GERAKAN PRAMUKA
19 Februari 2012 pukul 6:05
mulai dari merokok yang sudah menjadi budaya remaja, perobaan minuman keras,
sampai dengan narkoba. Data statistik sangat mengejutkan karena angka presentase pengguna
narkoba di kalangan usia sekolah mencapai 4 % dari seluruh pelajar di Indonesia. Berdasarkan
tingkat pendidikan, kelompok yang paling banyak mengkonsumsi narkoba adalah kalangan
mahasiswa (9,9 %), SLTA (4,8 %), dan usia sekolah di bawahnya (1,4 %).
3. Deviasi sosial.
Sikap asosial, yang membiarkan keterlantaran orang, tidak peduli terhadap nasib
masyarakat, bangsa dan Negara. Orang hanya sampai pada tingkat menonton bila ada sesuatu
yang seharusnya perlu ditolong.
Korupsi yang tidak hanya dilakukan secara individu tetapi justru dilakukan bersamasama, bahkan dilakukan oleh para pemimpin dan penegak hukum.
Premanisme, pemerasan, penindasan oleh kelompok tertentu, dan sindikat kejahatan.
Western style yang hanya diambil dipermukaan dalam bentuk penampilan fisik, seperti
mode pakaian yang tidak pas dengan budaya bangsa, perubahan kegemaran dari menu
makanan Indonesia ke makanan ala Barat, musik ala Barat, dan bahkan semua yang dianggap
dari Barat seperti layaknya sebuah agama baru yang seakan-akan menjadi tren wajib yang
harus diikuti oleh kawula muda. Bagi kawula muda yang tidak mengikuti dianggap kolot, dan
tidak gaul.
Pengaruh film Barat dan Mandarin yang jagoannya sering menenggak minuman keras,
seakan menjadi kiblat pemuda/pemudi yang menamakan dirinya modern.
LSM sebagian besar bergerak di bidang politik. Jarang sekali LSM yang bergerak di
bidang pendidikan; sedangkan kesibukan Kepala Sekolah sebagai manajer yang seharusnya
tugas pokoknya adalah meningkatkan kualitas proses di sekolah banyak dihanggu oleh urusanurusan administratif yang tidak penting, bahkan banyak diganggu oleh wartawan-wartawan liar.
Pendidikan non-formal yang muncul saat ini adalah kursus-kursus yang hanya
berorientasi pada life-skill.
Organisasi yang mengarah kepada pendidikan sifatnya tidak universal, artinya yang
banyak saat ini adalah organisasi khusus untuk agama tertentu, khusus untuk suku tertentu,
khusus untuk keterampilan tertentu (Out-bound; Palang merah remaja; Kelompok ilmiah remaja,
dst)[i], dan hanya untuk usia tertentu.
5. Kurangnya tokoh panutan
Banyaknya wakil-wakil rakyat dan pemimpin yang bertingkah laku negatif dan dipublikasikan
besar-besaran lewat media menjadikan anak-anak tidak memiliki acuan perilaku yang baik. Hal
ini juga terjadi karena media terlalu banyak mem blow up karakter jelek.[ii]
6. Kuatnya terpaan budaya pra-figuratif.
Pada abad ke 20 negara yang disebut adi kuasa adalah negara yang memiliki persenjataan
paling canggih, tetapi pada abad ke 21, fenomena tersebut berubah. Negara yang dianggap
adikuasa adalah negara yang menguasai informasi. Saat ini informasi sangat dikuasai oleh
Barat yang selalu melagukan simphoni west is the best.
6. Kurangnya open space yang kondusif bagi anak untuk pengembangan karakter. Alam terbuka,
tanah lapang, telah banyak berubah fungsi menjadi mall, apartemen, lapangan golf, sehingga
tidak bisa dinikmati oleh anak-anak muda untuk berolah raga, beraktivitas, mengembangkan
keterampilan dan nilai-nilai.
SOLUSI PERMASALAHAN BANGSA DALAM PENDIDIKAN.
Banyak solusi yang dikemukakan oleh para cerdik pandai di dalam membangun karakter
bangsa, tetapi semuanya harus dilakukan dengan biaya yang sangat mahal, biaya proyek yang
belum dijamin keberhasilannya. Bagaimana menciptakan solusi yang mudah dan murah adalah
bagian yang sangat penting dan cerdas untuk pengembangan karakter bagi generasi kita. Untuk
itu perlu dipertimbangkan, pertama mengingat lemahnya institusi keluarga, dan masih sulitnya
guru-guru di sekolah untuk mengintegrasikan mata pelajaran yang diasuhnya ke dalam
pendidikan karakter atau setidaknya mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam mata
pelajaran yang diasuhnya; kedua mengingat sebagian besar waktu anak-anak saat ini adalah di
masyarakat, maka solusi untuk mengatasi permasalahan bangsa ini antara lain harus
memperkuat pendidikan karakter melalui lembaga-lembaga yang ada di masyarakat.
Satu-satunya wadah untuk mendidik karakter yang bersifat universal mulai dari anak usia 7 tahun
sampai orang dewasa, yang tidak membedakan suku, agama, profesi, status sosial hanyalah
Gerakan Pramuka. Oleh karena itu pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia hendaknya
sadar bahwa pendidikan kepramukaan saat ini adalah merupakan solusi andal untuk mengatasi
permasalahan degradasi karakter bangsa.
1. Gerakan Pramuka Sebagai Wadah Pilihan Utama dalam Membentuk Karakter Bangsa.
a. Dasar Formal
Saat ini Indonesia telah mengeluarkan UU Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan
Pramuka. Dalam UU tersebut dicantumkan di dalam pasal 16 bahwa Gugusdepan dan Pusdiklat
merupakan unit pendidikan dalam gerakan Pramuka. Pasal ini sangat penting, karena sebagian
besar orang masih menganggap bahwa kwartir adalah fungsi terpenting dalam Gerakan
Pramuka.
Anggaran Dasar (AD) Gerakan Pramuka berbeda dengan AD organisasi-organisasi
lainnya, karena AD Gerakan Pramuka adalah berupa Keputusan Presiden. Karena Presiden
adalah Kepala Negara, maka seharusnya AD Gerakan Pramuka mengikat seluruh Alat Negara
untuk ikut serta berpartisipasi di dalam memajukan Gerakan Pramuka.
b. Dasar Faktual
Gerakan Pramuka satu-satunya organisasi pendidikan non-formal yang dipercaya oleh
pemerintah dengan munculnya Surat Keputusan Bersama 5 Menteri untuk menyelenggarakan
pendidikan Bela Negara (Menteri Dalam negeri, Menteri Pendidikan, Menteri Agama, Menteri
Pertahanan, serta Menteri Pemuda dan Olah Raga).
Prinsip Dasar dan Metode Kepramukaan sebagai landasan operasional Gerakan
Pramuka yang di dalamnya berisikan janji dan ketentuan moral bagi pramuka adalah cocok
untuk digunakan sebagai dasar landasan pendidikan karakter bagi seluruh bangsa Indonesia,
apapun agamanya, apapun sukunya, apapun profesinya, dan berapapun usianya, dan
berapapun jumlahnya.
Gerakan Pramuka terbukti menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Contoh: Di
saat ada pertemuan anak-anak, remaja, atau orang dewasa yang berjumlah besar, kondisi ini
sangat rawan dihinggapi oleh konflik, dan bahkan sering terjadi (hampir selalu) perkelahian yang
mengakibatkan korban jiwa. Salah satu contoh bila ada konser musik, karena banyaknya orang,
yang semuanya ingin berebut berada di depan maka sering terjadi orang terhimpit bahkan
sampai terinjak-injak dan meninggal dunia. Contoh lain: perhelatan yang berupa lomba-lomba
yang melibatkan orang banyak sering sekali terjadi perkelahian dan menimbulkan korban jiwa;
bahkan sepak bola yang dibiayai ratusan miliar sporternya sering baku hantam dan merusak
fasilitas umum. Lain halnya dengan Gerakan Pramuka yang menyelenggarakan Jambore
Nasional yang melibatkan lebih dari 22 ribu orang, mereka masing-masing dari daerah siap
untuk berkompetisi, tetapi di dalam kegiatan tersebut mereka mengubah kompetisi menjadi
integrasi; mereka bertemu dari pamer kebolehan menjadi saling bersahabat, dan tidak pernah
ada perkelahian di dalam setiap jambore.
Peristiwa lain yang disaksikan sendiri oleh penulis terjadi ketika dilaksanakan Jambore
Nasional di Baturaden tahun 2001. Pada waktu baru saja ada konflik antara etnis Madura dan
Dayak di Kalimantan Tengah (Sanggau Ledau). Menjelang penutupan Jambore berlari-larian
anak dari Kalimantan Tengah menuju kemah Madura, saya beserta beberapa Pembina yang
menyaksikan agak cemas, dan berlarian untuk mencegah bila terjadi insiden yang tidak
menyenangkan, tetapi kami terlambat; peristiwa itu begitu saja terjadi dengan cepatnya; ternyata
mereka disambut peserta dari Madura. dan terjadilah mereka saling bersalaman, bermaafmaafan dan bahkan saling berpelukan. Tak terasa air mata kami jatuh, inilah nilai didikan kami
yang berhasil menyatukan anak-anak dari konflik menjadi bersahabat, dari kompetisi menjadi
integrasi.
berjalan dengan baik Mabi memberikan dorongan moral, dan finansial maka akan memacu
semangat para Pembina untuk strive and not yield dalam menjalankan fungsinya sebagai
pendidik. Strategi agar para Pembina aktif harus senantiasa diupayakan bagi Mabi, lebih-lebih
apabila ketua majelis pembimbing ikut turun langsung. Apabila gugusdepannya berjalan dengan
baik, maka keharuman nama kepala sekolah akan senantiasa dikenang oleh anak-anak sampai
pada masa tuanya, dan Negara kita akan memiliki anak-anak bangsa yang berkarakter.
Bagi Pembina yang belum bisa sukarela, diberi substitusi jam pelajaran mengajarnya di sekolah
dengan jam untuk membina Pramuka di luar sekolah.[iii]
Mengusulkan Pembina Pramuka (termasuk Mabinya) yang aktif untuk mendapatkan bintang
Pancawarsa setiap lima tahun, bintang Darma Bakti setelah 25 tahun dan selanjutnya bintang
Melati, setelah cukup mendarmabaktikan kepada peserta didik.
Mengusulkan kemudahan sertifikasi guru (termasuk kepala sekolah) yang aktif membina
Gerakan Pramuka.
Akan sangat baik apabila Ketua Majelis Pembimbing dalam upaya memberi contoh kepada
koleganya mengikuti sendiri kursus-kursus yang diselenggarakan oleh kwartirnya. Hasil
observasi penulis: Kepala Sekolah yang kebetulan sebagai pelatih pembina pramuka
sekolahnya benar-benar baik, manajemen kepemimpinannya menjadi lebih arif.
Meningkatkan Kualitas Kemampuan Pembina Pramuka
Kegiatan yang baik tidak cukup hanya dengan kemauan dan keaktifan, tetapi harus didukung
oleh kemampuan. Saat ini masih banyak Pembina Pramuka yang kemampuan membinanya
masih di bawah standard, sungguh pun para Pembina tersebut telah mengikuti kursus Pembina
Pramuka Tingkat Mahir Lanjutan. Ibarat suatu senjata seorang Pembina yang telah dikursus
telah memiliki senjata, tetapi manakala senjata tadi hanya disimpan saja ia akan menjadi besi
yang berkarat, besi yang tidak berguna bahkan akan mencelakakan orang yang menyentuhnya.
Oleh karena itu kemampuan Pembina Pramuka harus senantiasa diasah, difasilitasi misalnya
ditugasi mengikuti gelang ajar, karang pamitran, dan kursus-kursus keterampilan yang
bermanfaat bagi pengembangan kecakapan anggota Gerakan Pramuka.
Mengikutsertakandalam pendampingan kegiatan peserta didik seperti: Bagi Siaga --Bazar
Siaga, Persari; Bagi Penggalang --- Jambore, Lomba Tingkat, Perkemahan Bakti; bagi Penegak
dan Pandega: Raimuna; Perkemahan Wirakarya; Perkemahan Bakti Saka; dll.
Mendasarkan semua kegiatan atas dasar pengembangan ranah Spiritual, Emosional, Sosial,
Intelektual, dan Fisik/kinestetik.
3. Dukungan Pemerintah dan Lembaga-lembaga Terkait terhadap Gerakan Pramuka.
Dukungan Pemerintah terhadap Gerakan Pramuka selain fasilitas, tetapi yang lebih penting
artinya terhadap pengembangan karakter, adalah melalui contoh-contoh nyata para pemimpinnya
dalam berperilaku baik pihak eksekutif, legislatif, dan terutama para penegak hukumnya.