Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FARMAKOTERAPI II

DISLIPIDEMIA

Disusun Oleh :
Kelompok II (Dua)
Andini Safitri
Dwi Hidayati
Nurwahidah
Musdalifah

511 14 011 241


503 14 011 223
511 14 011 276
511 14 011 244

A. PENDAHULUAN

Gita Graciela
Nurani
Rani
Amri

510 14 011 294


511 14 011 254
501 14 011 272
511 14 011 288

Di Indonesia prevalensi dislipidemia semakin meningkat. Penelitian


MONICA di Jakarta 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total
pada wanita adalah 206.6 mg/dl dan pria 199,8 mg/dl, tahun 1993 meningkat
menjadi 213,0 mg/dl pada wanita dan 204,8 mg/dl pada pria. Dibeberapa
daerah nilai kolesterol yang sama yaitu Surabaya (1985): 195 mg/dl, Ujung
Pandang (1990): 219 mg/dl dan Malang (1994): 206 mg/dl (Anwar. 2004).
Menurut Djoko.H (2007) dislipidemia adalah salah satu faktor resiko stroke
non hemoragik yang merupakan suatu kelainan lipid yang di tandai oleh
kelainan (peningkatan maupun penurunan) fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kadar kolesterol yang tinggi, kadar
trigliserida yang tinggi dan kadar HDL kolesterol yang rendah.
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi
lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol
LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Dalam proses
terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting, sehingga
tidak mungkin dibicarakan sendiri-sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal
sebagai Triad Lipid.

Klasifikasi Dislipidemia dan Kadar Lipid Normal


Tabel 1. Kadar Lipid Serum Normal
Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid
menurut National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP
ATP III) 2001 mg/dL.
Kolesterol Total
< 200
Optimal

200 - 239
240
Kolesterol LDL
< 100
100 129
130 159
160 189
190
Kolesterol HDL
< 40
60
Trigliserid
< 150
150 199
200 499
500

Diinginkan
Tinggi
Optimal
Mendekati optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat tinggi
Rendah
Tinggi
Optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat tinggi

Faktor Risiko Koroner dan Menentukan Risiko Seseorang


Tabel 2. Faktor risiko (selain kolesterol LDL) yang menentukan
sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai
Umur pria 45 tahun dan wanita 55 tahun
Riwayat keluarga PAK dini yaitu ayah usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun
Kebiasaan merokok
Hipertensi (140/90 mmHg atau sedang mendapat obat antihipertensi)
kolesterol HDL rendah (< 40 mg.dL)*
*kolesterol HDL 60 mg/dL, mengurangi satu faktor resiko

B. PENGOBATAN DISLIPIDEMIA
Penatalaksanaan
Langkah awal penatalaksaan dislipidemia harus dimulai dengan
penilaian jumlah faktor risiko koroner yang ditemukan pada pasien tersebut
(risk assesment) untuk menentukan sasaran kolesterol-LDL yang harus
dicapai. Penatalaksanaan dislipidemia terdiri atas penatalaksaan nonfarmakologis dan penggunaan obat penurun lipid. Dianjurkan agar pada
semua pasien dislipidemia harus dimulai dengan pengobatan non-farmakologi

terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan pemberian obat penurun lipid. Pada
umumnya pengobatan non-farmakologi dilakukan selama tiga bulan sebelum
memutuskan untuk menambahkan obat penurun lipid. Pada keadaan tertentu
pengobatan non-farmakologi dapat bersamaan dengan pemberian obat.
Penatalaksanaan Non-Farmakologi
Penatalaksanaan non-farmakologi dikenal juga dengan nama perubahan
gaya hidup, meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas fisik,serta beberapa upaya
lain seperti hentikan merokok, menurunkan berat badan bagi mereka yang
gemuk, dan mengurangi asupan alkohol.
Penatalaksanaan Farmakologi
Apabila gagal dengan pengobatan non-farmakologi maka harus dimulai
dengan pemberian obat penurun lipid. NCEP-ATP III menganjurkan sebagai
obat pilihan pertama adalah golongan HMG-CoA reductase inhibitor, oleh
karena sesuai dengan kesepakatan kadar kolesterol-LDL merupakan sasaran
utama pencegahan penyakit arteri koroner. Pada keadaan dimana kadar
trigliserida tinggi misalnya >400 mg/dL maka perlu dimulai dengan golongan
derivat asam fibrat untuk menurunkan kadar trigliserida, oleh karena kadar
trigliserid yang tinggi dapat mengakibatkan pankreatitis akut. Apabila kadar
trigliserida sudah turun dan kadar kolesterol-LDL belum mencapai sasaran
maka dapat diberikan pengobatan kombinasi dengan HMG CoA reductase
inhibitor. Kombinasi tersebut sebaiknya dipilih asam fibrat fenofibrat jangan
gemfibrozil.
Pada saat ini dikenal sedikitnya 6 jenis obat yang dapat memperbaiki
profil lipid serum yaitu bile acid sequestran, HMG-CoA reductase inhibitor
(statin), derivat asam fibrat, asam nikotinik, ezetimibe, dan asam lemak

omega-3. Selain obat tersebut, pada saat ini telah dipasarkan obat kombinasi
dua jenis penurun lipid dalam satu tablet seperti Advicor (lofastatin dan
niaspan), Vytorin (simvastatin dan ezetimibe).
1. Asam Fibrat
Klofibrat sebagai hipolipidemik digunakan di Amerika Serikat tahun
1967. Tetapi penggunaannya menurun secara dramatis dan tidak
digunakan lagi karena studi WHO 1978 menunjukkan bahwa walaupun
terjadi penurunan kolesterol, obat ini tidak menurunkan kejadian
kardiovaskular fatal, walaupun infark non fatal berkurang. Selain itu pada
kelompok klofibrat ditemukan peningkatan angka mortalitas. Derivat
asam fibrat yang masih digunakan saat ini adalah gemfibrozil, fenofibrat,
dan bezafibrat.
a. Farmakokinetik & farmakodinamik
Farmakokinetik : Semua derivat asam fibrat diabsorpsi lewat usus
secara cepat dan lengkap (>90%), terutama bila diberikan bersama
makanan. Pemecahan ikatan ester terjadi sewaktu absorpsi dan kadar
puncak plasma tercapai dalam 1-4 jam. lebih dari 95% obat terikat
pada protein, terutama albumin. Waktu paruh fibrat bervarisi :
gemfibrozil 1,1 jam dan fenofibrat 20 jam. gemfibrozil dapat
menembus sawar plasenta. Hasil metabolisme asam fibrat diekskresi
dalam urin (60%) dalam bentuk glukuronid dan 25% lewat tinja.
Penggunaan obat ini dikontraindikasikan pada pasien gagal ginjal.
Farmakodinamik : sebagai hipolipidemik obat-obat ini diduga
bekerja

dengan

cara

berikatan

dengan

reseptor

peroxisome

proliferator-activated receptors (PPARs), yang mengatur transkripsi


gen. Akibat interaksi obat dengan PPAR isotipe (PPAR), maka

terjadilah peningkatan oksidasi asam lemak, sintesis LPL dan


penurunan ekspresi Apo C-III. Peninggian kadar LPL meningkatkan
klirens lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo CIII hati akan menurunkan VLDL. HDL akan meningkat secara
moderat karena peningkatan ekspresi Apo A-I dan Apo A-II. Pada
umumnya LDL hanya sedikit menurun. Pada pasien lain terutama
dengan hipertrigliseridemia, kadar LDL seringkali meningkat
bersamaan

menurunnya

kadar

trigliserida

oleh

gemfibrozil.

Penurunan LDL diduga disebabkan karena meningkatnya jumlah


reseptor LDL karena peningkatan produksi SREBP-1 (sterol
Regulatory Element Binding Proteins-1) hati diinduksi oleh PPAR.
Pada Helsinki Heart Study, ditemukan gemfibrozil menurunkan
kolesterol total 10%, LDL 11%, dan trigliserida 35% dan
meningkatkan HDL 11%. Kejadian kardiovaskular fatal dan non fatal
menurun sebesar 34%.
b. Indikasi
Fibrat merupakan

obat

pilihan

utama

pada

pasien

hiperlipoproteinemia tipe III dan hipertrigliseridemia berat (kadar


trigliseridemia >1000 mg/dL). Klofibrat tersedia sebagai kapsul 500
mg. Diberikan 2-4 kali sehari dengan dosis total sampai 2 gram. Obat
ini sudah jarang digunakan, tetapi mungkin berguna pada pasien yang
tidak dapat menerima gemfibrozil atau fenofibrat. Dosis obat harus
dikurangi pada pasien hemodialisis.
c. Dosis

Fenofibrat diberikan tunggal 200-400 mg/hari. Bezafibrat


diberikan 1-3 kali 200 mg sehari.
Gemfibrozil biasanya diberikan 600 mg 2 x sehari jam sebelum
makan pagi dan makan malam. Obat ini tidak efektif untuk pasien
hiperkilomikronemia karena defisiensi lipoprotein lipase familial.
d. Efek samping
Golongan asam fibrat umumnya ditoleransi secara baik. Efek
samping yang paling sering ditemukan adalah gangguan saluran cerna
(mual, mencret, perut kembung, dll) yang terjadi pada 10% pasien.
Gangguan umumnya berkurang setelah beberapa waktu. Efek
samping lain yang dapat terjadi adalah ruam kulit, alopesia,
impotensi, leukopenia, anemia, berat badan bertambah, gangguan
irama jantung, dll.
Derivat asam fibrat kadang-kadang menyebabkan peningkatan
CPK dan transaminase disertai miositis (flu-like myositis); CPK dan
transaminase dapat juga meningkat tanpa gejala miositis. Risiko
miositis meningkat bila digunakan bersama statin. Indeks litogenik
meningkat sehingga lebih mudah terbentuk batu empedu. Obat-obat
ini menggeser ikatan antikoagulan oral dari tempat ikatannya pada
albumin.
Klofibrat dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan hati
dan ginjal, pada wanita hamil dan masa menyusui.
2. Bile Acid Sequestrants (Resin)
Derivat resin barangkali merupakan hipolipidemik yang paling aman
karena tidak diabsorpsi saluran cerna. Obat-obat ini juga relatif aman
digunakan pada anak. Kolestiramin adalah garam klorida dari basic anion

exchange resin yang berbau dan berasa tidak enak. Kolestiramin dan
kolestipol bersifat hidrofilik, tetapi tidak larut dalam air, tidak dicerna dan
tidak diabsorpsi.
a. Farmakokinetik & farmakodinamik
Farmakodinamik : resin menurunkan kadar kolesterol dengan
cara mengikat asam empedu dalam saluran cerna, mengganggu
sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang bersifat asam
dalam tinja mengikat. Penurunan kadar asam empedu ini oleh
pemberian resin akan menyebabkan meningkatnya produksi asam
empedu yang berasal dari kolesterol. Karena sirkulasi anterohepatik
dihambat oleh resin maka kolesterol yang diabsorpsi lewat saluran
cerna akan terhambat dan keluar bersama tinja. Kedua hal ini akan
menyebabkan

penurunan

kolesterol

dalam

hati.

Selanjutnya

penurunan kadar kolesterol dalam hati akan menyebabkan terjadinya 2


hal : pertama, meningkatnya jumlah reseptor LDL sehingga
katabolisme LDL meningkat dan meningkatnya aktivitas HMG CoA
reduktase. Peningkatan aktivitas HMG CoA akan mengurangi efek
penurunan kolesterol oleh resin. Dari sini tampak pula bahwa efek
resin tergantung dari kemampuan sel hati dalam meningkatkan jumlah
reseptor LDL fungsional sehingga tidak efektif untuk pasien dengan
hiperkolesterolemia familial homozigot dimana reseptor LDL
fungsional tidak ada. Efek resin akan meningkat bila diberikan
bersama penghambat HMG CoA reduktase. Peningkatan produksi

asam empedu akan diikuti oleh meningkatnya sintesis trigliserida


dalam hati.
Penurunan kolesterol LDL oleh resin bersifat dose-dependent.
Pemberian kolestiramin pada dosis 8-12 gram atau kolestipol pada
dosis 10-15 gram dapat menurunkan LDL sebesar 12-18%. Dosis
maksimal (kolestiramin 24 gram atau kolestipol 30 gram) menurunkan
LDL hingga 25%, tetapi efek samping saluran cerna menjadi lebih
nyata dan umumnya tidak dapat ditoleransi pasien. Diperlukan waktu
1-2 minggu untuk mencapai efek penurunan LDL maksimal. Pada
pasien dengan kadar trigliserida normal, dapat terjadi peninggian
sementara trigliserida, lalu kembali ke kadar sebelumnya. Kadar HDL
meningkatkan 4-5%. Pemberian statin atau niasin bersama resin akan
menurunkan LDL hingga 40-60%.
b. Indikasi
Colesevelam adalah preparat

resin

terbaru

yang

dapat

menurunkan LDL sebesar 18% pada dosis maksimal. Tetapi keamanan


dan efektivitasnya belum dipelajari pada anak dan wanita hamil.
Kolestiramin dilaporkan mengurangi risiko penyakit jantung
koroner (Lipid Research Clinics 1984), dimana kejadian penyakit
jantung koroner fatal dan non fatal berkurang sebanyak 19%.
c. Dosis
Dosis kolestiramin dan kolestipol yang dianjurkan adalah 12-16
gram sehari dibagi 2-4 bagian dan dapat ditingkatkan sampai
maksimum 3 kali 8 gram. Dosis pada anak adalah 10-20 gram/ hari.
ditelan sebagai larutan atau dalam sari buah untuk mengurangi iritasi,

bau dan rasa yang mengganggu. Colesevelam diberikan 2 x 3 tablet @


625 mg atau sekaligus 6 tablet. Resin tidak bermanfaat dalam keadaan
hiperkilomikronemia, peninggian VLDL atau IDL, dan bahkan dapat
meningkatkan kadar trigliserida. Untuk pasien hiperlipoproteinemia
dengan peningkatan VLDL (tipe Iib atau IV), perlu tambahan obat
lain (mis. Asam nikotinat dan asam fibrat).
d. Efek samping
Obat ini mempunyai rasa tidak enak seperti pasir. Efek samping
tersering ialah mual, muntah dan konstipasi yang berkurang setelah
beberapa waktu. Colesevelam dalam saluran cerna membentuk gel
sehingga dapat mengurangi iritasi. Konstipasi dapat dikurangi dengan
makanan berserat. Klorida yang diabsorpsi dapat menyebabkan
terjadinya asidosis hiperkloremik terutama pada pasien muda yang
menerima dosis besar. Di samping meningkatkan trigliserida plasma,
resin juga meningkatkan aktivitas fosfatase alkali dan transaminase
sementara. Akibat gangguan absorpsi lemak atau steatore dapat terjadi
gangguan absorpsi vitamin A, D, dan K serta hipoprotrombinemia.
Obat ini mengganggu absorpsi klorotiazid, furosemid,
propranolol, statin, tiroksin, digitalis, besi, fenilbutazon dan warfarin
sehingga obat-obat ini harus diberikan 1 jam sebelum atau 4 jam
setelah pemberian kolestiramin. Pemberian bersama antikoagulan
harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat terjadi perpanjangan
masa protrombin. Colesevelam tidak mengikat digoksin, warfarin atau
statin.
3. Penghambat HMG CoA Reduktase (Statin)

Statin saat ini merupakan hipolipidemik yang paling efektif dan


aman. Obat ini terutama efektif untuk menurunkan kolesterol. Pada dosis
tinggi statin juga dapat menurunkan trigliserida yang disebabkan oleh
peninggian VLDL.
a. Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Farmakodinamik : statin bekerja dengan cara menghambat
sintesis kolesterol dalam hati, dengan menghambat enzim HMG CoA
reduktase. Akibat penurunan sistesis kolesterol ini, maka SREBP yang
terdapat pada membran dipecah oleh protease, lalu diangkut ke
nukleus. Faktor-faktor transkripsi kemudian akan berikatan dengan
gen reseptor LDL, sehingga terjadi peningkatan sintesis reseptor LDL
pada membran sel hepatosit akan menurunkan kadar kolesterol darah
lebih besar lagi. Selain LDL, VLDL, dan IDL juga menurun,
sedangkan HDL meningkat.
Statin menurunkan kejadian penyakit jantung koroner fatal dan
nonfatal, stroke dan angka mortalitas totalnya (Scandinavian
Simvastatin Survival Study Group, 1994; The Longterm Intervention
with Pravastatin in Ischemic Disease (LIPID) Study Group, 1998).
Farmakokinetik : semua statin, kecuali lovastatin dan simvastatin
berada dalam bentuk asam -hidroksi. Kedua statin disebut di atas
merupakan prodrug dalam bentuk lakton dan harus dihidrolisis lebih
dahulu menjadi bentuk aktif asam -hidroksi. Statin diabsorpsi sekitar
40-75%, kecuali fluvastatin yang diabsorpsi hampir sempurna. Semua
obat mengalami metabolisme lintas pertama di hati. Waktu paruhnya
berkisar 1-3 jam, kecuali atorvastatin (14 jam) dan rosuvastatin (19

jam). obat-obat ini sebagian besar terikat protein plasma. Sebagian


besar diekskresi oelh hati ke dalam cairan empedu dan sebagian kecil
lewat ginjal.
b. Indikasi
Statin, kecuali atorvastatin dan rosuvastatin sebaiknya diberikan
pada malam hari. Absorpsi lovastatin meningkat bila disertai
makanan. Pemberian statin sebaiknya dimulai dengan dosis kecil lalu
ditingkatkan hingga dosis yang lebih tinggi sampai didapatkan efek
yang diinginkan.
c. Dosis
Lovastatin dimulai dari dosis 20 mg hingga maksimal 80 mg per
hari, pravastatin 10-80 mg /hari, simvastatin 5-80 mg/hari, fluvastatin
20-80 mg/hari, atorvastatin 10-80 mg/hari dan rosuvastatin 10-40
mg/hari. serivastatin telah ditarik dari peredaran pada tahun 2001.
d. Efek samping
Umumnya statin ditoleransi baik oleh pasien. Pada kira-kira 1-2%
pasien terjadi peningkatan kadar transaminase hingga melebihi 3 x
nilai normal. Dalam segi keamanan perlu dilakukan pemeriksaan
transminase pada awal pemberian dan 3-6 bulan setelahnya. Jika
normal, maka uji ulang dapat dilakukan setelah 6-12 bulan. Obat harus
dihentikan jika didapat kadar transaminase yang tetap tinggi atau
bertambah tinggi.
Efek samping statin yang potensial berbahaya adalah miopati dan
rabdomiolisis. Insidens miopati rendah (< 1 %), tetapi meningkat bila
diberikan bersama obat-obat tertentu seperti fibrat dan asam nikotinat
dan mempengaruhi metabolisme statin.

Kombinasi serivastatin dan gemfibrozil telah dilarang karena


sejumlah laporan mengenai miopati. Pada pasien dengan miopati
dapat terjadi mioglobinuria dan gagal ginjal, dimana CPK serum
meningkat hingga 10 x lebih. CPK harus diukur pada awal terapi, lalu
tiap interval 2-4 bulan sesudahnya. Perbedaan lipofilisitas diantara
statin tampaknya tidak bermakna secara klinis.
Efek samping lain yang dapat terjadi adalah gangguan saluran
cerna, sakit kepala, rash, neuropati perifer dan sindrom lupus.
Belum diketahui keamanan penggunaan statin pada kehamilan.
Demikian pula statin sebaiknya tidak digunakan ibu laktasi.
Penggunaan pada anak di batasi hanya untuk hiperkolesterolemia
familial homozigot dan kasus-kasus tertentu yang heterozigot.
4. Asam Nikotinat
Asam nikotinat (niasin) merupakan salah satu vitamin B-kompleks
yang hingga kini digunakan secara luas di Amerika Serikat untuk
pengobatan dislipidemia. Efek ini tidak dimiliki nikotinamid.
a. Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Farmakodinamik : untuk mendapatkan efek hipolipidemik, asam
nikotinat harus diberikan dalam dosis yang lebih besar daripada yang
diperlukan untuk efeknya sebagai vitamin. Pada jaringan lemak, asam
nikotinat menghambat hidrolisis trigliserida oleh hormone-sensitive
lipase, sehingga mengurangi transport asam lemak bebas ke hati dan
mengurangi sintesis trigliserida hati. Penurunan sintesis trigliserida ini
akan menyebabkan berkurangnya produksi VLDL sehingga kadar
LDL menurun. Selain itu, asam nikotinat juga meningkatkan aktivitas
LPL yang akan menurunkan kadar kilomikron dan trigliserida VLDL.

Kadar HDL meningkat sedikit sampai sedang karena menurunnya


katabolisme Apo AI oleh mekanisme yang belum diketahui. Obat ini
tidak mempengaruhi katabolisme VLDL, sintesis kolesterol total atau
ekskresi asam empedu.
Asam nikotinat merupakan hipolipidemik yang paling efektif
dalam meningkatkan HDL (30-40%). Obat ini menurunkan trigliserida
sebaik fibrat (35-45%) dan menurunkan LDL (20-30%). Kadar Lp(a)
menurun hingga 40%. Obat-obat lain yang juga menurunkan Lp(a)
adalah esterogen dan neomisin.
b. Indikasi
Asam nikotinat berguna sebagai obat pilihan pertama untuk
pengobatan semua jenis hipertrigliseridemia dan hiperkolesterolemia,
kecuali tipe I. Asam nikotinat terutama bermanfaat pada pasien
hiperlipoproteinemia tipe IV yang tidak berhasil diobati dengan resin.
Pada suatu studi (the Coronary Drug Project, 1975), pemberian
asam nikotinat menurunkan kadar kolesterol (10%) dan trigliserida
serum (26%) pada pasien infark jantung. Pada penelitian ini
ditemukan penurunan infark jantung non fatal (27%) tetapi angka
kematian total tidak berbeda dengan plasebo setelah pengobatan 5
tahun. Tetapi pada penelitian lanjutan (15 tahun kemudian) ditemukan
penurunan angka kematian total sebanyak 11%.
c. Dosis
Asam nikotinat biasanya diberikan per oral 2-6 gram sehari
terbagi dalam 3 dosis bersama makanan; mula-mula dalam dosis
rendah (3 kali 100-200 mg sehari) lalu dinaikkan setelah 1-3 minggu.
d. Efek samping

Efek samping asam nikotinat pada pengobatan hiperlipidemia


yang paling mengganggu adalah gatal dan kemerahan kulit terutama
di daerah wajah dan tengkuk, yang timbul dalam beberapa menit
hingga beberapa jam setelah makan obat. Efek ini agaknya
dilangsungkan lewat jalur prostaglandin, karena pemberian aspirin
dapat mencegah timbulnya gangguan ini. Tetapi efek ini akan cepat
menghilang bila obat diteruskan (takifilaksis).
Efek samping yang paling berbahaya adalah gangguan fungsi
hati ditandai dengan kenaikan kadar fosfatase alkali dan transaminase
terutama pada dosis tinggi (di atas 3 gram). Gangguan faal hati ini
diduga disebabkan karena penghambatan sintesis NAD.
Efek samping lain adalah gangguan saluran cerna (muntah, diare,
ulkus lambung karena sekresi asam lambung meningkat, dsb). Juga
dapat terjadi acanthosis nigricans dan pandangan kabur pada
pemakaian jangka lama, hiperurisemia dan hiperglikemia. Gangguan
faal hati, hiperurisemia dan hiperglikemia bersifat reversibel dan
menghilang jika obat dihentikan. Efek samping lain yang jarang
terjadi adalah ambliopia toksik dan makulopati toksik yang bersifat
reversibel. Asam nikotinat menimbulkan defek janin pada hewan coba
dan tidak dianjurkan pemberiannya pada wanita hamil. Karena
banyaknya efek samping asam nikotinat ini, maka banyak pasien
menghentikan pengobatan dan mengganti dengan obat lain.
5. Probukol
Probukol menurunkan kadar kolesterol serum dengan menurunkan
kadar LDL. Obat ini tidak menurunkan kadar trigliserida serum pada

kebanyakan pasien. Kadar HDL menurun lebih banyak daripada kadar


LDL

sehingga

menimbulkan

rasio

LDL:

HDL

yang

kurang

menguntungkan. Penyelidikan menunjukkan probukol meningkatkan


kecepatan katabolisme fraksi LDL pada pasien hiperkolesterolemia
familial heterozigot dan homozigot lewat jalur non-reseptor.
a. Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Farmakokinetik : Walaupun probukol larut lemak, obat ini
diabsorpsi terbatas lewat saluran cerna (<10%), tetapi kadar darah
yang tinggi dapat dicapai bila obat ini diberikan bersama makanan.
Waktu paruh eliminasi adalah 23 hari, tetapi akan memanjang pada
pemberian kronik. Obat ini perlahan-lahan berkumpul dalam jaringan
lemak dan bertahan selama 6 bulan atau lebih setelah dosis terakhir
dimakan. Tidak ada korelasi antara kadar dalam darah dengan efek
hipokolesterolemiknya. Metabolismenya tidak diketahui dan jalan
ekskresi yang utama adalah melalui feses.
b. Indikasi
Probukol dianggap sebagai obat pilihan kedua pada pengobatan
hiperkolesterolemia dengan peninggian LDL. Obat ini menurunkan
kadar LDL dan HDL tanpa perubahan kadar trigliserida. Efek
penurunan LDL obat ini kurang kuat dibandingkan resin. Probukol
menurunkan

LDL dan

mengecilkan

xanthoma

pada

pasien

hiperkolesterolemia familial homozigot.


Obat ini dapat dikombinasi dengan hipolipidemik lainnya.
Pemberian bersama resin meningkatkan efek hipolipidemiknya;
probukol menimbulkan konsistensi tinja yang lunak sehingga
memperbaiki efek samping resin yang menimbulkan konstipasi.

Kombinasi probukol dengan klofibrat tidak boleh dilakukan karena


kadar HDL akan lebih rendah.
c. Efek samping
Probukol ditoleransi dengan baik. Reaksi yang sering terjadi
berupa gangguan gastrointestinal ringan (diare, flatus, nyeri perut dan
mual). Kadang-kadang terjadi eosinofilia, parestesia dan edema
angioneurotik. Pada wanita yang merencanakan untuk hamil
dianjurkan agar menghentikan probukol 6 bula sebelumnya.
Keamanan pada anak belum diketahui. Selama makan probukol
dianjurkan agar pasien memeriksakan EKG (pemanjangan interval
QT) sebelum terapi, 6 bulan kemudian dan tiap tahun setelahnya.
Probukol tidak boleh diberikan pada pasien infark jantung baru atau
dengan kelainan EKG.

6. Dan Lain-lain
a. Ezetimib
Ezetimib tergolong obat penurun lipid yang terbaru dan bekerja
sebagai penghambat selektif penyerapan kolesterol baik yang berasal
dari makanan maupun dari asam empedu di usus halus. Pada
umumnya

obat

ini

tidak

digunakan

secara

tunggal,

tetapi

dikombinasikan dengan obat penurun lipid lain misalnya HMG-CoA


reductase inhibitor.
b. Asam Lemak Omega-3
Minyak ikan, kaya akan asam lemak omega-3 yaitu asam
eicosapentaenoic (EPA) dan asam docasahexaenoic (DHA). Minyak
ikan menurunkan sintesis VLDL. Dengan demikian dapat juga

menurunkan kadar kolesterol. Obat ini dipasarkan dalam bentuk


kapsul dengan dosis yang tergantung dari jenis asam lemak omega-3.
Dosis obat tergantung dari jenis kombinasi asam lemak. Sebagai
contoh Maxepa yang terdiri atas 18% asam eicosapentaenoic dan 12%
asam docasahexaenoic diberikan dengan dosis 10 kapsul sehari.

C. STUDI KASUS
1. Contoh Kasus :
Ny.RT (55 th) seorang anggota parlemen menjalani general cek up
rutin. Ny.RT rajin berjalan setiap pagi sejauh 1 km. Ayah Ny.RT
meninggal pada usia 35 th karena penyakit myocardial infarction, ibunya
masih hidup dan sehat-sehat saja sampai saat ini. Ny.RT mempunyai 3
saudara kandung, saudara pertama menderita hipertensi dan saudara
keduanya menderita diabetes, dan saudara ketiga (perempuan) meninggal
pada usia 45 th karena penyakit myocardial infarction, satu tahun yang
lalu Ny.RT mendapatkan warfarin 5 mg untuk mengatasi kondisi venous
thromboembolism (VTE) yang dideritanya.
Pada pemeriksaan diketahui tekanan darahnya 150/90 mmHg.
Tinggi badannya 150 cm, berat badannya 67 kg, random blood glukose
level 6 mmol/L.
Hasil pemeriksaan lipid puasa :
Total kolesterol 7.5 mmol/L
LDL-cholesterol 3.9 mmol/L
HDL-cholesterol 1.0 mmol/L
Trigliserida 2.0 mmol/L
2. Tujuan Penatalaksanaan Terapi
a. Menurunkan LDL dan meningkatkan HDL

b. Menurunkan tekanan darah


c. Mencegah terjadinya VTE
3. Diskripsi Kasus dan Analisis Kasus
a. Subjektif
Ny.RT seorang anggota parlemen senang berjalan setiap pagi sejauh 1
km. Mempunyai riwayat penyakit keluarga. Ayah kandung mati
mendadak usia 35 th karena penyakit MI. Saudara pertama menderita
hypertensi. Saudara kedua menderiata diabetes mellitus. Saudara
ketiga meninggal pada usia 45 th karena penyakit MI.
b. Objektif
BP/ tekanan darah : 150/90 mmHg
Random blood glukosa : 6 mmol/L
Pemeriksaan lipid puasa:
Total cholesterol : 7.5 mmol/L
LDL-cholesterol : 3.9 mmol/L
HDL-cholesterol : 1.0 mmol/L
Trigliserida : 2.0 mmol/L
4. Pemilihan Terapi Rasional
Ny RT dari data laboratorium dapat dikategorikan mengalami
hyperlipidemia type 2a, karena nilai LDL-nya menunjukkan kenaikan,
sedang untuk nilai HDLnya normal. Terapi yang tepat untuk Ny.RT
adalah obat-obatan yang mampu menurunkan kadar LDL, maka dari itu
dipilih obat golongan statin (yang merupakan drugs of choise). Obat
golongan statin ini bekerja dengan cara meningkatkan katabolisme dari
LDL dan menghambat sintesis dari LDL yang mana obat golongan statin
ini mencegah konversi HMG-CoA menjadi mevalonat, sehingga tahap
biosintesis kolesterol terhambat/sedikit oleh penghambatan HMG-CoA
reduktase. Maka dari itu diharapkan pada akhir terapi diperoleh kadar
LDL dalam darah berkurang dengan parameter goal terapi kadar LDL <
130mg/DL atau 3.36 mmol/L, alasan menggunakan parameter kadar LDL

tersebut karena Ny.RT mengalami Hyperlipidemia dengan lebih dari 2


faktor penyebab yaitu: penyakit turunan dari ayah kandungnya, umur 55th
yang kemungkinan awal terjadinya menopause dan hipertensi tingkat satu
(stage

1)

karena

tekanan

darahnya

adalah

150/90

mmHg.

Untuk menurunkan tekanan darah dapat digunakan obat antihipertensi


golongan ACE inhibitor seperti farmoten 12.5mg (captopril). Alasan
pemilihan golongan obat antihipertensi ini karena pasien mengalami
hyperlipidemia dengan kadar LDL yang meningkat. karena selain obat
golongan ACE inhibior, seperti diuretik thiazid tidak dianjurkan karena
akan meningkatkan/ memacu sintesis trigliserida dan LDL serta akan
menurunkan kadar HDL dalam darah. Sedangkan untuk golongan beta
bloker akan memacu sintesis trigliserida dan menurunkan kadar HDL
dalam darah. Maka dari itu apabila digunakan obat seperti thiazid atau
beta bloker penurunan kadar LDL menjadi terhambat atau tidak tercapai
hasil yang dikehendaki.
5. Evaluasi Terpilih
a. Terapi non farmakologi :
Di lihat dari ketidaksesuaian pada berat badan dan tinggi badan pasien
yaitu BB 67kg sedangkan tingginya hanya 157 cm, Ibu RT ini
mungkin bisa dikatakan obesitas, maka dari itu disarankan kepada
Ny.RT agar melakukan modifikasi gaya hidup yaitu:
1) Olahraga ringan seperti tetap menekuni berjalan santai di pagi
hari, untuk pasien yang mengalami hyperlipidemia tidak
dianjurkan untuk olahraga keras karena ditakutkan akan terjadi
syock atau mungkin terjadi hypnoe karena adanya timbunan lemak

dalam pembuluh darah yang mengakibatkan sempitnya pembuluh


darah mak dari itu pasokan oksigen ke dalam organ tubuh juga
berkurang sehingga sulit untuk bernapas dan akhirnya bisa
meninggal mendadak.
2) Mengurangi konsumsi lemak jenuh
3) Perbanyak konsumsi fiber atau serat
b. Untuk terapi farmakologi :
Digunakan obat lipitor dengan kandungan zat aktif atorvastatin yang
merupakan obat golongan statin yang dapat digunakan untuk terapi
hyperlipidemia yang dialami oleh Ny.RT di mana kadar LDLnya
menunjukkan kenaikan atau lebih dari batas normal. Lipitor ini
bekerja dengan cara meningkatkan katabolisme dari LDL, sehingga
LDL dalam darah cepat termetabolisme atau terurai, disamping itu zat
aktif atorvastatin ini dapat menghambat sintesis LDL dengan jalan
menghambat HMG-CoA reduktase yang mengubah HMG-CoA
menjadi mevalonate, sehingga jalan biosintesis cholesterol de-novo
menjadi terhambat, yang mengakibatkan LDL sukar terbentuk
sehingga kadar LDL dalam darah menjadi kecil. Hal ini (menurunnya
kadar LDL dalam darah) adalah keadaan yang diinginkan dalam terapi
hyperlipidemia.
Untuk mengatasi masalah VTE yang timbul karena penumpukan
kolesterol (LDL) dalam pembuluh darah, dapat digunakan obat
warfarin (tetap menggunakan dosis semula). Pemilihan anti platelet ini
merupakan Sedangkan untuk terapi hipertensinya dapat diberikan obat
anti hypertensi golongan ACE-inhibitor yaitu captopril 12.5mg.
6. Indikasi obat

a. Lipitor : sebagai terapi tanbahan pada diet untuk mengurangi


peningkatan kolesterol total c-LDL, Apolipoprotein B, trigliserida
pada pasien dengan hyperkolesterolimia heterozigous & homozigous
familial ketika respon terhadap diet dan pengukuran non farmakologi
lainnya tidak mencukupi.
b. Farmoten : hipertensi ringan sampai sedang dan hipertensi berat yang
resisten

terhadap

(tambahan);

pengobatan

setelah

infark

lain;

gagal

miokard;

jantung

kongestif

nefropati

diabetic

(mikroalbuminuri lebih dari 30 mg per hari ) pada diabetes tergantung


insulin.
c. Warfarin : profilaksis embolisasi pada penyakit jantung rematik dan
fibrilasi atrium, profilaksis setelah pemasangan katup jantung
prostetik, serangan iskemik serebral yang transien.
7. Dosis Obat
Lipitor 10mg : 10 mg sehari sekali (malam hari)
Farmoten
: 12,5 mg 2 x sehari (pagi dan

sore

hari)

Warfarin
: 5 mg sehari sekali (malam hari di minum bersama lipitor)
8. Kontra Indikasi
a. Lipitor golongan statin : pasien dengan penyakit hati yang aktif dan
pada kehamilan dan menyusui.
b. Farmoten 12,5 mg : hipersensitif terhadap penghambat ACE
(termasuk angiodema); penyakit renovaskuler

pasti atau dugaan);

stenosis aortik atau obstruksi keluarnya darah dari jantung; kehamilan;


porfiria.
c. Warfarin : kehamilan, tukak peptik, hipertensi berat, endokarditis
bakterial.
9. Efek Samping
a. Lipitor golongan statin : Miositis yang reversibel merupakan efek
samping yang jarang tapi bermakna (lihat juga efek pada otot). Statin

juga menyebabkan sakit kepala, perubahan nilai fungsi ginjal dan efek
saluran cerna (nyeri lambung, mual dan muntah).
b. Farmoten : hipotensi; pusing, sakit kepala, letih, astenia, mual
(terkadang muntah), diare (terkadang kontipasi), kram otot, batuk
kering yang persisten, gangguan kerongkongan, perubahan suara,
perubahan pencecap (mungkin disertai dengan turunnya berat badan),
stomatitis, dispepsia, nyeri perut; gangguan ginjal; hiperkalemia;
angiodema, urtikaria, ruam kulit (termasuk eritema multiforme dan
nekrolisis epidermal toksik), dan reaksi hipersensitivihtas, gangguan
darah (termasuk trombositopenia, neutropenia, agranulositosis, dan
anemia aplastik), gejala-gejala saluran nafas atas, hiponatremia,
takikardia, palpitasi, aritmia, infark miokard, dan strok (mungkin
akibat hipotensiyang berat), nyeri punggung, muka merah, sakit
kuning (hepatoseluler atau kolestatik), pankreatitis, gangguan tidur,
gelisah, perubahan suasana hati, parestia, impotensi, onikolisis,
alopesia.
c. Warfarin : perdarahan, hipersensitivitas, ruam kulit, alopesia, diare,
hematokrit turun, nekrosis kulit, purple toes, sakit kuning, disfungsi
hati, mual, muntah, pankreatitis.
10. Interaksi Obat
warfarin dengan atorvastatin dapat menurunkan protombin tetapi ini
hanya berlangsung pada awal terapi, dan hal ini tidak terlalu penting
dalam terapinya. Artinya

masih dapat digunakan karena

tidak

menimbulkan interaksi yang dapat membahayakan pengobatan atau


terapi.

11. Monitoring Terapi


a. Monitoring subjektif : masih sering merasakan pusing atau tidak dan
keluhan mudah lelah.
b. Monitoring obyektif :
Kadar LDL dalam darah ketika puasa harus < 130 mg/dL atau 3.36
mmol/L, Tekanan darah turun menjadi 140/90 mmHg (JNC7).
c. Monitoring efek samping dari obat yang diberikan yaitu sakit kepala,
nyeri saluran cerna, hipotensi, perdarahan, hipersensitivitas, ruam
kulit.
12. KIE
a. untuk obat hyperlipidemia (lipitor) di minum waktu malam hari
menjelang tidur (sehari sekali) karena produksi kolesterol paling
banyak ketika istirahat.
b. Penggunaan obat anti hipertensi captensin dapat mengakibatkan efek
samping batuk kering.
c. Sedangkan untuk obat anti hyperlipidemia dapat menyebabkan efek
samping, seperti myalgia, influenza-like syndrome, weakness,
rhabdomyolysis (jarang).

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Internal
Publishing. Jakarta.
Gunawan, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik UI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai