Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HEGEMONI BUDAYA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan Kelas 86
Dosen
MURNI HERMAWATY SITANGGANG

Disusun oleh :
1. Annastasya Putri ( 200210303068 )
2. Dinara Ayu Fatmasari ( 200210401039 )
3. Dini Maghfirah ( 200803103006 )
4. Marshanda Putri Mulyarani ( 200803103030 )
5. Nadya Khairina Aprilliyanti ( 200803103038 )

UNIVERSITAS JEMBER TAHUN 2020/2021 


KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul HEGEMONI
BUDAYA ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Pendidikan Kewarganegaraan yang dibimbing oleh Ibu Murni Hermawati Sitanggang. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan baru bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Murni Hermawati Sitanggang, selaku
dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat diharapkan nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Jember, 1 Oktober 2020

Penulis 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. 2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… 3
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………
1.3 Tujuan dan Manfaat………………………………………………………………….
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hegemoni Budaya
2.2 Konsep Hegemoni Budaya
2.3 Tantangan Hegemoni Budaya
2.4 Pengaruh media terhadap hegemoni budaya Korea
2.5 Hegemoni budaya pop Korea di Indonesia
2.6 Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengatasi hegemoni budaya
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA  
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi adalah proses yang mengarah pada penyempitan dunia, yaitu
semakin meningkatnya hubungan global dan pemahaman kita diatasnya. Hal ini
membuat interaksi di masyarakat dunia menjadi semakin terbuka karena mudah dan
cepatnya masyarakat dalam memperoleh informasi. Tidak hanya informasi yang dapat
disebarkan dengan cepat namun budaya juga dapat disebarkan dengan mudah melalui
media massa.
Globalisasi budaya yang terus berkembang dalam kehidupan masyarakat
memunculkan istilah baru yaitu budaya popular atau budaya pop. Budaya pop ini
berkaitan dengan tersebarnya suatu nilai – nilai maupun budaya dari suatu negara ke
negara lain. Semakin sering mengikat diri dari budaya pop, maka secara tidak sadar
budaya tersebut menjadi bagian dari kehidupan kita.
Hegemoni budaya disebut juga suatu keadaan yang membentuk keyakinan,
persepsi, nilai dan budaya suatu negara yang dibentuk oleh suatu kelompok tanpa
disadari sehingga melekat pada suatu masyarakat tanpa adanya paksaan.
Dalam suatu masyarakat, hegemoni budaya bukanlah praksis intelektual
monolitik maupun kesatuan sistem nilai-nilai, namun merupakan struktur strata sosial
yang kompleks dimana masing-masing kelas sosial dan ekonomi memiliki tujuan
sosialnya masing-masing. Setiap kelas juga memiliki logikanya masing-masing yang
memungkinkan anggotanya untuk berperilaku secara unik dan berbeda dari perilaku
anggota kelas-kelas sosial lainnya, namun semuanya hidup berdampingan sebagai
satu kesatuan masyarakat.
Karena memiliki tujuan sosial yang berbeda-beda, kelas-kelas dapat bersatu
menjadi satu masyarakat dengan misi sosial yang lebih besar. Di dalam masyarakat,
keterbatasan persepsi pribadi tersebut menghambat individu untuk memahami
eksploitasi sosio-ekonomi sistematis yang dimungkinkan oleh hegemoni budaya.
Karena adanya perbedaan dalam memahami status quo —hierarki sosio-ekonomi dari
budaya borjuis— kebanyakan orang menyibukkan diri dengan masalah pribadinya
masing-masing daripada memikirkan tentang masalah yang tidak langsung
berhubungan dengan mereka (masalah publik), sehingga mereka pun tidak
memikirkan atau mempertanyakan asal-muasal terjadinya ketidak adilan sosio-
ekonomi di bidang sosial, politik, maupun pribadi mereka.
Walaupun setiap orang menjalani hidup penuh makna dalam kelas sosialnya masing-
masing, tetapi pembagian kelas-kelas sosial terasa bedanya ketika dilihat per
kehidupan pribadi setiap individu. Namun, ketika dilihat secara keseluruhan
masyarakat, setiap orang memberikan kontribusi yang besar terhadap hegemoni
sosial. Meskipun keragaman sosial, ekonomi, dan kebebasan politik muncul karena
kebanyakan orang melihat kehidupan yang berbeda-keadaan, mereka tidak mampu
memahami pola besar hegemoni yang terbuat ketika kehidupan yang mereka saksikan
menyatu dalam satu masyarakat. Hegemoni budaya diwujudkan dan dipertahankan
oleh keberadaan kondisi-kondisi satuan yang berbeda-beda, sebuah perbedaan yang
tidak selalu sepenuhnya dirasakan oleh anggota masyarakat

1.2 Rumusan Masalah


2.1 Apa yang dimaksud dengan Hegemoni Budaya ?
2.2 Bagaimana konsep Hegemoni Budaya itu?
2.3 Apakah tantangan Hegemoni Budaya?
2.4 Bagaimana pengaruh media terhadap perkembangan hegemoni budaya Korea?
2.5 Bagaimana hegemoni budaya pop Korea di Indonesia dapat terjadi?
2.6 Bagaimanakah peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengatasi hegemoni
budaya?
1.3 Tujuan dan Manfaat
3.1 Untuk mengetahui apa itu Hegemoni budaya
3.2 Memberikan pemahaman mengenai dampak hegemoni budaya
3.3 Untuk meningkatkan rasa cinta tanah air 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hegemoni Budaya
Hegemoni berasal dari bahasa Yunani (Hegemonia) yang merujuk pada suatu kelas
social terhadap kelas sosial lain dalam masyarakat. Hegemoni adalah proses dominasi suatu
budaya terhadap kelompok lain. Hegemoni tercipta karena kemajuan Globalisasi termasuk di
dalamnya media masaa sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengetahui informasi dan
nilai – nilai budaya dari luar.
Berdasarkan dari pemikiran Gramsci Hegemoni merupakan suatu dominasi atas nilai
– nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan suatu kelompok masyarakat yang akhirnya
menjadi dominan pada suatu kelompok masyarakat lainnya. Hegemoni terjadi ketika
masyarakat bersepakat dengan gaya hidup, dan cara piker dari kelas dominan tersebut.
Berdasarkan pemikiran Gramsci dapat disimpulkan bahwa hegemoni merupakan suatu
dominasi atas suatu nilai kehidupan, norma, ataupun kebudayaan suatu kelompok yang
akhirnya berubah mendominasi terhadap kelompok masyarakat lainnya.
2.2 Konsep Hegemoni Budaya
Hegemoni budaya dapat diartikan sebagai domisi dari kelompok budaya terhadap budaya
lainnya tanpa ancaman, kekerasan, sehingga ide – ide, cara hidup, cara pikir dari budaya
tersebut dapat diterima oleh suatu kelompok sebagai sesuatu yang wajar.,
2.3 Tantangan Hegemoni Budaya
Globalisasi berfungsi bahwa orang-orang dari semua bangsa berpartisipasi dalam
kemajuan ilmu terapan dan diakui pantas berkat kelebihan kemampuan teknologinya.
Kecenderungan kolonialisasi diganti dengan kecenderungan pembentukan republik imperial
dari negeri-negeri yang baru merdeka menjadi sekedar pemasok bahan baku dan pasar bagi
produk industri manufakturnya.
Iming-iming saling ketergantungan (interdepedensi) antar kedua belah pihak,
nyatanya tidak terjadi semulus yang dibayangkan, praktiknya jauh dari yang diharapkan,
negara berkembang seperti Indonesia dengan karakter masyarakat yang lebih condong kearah
konsumtif, menjadi lahan basah bagi pasar negara pengembang teknologi dan industri
Apalagi ketika globalisasi di buka dengan kecepatan penuh dengan kemajuan, dampaknya
akan jauh lebih miris lagi, karena berbagai macam budaya, dan ideologi asing masuk begitu
derasnya tanpa ada filter, imbasnya akan sungguh luar biasa, berbagai macam isu-isu atas
nama agama sulit di kendalikan, berbagai paham agama bermunculan bak jamur di musim
hujan. Arus globalisasi mengantarkan masyarakat tidak mengenal lagi budayanya sendiri,
karena tercampur adukan dengan budaya asing yang terbawa masuk, akibatnya budaya yang
berkembang di masyarakatpun menjadi budaya imitasi yang hanya bisa meniru dan latah
terhadap budaya luar. Ini semua akibat ‘sampah’ yang ikut menyumpal dan mengotori
comberan peradaban.
Nampaknya ini menjadi permasalahan serius karena secara perlahan nilai nilai budaya
lokal sendiri sudah hampir punah, berganti menjadi budaya hegemoni yang di dalangi dunia
luar, mirisnya kita ditekan terus untuk mengikuti budaya mereka, padahal jelas budaya kita
dengan mereka sangatlah berbeda.
Pemerintah saat ini keasikan dalam urusan politik, gonjing-ganjing politik yang tak
pernah mengenal titik usai, membuat negeri ini semakin labil. Sedang aspek agama, budaya,
peradaban dan segala permasalahan yang terjadi di dalamnya tak tersentuh, ini yang justru
lambat laun akan menjadi bom waktu yang kapan pun bisa meledak tanpa disadari.
Oleh sebab itu, sudah sepatutnya pemerintah sadar dari ‘romantisme iblis’ yang sarat
akan kepentingan-kepentingan golongan tertentu, dengan menciptakan regulasi dan tata
aturan yang jelas yang mampu membentengi diri dari kerakusan budaya yang semakin tak
mengenal batas, sehingga budaya original masih akan kita warisakan kepada anak cucu nanti
sebagai kekayaan yang tak ternilai, dan sebagai tanggul pertahanan dari arus globalisasi yang
siap menerjang tanpa bendung.
2.4 Pengaruh Media Terhadap Hegemoni Budaya Korea

Pengaruh media terhadap budaya lokal sudah tidak jarang lagi dirasakan oleh pengguna
media online, lebih tepatnya media instagram. Hegemoni ini kebanyakan dilakukan oleh
pihak-pihak dominan dibalik media yaitu industri media, melalui ideologi yang disebarkan
kemudian menciptakan kesadaran palsu untuk anggota KLOSS, kesadaran palsu maksudnya
adalah para anggota KLOSS dibujuk oleh pihak industri media pop Korea agar teratarik
mengikuti gaya hidup pop Korea sampai menjadi bagian dari industri Korea tersebut. Proses
awalnya yaitu, pihak media massa dari Korea mengenalkan dan menawarkan budaya pop
Korea kepada anggota KLOSS. Dengan menanamkan images positif dari budaya Korea,
media berhasil menarik perhatian anggota KLOSS. Barulah saat itu muncul rasa ketertarikan
anggota KLOSS mengikuti segala brand dari Korea dan muncul pula rasa kagum mereka
terhadap tayangan-tayangan Korea salah satunya K-Drama. Rasa kagum inilah yang menjadi
efek dari sikap hegemoni, mereka menganggap bahwa budaya Korea adalah sesuatu hal yang
wajar saja bila diikuti dan mengandung sesuatu positif di dalamnya.

Seperti yang dikatakan oleh tokoh yang bernama “Gramsci’’ bahwa kekuatan hegemoni
adalah bagaimana cara seseorang untuk berfikir akan suatu wacana secara dominan, dianggap
benar dan wacana lain yang tidak mengandung ketertarikan dianggap salah. Sehingga wacana
yang diaplikasikan oleh media dengan wacana yang menarik itu dianggap benar, tampak
logis dan harus diikuti, tanpa harus bersikap selektif dan mengasah suatu wacana tersebut
sesuai moral atau tidak, dan juga semua orang menganggap hal itu tidak ada yang perlu
ditanyakan. Untuk melihat penyebaran ideologi Korea terhadap benak anggota KLOSS
adalah dengan intensitas dan saran konsumsi. Semakin tinggi konsumsi tayangan Korea,
maka akan semakin merasuk dan tertanam pada jiwa anggota KLOSS. Anggota KLOSS
menjadikan tayangan-tayangan Korea sebagai pilihan utama mereka dengan intesitas
tayangan Korea rata-rata sekitar 2-6 jam untuk menontonnya, bahkan bisa sampai seharian
penuh setiap harinya.

Anggota KLOSS juga sangat mudah mencari tahu informasi-informasi yang berkaitan
dengan budaya pop Korea melaui majalah dan internet. Internet disini menjadi kekuatan yang
sangat mendukung sikap hegemoni karena segala hal dapat ditemukan disana, hal ini semakin
menumbuhkan rasa kagum dan menambah pengetahuan anggota KLOSS. Konsekuensinya
adalah perubahan pola pikir ke-Korea-an, dengan ditunjukkan dengan keberpihakan terhadap
Korea. Mereka bahkan tidak peduli jika ada isu-isu negatif di Korea dan mereka bisa saja
dengan mudah menjatuhkan pihak-pihak yang menghina Korea. Kekuatan hegemoni ini juga
ditunjukkan ketika anggota KLOSS membandingkan tayangan Korea dengan Indonesia, yaitu
dengan menganggap tayangan Indonesia lebih membosankan, serta artis Indonesia yang
berpenampilan berlebihan dalam berakting, tidak seperti artis Korea yang berpenampilan
natural. Karena budaya pop Korea sudah dianggap dari bagian pola hidup sehari-hari,
anggota KLOSS pun menginternalisasikan budaya Korea seperti memakai bahasa dan gaya
berbicara Korea, cara berpakaiannya, serta perubahan selera dalam memilih produk Korea.

Secara kasat mata, perubahan pola pikir dan perilaku ke-Korea-an tersebut merupakan
kepentingan yang diinginkan oleh pihak penghegemoni (penyebab hegemoni) agar industri
negaranya dapat berkembang pesat dan meningkatnya segala hal permintaan yang berbau
Korea. Sehingga disini para anggota KLOSS tanpa sadar telah berpartisipasi dalam proses
hegemoni dan mau bekerja sama dengan pihak-pihak media kapitalis, karena mereka
menganggap tindakan mendominasi tersebut merupakan tindakan yang normal dan wajar-
wajar saja dilakukan seiring dengan kemajuan teknologi dan globalisasi, padahal tindakan
tersebut sudah sangat jelas tidak sesuai nilai moral dan etika bangsa.

2.5 Hegemoni Budaya Pop Korea di Indonesia


Semakin banyak hal yang tanpa kita sadari perlahan-lahan mulai merubah begitu banyak
kebiasaan masyarakat di negara kita, Indonesia pada awalnya merupakan sebuah bangsa yang sistem
kebudayaannya begitu erat melekat pada masing-masing orang, namun sekarang ini, di zaman yang
semakin modern, dimana segala hal bisa diakses begitu mudahnya hanya dengan menggunakan
internet yang tentu saja hal itu memiliki pengaruh yang sangat positif, namun kita juga tahu bahwa hal
itu tidak terlepas dari dampak negatifnya.Semakin banyak orang yang mengakes internet membuat
mereka banyak mengetahui hal-hal apa saja yang terjadi di seluruh dunia, tren-tren apa saja yang
sedang marak, musik seperti apa yang banyak diperbinccangkan. Orang-orang mulai mengenal
banyak hal melalui internet, mereka mulai meniru yang menurut mereka sedang ramai dibicarakan
dan menjadi tren karena ingin dianggap kekinian, mulai dari musik, model baju yang dipakai, model
rambut, bahkan hingga riasan wajah.
Kali ini jika kita berbicara mengenai hegemoni budaya tentu hal itu bukanlah lagi hal baru bagi
masyarakat kita, meskipun terkadang istilah ini masih sedikit asing bagi beberapa orang, namun sadar
atau tidak bahkan negara kita sudah mengalami hal tersebut sejak lama.
Sekarang-sekarang ini yang begitu ramai diperbincangkan adalah segala sesuatu yang berbau ke
‘korea-koreaan’. Mulai dari musiknya, model fashionnya, makanannya, dan masih banyak lagi.Sebut
saja kDrama, Girl band/ Boy band asal korea mulai dari BlACKPINK, BTS, Day6, Super Junior,
SNSD, Shinee, Red Velvet, Twice, 2PM. Siapa yang tidak mengenal mereka, tentu banyak sekali
generasi muda yang tergila-gila terhadap para member Girl band/ Boy band tersebut.
Masuknya budaya korea tersebut membuat para generasi muda menjadi begitu fanatik terhadap apa
saja yang berhubungan dengan korea. Tentu hal ini membawa dampak yang besar bagi kebudayaan
indonesia sendiri, para generasi mudanya lebih tertarik untuk mengikuti perkembngan budaya dari
luar, banyak yang lupa akan identitas bangsanya sendiri karena terlalau fokus mengikuti arus
kebudayaan dari luar, hal tersebut juga membuat mereka abai terhadap musik-musik dari negara
sendiri dan lebih memilih musik musik dari luar sehingga membuat perkembangan musik dari negara
kita menjadi tidak berkembang. Tak hanya itu, permasalahan lainnya yang timbul adalah terbentuknya
perilaku konsumerisme, yaitu dengan membeli barang-baraang yang berbau K-pop seperti aksesoris,
CD album, photo card, poster, dan lain sebagainya dan hanya berdasarkan keinginan saja, bukan
dikarenakan kebutuhan. Dampak dari konsumerisme meliputi banyak hal diantaranya dari segi
ekonomi, sosial, dan budaya. konsumerisme menyebabkan adanya sikap pemborosan serta perubahan
nilai guna suatu barang yang awal pembelian didasarkan pada kebutuhan, tetapi dengan adanya
fenomena konsumerisme menyebabkan pembelian barang konsumsi lebih mengutamakan keinginan
untuk memiliki produk tersebut. Sedangkan dari segi budaya, hal tersebut menyebabkan generasi
muda mulai melupakan budayanya sendiri sehingga lebih tertarik dan terobsesi untuk mencari tahu
budaya K-pop dibandingkan dengan budaya dari negaranya sendiri. sama halnya dalam hal
berpakaian, mereka lebih mengikuti Korean Style dan lebih memilih produk kecantikan dengan brand
Korea. Para fans ini juga menjadi kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar terutama dengan
orang yang tidak sehobi atau sepemikiran dengannya mengenai Kpop.
Untuk lebih jelasnya berikut data-data yang bisa dilihat mengenai seberapa besarnya pengaruh dari
budaya luar, khususnya budaya korea terhadap masyarakat di Indonesia.
Dapat dilihat dari data tersebut bahwa konten-konten yang berbau korea begitu diminati oleh
masyarakat kita khususnya genersi muda, bahkan menurut penelitian rata-rata setiap penggemar di
Indonesia menghabiskan sekitar Rp1,82 juta per tahun untuk menikmati konten Korea, dengan
pengeluaran terbesar pada Kdrama atau drama korea.
Jika berbicara mengenai musik Kpop rasanya tidak akan pernah ada habisnya.Seperti yang tertera
pada data di atas, rata-rata orang menghabiskan waktu 18,8 jam/bulan dengan pengeluaran kira-kira
1,6 USD/bulan.
Ketika seseorang begitu tergila-gila dengan suatu hal, tentu mereka akan berusaha untuk mencari tahu
segala informasi yang berhubungan dengan apa yang mereka sukai.

Badan Promosi Kebudayaan Internasional Korea, mengemukakan hasil penelitian mengenai hallyu
wave di 16 negara yang bertema 2017 Study on Ripple Effects of Hallyu. Mereka telah mewawancarai
400 responden dari indonesia yang pernah menikmati konten Korea. Dan menunjukan hasil skor
indeks popularitas konten korea di Indonesia mencapai 3,49 pada 2017. Meski angka ini sempat
mengalami penurunan pada tahun sebelumnya, namun popularitasnya di Indonesia terbilang cukup
tinggi bila dibandingkan dengan responden dari negara-negara di asia lainnya seperti Jepang, India,
Tiongkok, dan Thailand.
Efek dari kecintaan terhadap korea secara tidak sadar juga menjadi kampanye dari penyebaran
budaya dan kuliner korea di Indonesia. Seperti yang diketahui, sekarang sudah banyak sekali
restaurant-restaurant di Indonesia yang mengusung tema korea, mulai dari menu makanan yang
disajikan bahkan hingga suasana yang berbau korea, hal ini membuat para penggemar Kpop semakin
dimanjakan denagan adanya hal tersebut sehingga mereka menjadi semakin tidak tertrik dengan
menu-menu makanan asli Indonesia.

Konsumerisme tentu berlaku bukan hanya dari makanannya saja namun juga termasuk barang
barang Kpop seperti album, merchandise, majalah, bahkan hingga tiket konser yang tentu harganya
tidak murah. Mari kita bahas satu persatu.
Album

Untuk fans yang tinggal di Indonesia, tentunya jika ingin membeli album Korea masih harus ditambah
dengan biaya pengiriman dan pajak. Satu album Korea itu rata-rata dijual pada kisaran harga Rp 200
ribu - Rp 270 ribu.
Marchandise

Di Indonesia sendiri, harga lightstick berkisar antara Rp 500 - 600 ribu. Sedangkan untuk
merchandise lainnya berkisar antara Rp 100 ribu - 600 ribu. Hampir tidak ada yang memiliki
harga di bawah Rp 100 ribu untuk barang-barang tersebut. Sehingga pasti para penggemar
Kpop setidaknya harus mengeluarkan biaya di atas Rp 100 ribu jika ingin memebeli pernak-
pernik ini.

Majalah kpop
Para penggemar pastilah akan dibuat heboh jika idola mereka melakukan pemotretan dengan
majalah. Oleh karena itu mereka akan tertarik untuk membelinya sebagai tambahan koleksi
mereka. Namun sayangnya jika dijual di Indonesia harga dari majalah tersebut bisa mencapai
lebih dari Rp 200.000, dan tentu itu bukanlah harga yang terbilang murah hanya untuk sebuah
majalah.
Tiket konser

Kali ini jika kita membahas mengenai konser Kpop di Indonesia, harga tiketnya cenderung
lebih mahal bila dibandingkan konser artis western. Jika semakin dekat dari panggung
tentunya harganya akan semakin mahal pula. Harga untuk konser K-Pop di Indonesia antara
Rp 1 juta - Rp 2,7 juta. Terkadang juga ada harga tiket yang di bawah satu juta, tetapi tentu
saja akan jauh dari panggung.

Itu tadi merupakan data mengenai seberapa berpengaruhnya kebudayaan kpop di Indonesia,
yang tentu saja hal ini tidak terlepas dari peran teknologi yang semakin maju sehingga
memudahkan bagi banyak kebudayaan luar untuk masuk ke Indonesia.

2.6 Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengatasi Hegemoni Budaya Pop


Korea
Dalam menghadapi tantangan hegemoni budaya ini diperlukan peran serta dukungan dari
berbagai elemen negara. Salah satunya melalui bidang Pendidikan, karena melalui pendidikan
masyarakat diharapkan mampu menjadi warga negara yang baik dan terdidik dalam kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara yang demokratis.
Pendidikan dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Kebudayaan
tidak mungkin berkembangan tanpa adanya proses pendidikan maupun sebaliknya pendidikan
merupakan peralihan atau perpindahan dari proses kebudayaan. Menurut Sumaatmadja (2002: 40)
menyatakan bahwa hubungan antara Pendidikan dan kebudayaan paling tidak terdapat kata-kata
kunci, yaitu ”Pendidikan merupakan akulturasi (pembudayaan), institusionalisasi, transfer, imparting
(memberikan, menggambarkan), explain, justity, dan directing (mengarahkan)”
Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam bidang pendidikan sangat diperlukan, karena pada
dasarnya Pendidikan Kewrganegaraan tidak hanya mempelajai tentang struktur pemerintahan,
demokrasi, ideologi bangsa dan sebagainya, melainkan Pendidikan Kewarganegaraan juga sebagai
sarana dalam mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai luhur bangsa dan moral yang berakar dari
budaya bangsa sehingga dapat menumbuhkan potensi sebagai warga negara yang baik dan cinta tanah
air dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan adanya Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan mampu membendung dampak
hegemoni budaya pop korea, yakni dengan meningkatkan pembelajaran mengenai ideologi bangsa
yang tertuang dalam Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tak seharusnya hanya
sebagai materi pembelajaran belaka, tetapi bagaimana kita sebagai warga negara yang sadar akan
ideologi bangsa harus dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat
membentuk pribadi yang memiliki prinsip hidup, tak mudah terpengaruh oleh arus globalisasi yang
tentunya diiringi masuknya budaya asing pula.
Apalagi Indonesia merupakan negara majemuk, yang terdiri dari keanekaragaman ras, suku
bangsa, bahasa,agama, budaya, serta potensi alam yang melimpah. Hal ini tak memungkinkan
Indonesia menjadi negara maju. Oleh karena itu,pemahaman mengenai identitas nasional juga
diperlukan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Menurut Ubaedillah Identitas
adalah ungkapan nilai-nilai budaya suatu bangsa yang bersifat khas dan membedakan dengan bangsa
lain. Salah satu unsur identitas nasional ialah kebudayaan, sudah semestinya kita mulai mempelajari
dan mengembangkan kebudayaan local agar budaya Indonesia tidak kalah saing dengan budaya asing
dan menciptakan masyarakat yang kreatif serta inovatif, yang tidak hanya mudah megikuti trend yang
lagi booming saja.
Selain itu, pendidikan budi pekerti juga harus dikembangkan agar watak, kepribadian, dan
perilaku masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang baik dan luhur. Menurut Dewantara,
metodologi pembelajaran budi pekerti dapat mengikuti tradisi pendidikan agama Islam, yaitu metode
syari’at, hakikat tarikat, dan makrifat. Metode syari’at dapat digunakan untuk anak-anak kecil
melalui pembiasaan terhadap norma-norma umum masyarakat. Motode hakikat tarikat digunakan
untuk menanamkan pengertian kepada anak agar menyadari tentang segala kebaikan dan
ketidakbaikkan. Sementara itu, metode makrifat digunakan untuk melatih diri dalam melaksanakan
kebaikan walaupun mengalami kesukaran atau dianggat berat. Dengan hal ini tentunya diharapkan
perilaku masyarakat yang religi dan bermartabat.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai