Anda di halaman 1dari 30

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Dasar Dasar MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah teknik pencitraan yang
digunakan terutama dalam pengaturan medis untuk menghasilkan
gambar berkualitas tinggi dari bagian dalam tubuh manusia. MRI
didasarkan pada prinsip-prinsip teknik resonansi magnetik nuklir (Hornak,
2011).
Komponen MRI terdiri dari magnet utama, Shim coil dan Gradient
coil, Radiofrequency (RF Coil, dan Sistem komputer.
a. Magnet utama
Magnet utama digunakan untuk memproduksi medan magnet
yang besar, yang mampu menginduksi jaringan atau objek sehingga
mampu menimbulkan magnetisasi dalam objek. Beberapa jenis
magnet utama adalah :
1) Magnet permanen
Magnet

permanen

terdiri

dari

material

yang

telah

dimagnetkan sehingga magnet ini tidak akan pernah kehilangan


sifat magnetnya. Bahan-bahan yang biasanya dipakai untuk
magnet ini adalah lempengan alumunium, nikel, dan cobalt
(Westbrook dan Kaut, 1998).
Magnet permanen memiliki kekuatan yang sangat rendah
antara 0.064T - 0.3T dan didesain dengan model terbuka untuk
kenyamanan pasien. Keuntungan

dari magnet ini adalah tidak

memerlukan konsumsi listrik yang tinggi serta biaya perawatan


murah (Blink, 2004).

Gambar 2.1 Permanen Magnet (Westbrook,1998).


2) Magnet resistif
Medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan
memberikan arus listrik pada kumparan. Kuat medan magnet yang
mampu dihasilkan mencapai 0,3 Tesla. Sistem resistif ini relatif
aman karena kemagnetannya bisa dimatikan (Westbrook dan
Kaut, 1998).

Gambar 2.2 Resistive magnet (Westbrook,1998)

3) Magnet superkonduktor

Pada

magnet

jenis

superkonduktor,

medan

magnet

dibangkitkan dengan arus listrik yang dialiri pada kumparan kawat.


Kumparan ini direndam pada pendingin yang terdiri dari cairan
helium yang bersuhu hingga -269oC untuk menghilangkan
hambatan listriknya. Magnet superkonduktor bisa menghasilkan
medan magnet berkekuatan hingga 12 Tesla.
Selain kekuatan medan magnet yang tinggi, keunggulan dari
magnet superkonduktor adalah homogenitas magnet yang tinggi
serta konsumsi listrik yang rendah. Selain itu, Signal to Noise
Ratio (SNR) yang dihasilkan juga tinggi dan scan time yang
singkat.
Namun kelemahan dari magnet superkonduktor adalah
harga dan biaya perawatannya mahal. Adanya akustik noise
(suara yang bising selama pemeriksaan), serta motion artifacts
(Westbrook dan Kaut, 1998).
b. Shim coil
Shim coil adalah coil resistif yang digunakan untuk mengoreksi
inhomogenitas

medan

magnet.

Homogenitas

magnet

akan

mempengaruhi kualitas citra. Shim coil terbuat dari metal atau


kumparan yang dialiri arus dan terletak didalam gantri pada MR
scanner, sepanjang magnet dan gradient coil (Westbrook dan Kaut,
1998).

c. Gradient coil

Gradient coil digunakan untuk membangkitkan suatu medan


magnet yang mempunyai fraksi-fraksi kecil terhadap medan magnet
utama. Gradien digunakan untuk memvariasikan medan pada pusat
magnet. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus antara
ketiganya, yaitu bidang x, y, dan z. Fungsi yang berbeda-beda sesuai
dengan irisan yang dipilih (axial, sagital, atau coronal), gradien ini
digunakan sesuai dengan koordinat dimensi ruang yang meliputi
Gradien pemilihan irisan (slice selection) yaitu Gz, Gradien pemilihan
fase (phase encode), yaitu Gy dan Gradien pemilihan frekuensi
(frequency encode), yaitu Gx.

Gambar 2.3 Koil Gradient (Bitar et al, 2006).

d. Radiofrequency Coil

10

Fungsi
mengeksitasi

utama

dari

magnetisasi

radiofrequency
dan

untuk

coil

menerima

adalah
sinyal

untuk
dari

magnetisasi yang tereksitasi. Kedua fungsi ini bisa dilakukan dengan


menggunakan koil receiver dan transmitter yang berbeda. Namun
sebagai alternatif, koil yang sama dapat digunakan sebagai receiver
dan transmitter sekaligus. Pemilihan koil radiofrekuensi ini bervariasi
sesuai dengan objek yang ingin diperiksa (Kuperman, 2000).
e. Sistem Komputer dan Console
Sistem pada pesawat MRI dikontrol melalui Operator Console
yang terdapat pada ruang control. Dengan piranti lunaknya, komputer
ini dapat melakukan tugasnya dalam hal operator input, pemilihan
potongan, kontrol sistem gradien, kontrol sinyal RF. Workstation pada
tempat tersendiri juga memungkinkan fungsi-fungsi post-processing
lainnya untuk dilakukan tanpa mengganggu operasi scanner. Dengan
adanya komputer ini maka dimungkinkan pula adanya sistem transfer
data pada jaringan Rumah sakit yang mencakup PACS dan sistem
Teleradiologi (Mc.Robbie et al, 2006).

11

Gambar 2.4 Instrumentasi Dasar MRI (Westbrook, 1998)


2. Dasar Fisika MRI
a. MR Active Nuclei
Prinsip fisika MRI didasarkan pada sifat magnetik yang dimiliki
oleh setiap inti atom. Inti atom terdiri dari dua partikel yaitu proton dan
netron. Pergerakan presisi pada sumbu (spinning) akan menghasilkan
momen dipole magnetic disebut juga dengan spin. Sebuah inti yang
mempunyai jumlah proton dan netron genap akan mempunyai momen
magnetik yang bernilai nol. Sedangkan untuk inti dengan jumlah
proton dan netron ganjil akan mempunyai nilai momen magnetik. Inti
atom hydrogen merupakan MR active Nuclei yang digunakan pada
pencitraan MRI klinis karena jumlahnya yang sangat banyak pada
tubuh manusia dan proton inti atom Hidrogen mempunyai momen
magnetik yang besar. Dalam keadaan normal, spinning proton atom
hidrogen adalah random sehingga orientasi dalam jaringan tubuh

12

manusia tidak menimbulkan nilai magnetisasi atau sama dengan nol


(Westbrook dan Kaut, 1998).
b. Presisi dan frekuensi Larmor
Tiap-tiap inti hidrogen membentuk Net Magnetization Vector
(NMV) spin pada sumbu atau porosnya. Pengaruh dari Bo atau
magnet utama akan menghasilkan spin sekunder atau gerakan NMV
mengelilingi Bo. Spin sekunder ini disebut presesi, dan menyebabkan
magnetik

momen

bergerak

secara

sirkular

mengelilingi

Bo.

Pergerakan itu disebut precessional path dan kecepatan gerakan


NMV mengelilingi Bo disebut frequency path dengan satuan
frekuensi MHz, dimana 1 Hz= 1 putaran per detik.

Gambar 2.5 Presisi (Westbrook dan Kaut, 1998).


Frekuensi Presesi disebut juga dengan frekuensi Larmor
karena dapat

ditentukan dengan menggunakan persamaan larmor

sebagai berikut:

o = B o x
Dimana, o = frekuensi Larmor
= koefisien gyromagnetic
Bo = medan magnet eksternal
(Westbrook dan Kaut, 1998).

13

Berdasarkan

persamaan

diatas

dapat

diketahui

bahwa

frekuensi presisi proton atom hidrogen tergantung pada kuat medan


magnet yang diberikan pada jaringan dan nilai gyromagnetis inti atom.
Semakin besar kuat medan magnet dan nilai gyromagnetic rasio
maka semakin cepat presisi proton. Frekuensi Larmor ini merupakan
dasar terjadinya resonansi pada MRI (Westbrook dan Kaut, 1998).
c. Resonansi
Resonansi adalah fenomena yang terjadi ketika sebuah objek
dikenai gerakan yang mempunyai frekuensi sama atau mendekati
nilai frekuensi objek tersebut. Apabila tubuh pasien diletakkan di
dalam medan magnet eksternal yang sangat kuat, maka inti-inti
atomnya akan berada pada arah yang searah atau berlawanan arah
dengan medan magnet luar dan inti-inti atom itu akan mengalami
perpindahan dari suatu tingkatan energi ke tingkat energi yang lain.
Proses perpindahan energi ini sering kali merubah arah dari net
magnetization vector (NMV), akibatnya vektor dapat berubah arah
dari arah longitudinal atau parallel dengan arah medan magnet luar,
kearah yang lain. Peristiwa ini terjadi apabila inti atom menyerap
sejumlah energi untuk berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi
atau melepaskan sejumlah energi untuk berpindah ke tingkat energi
yang lebih rendah. Energi untuk terjadinya proses ini didapat dari
energi pulsa radiofrekuensi (RF). Agar fenomena resonansi terjadi,
gelombang radio (RF) yang diberikan harus mempunyai frekuensi

14

Larmor yang sama dengan frekuensi Larmor hidrogen, yaitu 42,6


MHz.
Ketika pulsa RF diberikan, inti atom akan menyerap energi,
yang akan membuatnya berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi
dan akan menjadikannya berputar antiparallel. Ketika resonansi
magnetik dihentikan inti atom akan kehilangan energi dan kembali ke
posisi semula. Kelebihan energi ini dipancarkan oleh masing-masing
inti atom dan akan membuatnya meluruh ke tingkat yang lebih
rendah. Proses ini dinamakan relaksasi.
d. Sinyal FID (Free Induction Decay)
Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan melepaskan
sejumlah energi ke lingkungan yang dikenal dengan peristiwa Free
Induction Decay (FID). Energi yang dilepaskan proton berupa sinyal
yang selanjutnya akan ditangkap oleh koil penerima sebagai data
awal proses pembentukan citra.

Gambar 2.6 FID (Free Induction Decay)


(Westbrook dan Kaut, 1998)
e. Fenomena T1 dan T2
Pada saat pulsa RF dihentikan (off), akan terjadi proses
dimana NMV kehilangan energi yang dikenal dengan relaksasi.
Ada dua fenomena yang terjadi pada saat terjadinya relaksasi yaitu
jumlah magnetisasi pada bidang longitudinal secara perlahan semakin

15

meningkat yang dikenal dengan peristiwa recovery dan pada saat


yang sama jumlah magnetisasi pada bidang transversal akan meluruh
yang dikenal dengan decay.
Recovery pada magnetisasi

longitudinal disebabkan oleh

suatu proses yang disebut dengan T1 recovery, sedangkan decay


pada magnetisasi

transversal disebabkan suatu

proses

yang

disebut dengan T2 decay. T1 recovery disebabkan oleh karena nuclei


memberikan energinya

ke lingkungan

sekitarnya

atau

lattice,

sehingga sering disebut dengan Spin-Lattice Relaxation. Energi yang


dibebaskan ke lingkungan sekitar akan menyebabkan magnetisasi
bidang longitudinal akan semakin lama semakin menguat (recovery)
dengan

waktu

eksponensial
diperlukan

recovery

yang

konstan

dan

berupa

proses

yang disebut waktu relaksasi T1, yakni waktu yang

oleh

suatu

jaringan

untuk

mencapai

pemulihan

magnetisasi longitudinal hingga 63%.


Setiap jaringan memiliki waktu relaksasi yang berbeda-beda.
Perbedaan waktu relaksasi inilah yang nantinya akan menyebabkan
kontras pada gambaran MRI. Sebagai contoh, lemak memiliki waktu
relaksasi
memiliki

T1 sekitar 180 ms sedangkan cairan


waktu

cerebrospinal

relaksasi T1 sekitar 2000 ms. Sehingga untuk

mencapai waktu relaksasi


dibanding dengan

T1 (63%),

lemak

akan lebih cepat

cairan cerebrospinal. Dengan demikian untuk

pembobotan T1, jaringan dengan waktu relaksasi T1 pendek (lemak)


akan tampak terang sedangkan jaringan dengan waktu relaksasi T1
panjang (cairan cerebrospinal) akan tampak gelap.
T2 decay dihasilkan oleh adanya pertukaran energi antar
nuklei

yang

satu

dengan

nuklei

yang

lain

disekitarnya.

16

Pertukaran energi antar nuklei ini dikenal dengan Spin-Spin


Relaxation

dan

akan

menghasilkan

decay

pada

magnetisasi

transversal. Waktu yang diperlukan suatu jaringan kehilangan


energinya hingga 37% dari energi semula dikenal dengan waktu
relaksasi T2 . Waktu relaksasi T2 akan lebih pendek dari pada waktu
relaksasi T1. Secara

umum

pada

pembobotan

T2,

jaringan

dengan waktu relaksasi T2 panjang (seperti cairan cerebrospinal


sekitar 300 ms) akan tampak terang dan jaringan dengan waktu
relaksasi T2 pendek (seperti lemak sekitar 90 ms) akan tampak gelap.

Gambar 2.7 Spin lattice relaxation / T1


(Westbrook dan Kaut, 1998)

17

Gambar 2.8 Spin relaxation / T2 (Westbrook dan Kaut,1998)


3. Pulsa Sekuen MRI
Pulsa Sekuen adalah serangkaian even yang meliputi pulsa
radiofrekuensi, pengaktifan gradien, dan pengumpulan sinyal yang
dilakukan untuk menghasilkan gambaran MRI. Beberapa jenis sekuen
yang sering digunakan dalam diagnostik klinis antara lain Sekuen Spin
Echo, Fast Spin Echo, Gradient Echo, Inversion Recovery, Echo Planar
Imaging, serta Magnetic Resonance Angiography. Setiap sekuen memilki
parameter yang berbeda-beda untuk menghasilkan pembobotan yang
berbeda-beda pula. Pembobotan kontras pada masing-masing sekuen
tersebut memilki karakteristik tertentu sehingga dapat digunakan untuk
menilai suatu proses patologis (Bitar et al, 2006).
a. Spin Echo
Sekuen Spin echo (SE) merupakan pulsa sekuen gold
standard yang biasa digunakan pada setiap pemeriksaan. Spin Echo
(SE) ini dilakukan dengan mengaplikasikan pulsa 90 eksitasi, diikuti

90

180

18

dengan aplikasi pulsa 180 rephasing. Gambar pembobotan T1


digunakan untuk menampakkan anatomi karena memiliki SNR yang
tinggi bersamaan dengan kontras enchancement yang dapat
menampakkan patologi. Pembobotan T2 dapat menampakkan
patologi (Westbrook dan Kaut, 1999).
Keuntungan SE adalah kualitas gambar baik, sangat
serbaguna dan pembobotan T2 yang sensitif pada patologi,
sedangkan keterbatasan SE yaitu waktu scanning relatif lama
(Westbrook dan Kaut, 1999).
b. Fast Spin Echo
Fast Spin Echo (FSE) adalah salah satu pengembangan dari
sekuen Spin Echo. FSE dilakukan untuk mempercepat waktu scan,
dengan mengaplikasikan beberapa kali pulsa 1800 rephasing dalam
satu TR. Pengaplikasian beberapa pulsa 180 dalam satu TR
menghasilkan rangkaian echo yang disebut dengan ETL (Echo Train
Length).

FSE banyak digunakan untuk pembobotan T2 karena

waktu bisa lebih singkat (Westbrook dan Kaut, 1999).

Gambar 2.9 Phase Encode pada Fast Spin Echo (Echo Train)
(Westbrook dan Kaut, 1998)

19

Keuntungan FSE adalah waktu scanning yang singkat, high


resolution matrix dan multiple NEX dapat digunakan, meningkatkan
kualitas gambar dan meningkatkan infromasi T2. Keterbatasan FSE
adalah meningkatnya motion artifact dan flow artifact, Meningkatnya
flow artifact dan motion artifact tidak kompatibel dengan beberapa
opsi imejing, lemak tampak terang pada pembobotan T2, Image
blurring dapat terjadi karena koleksi data dilakukan dengan TE yang
berbeda-beda dan mengurangi efek suspectibility, tapi tidak sensitif
untuk hemorage (Westbrook dan Kaut, 1999).
c. Inversion Recovery (IR)
Inversion recovery merupakan sekuen dimana urutan
pulsanya dimulai dengan pulsa RF 180o inversi yang dilanjutkan
dengan pulsa RF 90o eksitasi lalu pulsa 180o rephase. Dengan
adanya pulsa inversi 180o ini maka NMW akan disaturasi penuh.
Ketika pulsa inversi dihentikan, maka NMW akan mengalami
relaksasi dan kembali menuju Bo. IR digunakan untuk menghasilkan
pembobotan Heavily T1 Weighted dengan dengan perbedaan
kontras yang tinggi antara cairan dan lemak. Inversion Recovery
terdiri dari Short Tau Inversion Recovery (STIR) dan Fluid Attenuated
Inversion Recovery (FLAIR) (Westbrook dan Kaut, 1999).

180Keuntungan IR adalah SNR


180
bagus karena TR panjang dan
kontras T1 sangat bagus. Kekurangan IR adalah waktu scanning
panjang, namun kini IR bisa dikombinasikan dengan FSE sehingga
waktu scanning bisa berkurang (Westbrook dan Kaut, 1999).
4. Radiofrequency Coil (RF Coil)

20

RF coil diperlukan untuk mengirim dan menerima gelombang


frekuensi radioyang digunakan dalam scanner MRI. RF coil adalah salah
satu komponen yang paling penting yang mempengaruhi kualitas gambar.
Menurut Kuperman (2000), RF coil yang diperlukan bervariasi tergantung
tujuan dari pemeriksaan MRI, misalnya pemeriksaan otak diperlukan koil
yang menghasilkan radiofrekuensi yang homogen, akan tetapi jika
keragaman radio frekuensi tidak diperlukan seperti pemeriksaan columna
vertebralis menggunakan surface coil atau koil permukaan yang tersedia
dalam berbagai ukuran dan bentuk geometri.
Ada tiga kategori koil RF yaitu koil pengirim, koil penerima dan koil
pengirim penerima. Beberapa jenis koil RF pada pemeriksaan MRI
(Zhou, 2006) diantaranya :
a. Surface Coil atau Koil Permukaan
Surface coil ditempatkan dekat dengan objek (sumber sinyal).
Keuntungan dari koil jenis ini adalah memiliki SNR yang tinggi untuk
pencitraan struktur superficial. Circular surface coil adalah salah satu
contoh dari koil permukaan.

Gambar 2.10 Circular surface coil (Kuperman, 2000)


Menurut Westbrook dan Kaut (1998) pada surface coil yang
berbentuk lingkaran jangakauannya hanya di sekeliling area koil.
Apabila menggunakan koil RF yang besar area penerimaan sinyal
luas dan lebih mudah memposisikan koil ke pasien sehingga pasien

21

lebih nyaman. Akan tetapi aliasing

akan meningkat dengan

menggunakan FOV yang kecil, SNR dan resolusi spasial rendah.


Biasanya digunakan dalam pemeriksaan dada dan perut. Sebaliknya
pada penggunaan koil radio frekuensi kecil artefak aliasing akan
berkurang,

SNR

dan

spasial

resolusi

akan

meningkat.

Kekurangannya bila menggunakan koil ini adalah penerimaan sinyal


kecil, posisi koil terhadap pasien kurang nyaman. Digunakan pada
pemeriksaan pergelangan tangan, tulang belakang dan lutut.

Gambar 2.11 surface coil (J Blink, 2004)


b. Volume Coil
Koil volum dapat berperan sebagai pemancar radiofrekuensi
sekaligus dan penerima sinyal sehingga sering disebut transreceiver.
Koil ini mengelilingi keseluruhan anatomi dan juga bisa digunakan
untuk pemeriksaan kepala, ekstremitas atau body imaging. Koil
kepala dan koil body yang merupakan konfigurasi bird-cage
digunakan

untuk

pencitraan

yang

relatif

berarea

luas

dan

menghasilkan SNR yang seragam dari keseluruhan volume imaging.


Meskipun koil volume dapat menghasilkan keseragaman eksitasi
pada area yang luas tetapi karena ukurannya yang besar koil ini pada

22

umumnya

menghasilkan

citra

dengan

SNR

yang

rendah

dibandingkan dengan tipe koil yang lain (Westbrook dan Kaut, 1998).
Quadrature Coil merupakan koil yang memilik dua
preamplifier penerima dua sinyal yang mendapatkan phase 90 yang
berbeda. Dapat meningkatkan SNR dan mengurangi pulse power
sampai

setengahnya.

Menghasilkan

homogenitas

yang

baik

dibanding semua koil (Zhou, 2006)

Gambar 2.12 Birdcage coil (J Blink, 2004)


Kualitas sinyal yang dihasilkan oleh koil volume dapat
ditingkatkan dengan signifikan menggunakan proses yang disebut
quadrature excitation and detection. Ini memungkinkan sinyal
dipancarkan dan diterima dengan dua pasang koil. Koil quadrature
sering digunakan untuk mengirim RF dan menerima sinyal MR.
c. Phased Array Coil
Disebut juga multi koil yang dapat mencakup objek lebih
besar tanpa menimbulkan noise. Koil phased array terdiri dari
beberapa koil permukaan. Koil permukaan mempunyai SNR yang
tinggi. Dengan menggabungkan 4 sampai 6 koil permukaan adalah
mungkin untuk menciptakan koil dengan daerah sensitif yang besar.
Pada koil phased array, masing masing koil tidak saling
berhubungan sehingga SNR tidak terganggu. Kondisi tersebut sangat
menguntungkan dalam mencakup objek yang lebih panjang pada
pemeriksaan tulang belakang dengan kasus multiple metastases,

23

kekurangan dari koil ini adalah harganya yang mahal dan waktu
pemeriksaan yang lebih lama (Blink, 2004).

Gambar 2.13 Phased array coil (J Blink, 2004)


d. Quadrature Coil
Quadrature coil atau sirkuler terpolarisasi dapat memiliki
bentuk pelana atau sebagai surface coil. Kesamaan yang mereka
miliki adalah bahwa mereka terdiri dari setidaknya dua loop kawat
yang ditempatkan pada sudut kanan satu sama lain. Keuntungan dari
desain ini adalah bahwa mereka menghasilkan 2 sinyal yang lebih
dari single loop coils. Saat ini, sebagian volume coil adalah
quadrature coil (Blink, 2004).
5. Kualitas Citra MRI
Kualitas pencitraan MRI sangat mempengaruhi kemampuan
untuk memberikan gambaran kontras pada jaringan lunak tubuh. Kualitas
ini sangat dipengaruhi oleh faktor alat dan faktor struktur atom penyusun
tubuh. Dalam memilih parameter diupayakan agar gambar yang dihaslkan
optimal dalam scanning yang singkat.
Optimisasi pada pemeriksaan MRI sangat perlu diketahui oleh
seorang radiografer dengan cara mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi kualitas gambar. Kualitas gambar MRI yang optimal
ditentukan oleh tiga karakteristik, yaitu contras to noise ratio (CNR),

24

spatial resolusi, signal to noise ratio (SNR). CNR adalah perbedaan SNR
antara organ yang saling berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukan
perbedaan daerah yang patologis dan sehat (Westbrook dan Kaut, 1998).
a. Signal to Noise Ratio (SNR)
SNR adalah perbandingan antara besarnya amplitudo sinyal
dengan amplitude noise. SNR dipengaruhi oleh :
1) Densitas Proton daerah yang diperiksa, dimana semakin tinggi
densitas proton, semakin tinggi nilai SNR-nya.
2) Tebal Irisan, dimana semakin besar ukuran ketebalan irisan atau
potongan akan menghasilkan volume voxel, maka akan semakin
tinggi pula nilai SNR.
3) TR, TE, dan Flip Angle. Flip angle yang rendah menghasilkan
SNR rendah, TR yang panjang dapat meningkatkan SNR dan TR
yang pendek dapat mengurangi SNR, sedangkan TE yang
panjang dapat mengurangi SNR dan TE yang pendek dapat
meningkatkan SNR.
4) NEX, dimana jika NEX bertambah maka jumlah data yang
tersimpan pada K-Space juga bertambah. Hubungan lebih rinci
yaitu jika NEX digandakan maka hanya meningkatkan SNR
sebesar 1,4.
5) Medan magnet yang lebih kuat akan meningkatkan longitudinal
magnetization karena lebih banyak proton yang sejajar dengan
sumbu utama dari medan magnet. SNR yang tinggi bisa
dimanfaatkan

untuk

resolusi yang baik .

menghasilkan

gambar

dengan

spasial

25

6) Receive Bandwidth, semakin kecil bandwidth maka noise akan


semakin berkurang.
7) Penggunaan koil yang dipasang sedekat mungkin dengan obyek
Menurut NessAiver, ada beberapa metode pengukuran SNR
pada phantom adalah, yaitu :
a)

Metode 1 : dengan mengukur sinyal dan background noise


pada strip diluar phantom pada satu gambar

b)

Metode 2 : dengan dua gambar, yang pertama,


mengukur sinyal didalam phantom dan mengukur noise
dari sekuens dengan flip angle 0.

Kedua metode tersebut menghasilkan hasil yang serupa. Jika


ada perbedaan besar pada hasil keduanya, mengindikasikan adanya
masalah pada hardware.

Gambar 2.14 Metode pengukuran SNR (NessAiver, 1996)


Menurut Mc.Robbie, et al (2006) persamaan untuk menghitung nilai
SNR

organ adalah sebagai berikut :

26

SNR =

Tabel 1. Pengaruh perubahan pencitraan dan sekuen parameter


terhadap SNR (Weishaupth, 2006)
Perubaan pada Parameter
Meningkatkan slice thickness
Meningkatkan FOV
Mengurangi FOV pada phase-encoding direction
Meningkatkan TR
Meningkatkan TE
Meningkatkan ukuran matrix pada frequencyencoding direction
Meningkatkan ukuran matrix pada phase-encoding
direction
Meningkatkan NEX
Meningkatkan magnetic field strength
Meningkatkan receiver bandwidth
Employing local coils
Partial Fourier imaging
Fractional echo imaging

SNR
meningk
at
meningk
at
menurun
meningk
at
menurun
menurun
menurun
meningk
at
meningk
at
menurun
meningk
at
menurun
menurun

b. Contrast to Noise Ratio (CNR)


CNR adalah perbedaan SNR antara organ yang saling
berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukan perbedaan antara
daerah patologis dengan daerah yang sehat. Dalam hal ini, CNR
dapat ditingkatkan dengan cara :
1) Menggunakan media kontras
2) Menggunakan pembobotan gambar T2
3) Memilih magnetization transfer

27

4) Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectral presaturation


Menurut Mc.Robbie, et al (2006) persamaan untuk menghitung
nilai CNR organ adalah sebagai berikut :
CNRab =
Dimana :
CNRab : Contrast Noise Ratio antara jaringan a dan jaringan b
Sa
: Intensitas jaringan a
Sb
: Intensitas jaringan b
c. Spatial Resolution
Spatial resolution adalah kemampuan untuk membedakan
antara dua titik secara terpisah dan jelas. Semakin kecil ukuran
voksel

resolusi

akan

semakin

baik

Spatial

resolution

dapat

ditingkatkan dengan :
Irisan yang tipis
1) Matriks yang halus atau kecil
2) FOV kecil
3) Menggunakan rectanguler/asymetric FOV bila memungkinkan
d. Scan Time
Scan time adalah waktu untuk menyelesaikan akuisisi data.
Scan time adalah penting dalam menjaga kualitas gambar, seperti
scan time panjang memberikan pasien lebih banyak kesempatan
untuk bergerak selama akuisisi. Setiap gerakan pasien mungkin akan
menurunkan gambar. Seperti beberapa iris yang dipilih selama
akuisisi volumetrik 2D dan 3D, gerakan selama jenis ini akuisisi
mempengaruhi semua irisan. Selama akuisisi berurutan, gerakan

28

pasien hanya mempengaruhi orang-irisan yang diperoleh saat pasien


bergerak. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu scan adalah:
(1) TR,
(2) jumlah pengkodean fase.
(3) NEX.
TR adalah waktu setiap pengulangan atau MR percobaan.
Menggandakan TR akan menggandakan waktu scan dan sebaliknya.
Jumlah fase pengkodean menentukan jumlah baris K space yang
diisi untuk menyelesaikan pemindaian. Jika jumlah pengkodean fase
dua kali lipat, waktu scan juga dua kali lipat. NEX adalah berapa kali
data dikumpulkan dengan yang sama kemiringan fase encoding
gradien. Menggandakan NEX ganda scan waktu dan sebaliknya.
6. Teknik Scanning MRI Knee Joint
a. Indikasi Pemeriksaan (Westbrook, 1999)
1) Gangguan pada internal sendi misalnya meniscal tears, cruciate
ligament tears, post perbaikan robek ligament, bursae.
2) Chondromalacia patella
3) Tumor tulang dan kerusakan tulang pada sendi lutut.
4) Joint effusion
b. Persiapan Pasien (Moeller dan Reif, 2003)
1) Mempersilakan pasien untuk buang air kecil ke Toilet sebelum
pemeriksaan dimulai.
2) Menjelaskan prosedur pemeriksaan.
3) Memberikan pasien ear plugs.

29

4) Melepaskan benda-benda logam pada tubuh pasien dan bendabenda yang dapat terpengaruh oleh medan magnet.
5) Mempersilahkan pasien mengisi check list atau kuesioner terkait
kontra indikasi pemeriksaan MRI.
c. Posisi (Moeller dan Reif, 2003)
1) Pasien diposisikan supine, feet first.
2) Coil yang digunakan adalah Knee Coil.
3) Memposisikan lutut pasien ke tengah-tengah coil.
4) Untuk mendapatkan gambaran ligament cruciate anterior maka
lutut pasien dirotasikan 1015 ke arah eksternal.
5) Pastikan lutut pasien berada ditengah-tengah coil.
d. Sekuen (Moeller dan Reif, 2003)
1) Scout : scanogram diambil pada 3 bidang irisan, yaitu sagital,
axial, dan coronal.
2) STIR coronal
3)

T2 Fat saturasi Coronal

4) Gradien Echo Sagital


5) Proton Density Fat saturasi Sagital
6) T2 Axial
7) Proton Density Fat Saturasi Axial
8) T1 Coronal

30

Gambar 2.15 Scanogram MRI Knee Joint irisan coronal


(Moeller dan Reif, 2003)

Gambar 2.16 Scanogram MRI Knee Joint irisan sagital


(Moeller dan Reif, 2003)

31

Gambar 2.17 Scanogram MRI Knee Joint irisan axial


(Moeller dan Reif, 2003)
e. Informasi diagnostik yang dapat dilihat dari MRI Knee Joint
(Woodward, 2001)
1) Ligament pada lutut (soft tissue)
2) Mensicus
3) Bony Surfaces (tulang)

7.

Anatomi Knee Joint (Sendi Lutut)


Persendian atau artikulasio adalah suatu hubungan antara dua
buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan
ikat pada bagian luar dan pada bagian dalam terdapat rongga sendi
dengan permukaan tulang yang dilapisi oleh tulang rawan. Fungsi dari
sendi secara umum adalah untuk melakukan gerakan pada tubuh
Sendi lutut merupakan bagian dari extremitas inferior yang
menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi dari

32

sendi lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki. Dan untuk
menggerakkan kaki ini juga diperlukan antara lain :
a. Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi
b. Capsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang
yang bersendi supaya jangan lepas bila bergerak
c. Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang
mengatur luasnya gerakan.
d. Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk
mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi.
e. Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang
merupakan penghubung kedua buah tulang yang bersendi
sehingga tulang menjadi kuat untuk melakukan gerakangerakan tubuh.
Sendi lutut ini termasuk dalam jenis sendi engsel , yaitu
pergerakan dua condylus femoris diatas condylus tibiae. Gerakan yang
dapat dilakukan oleh sendi ini yaitu gerakan fleksi , ekstensi dan sedikit
rotation (Lumonga, 2004)

33

(a)

(b)

Gambar 2.18 (a) MRI Genu Irisan Coronal, (b)Anatomi Genu Irisan Coronal
(Moeller dan Reif, 2007)
Keterangan:
1. Vastus lateralis muscle
2. Femur (shaft)
3. Superior lateral genicular artery
4. Vastus medialis muscle
5. Iliotibial tract
6. Superior medial genicular artery
7. Lateral femoral condyle
8. Medial collateral ligament
9. Popliteus muscle (tendon)
10. Intercondylar fossa
11. Transverse ligament of knee
12. Anterior cruciate ligament
13. Lateral meniscus (intermediate
portion)
14. Medial femoral condyle
15. Lateral Tibial Condyle

16. Medial meniscus (intermediate


portion)
17. Anterior ligament of fibular head
18. Medial intercondylar tubercle
19. Peroneus (fibularis) longus
muscle
20. Medial tibial condyle
21. Inferior lateral genicular artery
22. Inferior medial genicular artery
23. Extensor digitorum longus
muscle
24. Pes anserinus (superficial)
25. Anterior tibial recurrent artery
and vein
26. Tibia (shaft)
27. Tibialis anterior muscle

34

(a)

(b)

Gambar 2.19 (a) MRI Genu Irisan sagital, (b) Anatomi Genu Irisan sagital
(Moeller dan Reif, 2007)
Keterangan:
Femur (shaft)
Vastus medialis muscle
Quadriceps muscle
Semimembranous muscle
Suprapatelar bursa
Popliteal artery
Patellar anastomosis
Poplietal vein
Patella
Joint capsule
Subcutaneous prapatellar bursa
Femur (intercondylar part)
Anterior cruciate ligament
Oblique popliteal ligament
15. Infapatellar fad pad

16. tibial nerve


17. inferior lateral genicular artery and
vein
18. Posterior cruciate ligament
19. Subcutaneous infrapatellar bursa
20. Medial intercondylar tubercle
21. Transverse ligament of knee
22. Plantaris muscle
23. Patellar ligament
24. Gastrocnemius
muscle
(lateral
head)
25. Head of Tibia
26. Popliteus muscle
27. Deep infrapatellar bursa
28. Soleus muscle

35

B. Kerangka Teori
Teknik
pemeriksaan MRI
Knee Joint

Sekuens
TR
TE
FOV
Slice Thickness
Interslice
Matrix
Flip Angle
Bandwith
Pasien

Extremity
coil

Citra MRI
Knee Joint

Perbandingan
SNR

Flex coil

Citra MRI
Knee Joint

Perbandingan
Informasi
Anatomi
HASIL

Anda mungkin juga menyukai