Anda di halaman 1dari 6

FORM REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


_____________________________________________________________________________________________
Nama Dokter Muda

: M Danar Januari

NIM: 06711244

Stase

: Ilmu Kedokteran Jiwa

Identitas Pasien
Nama / Inisial

: Tn. s

No RM

: 0041970

Umur

: 43 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Diagnosis/ kasus :

Axis I

: F 20.0 Skizofrenia Paranoid

Axis II

: Kepribadian schizoid

Axis III

: Belum ditemukan

Axis IV

: Belum ditemukan

Axis V

: Highest level past year GAF 30


Current level GAF 60

Pengambilan kasus pada minggu ke: 3


Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman sifatnya wajib)
a.
b.
c.
d.
e.

Ke-Islaman*
Etika/ moral
Medikolegal
Sosial Ekonomi
Aspek lain

Form uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus yang diambil ).

Pasien laki-laki usia 43 tahun datang ke poli jiwa RSJ GRHASIA dengan
keluhan sering mengamuk dirumah, dan memukul orang tua, pasien merasa dibenci oleh
semua orang yang dia temui, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Pasien juga
merasa mendengar suara bisikan dari telingannya, yang seperti membicarakan tentang
dirinya dan menjelek-jelekkan. Pasien juga pernah merasa melihat bayangan orangorang yang tidak menyukainya dan ingin mencelakainya. Saat datang pasien tidak
merasa sulit tidur, nafsu makan turun.
Diagnosis :

Page 1

Axis I

: F 20.0 Skizofrenia Paranoid

Axis II

: Kepribadian paranoid

Axis III

: Belum ditemukan

Axis IV

: Belum ditemukan

Axis V

: Highest level past year GAF 30


Current level GAF 60

2. Latar belakang /alasan ketertarikan pemilihan kasus

Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di


Indonesia. Gangguan jiwa dapat menyerang semua usia. Sifat serangan penyakitnya
biasanya akut dan bisa kronis atau menahun (Hawari, 2003). WHO menyatakan paling
tidak ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah mental, diperkirakan ada sekitar
450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat di negara Asia Timur menunjukan
adanya peningkatan jumlah pasien dengan gangguan jiwa. Pada waktu bersamaan
kemiskinan dan tidak adanya akses kepada asuransi kesehatan membuat masalah ini
makin parah. Menurut data DEPKES tahun 2007 jumlah gangguan jiwa di Indonesia
saat ini mencapai 28 juta orang dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6% dari
populasi dan 0,46% gangguan jiwa berat.
Gangguan jiwa psikosa terbanyak adalah skizofrenia. Dengan insidensi kasus
sekitar 0,01% per tahun, bukan hal yang mengejutkan bila makin banyak penduduk
dunia yang menjadi Orang Dengan Skizofrenia. Studi epidemiologi menyebutkan bahwa
perkiraan angka prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia berada pada posisi 1-2 %
dari sekitar 207 juta jiwa penduduk Indonesia. Jika diasumsikan 1% dari penduduk
Indonesia, maka ada sekitar 20,7 juta jiwa penduduk Indonesia yang menderita
skizofrenia
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu Skizo yang artinya retak atau pecah
(split), dan frenia yang artinya jiwa. Dengan demikian, seseorang yang menderita
Skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian. Skizofrenia sendiri baru ditemukan pada awal abad 18 oleh Benedict
Morer. Dia menemukan orang yang seperti lupa segalanya, bersikap kekanak-kanakan.
Namun, penyakit itu baru diberi nama Skizofrenia oleh Eugen Bleuler 20 tahun
kemudian.
Mengingat masih tingginya angka kejadian skizofrenia pada orang Indonesia,
Page 2

maka diagnosis dini yang tepat dan pengobatan secara tuntas mutlak diperlukan guna
mengurangi angka kejadian dari skizofrenia di Indonesia.
Kekambuhan gangguan jiwa adalah peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala
gangguan psikis atau jiwa yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan. Pada kasus
gangguan jiwa kronis, diperkirakan 50% penderita gangguan jiwa kronis akan
mengalami kekambuhan pada tahun pertama, dan 70% pada tahun yang kedua.
Kekambuhan biasa terjadi karena ada hal-hal buruk yang menimpa penderita gangguan
jiwa, seperti diasingkan oleh keluarganya sendiri (Wiramisharjo, 2007). Penelitian yang
dilakukan oleh Widjayanti (2008) mengenai harga diri klien gangguan jiwa di RS
Grhasia Yogyakarta menunjukkan ada hubungan yang signifikan (p=0,004) antara
dukungan keluarga dengan harga diri klien gangguan jiwa di rumah sakit ini.

3. Refleksi dari Sosial Ekonomi

Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama,
maupun status sosial-ekonomi. Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan
pribadi. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai
gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh
jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman
atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan
keluarganya karena pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat
dan tepat.
Bagi para penderita gangguan jiwa tidak mungkin dapat mengatasi kejiwaannya
tanpa bantuan orang lain terutama keluarga. Peran keluarga dalam kesembuhan dan
kekambuhan penderita gangguan jiwa sangat penting, karena keluargalah orang yang
paling dekat dengan penderita gangguan jiwa. Seperti yang diungkapkan oleh Chandra,
ketua Himpunan Jiwa Sehat Indonesia (HJSI) bahwa untuk meningkatkan kesembuhan
dan menurunkan tingkat kekambuhan selain dari terapi farmakologi, dukungan dari
keluarga sangatlah penting. Psikoterapi suportif dan terapi keluarga berupa edukasi
kepada keluarga untuk lebih memaklumi kondisi pasien sehingga tidak terlalu
memberikan beban pikiran terhadap pasien, berlaku baik dan tidak kasar ataupun keras.
Tiap anggota keluarga harus menunjukkan kasih sayang mereka kepada pasien agar
pasien tidak merasa sendiri dan dikucilkan. Penderita gangguan jiwa sangat memerlukan
Page 3

perhatian dan empati dari keluarganya. Selain itu keluarga juga harus menumbuhkan
sikap mandiri pada penderita, mereka harus sabar serta menghindari sikap Expressed
Emotion (EE) atau reaksi berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu
memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan dan
menimbukkan kekambuhan.
Dari beberapa teori mengatakan bahwa penderita gangguan jiwa terutama
skizofrenia lebih sering pada masyarakat golongan tidak mampu ini juga berhubungan
dengan penghasilan yang rendah dan pekerjaan yang tidak tetap. Pernyataan ini
didukung oleh penelitian Saifullah (2005) di Badan Pelayanan Kesehatan Jiwa Aceh,
bahwa 95,1% penderita yang relaps berasal dari golongan ekonomi tidak mampu. Biaya
pengobatan termahal diantara semua penyakit yang ada, salah satunya adalah gangguan
jiwa. Proses dalam pengobatan gangguan jiwa membutuhkan biaya relatif mahal dan
tidak cukup dalam masa satu kali pengobatan saja melainkan harus berulang kali. Tidak
hanya itu saja yang mahal, obatnya juga bukanlah obat-obat yang murah. Hal ini
menimbulkan masalah baru bagi penderita dan keluarganya, apalagi pada penderita yang
tidak mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah.

4. Refleksi ke-Islaman

Adakalanya, seseorang berada pada saat-saat yang menyenangkan, tetapi ada


pula kita akan berada pada posisi yang tidak kita harapkan. Semua itu sudah menjadi
takdir yang telah Allah Taala tetapkan untuk makhluk-makhluk Nya namun tidak semua
orang sanggup memahami dang menerima dengan ikhlas apa yang sedang menjadi
masalahnya. Dalam perspektif Islam, setiap penyakit merupakan cobaan yang diberikan
oleh Sang Pencipta Allah SWT kepada hamba-Nya untuk menguji keimanannya. Sabda
Rasulullah SAW yang artinya Dan sesungguhnya bila Allah SWT mencintai suatu
kaum, dicobanya dengan berbagai cobaan. Siapa yang ridha menerimanya, maka dia
akan memperoleh keridhoan Allah. Dan barang siapa yang murka (tidak ridha) dia akan
memperoleh kemurkaan Allah SWT (H.R. Ibnu Majah dan At Turmudzi).
Dari segi keislaman sebagai dokter muslim kita wajib menjelaskan penyebab dari
penyakit, keadaan pasien yang sebenarnya, tujuan pengobatan, dan pasien wajib berobat
jika sakit karena anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah yang
Page 4

dianugerahkan-Nya

untuk

dimanfaatkan,

bukan

untuk

disalahgunakan

atau

diperjualbelikan.
Kondisi sehat dan kondisi sakit adalah dua kondisi yang senantiasa dialami oleh
setiap manusia. Kita sebagai umat-Nya selalulah berbaik sangka kepada Allah SWT
karena Allah SWT tidak akan menurunkan suatu penyakit apabila tidak menurunkan
juga obatnya, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam shahihnya, dari
sahabat Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:

Allah SWT tidak menurunkan sakit, kecuali juga menurunkan obatnya
(HR Bukhari).
QS. Al-Syu`ara [26]: 80


Apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku
Kandungan makna demikian ini juga mengantarkan pada sebuah
pemahaman bahwa setiap ada penyakit pasti ada obatnya, dan apabila obatnya itu
mengenai

penyakitnya

sehingga

memperoleh

kesembuhan,

maka

kesembuhannya itu adalah atas ijin dari Allah SWT. Sebagaimana diisyaratkan
dalam hadist Nabi Saw dari riwayat Imam Muslin dari Jabir bin Abdillah,
Rasulullah Saw bersabda:


Setiap penyakit pasti ada obatnya, apabila obatnya itu digunakan untuk
mengobatinya, maka dapat memperoleh kesembuhan atas ijin Allah SWT (HR.
Muslim).

Umpan balik dari pembimbing

Page 5

Yogyakarta 23 mei 2014


TTD Dokter Pembimbing

Prof. Dr. dr. H. Soewadi, MPH, Sp.KJ (K)

Page 6

TTD Dokter Muda

M Danar Januari

Anda mungkin juga menyukai