Bab 1
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease adalah suatu kelainan formasi dari
jantung atau pembuluh besar dekat jantung. congenital hanya berbicara tentang waktu tapi
bukan penyebabnya, yang artinya adalah lahir dengan atau hadir pada kelahiran.
Nama alternatif lainnya untuk penyakit jantung bawaan termasuk: congenital heart defect,
congenital heart malfomation, congenital cardiovascular disease, congenital cardiovascular
defect, dan congenital cardiovascular malformation.
Penyakit jantung congenital adalah bentuk yang paling sering dijumpai pada kerusakan utama
pada kelahiran bayi-bayi, mempengaruhi hampir 1% dari bayi-bayi baru lahir (8 dari 1000).
Penyakit jantung congenital dapat mempunyai beragam penyebab. Penyebab-penyebabnya
termasuk faktor lingkungan (seperti bahan-bahan kimia, obat-obatan dan infeksi-infeksi),
penyakit-penyakit tertentu ibu, abnormalitas chromosome, penyakit-penyakit keturunan
(genetic) dan faktor-faktor yang tidak diketahui (Idiopathic).
Faktor-faktor lingkungan kadang-kadang yang bersalah. Contohnya, jika seorang ibu
mendapat German measles (rubella) selama kehamilan, maka infeksinya dapat
mempengaruhi perkembangan jantung dari bayi kandungannya (dan juga organ-organ
lainnya). Jika ibunya mengkonsumsi alkohol selama kehamilan, maka fetusnya dapat
menderita fetal alcohol syndrome (FAS) termasuk PJB.
Exposure terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga menyebabkan PJB. Satu
contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane) yang digunakan untuk jerawat(acne).
Contoh-contoh lain adalah obat-obat anticonvulsant, terutama hydantoins (seperti Dilantin)
dan valproate.
Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko mengembangkan PJB pada
fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus, terutama pada wanita-wanita yang gula
darahnya kurang optimal terkontrol selama kehamilan, berisiko tinggi mendapat PJB. Dan
wanita yang mempunyai penyakit keturunan phenylketonuria (PKU) dan tidak berada pada
special dietnya selama kehamilan, bertendensi juga mempunyai bayi dengan PJB.
Kelainan chromosome dapat menyebabkan penyakit jantung congenital (chromosome
mengandung materi genetic, DNA). Pada kira-kira 3% dari seluruh anak-anak dengan PJB
dapat ditemukan kelainan chromosome.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan PJB (CHD) ?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan PJB (CHD).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari PJB (CHD).
2. Mengetahui etiologi dari PJB (CHD).
3. Mengetahui patofisiologi dari PJB (CHD).
4. Mengetahui manifestasi klinis dari PJB (CHD).
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik PJB (CHD).
6. Mengetahui penatalaksanaan medis PJB (CHD).
7. Mengetahui komplikasi PJB (CHD).
8. Mengetahui deteksi PJB (CHD).
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan PJB (CHD).
1.4. Manfaat Penulisan
Sebenarnya, secara hemodinamik yang memegang peranan adalah adanya VSD dan stenosis
pulmonal. Dan dari kedua kelainan ini yang terpenting adalah obstruksi atau stenosis
pulmonal. Misalnya, VSD sedang kombinasi dengan stenosis pulmonal ringan, tekanan pada
ventrikel kanan masih lebih rendah daripada tekanan ventrikel kiri. Tentu saja shunt akan
berjalan dari kiri ke kanan. Bila anak dan jantung semakin besar (karena pertumbuhan), defek
pada sekat ventrikel relatif lebih kecil, tetapi derajat stenosis menjadi lebih berat, arah shunt
dapat berubah. Pada suatu saat dapat terjadi tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel
kiri, meskipun defek pada sekat ventrikel besar, shunt tidak ada. Tetapi bila keseimbangan ini
terganggu, misalnya karena melakukan pekerjaan. Isi sekuncup bertambah, tetapi obstruksi
pada ventrikel kanan tetap, tekanan pada ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan
ventrikel kiri, shunt menjadi dari kanan ke kiri dan terjadilah sianosis. Jadi, sebenarnya gejala
klinis sangat tergantung pada derajat stenosis, juga pada besarnya defek sekat.
Kadang-kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui foramen ovale
yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih besar daripada tekanan pada
atrium kiri.
4. PJB Sianostik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah
a. Transposisi Arteri Besar
Apabila pembuluh darah besar mengalami transposisi aorta, arteri aorta dan pulmonal secara
anatomis akan terpengaruh. Anak tidak akan hidup kecuali ada suatu duktus ariosus menetap
atau kelainan septum ventrikular atau atrium, yang menyebabkan bercampurnya darah arterivena.
Manifestasi klinik
Transportasi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung pada adanya kelainan stsu stenosis.
Stenosis kurang tampak apabila kelainan merupakan PDA atau ASD atau VSD, tetapi
kegagalan jantung akan terjadi.
Penatalaksanaan
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah. Pada saat prosedur suatu
kateter balon dimasukkan ketika katerisasi jantung untuk memperbesar kelainan septum intra
arterial. Pada cara blalock Halen dibuat suatu kelainan septum atrium. Pada Edward vena
pulmonale kanan. Cara Mustard digunakan untuk koreksi yang permanent septum
dihilangkan dibuatkan sambungan sehingga darah yang teroksigenasi dari vena pulmonalis
kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah tidak terosigenasi kembali dari
vena cava ke arteri pulmonale untuk keperluan sirkulasi paru paru. Kemudian akibat
kelainan ini telah berkurang secara nyata dengn adanya koreksi dan paliatif
2.3. Patofisiologi PJB (CHD)
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah
yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang
bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan yang
rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi. Apabila terjadi
hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan rongga-rongga
jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang
bertekanan tinggi ke rongga jantung yang bertekanan rendah.
Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya
pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan
akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang
miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan
oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat
kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik.
Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis. Kelainan jantung bawaan
pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
Peningkatan kerja jantung, dengan gejala : kardiomegali, hipertrofi, takhikardia.
Curah jantung yang rendah, dengan gejala : gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap
aktivitas.
Hipertensi pulmonal, dengan gejala : dispnea, takhipnea
Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis.
Pathway
2.4. Manifestasi Klinis PJB (CHD)
Gejala-gejala dan tanda-tanda dari PJB dihubungkan dengan tipe dan keparahan dari
kerusakan jantung. Beberapa anak tidak mempunyai gejala atau tanda-tanda, dimana yang
lainnya mengembangkan sesak napas, cyanosis (warna kulit yang biru disebabkan
berkurangnya oksigen didalam darah), nyeri dada, syncope, kurang gizi atau kurang
pertumbuhannya.
Kerusakan atrial septal (sebuah lubang di dinding antara atrium kanan dan kiri), misalnya
dapat menyebabkan sedikit atau sama sekali tidak ada gejala. Kerusakan dapat berlangung
tanpa terdeteksi untuk puluhan tahun.
Aortic Stenosis (halangan aliran darah pada klep aortic karena katup yang abnormal) juga
umumnya tidak menyebabkan gejala-gejala terutama ketika stenosis (penyempitan) ringan.
Pada kasus aortic stenosis berat yang mana kasus ini jarang terjadi, gejala-gejala dapat timbul
selama masa bayi dan anak-anak. Gejala-gejala dapat termasuk pingsan, pusing, nyeri dada,
sesak napas dan keletihan yang luar biasa.
Ventricular septal defect (VSD) adalah contoh lain dimana gejala-gejala berhubungan dengan
kerusakan yang berat. VSD adalah suatu lubang didinding antara kedua ventrikel. Ketika
kerusakannya kecil, anak-anak tidak menderita gejala-gejala, dan satu-satunya tanda VSD
adalah suara desiran jantung yang keras. Jika lubangnya besar, dapat terjadi gagal jantung,
kurang gizi dan pertumbuhan yang lambat. Pada kasus-kasus yang lain dengan komplikasi
pulmonary hypertension yang permanen (kenaikan tekanan darah yang parah pada arteriarteri dari paru-paru), cyanosis dapat terjadi.
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah suatu kerusakan jantung yang merupakan kombinasi dari
VSD dan halangan aliran darah keluar dari ventricle kanan. Cyanosis adalah umum pada bayi
dan anak-anak dengan TOF. Cyanosis dapat timbul segera setelah kelahiran dengan episode
mendadak dari cyanosis parah dengan pernapasan yang cepat bahkan mungkin menjadi
pingsan. Selama latihan, anak-anak yang lebih dewasa dengan TOF bisa mendapat sesak
napas atau pingsan.
Coarctation dari aorta adalah bagian yang menyempit dari arteri besar ini. Umumnya tidak
ada gejala waktu kelahiran, namun hal ini dapat berkembang lebih awal, misalnya minggu
pertama sesudah kelahiran. Seorang bayi dapat mengalami gagal jantung congestive atau
hipertensi.
2.5. Pemeriksaan Diagnostik PJB (CHD)
Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.
Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada ventrikel kanan
dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90.
Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan
arahnya.
Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada
abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. sangat menentukan dalam
diagnosis anatomik.
Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru
2.6. Penatalaksanaan Medis PJB (CHD)
2.6.1. Penatalaksanaan Konservatif
1. Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan
Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan
mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular
Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus,
pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
2. Pembedahan :
Operasi penutupan defek
Pemotongan atau pengikatan duktus (dianjurkan saat berusia 5-10 tahun)
Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien dengan resistensi
kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat dioperasi.
Pemotongan atau pengikatan duktus tanpa pembedahan dilakukan dengan cara penutupan
dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
2.7. Komplikasi PJB (CHD)
Endokarditis
Obstruksi pembuluh darah pulmonal
CHF
Hepatomegali
Enterokolitis nekrosis
Gangguan paru yang terjadi bersamaan
Perdarahan gastrointestinal (GI)
Penurunan jumlah trombosit
Hiperkalemia
Aritmia
Gagal tumbuh
2.8. Deteksi Dini PJB (CHD)
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang sering ditemukan, yaitu berkisar
10% dari seluruh kelainan bawaan dan PJB sering menjadi penyebab utama kematian pada
masa neonatus. Perkembangan di bidang diagnostik, tatalaksana medikamentosa dan tehnik
intervensi non bedah maupun bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan
hidup sangat besar pada neonatus dengan PJB yang kritis. Bahkan dengan perkembangan
ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek anatomi jantung, disritmia serta disfungsi
miokard pada masa janin.
Usaha pencegahan terhadap timbulnya gangguan organogenesis jantung pada masa janin,
sampai saat ini masih belum memuaskan, walaupun sudah dapat diidentifikasi adanya
multifaktor yang saling berinteraksi yaitu faktor genetik dan lingkungan.
Walaupun cara diagnostik canggih dan akurat telah berkembang dengan pesat, namun hal ini
tidak bisa dilakukan oleh setiap dokter terutama di daerah dengan sarana diagnostik yang
belum memadai. Hal ini tidak menjadi alasan bahwa seorang dokter tidak mampu membuat
diagnosis dini dan sekaligus terapi awal, yang dilanjutkan dengan rujukan untuk terapi
definitif yaitu bedah korektif di pusat pelayanan jantung. Oleh karena itu, perlu dipahami
perubahan-perubahan sirkulasi fetal ke neonatal dan berbagai penyimpangannya dalam
periode minimal 1 bulan pertama. Keberhasilan deteksi dini merupakan awal keberhasilan
tatalaksana lanjutan PJB kritis pada neonatus.
Gejala sianosis sentral pada penyakit jantung bawaan biru (Cardiac cyanosis) sering belum
terdeteksi pada saat neonatus keluar rumah sakit. Terdapat beberapa keadaan yang juga
memberikan gejala hampir sama yaitu :
1. Penyakit parenkhim paru
Penyakit parenkhim paru selalu disertai distres nafas yang segera memerlukan ventilator dan
ditemukan kelainan pada pemeriksaan foto polos dada
2. Sirkulasi fetal persisten
Sirkulasi fetal yang persisten akibat faktor intrauterin sehingga dinding arteria pulmonalis
tetap menebal dan tekanannya tetap tinggi yang sering ditandai distres nafas yang ringan atau
sedang, riwayat asfiksia, sindroma aspirasi mekonium dan prematuritas serta riwayat ibu
mengkonsumsi steroid pada bulan terakhir kehamilan.
3. Kelainan sistem saraf sentral
4. Kelainan hematologi
Tetap terbukanya duktus pada beberapa jam atau hari setelah lahir akan mempertahankan
pasokan darah ke sistem sirkulasi paru tetap normal (ductus dependent pulmonary
circulation). Kondisi ini meniadakan gejala sianosis sentral (masking effect) sehingga tidak
ada persangkaan adanya PJB biru pada neonatus yang sedang kita hadapi. Peningkatan
kebutuhan oksigen oleh tangisan atau aktivitas minum serta peningkatan saturasi oksigen
kearah nilai normal mengakibatkan rangsangan penutupan duktus. Pada saat ini baru timbul
gejala sianosis sentral walaupun kadang masih bersifat transient, yaitu terutama pada saat
menangis atau aktivitas minum. Penutupan duktus masih terjadi secara anatomis tetapi secara
fungsionil masih terbuka. Pada kondisi seperti ini pemeriksaan saturasi oksigen secara serial
dengan cara pulse oxymetri memang diperlukan.
Hyperoxic-test, pemberian oksigen 100 % dengan kecepatan 1 liter/menit selama 10 menit,
bila saturasi O2 >98% bukan PJB sianosis, bila saturasi O2 >90% kemungkinan suatu PJB
sianosis, tapi bila saturasi O2 tetap V.kiri
Backward mechanism
Darah kembali ke atrium kiri
Kembali ke paru via vena pulmonalis
Edema paru
Kemampuan recoil n complience paru
Sesak Ketidakefektifan Pola Napas
5 DO:
GDA abnormal
Frekuensi, irama dan kedalaman napas abnormal
Diaforesis
Hiperkapnea
Hipoksia
PCH
Somnolen
Takikardi
DS :- Edema paru
Kemampuan recoil n complience paru
Lack of O2
Aerob anaerob
ATP
Energi
Kelemahan
Intoleransi aktivitas Intoleransi Aktivitas
11 DO:DS :- darah membendung di V.kanan
Darah stuck di dlm jantung
Kemungkinan adanya MO hematogen
Menginfeksi jantung
Resiko infeksi Resiko Infeksi
3.3. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kegagalan fungsi jantung.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan fungsi pompa.
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan fungsi pompa.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru akibat mekanisme backward.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pada jaringan paru akibat edema
paru.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi yang dihasilkan dari
metabolisme yang berubah.
7. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan nutrisi untuk regenerasi
dan perkembangan sel-sek tubuh.
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan akibat sesak.
9. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kesulitan minum akibat sesak napas.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan pembendungan darah dalam jantung.
11. Gangguan body image berhubungan dengan adanya clubbing finger akibat sianosis yang
kronik
3.4. Rencana Keperawatan
No. Dx.keperawatan Tujuan/KH Intervensi Rasional
1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan kegagalan fungsi jantung. Setelah diberikan
asuhan keperawatan selama x24 jam pasien dapat mentoleransi gejala-gejala akibat
penurunan curah jantung.
Kriteria hasil :
1. TTV dalam ambang normal
2. Pasien dapat beristirahat dengan tenang
3. Saturasi oksigen normal
4. Tidak menunjukkan tanda-tanda sianosis
5. GCS normal 1. Monitor tanda-tanda vital, Observasi kwalitas dan kekuatan denyut jantung,
nadi perifer, warna dan kehangatan kulit.
2. Informasikan dan anjurkan tentang pentingnya istirahat yang adekuat.
3. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal / masker sesuai indikasi
4. Identifikasi derajat cyanosis ( sircum oral, membran mucosa, clubbing)
5. Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung disorientasi cemas
6. Secara kolaborasi, berikan tindakan farmakologis berupa digitalis, digoxin 1. Abnormalitas
TTV, terutama pulsasi nadi dan jantung menunjukkan ketidakadekuatan curah jantung.
2. Istirahat dapat mengurangi beban kerja jantung.
3. Oksigen tambahan dapat membantu pemenuhan saturasi oksigen tanpa menggunakan
energi yang berlebih.
4. Sianosis menunjukkan tanda keinadekuatan perfusi karena penurunan curah jantung.
5. Penurunan kesadaran dapat dikarenakan ketidakadekuatan curah jantung.
6. Digitalis dapat memperkuat kerja jantung sehingga kebutuhan dapat terpenuhi.
2 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan fungsi pompa. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan tingkat
kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensori.
Kriteria hasil:
1. Tanda vital stabil
2. tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
3. tingkat kesadaran mambaik.
4. Saturasi oksigen normal 1. Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan
dengan nilai standar GCS.
2. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, respon terhadap cahaya.
3. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
4. Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, mengejan.
5. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat.
6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 1. Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan
kerusakan SSP.
2. Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah
batang otak masih baik. Ukuran/kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan
simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi
dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
3. Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar)
merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran.
4. Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat
meningkatkan TIK.
5. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan
oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
6. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah
serebral yang meningkatkan TIK.
3 Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan fungsi pompa. Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam pasien dapat menunjukkan perfusi
yang adekuat.
Kriteria Hasil :
1. TTV dalam rentang normal
2. Tidak menunjukkan tanda-tanda sianosis, suhu ekstremitas hangat
3. Denyut distal dan proksimal kuat dan simetris
4. Tingkat sensasi normal 1. Observasi TTV
2. Observasi adanya tanda-tanda sianosis dan gangguan perfusi (kebiruan pada ujung
ekstremitas, mukosa, akral dingin)
3. Palpasi dan observasi pulsasi nadi perifer
4. Berikan rangsangan pada daerah perirer, misal pada ujung kaki 1. TTV normal
menunjukkan kenormalan sistem tubuh.
2. Sianosis menunjukkan ketidakadekuatan perfusi
3. Pulsasi yang kuat pada bagian distal dapat mengindikasikan keadekuatan perfusi.
4. Adanya parasthesia mengindikasikan keinadekuatan perfusi
4 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru akibat mekanisme backward.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam pasien dapat menunjukkan
keefektifan pola napas.
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi napas dalam ambang normal, napas tanpa usaha yang berlebihan
2. Chest expansion yang normal
3. GDA dan Hb dalam ambang normal
4. Anak dalam keadaan tenang 1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya
pernafasan
2. Observasi penyimpangan dada, selidiki penurunan ekspansi paru atau ketidak simetrisan
gerakan dada.
3. Kaji ulang hasil GDA, Hb sesuai indikasi
4. Minimalkan menangis atau aktivitas pada anak 1. Frekuensi napas yang tinggi
menunjukkan usaha pemenuhan oksigen demand yang berarti masih adanya masalah pada
pemenuhan permintaan oksigen
2. Kelainan dapat terlihat pada penggunaan otot bantu napas dalam memenuhi kebutuhan
oksigen.
3. GDA dan Hb normal menunjukkan keseimbangan hemostasis.
4. Menangis dan aktivitas berlebihan dapat menyebabkan oksigen demand semakin
bertambah.
5 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pada jaringan paru akibat edema
paru. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan mekanisme
pertukaran gas yang baik.
Kriteria hasil:
1. Tidak terdapat dyspnea, tarikan dinding dada dan PCH tidak ada atau berkurang
2. tidak terdapat suara napas tambahan
3. blood gas dalam batas normal 1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan setiap 1
jam. Catat ketidakteraturan pernapasan, pantau kepatenan oksigenasi
2. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang
tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
3. Lakukan tes uji BGA. 1. Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau
menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
2. Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan
menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat. Untuk mengidentifikasi adanya masalah
paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi
cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
3. Gangguan pertukaran gas dapat menyebabkan masalah yang lebih serius, misalnya
Asidosis metabolik.
6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi yang dihasilkan dari
metabolisme yang berubah. a. Kaji perkembangan peningkatan tanda-tanda vital, seperti
adanya sesak
b. Bantu pasien dalam aktivitas yang tidak dapat dilakukannya
c. Dukung pemenuhan nutrisi
7 Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan nutrisi untuk regenerasi
dan perkembangan sel-sek tubuh. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan anak dapat mengalami pertumbuhan dan
perkembangan sesuai dengan kurva pertumbuhan atau perkembangan dan mampu melakukan
aktivitas yang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil:
1. Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia anak. 1. Berikan diet/nutrisi yang
cukup.
2. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
3. Berikan suplemen besi.
4. Berikan kebebasan anak mengekspresikan aktivitasnya dan membantu anak untuk
melakukan tugas perkembangan sesuai usianya. 1. Memperbaiki status gizi.
2. Untuk mengetahui/mengontrol tingkat pertumbuhan dan perkembangan.
3. Untuk mencegah terjadinya anemia.
4. Untuk menghindari stress dan membantu anak dalam perkembangannya.
8 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan akibat sesak. Tujuan:
Setelah diberikan Asuhan keperawatan selama x24 jam pasien akan menunjukkan
keseimbangan nutrisi.
Kriteria Hasil :
1. Intake nutrisi adekuat
2. BB dalam ambang normal sesuai usia
3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi a. Anjurkan ibu untuk terus menyusui walaupun sedikit tapi
sering
b. Pasang IV infus jika terajdi ketidak adekuatan nutrisi
c. Jika anak sudah tidak menyusu, berikan makanan sedikit tapi sering dengan diet sesuai
instruksi
d. Observasi pemberian makanan atau menyusui 1. ASI memberikan cukup ntrisi untuk bayi
yang masih menyusu
2. Nutrisi parenteral membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang tidak dapat masuk secara
peroral
3. Makanan sedikit tapi sering dapat menstimulasi keinginan anak untuk makan lenih banyak.
4. Pemberian makan secara intensif dapat memperbaiki status gizi anak.
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau
fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2
golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing
memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Adapun jenis kelainan pada penyakit jantung bawaan sangat bervariasi, ada yang hanya
menyebabkan gangguan ringan pada fungsi jantung tetapi ada juga kelainan yang cukup fatal
hingga mengganggu fungsi kerja jantung dalam mendistribusikan darah ke seluruh tubuh.
Pada umumnya kelainan Jantung bawaan dapat dideteksi sejak lahir, namun tak jarang
gejalanya baru muncul setelah bayi berumur beberapa minggu atau beberapa bulan.
Gejala umum dari penyakit jantung bawaan adalah sesak nafas dan bibir terlihat kebirubiruan. Kelainan yang termasuk dalam penyakit Jantung bawaan banyak sekali jenis nya,
mencakup gangguan pada bilik dan atau serambi jantung serta gangguan pada pembuluh
darah jantung. Apapun jenis kelainan pada penyakit jantung bawaan, semuanya
mengakibatkan ketidaklancaran sirkulasi darah, karena Jantung sebagai salah satu organ vital
dalam tubuh memiliki tugas memompa dan mengalirkan darah keseluruh bagian tubuh.
4.2. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang PJB,
sehingga dapat lebih mengenali dengan gejala-gejala yang ditimbulkan, baik gejala yang
dapat dirasakan maupun tidak, serta dapat memberikan asuhan keperawatan dengan sebaikbaiknya.
DAFTAR PUSTAKA
A.H Markum. (1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta : Fakultas kedokteran
UI
Anderson RH, Macartney FJ, Shinebourne EA, Tynan M. (1987). Fetal circulation and
circulatory changes at birth. In : Anderson RH, Macartney FJ, Shinebourne EA and Tynan M,
eds. Paediatric Cardiology. Vol.2 Churchill Livingstone, 1987: 109.
Artman M, Mahony L, Teitel DF. (2002). Neonatal Cardiology. The McGraw-Hill Companies
Medical Publishing Division.
Carpenito J.Lynda. (2001). Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3
EGC. Jakarta.
Madiyono B. (1997). Kardiologi anak masa lampau, kini, dan masa mendatang : Perannya
dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit kardiovaskuler. Jakarta : Pidato pada
upacara pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam ilmu kardiologi anak pada Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Ontoseno T. (1996). Kelainan Jantung Bawaan Dan Etiologinya Masa Kini. Buletin Toraks
Kardiovaskuler Indonesia.
Saenz RB, Diane KB, Laramie C. Triplett, M.D. (2003). Caring for Infants with Congenital
Heart Disease and Their Families. University of Mississippi Medical Center Jackson,
Mississippi American academy of Family Physician.
Wilkinson JL. (2002). Initial management and referral for surgical intervention of neonates
with critical congenital heartd disease. Indones J Pediatr Cardiol
Anonim. (2010). Penyakit Jantung Bawaan. [Internet]. Bersumber dari :
http://www.totalkesehatananda.com/congenital1.html. (Diakses pada tanggal 14 Desember
2012, pukul 08.47 WIB)
Anonim. (2011). Jenis dan Gejala Penyakit Jantung Bawaan (PJB) Biru. [Internet].
Bersumber dari :
http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/gizi+dan+kesehatan/Bayi/jenis.dan.gejala.penyakit.jantu
ng.bawaan.pjb.biru/001/001/1637/63/3. (Diakses pada tanggal 14 Desember 2012, pukul
08.47 WIB)
Anonim. (2012). Askep Kelainan Jantung Bawaan. [Internet]. Bersumber dari :
http://junitri.wordpress.com/2012/04/24/askep-kelainan-jantung-bawaan/. (Diakses pada
tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Anonim.(2012). Penyebab Kerusakan Jantung Bawaan. [Internet]. Bersumber dari :
http://www.anakku.net/penyakit-jantung-bawaan-pada-bayi-baru-lahir.html. (Diakses pada
tanggal 14 Desember 2012, pukul 08.47 WIB)
Share this:
Categories