Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penelitian-penelitian telah dilakukan terhadap bangsa arab melalui benda-benda purbakala
yang menunjukan bahwa bangsa arab telah telah mengenal tulisan sebelum kedatangan islam.
Hal ini merujuk pada abad III masehi. Sebagian besar benda-benda purbakala terdapat di
kawasan selatan semenanjung Arabia, Karena masih adanya ketrkaitan dengan kebudayaan
Persia dan Yunani. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa sebelum islam datang itu sudah
berdiri sekolah-sekolah.
Sekolah-sekolah itu diasuh oleh para pengajar yang mempunyai status tinggi, semisal abu
sufyan ibn Umayah ibn Abdi Syams, Bisyri ibn Abdul Malik as-Sakuniy, Abu Qais ibn Abdi
Manaf ibn zuhrah dan lain sebagainya.bahkan bangsa Yahudi pun telah memahami bahasa
arab dan mengajarkannya kepada anak-anak di Madinah pada masa awal. Kemudian
datanglah agama islam dan di Aus dan Khazraj telah ada beberapa orang yang pandai
menulis.
Al-kamil, begitu sebutan untuk orang yang bisa menulis, memanahah dan pandai berenang.
Akan tetapi para penyair mayoritas membanggakan hafalan dan kekuatan ingatan mereka.
Setelah kita menyimak apa yang digambarkan diatas bahwa islam datang disaat tradisi
menulis dan menghafal sudah mulai ada di daratan tanah arab. Sehingga tidak diragukan lagi
ketika islam datang yaitu melalui Nabi Muhammad SAW tradisi tulis sudah ada dan mulai
tersebar luas ketika islam berkembangan diantara mereka. Apalagi dikala pemerintahan
dipegang oleh Rasulallah maka segala sesuatu hal yang kaitannya dengan kenegaraan seperti
perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan juga memerlukan ahli tulis. Hal terbukti
karena karakter risalah membawa konsekuensi pada maraknya para pelajar, pembaca dan
penulis. Terlebih lagi persoalan wahyu yang memerlukan ahli tulis. Sehingga dengan
demikian ajaran yang dibawa oleh Rasulallah SAW perlu dituliskan sehingga Al-Quran
menjadi bentuk mushaf yang dapat dengan mudah untuk dibaca dan dimengerti isi
kandungannya. Sama halnya dengan hadis yang sifatnya sama dengan Al-Quran yaitu
sebagai sumber hukum islam yang pada prosesnya secara berangsung-angsur sesuai dengan
kebutuhan itu perlu adanya penulisan dan pembukuan hadist atau dengan kata lain kodifikasi
hadist. Dengan demikian tidak ada ajaran Rasulallah SAW yang hilang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas permasalahan secara
mendetail mengenai hal-hal sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan sejarah perkembangan hadis ?
2. Mengapa hadist dikodifikasikan ?
a.

Kondisi islam pada masa Rosul

b. Kondisi Islam sepeninggal Rosul


3. Bagamana perkembangan kodifikasi Hadist ?
a.

Sejarah kondifikasi

b. Periodisasi
c.

Isi dan Lafad

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sejarah Perkembangan Hadist
Menurut H. Endang Soetari AD dalam bukunya yang berjudul Ilmu Hadits. Yang dimaksud
dengan perkembangan hadits adalah masa atau periode-periode yang telah dilalui oleh hadis
semenjak dari masa lahirnya dan tumbuh pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat
dari generasi ke generasi.(1994 : 29)
Sedangkan menurut Drs. Fathur Rahman dalam bukunya yang berjudul Musthalahul Hadits.
Yang dimaksud dengan periodisasi tentang sejarah dan perkembangan hadits disini ialah :
fase-fase yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan
hadits, Sejak Rasullullah masih hidup sampai terwujudnya kitab-kitab yang dapat dilihat
sekarang ini.(1987:69)
Terdapat berbagai cara untuk menguraikan tentang sejarah pertumbuhan dan perkembangan
hadits. Salah satunya ada yang mengemukakan dengan cara menghubungkan dengan masa
kehidupan Rasulullah SAW, para Sahabat atau Tabiin. Adapula yang membaginya dengan
cara mengemukakan berbagai kegiatan yang berkenaan dengan hadits. Sehingga dapat kami
simpulkan bahwa sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits adalah fase-fase yang
dilalui oleh hadits semejak Rasullulah masih hidup sampai dengan generasi-generasi
berikutnya sehingga terwujudnya kitab-kitab yang dapat disaksikan sampai sekarang ini.

B. Sekitar Penulisan Hadis

1. Masa Nabi
Tentang penulisan hadis pada masa awal, ada tiga pendapat yang berkembang. Pertama,
mereka yang berpendapat bahwa masa Nabi dan sahabat, tidak ada tulisan ataupun catatan
sama sekali, sehingga tidak ada bukti tertulis yang diketahui para tabiin tentang hadis Nabi.
Penulisan dan kodifikasi hadis baru dilakukan jauh setelah itu, yakni masa para tabiin,
itupun atas perintah penguasa Abbasiyyah. Hal ini terbukti, tidak adanya bukti tertulis dari
Nabi atau sahabat yang asli. Pandangan ini dipegangi kelompok yang mempersoalkan
orisinalitas hadis Nabi.
Kedua, pendapat yang dikemukakan Jumhur Ulama Hadis Sunni, yang menyatakan bahwa
penulisan hadis sejak masa Nabi sudah dilakukan, hanya bersifat perseorangan, yang ditulis
para sahabat tertentu untuk dirinya sendiri. Mereka berpandangan, tertundanya penulisan,
kompilasi dan kodifikasi hadis, karena beberapa hal; yakni, minimnya sarana tulis dan
kemampuan untuk menulis dengan baik, hafalan para sahabat yang kuat dan larangan Nabi
untuk menulis hadis.
Ketiga, pendapat yang menyatakan penulisan hadis sudah marak pada masa Nabi --meski
tidak semua hadis sudah selesai ditulis--bahkan tercatat ada 52 sahabat yang memiliki tulisan
Hadis, yang ini menjadi rintisan kodifikasi hadis.
Argumen yang mereka pegangi adalah tradisi tulis menulis sudah ada bahkan telah marak
pada masa Nabi, sebagai bukti : (I) Banyaknya penulis wahyu, mencapai 40 0rang (ii)
Adanya penulis resmi untuk kenegaraan, seperti surat menyurat dan perjanjian-perjanjian (iii)
Adanya izin Nabi yang membebaskan tawanan perang Badr dengan ditukar mengajar baca
tulis pada 10 orang (iv) Adanya Hadis Riwayat Abu Daud, yang artinya Mengapa engkau
tidak mengajar wanita itu mengobati cacar, sebagaimana engkau mengajari mereka menulis.
Dari tiga pendapat di atas, penulis cenderung mengikuti pandangan yang menyatakan bahwa
penulisan hadis sudah ada sejak masa Nabi dan banyak dilakukan oleh para sahabat,
sebagaimana tercatat dalam sejarah adanya manuskripmanuskrip peninggalan abad 1 H dan
banyaknya riwayat sahabat dan tabi’in yang menyatakan pernah melihat dan
meriwayatkan hadis-hadis dari tulisan para sahabat. Hanya saja, memang seluruh hadis Nabi
belum tertulis dan Jurnal Online http://uin-suka.info/ejurnal Powered by Joomla! Generated:
25 December, 2008, 02:55 tercatat pada masa awal secara tuntas.
Dengan demikian, bila sejak masa Nabi tradisi tulis menulis sudah marak dan banyak sahabat
yang menulis hadis, maka adanya alasan belum tertulisnya dan terkodifikasinya hadis secara
tuntas masa Nabi atau alasan tertundanya kodifikasi hadis bukan karena kelangkaan sarana
tulis, minimnya kemampuan menulis dan rendahnya kualitas tulisan mereka. Argumen yang

mendasari adalah: pertama, karena sejarah telah mencatat keberhasilan penulisan al-Quran
secara tuntas dan pengkodifikasiannya masa sahabat. Kedua, seandainya para sahabat
memiliki kemauan menulis hadis secara total, pasti tidak ada kesulitan untuk
mewujudkannya,

sebagaimana

terhadap

al-Quran.

Kalau

para

sahabat

terbatas

kemampuannya dalam menulis, mustahil al-Quran selesai ditulis.


Ketiga, untuk apa dilarang menulis hadis, kalau mereka tidak dianggap tidak memiliki
kemampuan. Adanya larangan melakukan sesuatu berarti pula penegasan adanya
kemungkinan besar sesuatu itu dapat dilakukan. Dengan demikian, adanya anggapan bahwa
mayoritas umat pada saat itu minim kemampuan tulis dan baca serta lebih mengandalkan
kemampuan verbal atau kekuatan ingatan, bukan berarti me-generalisasikan semua sahabat
dalam taraf yang sama dari kapasitas kekuatan hafalan dan bahwa tidak ada yang bisa
menulis dengan baik.
2. Masa Sahabat (Khulafaurasyidin)
a.

Kholifah Abu Bakar dan Umar


Kholifah Abu Bakar dan Umar menyerukan kepada seluruh umat islamuntuk lebih berhatihati dalam meriwayatkan hadist, serta meminta kepada para sahabat untuk menyelidiki
riwayat.
Kebijaksanaan ini dimaksudkan :

1. Untuk memelihara Al-quran


2. Agar ummat islam, perhatiannya hanya tercurah pada penyebaran Al-Quran
3. Agar masyarakat tidak bermudah-mudah dalam meriwayatkan hadist
Akibat dari kebijaksanaan ini adalah:
1. Periwayatan hadist, sedikit sekali (sangat terbatas)
2. Hadist dan ilmu hadist, belum merupakan pelajaran yang bersifat khusus
3. Pengetahuan dan penghafalan hadist umumnya masih bersifat individual
Menurut periwayat Hakim dan Sayidah Aisyah, bahwa sesungguhnya Abu Bakar As Shidiq
telah mengumpulkan hadist-hadist Rosul sekitar 500 buah.
Adapun khalifah Umar bin Khatab, beliau telah secara tegas melarang para sahabat
memperbanyak meriwayatkan hadist.
Khalifah Umar bersikap demikian, karena beliau tidak menghendaki umat Islam
mencurahkan perhatiannya kepada selain daripada Al-Quran.
b. Kholifah Ustman dan Ali

Pada masa Ustman dan Ali,keadaanya tidak terlalu berbeda dengan kholifah Abu bakar
dan Umar, tentang sikap pemerintah terhadap peiwayatan dan pendewanan Hadist.
Kholifah Ali memberi isyarat kepada para sahabat untuk tidak mendewankan atau
membuat catatan-catatan selain dari Al-Quran , agar tidak meninggalkan Al-Quran.
3.Masa Tabiin
a.

Intruksi Umar Bin Abdul Aziz tentang pendewanan hadist


Khalifah Umar Bin Abdul Aziz melihat, bahwa Rasulullah dan Khulafaurasyidin tidak
membukukan hadist rasul, diantara sebabnya yang terpenting adalah karena dikhawatirkan
akan terjadi bercampur aduknya Al-Quran dengan yang bukan Al-Quran, sedang pada saat
Khalifah Umar Bin Abdul Aziz memerintah, Al-Quran telah selesai di kodifisir secara resmi
dan lestari. Dengan demikian, maka bila hadist-hadist rasul didewankan atau dikodifikasikan,
tidaklah akan mengganggu kemurnian Al-Quran.
Dengan demikian, maka latar belakang dan motif Khalifah Umar bin Abdul Aziz
mengeluarkan intruksi untuk menulis atau mendewankan hadist itu ialah :

1. Al-Quran telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga tidak dikhawatirkan lagi akan
bercampur dengan hadist.
2. Telah makin banyak para perawi/penghafal hadist yang meninggal dunia. Bila dibiarkan
terus maka hadist akan terancam punah.
3. Daerah Islam semakin meluas.
4. Pemalsuan-pemalsuan hadist semakin menghebat.
Pelopor Pendewanan (kodifikator) hadist
Pelopor pendewanan (kodifikator) hadist yang pertama atas intruksi Khalifah Umar bin
Abdul Aziz ialah :
1. Muhammad ibnu Hazm (wafat tahun 117 H)
2. Muhammad ibnu Syihab Azzuhry (wafat tahun 124 H)
Alasannya ialah, bahwa Muhammad ibnu Syihab Azzuhry mempunyai beberapa kelebihan
dalam mendewankan hadist-hadist nabi, bila dibandingkan dengan Muhammad Ibnu Hazm.
Diantara kelebihan Azzuhry ialah :
1. Ia dikenal sebagai ulama besar dibidang hadist dibandingkan dengan ulama-ulama
sebelumnya.
2. Ia mendewankan seluruh hadist yang ada di Madinah.
3. Ia mengirimkan pendewanannya kepada seluruh penguasa di Madinah.

Ulama-ulama yang terkenal telah berhasil mendewankan hadist-hadist nabi, setelah masa
Muhammad ibnu Hazm dan Muhammad Ibnu Syihab Azzuhry diantaranya ialah :
1. Di mekah
2. Di Madinah

:
:

Ibnu Juraij (80-150 H/669-767 M)

Ibnu Ishaq (wafat 151 H)

Maliq Bin Anas (93-179 H/703-798 M)


3. Di Bashrah

Arrabi Ibnu Shabih (wafat 160 H)

Said Ibnu Abi Arrubah (wafat 156 H)


Hammad Ibnu Salamah (wafat 176 H)
4. Di Khufah

Sufyan Ats-Tsaury (wafat 161 H)

5. Di Syam

Al Auzaiy (wafat 156 H)

6. Di Wasith

Husain Al Wasithi (wafat 188 H)

7. Di Yaman

Mamar Al-Azdi (95-153 H)

8. Di Rei

Jarir Adl-Dlabby (110-188 H)

9. Di Khurasan :

Ibnu Mubarrak (118-181 H)

10. Di Mesir

Al-Laits Ibnu Saad (wafat 175 H)

C. Sejarah Kodifkasi Hadis


1.

Latar belakang munculnya pemikiran usaha kodifikasi


Banyak hal kehwatiran terhadap perkembangan hadis dimasa yang akan datang . akan tetapi
ada dua hal yang pokok yang mendorong Umar Bin Abdul Aziz untuk mengkodifikasi hadis.
Pertama, ia khawatir hilangnya hadis-hadis karena meninggalnya para ulama di medan
perang. Kedua , ia khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang sahih dengan hadishadis palsu.

2. Perkembangan Periodisasi Hadits


Berdasarkan referenesi yang kami dapat dalam bukunya H. Endang Soetari AD yaitu para
ulama dalam upaya berusaha untuk mengembangkan hadits da membinanya serta segala hal
yang mempengaruhi hadits tersebut sehingga para Ulama Muhaddisin membagi sejarah
hadits dalam beberapa periode. Ada yang membaginya pada tiga periode, lima periode dan
bahkan tujuh periode.

Berikut periodisasi sejarah hadits yang membaginya pada tujuh periode :


a.

Periode pertama : masa Rasullulah semenjak Rasullulah diangkat jadi Rasul sampai
wafatnya, disebut :
Masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam

b.

Periode kedua : masa sahabat besar yang dimulai dari Abu Bakar Ash Siddiq sampai
berakhirnya zaman Ali ibn Thalib (11 H - 40 H), disebut :
Zaman pematerian dan penyederhanaan/penyelidikan riwayah

c.

Periode ketiga : Masa Sahabat kecil dan Tabiin besar yang dimulai dari masa Amawiyah
sampai akhir abad pertama, disebut :
Masa penyebaran ke kota-kota (daerah-daerah)

d.

Masa pemerintahan Daulah Amawiyah angkatan kedua sampai Daulah Abbasiah angkatan
pertama, disebut :
masa penulisan dan pentadwinan

e.

Periode kelima, akhir daripada Daulah Abbasiyah yang pertama sampai awal pemerintahan
Daulah Abbasiyah angkatan kedua, disebut :
Masa penyaringan, pemilihan dan perlengkapan.

f.

Masa pemerintahan Abbasiyah angkatan kedua sampai dengan permulaan abad ke empat
hijriyah sampai jatuhnya kota bagdag 656 Hijriyah, disebut :
Masa pembersihan, penyusunan, penambahan dan pengumpulan.

g. Sesudah Daulah Abbasiyah tahun 656 H sampai sekarang, disebut :


Masa penyerahan, penghimpunan, pengtakhrijan dan pembahasan.
Menurut Doktor Muhammad Mustofa Al Ajami dalam bukunya Drs. M. Shuyudi Ismail,
yaitu:
1.

Pra Classical Hadits Literatur (masa sebelum pendewanan hadits yakni sebelum
dibukukannya hadits)
Periode ini terbagi menjadi empat fase antara lain:

a) Masa aktifnya para sahabat menerima dan menyampaikan hadits


b) Fase aktifnya para Tabiin menerima dan meriwayatkan Hadits dari para sahabat
c) Fase aktifnya para tabiit-tabiin menerima dan meriwayatkan hadits dari para Tabiin.
d) Fase aktifnya para guru dan ulama hadits mengajar di madrasah-madrasah islam.
2. Learning and Transmitting of hadits (masa penyebaran dan pengajaran hadits)
Periode ini terbagi menjadi tiga fase antara lain:
Fase pertama yaitu :
o Ahli Hadits dalam menyusun kitab-kitab Hadits memuat juga ayat-ayat Al-Quran, Ashar

sahabat dan Tabiin.


o Disemua kota besar yang masuk daerah islam, ada ahli-ahli haditsnya yang terkenal.
Fase kedua yaitu :
o Kitab hadits khusus hanya memuat hadits Nabi saja.
o Susunan hadits ada yang berdasarkan topic pembahasan masalah dan ada yang berdasarkan
nama-nama Sahabat.
o Perkembangan hadist dari segi pendewanannya, pengkajian dan pembahasannya, telah
mencapai puncaknya yang tinggi.
Sehingga dari berbagai argument diatas kami dapat menyimpulkan periode pra kodivikasi
dan pasca kodivikasi.
3. Periode Perkembangan Hadist Pada masa Rasullulah SAW.
Pada periode ini sejarah hadits disebut Ashr al-wahyi wa al-Takwin (masa turunnya wahyu
dan pembentukan masyarakat islam). Pada saat inilah hadits lahir, berupa sabda (aqwal), afal
dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan Al-Quran dlam rangka menegakkan Syariat
dan membentuk masyarakat Islam.
Hadits dterima para sahabat baik secara langsung seperti acara-acara ceramah, khutbah dll,
maupun tidak langsung dari segala acara hayat Nabi SAW, sebab majlis Nabi semuanya
majlis ilmiah; perilaku, penuturan, isyarat dan diamnya merupakan pedoman bagi hidup dan
kehidupan ummat Islam.
Para sahabat yang banyak menerima hadits dari Nabi SAW :
1.

Yang mula-mula masuk islam, seperti Abu Bakar, Umar Usman, Ali Abd Allah Ibn
Masud.

2.

Yang selalu menyertai SAW. Dan berusaha keras menghafal seperti : Abu Hurairah; yang
mencatatnya, seperti Abd Allah Ibn Amer ibn Ash.

3.

Yang lama hidupya sesudah Nabi Muhammad, dapat menerima hadits dari sahabat seperti
Anas ibn Malik, Abd Allah ibn Abbas.

4.

Yang erat hubungannya dengan Nabi SAW., yaitu ummah al-muminin, seperti : Aisyah,
Ummu Salamah.
Riwayat Rasulullah yang Melarang Menuliskan Al-Quran

1.

janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dari padaku, terkecuali Al-Quran. Dan
barang siapa telah menulis dari padaku selain Al-Quran, hendaklah ia menghapusnya

2. Abu Said Al Khudriy mengatakan:

kami merengek di hadapan Nabi SAW. Agar beliau mengijinkan kami menuliskan (riwayat
dari beliau tetap tidak berkenan (member ijin).
3.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata : Rasul SAW keluar dan kami sedang
menulis beberapa hadist. Lalu beliau bertanya : Apa yang kalian tulis itu? kami menjawab
Hadis-hadis yang kami dengar dari Tuan. Beliau bersabda :
kitab selain Kitabullah?Tahukah kalian ?Tidaklah tersesat umat-umat sebelum kalian,
kecuali karena kitab-kitab yang mereka tulis bersama Kitabullah Taala
Riwayat-riwayat yang membolehkan menuliskan hadis

A. Abdullah ibn Am ibn al-Ash ra. Aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasul
SAW.,untuk aku hafalkan. Tetapi kaum Quraisy melarangku, seraya beralasan : Engkau
menulis segala yang engkau dengar dari Rasulullah SAW Padahal Rasulullah SAW. Adalah
manusia biasa, yang berbicara di saat marah dan lega. Lalu aku menghentikannya. Kemudian
hal tersebut saya laporkan kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau menunjuk mulutnya seraya
berkata :
Tuliskanlah. Demi Dzat yang menguasai jiwaku, tidaklah keluar dari mulut ini kecuali yang
benar.
B. Diriwayatkan Rafi ibn Khudaij, bahwa ia berkata, kami bertanya kepada Rasulullah SAW. :
Wahai Rasulullah, kami mendengar banyak hal darimu. Apakah kami (boleh)
menuliskannya?beliau menjawab :
Tuliskanlah, dan tidak mengapa
C. Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik, bahwa ia berkata, Rasulullah SAW. Bersabda :
Kendalikanlah ilmu (kalian) dengan tulisan.
Dan beberapa riwayat lain.
Ulama berusaha mengkompromikan antara riwayat yang berisi larangan dan yang berisi
kebolehan. Pendapat itu dirangkum menjadi :
Sebagian ulama berpendapat, bahwa hadits Abu Said al-Khudriy mauquf alaih
(ditangguhkan). Sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Pendapat ini diriwayatkan dari AlBukhari dan yang lain.
Bahwa larangan penulisan hadits terjadi pada awal Islam karena khawatir terjadi
percampuran antara Al-Quran dan Hadits. Namun tatkala kaum muslimin bertambah banyak,
dan mereka telah mengenal Al-Quran dengan baik serta bisa membedakan dengan hadist,
maka hilanglah kekhawatiran itu. Sehingga hukuman larangan itu terhapus, menjadi
dibolehkan. Berkenaan dengan dengan hal ini, ar-Ramahurmuziy berkata : Hadist Abu Said

al-Khuriy berbunyi : Kami sangat ingin Nabi mengijinkan kami menulis Hadits, tetapi beliau
tidak berkenan (member ijin itu). Saya kira hal itu terpelihara saat awal hijrah dan tatkala
masih dikhawatirkan kesibukan menulis hadist membuat orang lalai terhadap Al-Quran.
4.

Pertumbuhan Dan Perkembangan Hadis Pada Masa Kodifikasi


Kodifikasi hadis atau tadwin hadis pada periode ini adalah kodifikasi atau pembukuan hadis
secara resmi yaitu berdasarkan perintah kepala Negara yang melibatkan beberapa tokoh
sahabat yang memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Dengan artian bahwa
kodifikasi yang di lakukan bukan untuk dirinya sendiri saja tapi juga untuk orang lain.
Usaha tersebut dimulai pada masa pemerintahan Islam yang dipimpin oleh Khalifah Umar
Bin Abdul Aziz (Khalifah ke delapan dari kehalifahan bani Umayah), beliau
menginstruksikan kepada para pejabat daerah supaya memperhatikan dan mengumpulkan
hadis dan para penghafalnya. Sebagaimana beliau menginstruksikan kepada Abu Bakar Bin
Muhammad ibn Amar ibn Hazam selaku Gubernur Madinah.
perhatikan atau periksalah hadis-hadis Rasulallah SAW. Kemudian tulislah! Aku hawatir
akan lenyapnya ilmu dengan meninggalnya para ulama (para ahlinya). Dan jangan kamu
terima, kecuali hadis Rasulallah SAW.

5. Tindak Lanjut Para Tabiin dan Tabiit Tabiin Terhadap Hadist


Malik bin Anas (wafat 93-179 H) telah berhasil mewariskan kepada kita sebuah kitab tadwin.
Dengan kitabnya yang berjudul Al-muwato yang disusun pada tahun 143 H. dan para ulama
menilainya sebagai kitab tadwin yang pertama.
Pentadwinan berikutnya dilakukan oleh Muhammad Ibn Ishaq (w.151 H) di madinah, ibn
Huraij (80-150 H) di Mekah, ibn Abi Zibin Hammad Bin Salamah (w. 176 H) di Basrah,
Sufyan Ats-tsuri (97-161 H) di Kufah, Al-Auzai (88-175 H) di Syam, Maamar Bin Rasyid
(93-153 H) di Yaman, Ibn Al-mubarak (118-181 H) di Khurasah, Abdulloh Bin Wahab (125197 H) di Mesir dan Jarir Ibnu Abd Al-Hamid (110-188 H) di Rei.

BAB III
KESIMPULAN

Setelah kita menelaah sekian banyaknya pembahasan yang disajikan, tidak relevan apabila
kita tidak memberikan suatu penerangan yang cukup dari pada permasalahan tersebut. Maka
dari itu kami mencoba untuk menyimpulkan beberapa kesimpulan sebagai brikut :
Pertama, sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis merupakan fase-fase yang dilalui
oleh hadis semejak Rasulallah masih hidup sampai dengan generasi-generasi berikutnya
sehingga terwujudnya kitab-kitab yang dapat disaksikan sampai sekarang ini.
Kedua, sebelum hadist dikodifikasikan terdapat beberapa fase diantaranya masa Rasulallah,
sahabat (khulafaurasyidin) dan Tabiin. Kemudian pada masa Tabiin yaitu oleh Umar bin
Abdul Aziz. Karena ada dua hal yang pokok yang mendorong beliau untuk mengkodifikasi
hadis yaitu .Pertama, ia khawatir hilangnya hadis-hadis karena meninggalnya para ulama di
medan perang. Kedua , ia khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang sahih dengan
hadis-hadis palsu.
Ketiga, perkembangan kodifikasi hadist dilukiskan pada perodisasi hadist. Ada yang
berpendapat, perodisasi dibagi pada tiga periode, lima periode dan bahkan tujuh periode.
Kemudian dapat di garisbesarkan ke dalam 2 tahap. Pertama, masa belum pendewanan hadits
yakni sebelum dibukukannya hadits. Kedua, masa penyebaran dan pengajaran hadits.

DAFTAR PUSAKA
Ajaj Al khatib, Muhammad, Ushul Hadist, Goya media
Alawi Almaliki, Muhammad, Ilmu Ushul Hadis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006.
http://uin-suka.info/ejurnal
http://maktabah-islamiyah.blogspot.com/2008/06/sejarah-kodifikasi-hadits-nabi.html

Ismail, Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa, Bandung, 1987.


Ismail, Syuhudi, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Bulan Bintang, Jakarta, 1995.
Mudasir, Pustaka Setia
Nata, Abuddin, Al-Quran dan Hadist, RajaGrafindo, Jakarta, 2000.
Rahman, Fachtur, Mushthalahul hadist,Almaarif, Bandung, 1987.
Soetari, Endang, Ilmu Hadits, Amal Bakti Press, Bandung, 1994.

Anda mungkin juga menyukai