Anda di halaman 1dari 2

TIPE BUDAYA

1. Budaya Tinggi (High Culture)


Budaya tinggi merupakan istilah, yang kini digunakan dalam sejumlah cara yang berbeda dalam
wacana akademik, yang paling umum artinya adalah himpunan produk budaya, terutama dalam seni,
dan umumnya diselenggarakan di penghargaan tertinggi oleh suatu budaya. Dalam istilah yang lebih
populer, hal ini mengacu pada budaya yang elit sebagai aristokrasi atau inteligensia.
Produk budaya yang paling dianggap sebagai bagian dari budaya tinggi yang paling mungkin telah
diproduksi selama periode peradaban tinggi, yang masyarakatnya berbasis perkotaan besar, canggih,
dan kaya akan penyediakan kerangka estetika koheren, memiliki lingkungan yang berskala pelatihan.
Lingkungan seperti itu memungkinkan seniman, sedekat mungkin, untuk mewujudkan potensi kreatif
mereka dengan sesedikit mungkin kendala praktis dan teknis.
Dalam penggunaan istilah secara lebih lanjut, budaya tinggi secara estetika dilihat sebagai budaya yang
paling superior dibandingkan tipe-tipe budaya lainnya.
2. Budaya Rakyat (folk cukture)
Folk culture sebagai budaya rakyat sebenarnya berawal dari konsep tentang rakyat pada zaman ketika
produksi ekonomi masih dalam bentuk feodalisme. Jadi, pengertian rakyat dalam kaitan ini mempunyai
relasi kekuasaan dengan pihak kerajaan. Atau lebih tegas lagi adalah rakyat (petani) versus raja,
sehingga, konsep folk culture pada akhirnya memang lebih dekat dengan produk kebudayaan yang
berkarakter tradisional, seperti lagu, musik, teater, serta bentuk kesenian lain yang bersifat tradisional.
Semuanya dicirikan dengan kesederhanaan (bahkan kevulgaran), karena memang sengaja dioposisikan
dengan konsep kehalusan dari pihak kerajaan. Dalam zaman moderen seperti sekarang, istilah rakyat
dapat mengacu pada kaum buruh dan sebagainya.
Budaya rakyat juga mengacu pada budaya yang ada dan dilakukan atau dihasilkan oleh kelompok kecil
yang homogen yang tinggal dalam suatu pedalaman tertentu dan terisolasi dari kelompok lainnya.
Budaya rakyat juga kadang diihami dari asal-usul suatu tempat. Penggunaan konotasi yang kuat dari
budaya asal akan terjadi jika suatu budaya rakyat diduplikasi, atau dipindahkan ke suatu daerah lain.
3. Budaya Massa (Mass Culture)
Budaya massa merupaka produk budaya industri. Hal ini bertolak belakang dengan budaya rakyat yang
dilihat sebagai karakteristik dari masyarakat tradisional. Budaya massa secara esensial merupakan
produk dari media massa. Munculnya budaya ersebut sebagai akibat dari massifikasi infustrialisasi dan
komersialisasi yang berorientasi pada keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Jika budaya rakyat
dibuatoleh sekelompok rakyat tertentu, budaya massa merupakan budaya yang hanya dikonsumsi oleh
masyarakat. Dari sudut pandang ini, masyarakat cenderung bersifat pasif.
4. Budaya populer (popular culture)
Istilah budaya populer terkadang digunakan dalam konteks yang mirip dengan budaya massa. Produk
dari budaya populer umumnya diapresiasi sejumlah besar masyarakat tanpa memerhatikan 'kualitas'
budaya itu sendiri. Contohnya beberapa program televisi terkenal, atau cerita fiksi yang populer di
masyarakat seperti cerita detektif. Akan tetapi, budaya populer tidak seperti budaya massa yang
terkadang memiliki konotasi yang pejoratif. Beberapa orang melihat budaya populer sebagai budaya
yang rendah atau bahkan berbahaya, namun beberapa yang lain, termasuk beberapa pemikir moderen,
berpendapat bahwa budaya populer merupakan budaya yang valid dan sama nilainya dengan budaya
tinggi.
5. Subculture
Subkultur merupakan istilah yang secara garis besar digunakan dalam sosiologi, yang mengacu pada
sekelompok grup yang memiliki kekhasan tersendiri yang menjadikan berbeda dengan kelompok lain.
Subkultur dapat terjadi karena perbedaan usia anggotanya, ras, etnisitas, kelas sosial, dan/atau gender,

dan dapat pula terjadi karena perbedaan aesthetik, religi, politik, dan seksual; atau kombinasi dari
faktor-faktor tersebut. Anggota dari suatu subkultur biasanya menunjukan keanggotaan mereka dengan
gaya hidup atau simbol-simbol tertentu. Jika suatu subkultur memiliki sifat yang bertentangan dengan
kebudayaan induk, subkultur tersebut dapat dikelompokan sebagai kebudayaan tandingan.
Contoh Kasus
Korean Wave Sebaga Budaya Populer
Demam korea atau korean wave merupakan hal yang tidak asing saat ini. Hal itu diakibatkan karena
penyebaran dan pengaruh budaya Korea di Indonesia, terutama melalui produk-produk budaya populer.
Film, drama, musik, dan pernak-pernik merupakan contoh dari produk budaya populer. Elemen-elemen
budaya populer Korea ini menyebarkan pengaruhnya di negara-negara Asia salah satunya Indonesia. Di
Indonesia, penyebaran budaya popular dari negeri gingseng ini dilihat sekitar tahun 2002 dengan
tayangnya salah satu ikon budaya popular berbandrol drama seri berjudul "Autumn in My Heart atau"
atau "Atumn Tale" yang lebih popular dengan judul "Endless Love" , ditayangkan stasiun TV Indosiar.
Keberhasilan drama seri Korea tersebut yang dikenal dengan Korean drama (K-drama) diikuti oleh
Koean drama lainnya. Tercatat terdapat sekitar 50 judul K-drama tayang di tv swasta Indonesia.
Demam korea ini pun terjadi pada hampir seluruh lapisan masyarakat, tetapi mayoritas populer di
kalangan remaja. Dari sini, terlihat bahwa budaya korea, baik dari segi film, musik, dan budaya lainnya
merupakan budaya populer yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia secara utuh,
tanpa memerhatikan kualitas budaya itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai