Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendiks akut dan apendiks kronik
A pe n dis it is A ku t
Apendisitis akut sering timbul dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai ca
cing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala apendisitis akut adalah nyeri samar-samar dan tumpul, nyerivisceral didaerah
epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering di sertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun dalam beberapa jam nyeri akan berpindahke kanan bawah
ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya. Sehingga mer
upakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis Kr on i k
Diagnosis apendiksitis kronik baru dapat di tegakkan jika di penuhi semua syarat: riwayat nyer
iperut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik da
n mikroskopik, dan keluhan
menghilang
setelah apendiktomi. Kriteriamikroskopi
k apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatanparsial atau
total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan selinflamasi kro
nik. Insidens apendiksitis kronik antara 1-5 %.(Sjamsuhidajat, 2004).
Etiologi
Apendiksitis menurut Sjamsuhidajat ( 2004 ) merupakan infeksi bakteri yang disebabkan olehobstr
uksi atau penyumbatan akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks
3. Tumor appendik
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Patofisiolgi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasiafolike
l limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami b
endungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namunelastisitas dinding apendiks me
mpunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan
tekanan intralume
n. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambataliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendiks akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresimukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabakanobstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri a
kan menembus dingin peradangan yangtimbul
meluas dan mengenai peritoneum setemp
at, sehingga meninmbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apen
disitis supraktif akut.
Bila aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiksyang diikuti dengan g
angren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuhitu p
ecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis.Peradang
an apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (Price, 2005).
Manifestasi Klinik
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umba
i cacing yang memberikan tanda setempat (Sjamsuhidajat, 2004). Nyeri terasa padaabdom
en kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah danhilangnya nafs
u makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeritekan lepas mun
gkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapatkonstipasi atau diare
tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiksmelingkar di belakang
sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal, bilaujungnya ada pada pelvis, tan
da-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal.Nyeri pada defekasi menunjukkan
bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atauureter. Adanya kekakuan pada bagian
bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksi
almenyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila apendiks telah ruptur, n
yeridan dapat lebih menyebar. distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasienm
emburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut
dapatsangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainya. pasien mungki
n tidakmengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendi
ks lebihtinggi pada lansia karena banyak dari pasien pasien ini mencari bantuan pera
watankesehatan tidak secepat klien-klien lebih muda (Smeltzer & Bare,2002).
Penatalaksanaan
Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IVd
iberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomida
pat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah ataudengan
laparoskopi, yang merupakan metode baru yang sangat efektif (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut long (1996), tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenisme
njadi 4 yaitu :
Menurut lokasinya tindakan pembedahan dapat dilaksanakan eksternal atau internal, selainit
u juga dapat dilaksanakan sesuai dengan sistem tubuh seperti bedah cardiovaskuler, thorak.Men
urut luas jangkuanya tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan sebagai bedah minor(kecil) at
au mayor (besar)
Menurut tujuanya tindakan pembedahan dapat diklasifikan sebagai bedah diagnostikkuratif
, paliatif .
Menurut prosedur pembedahan kebanyakan prosedur bedah diklasifikasikan denganmemberi
kan kata kata pada lokasi pembedahan sesuai dengan tipe tipe pembedahan antara lainektomi (
pengakatan organ ), thapy (penjahitan ), ostomi (mebuat lubang ), plasti (perbaikanmenurut beda
h plastik ).
Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadiperit
onitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%-32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecildan
lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demamde
ngan suhu37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomenya
ng kontinyu (Smeltzer & Bare, 2002).
Asuhan Keperawatan
Pengkajian pola fungsional Gordon
>Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
pandangan pasien dan keluarga tentang penyakit dan pentingnya
kesehatan bagi pasiendan keluarga serta upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi masalah
kesehatanya.
>Pola tidur dan istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu
lamanya kenyamanan pola tidur pasien
>Pola aktivitas dan latihan
nyeri
berhubungan
>Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi dan kembali ke do
kteruntuk mengakat jahitan / pengikat
Rasional : pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkanpen
yenbuhan dan proses perbaikan.
4, . Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangn volume cairan
Tujuan : keseimbangan cairan dan elektrolit.
KH : kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda tanda vital stabil dan secaraindiv
idual haluaran uriene adekuat
Intervensi :
>Awasi TD dan nadi
Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktasi volume intravaskuler
>Lihat membran mukosa : kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional : indikator keadekuatan sirkulasi perifer
>Awasi masukan dan haluaran : catat warna urine / konsetrasi, berat jenis
Rasional : penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi /kebu
tuhan peningkatan cairan
>Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan den
gandiet sesuai toleransi
Rasional : menurunkan iritasi gaster / muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J. (2000). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Lindseth, G. N. (2005). Gangguan Usus Halus Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses
-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Long, C. B. (1996). Estial Of Medical Surgical Nursing:A nursing Proces ApproacTerje
mahan Karnean. Bandung: Yayasan IAPK.
Mansjoer,
A. (2000). Kapita
SelektaKedokteran. Jakarta: EGC.
Nelson. D. L.(1999), Individual.adjust ment to information driven tecnologies: A
critical riview. MIS Quertervy, 14(1).79-98
Price. S. A, Wilson, L. M.(2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Edisi6.
Volume 1. Alih Bahasa Brahm U, Pendit, editor Huriawati Hartanto, Jakarta:EGC.