembangan dalam arti


perkembangan

prilaku

dalam

masyarakat.

Dengan

demikian tatanan hokum dalam proses perkembangannya


lambat laun diharapkan tercermin dalam jiwa para
individu sebagai anggota masyarakat.
II. 1. 4
Jenis Pelayanan Laboratorium Forensik
Laboratorium Forensik memberikan pelayanan bagi
Aparat Penegak Hukum serta masyarakat umum yang
memerlukan jasa pemeriksaan atau pelayanan umum
untuk mendapatkan rasa keadilan dan atau keperluan
lainnya.
a.

Bidang

Dokumen

dan

Uang

Palsu

Forensik

(Biddokupalfor)
Bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan
teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris
kriminalistik barang bukti dokumen (tulisan tangan,
tulisan ketik, dan tanda tangan), uang palsu (uang kertas
RI, uang kertas asing, dan uang logam) dan produk cetak
(produk cetak konvensional, produk cetak digital, dan
cakram

optik)

serta

memberikan

pelayanan

umum

forensik kriminalistik.
b.

Bidang

Balistik

dan

Metalurgi

Forensik

(Bidbalmetfor)
Bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan
teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris
kriminalistik barang bukti senjata api (senjata api, peluru
dan selongsong peluru), bahan peledak (bahan peledak,

komponen-komponen bom, dan bom pasca ledakan (post


blast) dan metalurgi (bukti nomor seri, kerusakan logam),
dan kecelakaan konstruksi serta memberikan pelayanan
umum forensik kriminalistik.
c.

Bidang

Fisika

dan

Komputer

Forensik

(Bidfiskomfor)
Bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan
teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris
kriminalistik barang bukti uji kebohongan (lie detector),
jejak, radioaktif, konstruksi bangunan, peralatan teknik,
kebakaran/pembakaran,

dan

komputer

(suara

dan

gambar (audio/video), komputer & telepon genggam


(computer & mobile phones), dan kejahatan jaringan
internet/internet

(cyber

network)

serta

memberikan

pelayanan umum forensik kriminalistik.


d. Bidang Kimia, Toksikologi, dan Biologi Forensik
(Bidkimbiofor)
Bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan
teknis kriminalistik TKP dan laboratoris

kriminalistik

barang bukti kimia (bahan kimia yang belum diketahui


(unknown material), dan bahan kimia produk industri),
biologi/serologi (serologi, biologi molecular, dan bahanbahan hayati) dan toksikologi atau lingkungan hidup
(toksikologi,

mikroorganisme,

dan

pencemaran

lingkungan hidup), serta memberikan pelayanan umum


forensik kriminalistik.
e.

Bidang

Narkotika,

Psikotropika

dan

obat

berbahaya forensik (Bidnarkobafor)


Bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan
teknis kriminalistik TKP
kriminalistik

barang

dan

pemeriksaan laboratoris

bukti narkotika (narkotika bahan

alam, bahan sintesa & semi sintesa, dan cairan tubuh),


psikotropika (bahan & sediaan psikotropika, laboratorium

illegal (clandestine labs) bahan psikotropika) dan obat


(bahan kimia obat berbahaya, bahan kimia adiktif, dan
prekursor). Serta memberikan pelayanan umum forensik
kriminalistik.
II. 2 Sub Bidang Serologi
II. 2. 1
Pengertian Forensik Serologi
Seiring dengan pesatnya perkembangan bidang ilmu
biologi molekuler (imunologi dan genetik) belakangan ini,
pemanfaatan bidang ilmu ini dalam proses peradilan
meningkat dengan sangat pesat. Baik darah maupun cairan
tubuh lainnya paling sering digunakan / diterima sebagai
bukti fisik dalam tindak kejahatan. Seperti pada kasus
keracunan, dalam pembuktian dugaan tersebut, seorang
dokter kehakiman bekerjasama dengan toksikolog forensic
untuk melakukan penyidikan. Dalam hal ini barang bukti
yang paling sahih adalah darah dan/atau cairan tubuh
lainnya.

Toksikolog

toksikologi

terhadap

forensik
sampel

akan

melakukan

analisis

tersebut,

mencari

biologi

senyawa racun yang diduga terlibat. Berdasarkan temuan


dari dokter kehakiman selama otopsi jenasah dan hasil
analisisnya, toksikolog forensik akan menginterpretasikan
hasil temuannya dan membuat kesimpulan keterlibatan
racun dalam tindak kejahatan yang dituduhkan. Sejak awal
perkembanganya pemanfaatan serologi / biologi molekuler
dalam bidang forensik lebih

banyak

untuk

keperluan

identifikasi personal (perunutan identitas individu) baik


pelaku atau korban. Sistem penggolongan darah (sistem
ABO)

pertama

kali

dikembangkan

untuk

keperluan

penyidikan (merunut asal dan sumber bercak darah pada


tempat

kejadian).

perkembangan

ilmu

Belakangan
genetika

dengan
(analisis

pesatnya

DNA)

telah

membuktikan, bahwa setiap individu memiliki kekhasan

sidik DNA, sehingga kedepan sidik DNA dapat digunakan


untuk menggantikan peran sidik jari, pada kasus dimana
sidik jari sudah tidak mungkin bisa diperoleh. Dilain hal,
analisa DNA sangat diperlukan pada penyidikan kasus
pembunuhan

mutilasi

(mayat

penelusuran

paternitas

(bapak

terpotong-potong),
biologis).

Analisa

serologi/biologi molekuler dalam bidang forensik bertujuan


untuk:
a. Uji darah untuk menentukan sumbernya (darah
manusia

atau

hewan,

atau

warna

darigetah

tumbuhan, darah pelaku atau korban, atau orang


yang tidak terlibat dalamtindak kejahatan tersebut)
b. Uji cairan tubuh lainnya (seperti: air liur, semen
vagina atau sperma, rambut, potongan kulit) untuk
menentukan sumbernya (origin).
c. Uji imonologi atau DNA individu untuk mencari
identitas seseorang.
Forensik Serologi adalah studi dan pemeriksaan yang
bertujuan untuk menganalisis darah dan cairan tubuh dalam
berbagai tindak pidana. Ilmu serologi memungkinkan para
ilmuwan forensic untuk membedakan cairan tubuh yang
ditemui di tempat kejadian dan kemudian melakukan
berbagai tes untuk mengindentifikasi darimana cairan ini
berasal. Meskipun analisis DNA dan sidik jari adalah lebih
akurat untuk mengindentifikasi seorang individu, namun
pemeriksaan serologi dapat dilakukan dengan cepat dan
murah disamping memberikan data akurat.
Terdapat banyak jenis cairan yang dihasilkan dalam
tubuh manusia dan tetap ada didalam tubuh pada setiap
waktu. Cairan ini sangat berguna untuk membantu ahli
forensic dan ahli patologi dalam mengumpulkan bukti,
menentukan bagaimana kematian seseorang dapat terjadi,
dan dapat juga mengidentifikasi pelaku tindak pidana.
II. 2. 2
Pemeriksaan Darah

Darah

segar

mempunyai

nilai

yang

lebih

penting

daripada darah kering. Karena uji darah segar dapat


memperoleh hasil yang lebih baik. Darah akan mengering
setelah kontak dengan udara luar dalam waktu 3-5 menit.
Begitu darah mengering, maka darah akan berubah warna
dari merah menjadi coklat kehitaman. Darah pada kasus
criminal dapat berbentuk genangan darah, tetesan, usapan
atau bentuk kerak. Dari genangan darah akan diperoleh
nilai yang lebih baik untuk mendapatkan darah segar.
Tetesan darah akan dapat diperkirakan jatuhnya darah dari
ketinggian seberapa dan sudut seberapa. Ilmu forensic
mengenai analisis percikan darah dapat menduga bahwa
jatuhnya darah tegak lurus ke lantai dan dalam jarak 0-2
feet akan membentuk percikan bulat dengan pinggir
bergerigi. Usapan darah pada lantai atau dinding akan
dapat menunjukkan arah usapan, biasanya pada awal
usapan adalah bentuk yang besar dan kemudian mengecil
pada akhir usapan. Kerak darah yang kering harus diuji
dengan tes kristalin unuk menentukan darah tersebut benar
darah atau bukan.
Pemeriksaan darah pada forensic sebenarnya bertujuan
untuk

membantu

identifikasi

pemilik

darah

tersebut.

Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap,


terlebih dahulu harus dapat memastikan apakah bercak
berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah
b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai beriku :
a. Pemeriksaan penyaringan (presumptive test)
b. Pemeriksaan meyakinkan / tes konfirmasi pada darah

Untuk menentukan apakah suatu noda merupakan


bercak darah atau bukan adalah dengan menggunakan tes
presumtif. Tes ini memberikan dua hasil pemeriksaan yang
berbeda yaitu mengeliminasi substansi yang didapat (bukan
darah), memberikan kemungkinan (positif presumtif) dari
sampel yang diteskan (mungkin darah). Salah satu adalah
dengan menggunakan senyawa yang dapat memberikan
efek ketika bersentuhan dengan darah. Hasil ini adalah cara
sederhana

dan

cepat

untuk

membuktikan

bahwa

sebenarnya sampel tersebut adalah darah.


Tes presumtif merupakan tes dugaan karena adanya
memberikan

kemungkinan

hasil

yang

false

positive

(pemutih yang bereaksi dengan luminol) atau hasilnya yang


terlalu meluas (sampel adalah darah tetapi belum tentu
berasal dari manusia). Tes presumtif yang umum dilakukan
untuk darah adalah

phenolphthalein, luminol, hemastix,

dan leuco-crystal violet.


Tabel. Pemeriksaan Laboratorium
yang Kering
Tujuan
Metode
Pemeriksaan
Pemeriksaan
1. Menentukan
Pendahuluan:
Bercak darah
Tes Benzidine
Tes Luminol
Penentuan:
Tes Teichmann
Tes Takayama
2. Menentukan darah
manusia
3. Menentukan
golongan darah

Tes precipitin
Absorption
Elution

Pada Bercak Darah


Hasil yang diharapkan
Terjadinya warna hijaubiru
Bercak Bersinar
Kristal
hemin-HCl
berbentuk
batang,
warna coklat
Kristal
pyridinehemochromogen
berbentuk bulu, warna
jingga
Terjadinya presipitasi
Terjadinya aglutinasi

Tes

Benzidine

ialah

hemoglobin

darah

dapat

mengadakan aktifitas seperti enzim peroxidase, enzim yang


mempercepat oksidasi. Reaksi yang terjadi adalah
Hemoglobin Hidrogen Peroksida H2O On
Benzidine On perubahan warna (hijau-biru)
Reagensia Benzidine dibuat dari larutan jenuh Kristal
benzidine dalam asam asetat glasial.
Cara Pemeriksaan : Bercak yang diduga bercak darah di
gosok dengan kertas saring, bercak yang menempel pada
kertas saring kemudian diteteskan dengan 1 tetes Hidrogenperoksida 20% dan 1 tetes reagensia benzidine.
Tes Luminol merupakan tes yang paling sensitive untuk
mendeteksi darah. Bercak darah bila disemprot dengan
reagensia luminol akan bersinar mengeluarkan cahaya
(Luminescense), dengan demikian tes ini dapat untuk tes
penyaring, karena dapat dilakukan dengan cepat.
Cara Pemeriksaan : Objek yang akan diperiksa disemprot
dengan reagensia, oleh karena yang akan dilihat adanya
keluarnya sinar dari bercak, maka pemeriksaan dilakukan
didalam ruang yang gelap.
Uji Teichmann : Seujung jarum bercak diletakkan pada
gelas objek, ditambahkan 1 butir Kristal NaCL dan 1 tetes
asam asetat glasial, tutup kaca dengan kaca penutup dan
dipanaskan.

Uji

yang

posesif

akan

terlihat

secara

mikroskopis adanya Kristal-kristal hemin HCL berbentuk


batang dan berwarna coklat.
Uji Takayama : Seujung jarum bercak kering diletakkan
pada gelas objek, teteskan 1 tetes reagensia, tutup dengan
kaca penutup kemudian dipanaskan. Hasil yang positif
secara

mikroskopis

akan

tampak

Kristal

pyridine

hemochromogen yang berbentuk bulu dan berwarna jingga.

Reagensia Takayama dibuat dari 3 ml pyridine redistilled


ditambah 3 ml larutan glukosa jenuh, 3 ml NaOH 10% dan 7
ml aquades.
Uji

Precipitin

membuat

serum

dilakukan
anti

terlebih

manusia

dahulu

(human

dengan

anti

serum).

Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian


kecil ekstrak bercak darah ditempatkan secara hati-hati
pada bagian tepi antiserum. Hasil positif akan diketahui
dengan terbentuknya presipitasi diantara antiserum dengan
ekstrak, presipitat yang terbentuk tampak sebagai daerah
yang keruh.
Absorption-elution

digunakan

untuk

menentukan

golongan darah pada bercak darah yang kering.


Cara Pemeriksaan : Anti serum diteteskan pada bercak
darah, dibiarkan untuk beberapa saat supaya antibody
bereaksi mengikat antigen. Serum yang tidak berekasi
dicuci supaya antibody yang berlebihan dapat dihilangkan.
Dengan terbentuknya ikatan antibody dengan antigen,
maka ikatan tersebut dalam dilepaskan lagi dengan proses
yang dikenal dengan nama elution. Untuk itu bahan yang
diperiksa harus dipanaskan dalam temperature 55 ,
dengan demikian ikatan antibody dengan antigen akan
terlepas.

Antibody

yang

terlepas

kemudian

ditambah

dengan sel darah merah yang telah diketahui golongan


darahnya, dengan demikian ada tidaknya aglutinasi dapat
dilihat, golongan darah dari bercak dapat diketahui.

Dari bentuk sifat bercak darah dapat diketahui :

Perkiraan

perdarahan
Arah pergerakan dari sumber perdarahan baik dari

korban maupun dari si pelaku kejahatan.


Sumber perdarahan, darah yang berasal

jarak

antara

lantai

dengan

sumber

dari

pembukuh balik (pada luka yang dangkal), akan


berwarna merah gelap sedangkan yang berasal dari
pembuluh

nadi

(pada

luka

yang

dalam)

akan

berwarna merah terang. Darah yang berasal dari


saluran pernapasan atau paru-paru berwarna merah
terang dan berbuih (jika telah mengering tampak
seperti gambaran sarang tawon). Darah yang berasal
dari saluran pencernaan akan berwarna merahcoklat sebagai akibat dari bercampurnya darah

dengan asam lambung.


Perkiraan umur/tuanya bercak darah. Darah yang
masih baru bentuknya cair dengan bau amis, dalam

waktu 12-36 jam akan mengering sedangkan warna


darah akan berubah menjadi coklat dalam waktu 1012

hari.

Oleh

karena

banyak

faktor

yang

mempengaruhi darah maka didalam prakteknya


hanya disebutkan bahwa darah tersebut sangat
baru (beberapa hari), baru, tua, dan sangat
tua

(beberapa

tahun):

perubahan-perubahan

warna

yaitu

berdasarkan

serta

perbandingan

jumlah dengan intensitas reaksi terhadap uji-uji yang


dilakukan di laboratorium.
Dari

distribusi

bercak

darah

pada

pakaian

dapat

diperkirakan posisi korban sewaktu terjadinya perdarahan.


Pada orang yang bunuh diri dengan memotong leher dalam
posisi

tegak

atau

pada

kasus

pembunuhan

dimana

korbannya sedang berdiri, maka bercak/aliran darah akan


tampak berjalan dari atas ke bawah.
Dari distribusi darah yang terdapat dilantai dapat diduga
apakah kasusnya kasus bunuh diri (tergenang, setempat)
ataukah pembunuhan (bercak dan genangan dan darah
tidak beraturan, sering tampak tanda-tanda bahwa korban
berusaha menghindar atau tampak bekas diseret).
Pada kasus tabrak lari, pemeriksaan bercak darah dalam
hal ini golongan darahnya yang terdapat pada kendaraan
yang

diduga

sebagai

penabrak

dibandingkan

dengan

golongan darah korban akan bermakna dan memudahkan


proses penyidik.

II. 2. 3
Pemeriksaan Cairan Mani
Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan,
keruh dan berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi
kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam
waktu yang singkat (10 20 menit). Dalam keadaan normal,
volume cairan mani 3 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH
7,2 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel
dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut
plasma seminal yang mengandung spermion dan beberapa
enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai
bentuk yang khas untuk spesies tertentu dengan jumlah
yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per ml.
Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat
bergerak dalam waktu 4 5 jam post-coitus, sperma masih
dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam
post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat

ditemukan 7-8 hari


Pemeriksaan

cairan

mani

dapat

digunakan

untuk

membuktikan :
1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya
cairan mani dalam labia minor atau vagina yang
diambil dari forniks posterior
2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan
cabul melalui penentuan adanya cairan mani pada
pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.
Teknik

Pengambilan

bahan

untuk

pemeriksaan

laboratorium untuk pemeriksaan cairan mani dan sel mani


dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil lendir vagina
menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose
batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks
posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak
atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan
sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tujuan : Menentukan adanya sperma
- Bahan pemeriksaan : cairan vagina
- Metode pemeriksaan :
Tanpa pewarnaan
Untuk

melihat

motilitas

spermatozoa.

Pemeriksaan ini paling bermakna untuk memperkirakan


saat terjadinya persetubuhan.
Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek
kemudian ditutup. Periksa dibawah mikroskop dengan
pembesaran
spermatozoa.

500

kali.

Perhatikan

pergerakkan

Hasil :
Umumnya

disepakati

dalam

jam

setelah

persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang


bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu
ini sampai 3 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian,
dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat
ditemukan 3 hari, kadang kadang sampai 6 hari pasca
persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih
dapat ditemukan hingga 2 minggu pasca persetubuhan,
bahkan mungkin lebih lama lagi.
Dengan Pewarnaan
Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas
sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE,
biru metilen atau hijau malakit. Cara pewarnaan yang
mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah
pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian
berikut :
Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek,
keringkan diudara, dan fiksasi dengan melewatkan gelas
sediaan apus tersebut pada nyala api, warnai dengan
Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci
dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %
dalam air, tunggu selama 1 menit, cuci lagi dengan air,
keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
Hasil :
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan
leukosit tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah
muda

merata

dan

leukosit

tidak

terwarnai.

Kepala

spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda,


ekornya berwarna hijau
Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam
vagina

tidak

ada

ejakulat

karena

kemungkinan

azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini terjadi,

maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam


cairan vagina.
Penentuan Cairan Mani (kimiawi)
Untuk
membuktikan
terjadinya

ejakulasi

pada

persetubuhan dari ditemukan cairan mani dalam sekret


vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak
terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan
laboratorium :
a. Reaksi Fosfatase Asam
Merupakan tes penyaring

adanya

cairan

mani,

menentukan apakah bercak tersebut adalah bercak


mani atau bukan, sehingga harus selalu dilakukan pada
setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum
dilakukan pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam
dilakukan bila pada pemeriksaan tidak ditemukan sel
spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu
dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah
dan tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang
dihasilkan oleh kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam
menghidrolisis natrium alfa naftil fosfat. Alfa naftol
yang

telah

dibebaskan

akan

bereaksi

dengan

brentamin menghasilkan zat warna azo yang berwarna


biru ungu. Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah
cairan vaginal.
Reagen :
Larutan A
Brentamin Fast Blue B 1 g (1)
Natrium asetat trihidrat 20 g (2)
Asam asetat glasial 10 ml (3)
Askuades 100 ml (4)
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan
larutan

penyangga

dengan

pH

5,

kemudian

dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.


Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.

(1)

89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring


cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika
disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan
berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan
mengganggu reaksi.
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring
yang terlebih dahulu dibasahi dengan aquades selama
beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan
disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan
waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul
warna

ungu,

karena

intensitas

tercapai secara berangsur-angsur.


Hasil :
Bercak yang tidak mengandung

warna

enzim

maksimal

fosfatase

memberikan warna serentak dengan intensitas tetap,


sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut
memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya
cairan mani. Bila 30 65 detik, masih perlu dikuatkan
dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65
detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak
terdapat cairan mani karena pernah ditemukan waktu
reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina
memberikan waktu reaksi rata-rata 90 100 detik.
Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur, dapat
mempercepat waktu reaksi.
b. Reaksi Florence
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak
ditemukan

spermatozoa

atau

cara

menentukan semen tidak dapat dilakukan.


Dasar :
Menentukan adanya kolin.
Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari :
Kalium yodida 1,5 g
Yodium 2,5 g

lain

untuk

Akuades 30 ml
Cara pemeriksaan :
Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat
dibawah mikroskop.
Hasil :
Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida
coklat berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah.
Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan
yang berasal dari tumbuhan atau binatang akan
memperlihatkan kristal yang serupa tetapi hasil postif
pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat
cairan

mani

dan

hasil

negative

menentukan

kemungkinan lain selain cairan mani.


c. Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai

arti

mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.


Dasar reaksi :
Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen :
Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada

bila

reaksi

Florence) :
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak
diletakkan pada kaca objek, biarkan mengering, tutup
dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet
dibawah kaca penutup.
Hasil :
Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat
kekuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul.
Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak
longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
Pemeriksaan bercak cairan mani pada pakaian
a. Secara Visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih
gelap daripada sekitarnya. Bercak yang sudah
agak tua berwarna kekuningan. Pada bahan sutera
/ nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih
gelap daripada sekitarnya. Pada tekstil yang tidak

menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan


mengkilat dan translusen kemudian mengering.
Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna
kuning sampai coklat. Pada tekstil yang menyerap,
bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu
yang berangsur-angsur menguning sampai coklat
dalam waktu 1 bulan. Dibawah sinar ultraviolet,
bercak semen menunjukkan flouresensi putih.
Bercak pada sutera buatan atau nilon mungkin
tidak berflouresensi. Flouresensi terlihat jelas pada
bercak mani pada bahan yang terbuat dari serabut
katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan
serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian sering
berflouresensi juga.
b. Secara Taktil
Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil
yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku,
masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar.
c. Skrining Awal (Dengan Reagen Fosfatase
asam)
Cara pemeriksaan : Sehelai kertas saring yang
telah dibasahi akuades ditempelkan pada bercak
yang dicurigai selama 5 10 menit. Keringkan lalu
semprotkan / teteskan dengan reagen. Bila terlihat
bercak ungu, kertas saring diletakkan kembali
pada pakaian sesuai dengan letaknya semula
untuk mengetahui letak bercak pada kain.
II. 3 ISO/IEC 17025: 2008
A. Persyaratan Manajemen
1. Organisasi
Laboratorium harus merupakan kesatuan yang legal dapat
dipertanggung jawabkan, memuaskan kebutuhan pelanggan,
mencakup pekerjaan di lab. permanen, di luar lab. permanen

dan

atau

di

lab.

sementara

bergerak,

dan

bersifat

independen.
2. Sistem mutu
Laboratorium harus menetapkan, menerapkan, memelihara,
mendokumentasikan dan mengkomunikasikan Sistem Mutu
3. Pengendalian Dokumen
Laboratorium harus memelihara dan mengendalikan semua
dokumen yang merupakan bagian dari sistem mutu
4. Kaji Ulang Permintaan, Tender & Kontrak
Laboratorium harus melakukan kaji ulang yang berkaitan
dengan kontrak pengujian, dan perbedaan apapun antara
permintaan, tender dan kontrak harus diselesaikan sebelum
pekerjaan dilakukan. Setiap kontrak dibuat atas persetujuan
Laboratoriun dan pelanggan
5. Subkontrak Pengujian
Laboratorium dapat mensubkontrakkan pekerjaan kepada
laboratorium lain (subkontraktor) yang kompeten.
6. Pembelian Jasa dan Pembekalan
Laboratorium harus memilih dan membeli
pembekalan

yang

penggunaannya

jasa

mempengaruhi

dan
mutu

penguji, dan memastikan bahwa jasa dan pembekalan yang


digunakan sesuai dengan persyaratan yang diperlukan
7. Pelayanan Kepada Pelanggan
Laboratorium harus melakukan kerja sama dengan pelanggan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilaksanakannya dengan
tetap menjaga kerahasiaan pelanggan lainnya
8. Pengaduan
Laboratorium harus menyelesaikan pengaduan dari pelanggan
atau pihak-pihak lain
9. Pengendalian Pekerjaan Pengujian/Kalibrasi Yang Tidak
Sesuai
Laboratorium harus mengendalikan pekerjaan pengujian atau
aspek apapun yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan atau persyaratan pelanggan yang telah disepakati
10.

Peningkatan

Laboratorium harus meningkatkan efisiensi sistemmanajemen


mutu secara berkelanjutan
11.
Tindakan Perbaikan
Laboratorium harus melakukan tindakan perbaikan terhadap
pekerjaan yang tidak sesuai atau menyimpang dari sistem
mutu yang telah ditetapkan, atau pelaksanaan teknis yang
telah diidentifikasi
12.
Tindakan Pencegahan
Laboratorium harus melakukan tindakan pencegahan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya ketidak sesuaian yang
serupa, atau untuk melakukan pengembangan sistem mutu
13.

Pengendalian Rekaman

Laboratorium harus mengendalikan semua rekaman mutu dan


rekaman

teknis

termaksuk

menjaga

keamanan

dan

kerahasiaannya.
14.
Audit Internal
Secara periodik laboratorium harus melakukan audit internal
sistem mutu yang dilaksanakan oleh auditor internal yang
terlatih
15.

Kaji Ulang Manajemen

Laboratorium harus melakukan kaji ulang manajemen minimal


1 kali dalam setahun, untuk memastikan kesinambungan dan
efektifitas penerapan sistem mutu
B. Persyaratan Teknis
1. Umum
1.1 Berbagai faktor
kehandalan
kondisi

yang

menentukan

pengujian/kalibrasi

akomodasi

dan

adalah

lingkungan,

kebenaran
faktor

metode

dan

manusia,
pengujian

metode kalibrasi validasi metode, peralatan, ketertelusuran


pengukuran, pengambilan sampel, penanganan sampel.
1.2

Setiap

faktor

tersebut

mempunyai

ketidakpastian

pengukuran.

memperhitungkan

faktor-faktor

kontribusi

pada

Laboratorium
tersebut

dlm

mengembangkan metode pengujian/kalibrasi, dlm pelatihan


dan kualifikasi pesonel dan pemilihan peralatan.
2. Personel
Semua pekerjaan di laboratorium dilaksanakan oleh personel
yang kompeten dibidangnya

3. Kondisi Akomodasi Dan Lingkungan


Laboratotium harus dilengkapi dengan fasilitas yang mampu
menjamin

kebenaran

unjuk

kerja

pengujian

serta

mengendalikan lingkungan yang dapat mempengaruhi mutu


hasil
4. Metoda Pengujian Dan Validitas Metoda
Laboratotium harus manggunakan metoda pengujian/kalibrasi
yang memenuhi keinginan pelanggan dan sesuai dengan
lingkup kegiatannya, dan yang secara teknis siap digunakan
5. Peralatan
Laboratorium

harus

dilengkapi

dengan

peralatan

untuk

menunjang kegiatannya yang mampu menghasilkan data


yang absah dan akurasi yang diperlukan.
6. Ketelusuran Pengukuran
Semua pengukuran yang dilakukan di laboratotium harus
tertelusur ke standar nasional/internasional atau pada bahan
acuan yang bersertifikat.
7. Pengambilan Sampel
Laboratorium yang melakukan pengambilan sampel harus
mempunyai rencana dan prosedur pengambilan sampel yang
akan diuji, untuk menghasilkan informasi yang diperlukan.
8. Penanganan Barang Yang Diuji Dan Dikalibrasi
Laboratorium yang melindungi keutuhan barang yang akan
diuji

dan

memberikan

perlindungan

laboratorium dan pelanggan


9. Jaminan Mutu Hasil Pengujian

atas

kepentingan

Laboratorium yang melakukan pengendalian untuk memantau


unjuk kerja dan keabsahan pengujian/kalibrasi yang dilakukan
10.
Pelaporan Hasil
Laboratorium yang melaporkan setiap hasil pekerjaannya
dengan akurat, jelas, tidak meragukan dan objektif dalam
bentuk laporan hasil pengujian yang digunakan

III. FAKTA EMPIRIK


Fakta yang ditemukan peneliti dalam lapangan adalah terkait
dengan persyaratan teknis yang menyangkut dengan kesediaan
personil. Padahal ISO 17025: 2008 menjelaskan yang terkait dengan
personil

bahwa

kompetensi
tertentu,

manajemen

semua
melakukan

menandatangani

personil

laboratorium
yang

pengujian,

laporan

pengujian.

harus

memastikan

mengoperasikan
mengevaluasi
Kemampuan

peralatan

hasil,
kerja

dan
setiap

individu, yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap


kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Laboratorium forensic yang bertempat di kepolisian daerah
Surabaya,

personil

setempat

mengatakan

bahwa

mereka

kekurangan personil khususnya dalam bidang kimia biologi forensic.


Mereka membutuhkan banyak personil yang memiliki kompetensi
dan dapat mengoperasikan alat-alat disana secara tepat. Mereka
mengaku kewalahan bila terjadi kasus besar karena alat sudah ada
dan memenuhi ISO tetapi kekurangan personil.

IV. ANALISIS
Tata Cara Pemeriksaan Bidang Serologi
Adapun dalam pemeriksaan sub bidang serologi
memiliki persyaratan dalam mengambil bukti maupun
memeriksa, sebagai berikut :
1. Pemeriksaan

barang

bukti

material

Biologi

dilaksanakan di Labfor Polri dan/atau di TKP.


2. Barang bukti material Biologi sebagaimana dimaksud
antara lain darah kering, darah segar, dan jaringan
tubuh;

rambut;

air

tumbuh-tumbuhan;

mani/sperma;

polen;

mikro

saliva/air

organisme

liur,
dalam

tanah; dan daging hewan.


Darah Segar
1. Gunakan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi
2. Tekan permukaan darah dengan sepotong kertas saring atau
kain kasa/kain putih yang bersih, sehingga darah terserap

3. Dalam hal darah ditemukan di beberapa lokasi, maka pada


setiap lokasi digunakan kertas saring atau kain kasa/kain putih
tersendiri
4. Serapan darah dikeringkan di ruang terbuka dengan di anginanginkan tanpa menggunakan alat pengering dan tidak boleh
langsung terkena sinar matahari
5. Serapan darah yang diambil

dari

masing-masing

lokasi

dimasukkan secara terpisah ke dalam amplop/sampul atau


wadah/kantong plastik, kemudian dibungkus dan masing-masing
diikat dilak, disegel, dan diberi label.
Darah Kering
1. Gunakan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi
2. Kerik darah kering dengan menggunakan alat kerik yang tajam
dan bersih
3. Kerikan darah ditampung pada sehelai kertas putih bersih
kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam amplop yang diberi
label
4. Dalam hal ditemukan lebih dari satu lokasi darah kering, setiap
lokasi

menggunakan

alat

kerik

yang

berbeda,

tidak

menggunakan yang bekas


5. Hasil kerikan dari setiap lokasi yang berbeda ditampung secara
terpisah
6. Dalam hal bercak darah kering yang tipis dan sulit untuk dikerik,
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Mengambil sepotong kain katun putih dan membasahi kain

tersebut dengan air suling/aquadest sampai lembab


Kain basah tersebut disapukan pada permukaan bercak

darah, sehingga bercak darah terserap


Serapan darah dikeringkan di ruang terbuka dengan di
angin-anginkan tanpa menggunakan alat pengering

dan

tidak boleh langsung terkena sinar matahari, kemudian


serapan dimasukkan dalam amplop/sampul kemudian diikat
dilak, disegel, dan diberi label.
Rambut

1. Rambut diambil sesuai dengan tata cara pengambilan barang


bukti rambut
2. Rambut dimasukan ke dalam lipatan kertas putih, lipatan kertas
putih dimasukan kedalam amplop dan diberi label
3. Apabila terdapat beberapa rambut, gunakan lipatan kertas putih
yang berbeda
4. Diperlukan bahan

pembanding

rambut

tersangka/korban,

dengan jumlah paling sedikit 3 helai rambut berikut akarnya


5. Rambut pembanding dibungkus secara terpisah, kemudian
diikat, dilak, disegel, dan diberi label
Air Mani/Sperma
1. Air mani/sperma diambil sesuai dengan tata cara pengambilan
barang bukti air mani/sperma
2. Air mani/sperma dalam keadaan kering
3. Air mani/sperma yang menempel pada barang yang mudah
diangkat (antara lain baju, sprei, sarung bantal, dan handuk),
dikirimkan beserta barangnya
4. Air mani/sperma yang menempel pada barang yang sulit
diangkat (antara lain kasur dan karpet), dikirimkan bagian yang
ada air mani/spermanya
5. Air mani/sperma yang terdapat pada lantai, dikeringkan dan
dikerik dengan alat yang tajam yang bersih, dimasukan ke dalam
lipatan kertas putih, lipatan kertas putih dimasukkan ke dalam
amplop/sampul serta diberi label
6. Setiap barang bukti dijaga agar tidak terkontaminasi, dibungkus
secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label
7. Apabila ditemukan air mani/sperma pada bagian tubuh korban
hidup (paha dan vagina) agar meminta bantuan suster/dokter
bidan Puskesmas setempat guna mengambil/mengumpulkan
barang bukti air mani/sperma tersebut
8. Diperlukan bahan pembanding air mani/sperma tersangka
9. Air mani/sperma pembanding dibungkus secara terpisah,
kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label
Apabila ditemukan pada benda yang mudah diangkat seperti pada
pakaian dalam dan luar, sprei, sarung bantal, dan handuk dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kumpulkan dan pilahkan masing-masing benda tersebut

2. Apabila benda-benda tersebut basah atau lembab keringkan


dahulu dengan cara mengangin-anginkan sebelum dibungkus.
Apabila ditemukan pada benda yang sulit diangkat seperti kasur
atau karpet lakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Gunting bagian kasur atau karpet yang mengandung air mani
dengan hati-hati
2. Masukkan guntingan kasur atau karpet yang mengandung air
mani tersebut ke dalam sampul.
Apabila ditemukan pada benda yang sulit diangkat seperti lantai
lakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Gunakan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi
2. Kerik air mani/sperma dengan menggunakan alat yang tajam
dan bersih
3. Kerikan air mani/sperma ditampung pada sehelai kertas putih
bersih kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam amplop,
kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label
4. Dalam hal ditemukan lebih dari satu lokasi air mani/sperma,
setiap lokasi menggunaan alat tajam yang berbeda, tidak
menggunakan yang bekas
5. Hasil kerikan dari setiap lokasi yang berbeda ditampung
secara terpisah.
Saliva/Air Liur
1. Saliva/air liur diambil sesuai dengan tata cara pengambilan
barang bukti Saliva/air liur
2. Saliva/air yang terdapat pada barang yang dapat diangkat
seperti puntung rokok, diangkat seluruh barangnya
3. Saliva/air yang terdapat pada barang yang tidak dapat diangkat
seperti bekas gigitan, diambil dengan cara menyerapnya dengan
kertas saring, kemudian di angin-anginkan hingga kering
4. Diperlukan bahan pembanding berupa darah tersangka
5. Masing masing barang bukti dan bahan pembanding dibungkus
secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label
6. Barang bukti saliva/air liur dapat ditemukan pada puntung rokok
atau benda-benda bekas gigitan
7. Ambil puntung rokok atau benda bekas gigitan yang dapat
diangkat dengan menggunakan pinset, masukan ke dalam
amplop, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label

8. Apabila terdapat beberapa puntung rokok atau benda bekas


gigitan yang dapat diangkat , masing-masing dibungkus secara
terpisah
9. Apabila benda bekas gigitan tidak dapat diangkat, serap
saliva/air liur dari benda tersebut dengan menggunakan kertas
saring atau kain kasa/kain putih, angin-anginkan hingga kering,
masukan ke dalam kantong plastik, kemudian diikat, dilak,
disegel, dan diberi label.
Hambatan

Laboratorium

Forensik

Dalam

Melaksanakan

Tugas dan Fungsinya


Yang dimaksud hambatan dalam hal ini adalah hal-hal atau
keadaan

yang

menjadi

faktor

penghambat

berkembangnya

Laboratorium Forensik pada umumnya dalam melaksanakan tugas


dan

fungsinya.

Faktor

penghambat

yang

dimaksud

adalah

kurangnya tenaga ahli yang dimiliki oleh pihak Laboratorium


Forensik sehingga barang bukti yang di kirim ke laboratorium untik
diperiksa menjadi terlambat.

V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peranan Laboratorium forensik dalam penyelesaian kasus
pada umumnya sudah dapat dikatakan sangat efektif dilihat
dari peranannya sebagai tempat pemeriksaan barang bukti di
Laboratorium Forensik guna kepentingan penyidikan tindak
pidana khususnya bidang serologi. Tidak sampai disitu saja
peranan Laboratorium Forensik sangat penting dalam hal
menentukan jenis golongan darah, kandungan yang terdapat
dalam cairan-cairan lainnya yang terdapat dalam tubuh dari
hasil uji Labfor tersebut dapat diketahui golongan darah,

kemudian setelah mengetahui golongan darah tersebut dari


hasil pemeriksaan penyidik dapat menentukan siapa orang
yang

terkait

dengan

kasus

tersebut

atau

langsung

menemukan tersangka dan menetapkan pasal yang akan


disangkakan bagi para tersangka atau terdakwa. Pemeriksaan
yang dilakukan melalui Laboratorium Forensik sangat besar
pengaruhnya dalam mendukung keyakinan hakim, dalam hal
membantu hakim dalam memutus suatu perkara dengan
adanya peran Labfor dalam sistem pembuktian atau sebagai
alat bukti di persidangan.
2. Laboratorium Forensik dalam
fungsinya

tidak

terlepas

menjalankan

dari

hambatan,

tugas
yaitu

dan
dalam

kekurangan tenaga ahli yang berkompetensi yang sesuai


dengan standar ISO/IEC 17025: 2008.
B. Saran
1.

Laboratorium

Forensik

dalam

menjalankan

tugas

dan

fungsinya agar senantiasa tetap meningkatkan pelayanannya


terhadap

masyarakat

pemeriksaan

secara

khususnya
Laboratoris,

pihak

yang

mengingat

meminta
pentingnya

peranan yang diberikan dalam proses pembuktian perkara di


pengadilan.
2. Hendaknya laboratorium forensik lebih banyak memiliki staf
ahli

dalam

pemeriksaan

barang

bukti

sehingga

proses

pemeriksaan dapat berjalan dengan cepat.


DAFTAR PUSTAKA
Eckert, W. G. (1980). Introduction to Forensic Sciences. United States of America: C.
V. Mosby Company.
Hamdani, N. (1992). Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Ismail. (2014). Peranan Laboratorium Forensik Cabang Makassar Dalam
Penyelesaian Kasus Narkotika Di Pare-Pare. Universitas Hasanuddin Makassar

http://www.labfor.polri.go.id/
http://wartalabfor.blogspot.com/
Selo, S & Soemardi, S. (1974). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta.
Makarim, E. (2005). Pengantar Hukum Telematika, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muller, J. (2006). Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Wirasuta, I. M. A. G. (2012). Pengantar Menuju Ilmu Forensik.

Anda mungkin juga menyukai