Bagian I Ruang Lingkup Farmasi
Bagian I Ruang Lingkup Farmasi
I.
PENDAHULUAN
[4]
Namun demikian tonggak sejarah yang penting bagi farmasi ialah tahun
1240 di Sisilia, Eropa, ketika dikeluarkan surat perintah raja (edict) yang
secara legal (menurut undang-undang) mengatur pemisahan farmasi dari
pengobatan. Surat perintah yang kemudian dinamakan Magna Charta
dalam bidang farmasi itu juga mewajibkan seorang Farmasis melalui
pengucapan sumpah, untuk menghasilkan obat yang dapat diandalkan
sesuai keterampilan dan seni meracik, dalam kualitas yang sesuai dan
seragam. Magna Charta kefarmasian ini dikembangkan sampai saat ini
dalam bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia dan Sumpah Apoteker. [4]
IV.
bidang
ilmu
atau
kategori
di
atas
Dari kajian filsafati di atas terlihat bahwa di samping sebagai Ilmu atau Sains,
Farmasi meliputi pula pelayanan obat secara profesional. Istilah Profesi dan
Profesional saat ini semakin dikaburkan karena banyak digunakan secara
salah kaprah. Semua pekerjaan (job, vacation, occupation) dan keahlian
(skill) dikategorikan sebagai profesi. Demikian pula istilah profesional sering
digunakan sebagai lawan kata amatir.
Menurut Hughes, E.C. [4] :
..Profesion profess to know better than other the nature of certain matters,
and to know better than their clients what ails them or their affairs.
Definisi ini menggambarkan suatu hubungan pelayanan antar-manusia,
sehingga tidak semua pekerjaan atau keahlian dapat dikategorikan sebagai
profesi.
Menurut Schein, F.H. [4] :
The profession are a set of occupation that have developed a very special
set or norms deriving from their special role in society .
Bagian I Ruang Lingkup Farmasi
Perhatian utama para dokter, dokter gigi dan dokter hewan yang menulis
resep ialah pada efek obat pada penderita, nilai terapetika, dan
6
PBF sangat berperanan sebagai sumber penyalur obat dari berbagai industri
farmasi yang secara cepat dapat melayani kebutuhan Farmasis Komunitas
(Apoteker) untuk secara cepat pula melayani kebutuhan penderita akan obat.
PBF juga mengurangi beban finansial Apoteker dalam hal menyimpan stok
obat dalam jumlah besar dan menjembatani kerumitan negosiasi dengan
ratusan industri farmasi sebagai produsen obat.
Industri Farmasi
Farmasis di industri farmasi terlibat pula dalam fungsi pemasaran produk,
riset dan pengembangan produk, pengendalian kualitas, produksi dan
administrasi atau manajemen. Fungsi perwakilan pelayanan medis (medical
service representative) atau detailman yang bertugas dan langsung
berhubungan dengan Dokter dan Apoteker untuk memperkenalkan produk
yang dihasilkan industri farmasi mungkin juga dijabat seorang Farmasis atau
tenaga ahli lain. Namun paling ideal apabila fungsi itu dipegang seorang
Farmasis atau tenaga ahli lain. Namun paling ideal apabila fungsi itu
dipegang seorang Farmasis karena latar belakang pengetahuannya. Saat ini
memang tidak banyak Farmasis yang mengisi jabatan ini karena jumlahnya
belum mencukupi, dan lebih dibutuhkan di tempat pengabdian profesi yang
lain. Peningkatan karir jabatan ini dapat mencapai tingkat supervisor dalam
pemasaran produk, dan direktur pemasaran produk dalam organisasi industri
farmasi.
Pada unit produksi dan pengendalian kualitas (quality control) industri
dipersyaratkan seorang Apoteker. Untuk bidang riset dan pengembangan (R
& D = Research and Development) biasanya diperlukan lulusan pendidikan
pascasarjana, meskipun bukan merupakan persyaratan.
Instansi Pemerintah
Departemen Kesehatan adalah instansi pemerintah yang paling banyak
menyerap tenaga Farmasis, terutama Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Minuman (DitJen POM) dan jajaran Pusat Pemeriksaan Obat (PPOM) dan
Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (Balai POM) di daerah. Demikian pula
Bidang Pengendalian Farmasi dan Makanan pada setiap Kantor Wilayah
Departemen Kesehatan (sekarang dihapus, hanya ada Dinas Kesehatan
Propinsi) dan jajaran Dinas Kesehatan sampai ke Daerah Tingkat II dan
Gudang Farmasi. Fungsi utama Farmasis pada instansi pemerintah ialah
administrastif, pemeriksaan, bimbingan dan pengendalian. Sejak tahun 2001,
telah terjadi perubahan struktur, Direktorat Jendral POM tidak lagi bernaung
di bawah Departemen Kesehatan, tetapi menjadi Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM) yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI.
8
PENDIDIKAN KEFARMASIAN
Sejak 1991 telah dirintis pembukaan pendidikan tenaga farmasi ahli madya
dalam bentuk Program Diploma (D-III) oleh Departemen Kesehatan, yaitu
Program Studi Analis Farmasi. Kebutuhan ini merupakan konsekuensi
perkembangan di bidang kesehatan yang semakin memerluka tenaga ahli,
baik dalam jumlah maupun kualitas, dan semakin memerlukan diversifikasi
tenaga keahlian. Tujuan utama program studi ini ialah menghasilkan tenaga
ahli madya farmasi yang berkompetensi untuk pelaksanaan pekerjaan di
bidang pengendalian kualitas (quality control). Adapun peranan yang
diharapkan dari lulusan program Studi Analis Farmasi ialah: Melaksanakan
analisis farmasi dalam laboratorium: obat, obat tradisional, kosmetika,
makanan-minuman, bahan berbahaya dan alat kesehatan; di industri farmasi,
instalasi farmasi rumah sakit, instansi pengawasan mutu obat dan makananminuman atau laboratorium sejenisnya, di sektor pemerintah maupun
swasta, dengan fungsi :
Pelaksanaan analisis, pengujian mutu, pengembangan metode analisis dan
peserta aktif dalam pendidikan dan penelitian di bidang analisis farmasi.
Program ini diharapkan dapat dikelola oleh perguruan tinggi negeri yang
mempunyai fakultas atau Jurusan Farmasi dengan status Program Diploma
(D-III). Kemungkinan besar Sekolah Menengah Farmasi di masa yang akan
datang dapat ditingkatkan menjadi Program Diploma seperti yang diuraikan
di atas. [3] Ramalan kami lebih dari 10 tahun yang lalu, sekarang ini sudah
menjadi kenyataan melalui ketentuan yang mengharuskan pendidikan
menengah ditingkatkan menjadi Akademi.
VI.4
[6]
11
adalah 6666 orang berdasarkan rasio 1 Apoteker untuk 30.000 jiwa, hanya
untuk bidang pelayanan saja. (Rasio yang ideal untuk perbandingan
kebutuhan minimum yang lazim diproyeksikan untuk profesi ini di bidang
kesehatan ialah 1 : 15.000). Saat ini jumlah Apoteker diperkirakan sebanyak
10.000 orang.
Tantangan pembangunan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang
yang merupakan tantangan bagi Pendidikan Tinggi Farmasi di Indonesia ialah
menghasilkan produk pendidikan tinggi yang memenui Standar Profesi
Apoteker (Standard Operating Procedure = SOP) sebagai berikut : [5]
-
Perkembangan di era sembilan puluhan dimulai dengan terbitnya UndangUndang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan
Pemerintah No. 30/Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi, Konsep Link and
Match (1993) oleh DepDikBud; dan di sektor kesehatan diterbitkan UndangUndang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Perkembangan terakhir ialah
diterbitkannya PP 60/ Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, yang
merupakan penyempurnaan PP No.30/Tahun 1990 Tentang Pendidikan Tinggi,
dan PP No.61/ Tahun 1999, tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai
Badan Hukum. Peraturan Pemerintah yang terakhir ini pada dasarnya
memberikan otonomi kepada perguruan tinggi untuk penyelenggaraan
pendidikan akademik dan profesional, yang disertai akuntabilitas
(pertanggungjawaban), melalui akreditasi, yang dilakukan melalui evaluasi,
untuk meningkatkan kualitas secara berkelanjutan. (Paradigma Baru
Pendidikan Tinggi , KPPT-JP 1996-2005)
Kebijaksanaan pemerintah yang tertuang dalam berbagai perundangundangan itu semuanya mengacu pada Tujuan Pembangunan Nasional
seperti yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang
mempengaruhi pula arah, tujuan dan orientasi pendidikan kefarmasian, dan
kurikulum pendidikannya.
VI.6
Kurikulum Inti
Kelompok
Mata kuliah Dasar
Umum (MKDU)
Mata Kuliah Dasar
Kurikulum Inti
(SKS)
6
54
Di luar Kurikulum
Inti
(SKS)
8 - 10
11 - 18
Jumlah SKS
14 - 16
65 - 72
13
Keahlian (MKDK)
Mata Kuliah Keahlian
Utama (MKKU)
(Kimia Farmasi
Farmasetik
Farmakognosi
Farmakologi
Tugas Akhir
Mata kuliah
Pilihan(MKP)
54
11 - 18
65 - 72
12
12
12
12
6
(termasuk mata kuliah di luar Kurikulum Inti)
114
114 - 160
Catatan :
1. Antara MKDK dan MKDU dibuat berimbang dengan maksud agar supaya
mahasiswa lebih fleksibel untuk mengembangkan diri baik terjun ke
masyarakat, maupun melanjutkan ke program Pascasarjana.
2. Masing-masing MKKU mendapat jumlah SKS yang sama dengan maksud
memberi kesempatan yang seimbang kepada masing-masing bidang
untuk berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing
universitas/institut.
3. MKP dapat diisi dengan mata kuliah dalam bidang studi atau di luar
bidang studi untuk memperluas wawasan, juga dimaksudkan untuk diisi
dengan mata kuliah yang sesuai dengan Pola Ilmiah Pokok masingmasing universitas/institut.
VI.8
14
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Farmaseti
Kimia
Teknologi
Biofarma
Farmakok
Kimia
Farmakog
Fitokimia
Farmakol
Jumlah Mata kuliah dan Bobot SKS masih perlu dilengkapi dengan muatan
lokal sampai menjadi (144-160) SKS
VI.9 Forum Komunikasi Pendidikan Tinggi Farmasi Negeri
Sejak 1984 telah dibentuk Forum Komunikasi oleh pimpinan pendidikan tinggi
Farmasi Negeri (Dekan atau Ketua Jurusan) yang bertemu sekali setahun
Bagian I Ruang Lingkup Farmasi
15
VI.10
16
[1,2]
Farmasis
4 th.
+ 1 th. profesi
3 th.
+ 1 th. Profesi
(akan
diseragamkan
Master
+ 2 th.
Doktor
+ 3 th.
Master of
Pharmacy
+ 2 th.
Doctor of
Philosophy
+ 3 th. (Ph.D)
17
Amerika Serikat
4 th + 1)
2 th. (Preprofessional)
4 th.
(Professional)
Pharm. Doctor)
Master of
Science
+ 2 th.
Doctor of
Philosophy
+ 3 th. (Ph.D)
Sejak tahun 1996 di Amerika Serikat hanya ada 1 jalur untuk mencapai
profesi Pharmacist, yaitu Pharmaceutical Doctor yang membutuhkan waktu 6
tahun (2 tahun pre-professional + 4 tahun professional). Di Australia juga
akan diseragamkan lama waktu studi Pharmacist (Bachelor of Pharmacy =
B.P.) menjadi (4 + 1) tahun. Di samping program pascasarjana di bidang
penelitian (Master dan Doctor), sama halnya di Indonesia, di Australia juga
disediakan program Graduate Diploma di bidang tertentu (Hospital
Pharmacy; Industrial Pharmacy) bagi Farmasis yang ingin meningkatkan
keahliannya, khususnya keterampilan.
VII.1
19
C.
D.
E.
F.
G.
H.
21
English Composition
Elementary Statistics
Analytical
Geometry
Calculus
General
Biology
Laboratory
Genearl
Chemistry
Laboratory
General College Physics
Min. Sem.
Hours
6
3
and
3
with
with
Notes
8
18
Foreign Language
Physical Education Activities
6-9
2
Fall
First
Year
Spring
Professional
Pharmacology I
Biochemistry II
23
Basic Pharmaceutics
Health Care Systems
Pharm.Care Lab.I
Second
Year
Basic Pharmaceutics II
Pharmaceutical Care
Pharm.Care Lab II
Professional
Community/Hospital Externship
Pharmacology II
Pharmacotherapy I
Literature Analysis
ANS Med. Chem.
Pharmacokinetics
Professional Elective
Pharm.Care Lab. III
Third
Year
Pharmacology III
Pharmacotherapy II
Pharmacotherapy III
Pharmacotherapy IV
Applied Pharmacokinetics
Professional Elective
Pharm.Care Lab. IV
Professional
Fourth
Year
Pharmacy Operations
Physival Assessment
Professional Elective
Professional Elective
Prob.in Pharmacotherapy
Seminar
Professional
Clerkships
Clerkships
B. University of Minnesota
[10]
25
DAFTAR PUSTAKA
1. American Pharmaceutical Association, The National Professional Society of
Pharmacicts, The Final Report of the Task Force on Pharmacy education,
Washington DC.
2. College Handbook (Nov.1992), MONASH University, The Office of
University Development for the Victorian College of Pharmacy, Melbourne,
Victoria.
3. Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Farmasi Negeri se Indonesia, Hasil
Rapat Tahunan (1992).
4. Gennaro, A.R. [Ed.] (1990) Remingtons Pharmaceutical Sciences, Mack
Publishing Co, Easton, Pennsylvania.
5. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Keputusan Kongres Nasional XIII,
N0.XIII/Kongres XIII/ISFI/1989 tentang Standar Profesi Apoteker dalam
Pengabdian Profesi di Apotik.
6. Ketut Patra dkk. (1988) 60 Tahun Dr. Midian Sirait, Pilar-Pilar Penopang
Pembangunan di Bidang Obat, Penerbit P.T.Priastu, Jakarta.
7. Smith, A.K. (1980) Principles and Methods of Pharmacy Management,
Second Edition, Lea Febiger, Philadelphia.
8. Suryasumantri, Y.S (1985) Filsafat Ilmu, Suatu Pengantar Populer,
Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.
9. Wattimena, J.R. dkk. (1986) makalah dalam Ekspose Perkembangan Ilmu
Kesehatan oleh IDI/ISFI, Jakarta.
10.
University of Minnesota , (2001) College of Pharmacy
Catalog, the Regents of the University of Minnesota, Catalog On Line.
11.
University of North Carolina at Chapel Hill, (2002) School
of Pharmacy, Catalog on Line.
26