Anda di halaman 1dari 26

hanisusanti@yahoo.

com

MODUL SEKSUALITAS

Henny Dwi Susanti, S.Kep.,Ns

Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Malang
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mengikuti proses pembelajaran selama 2 x 50 menit, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan definisi kesehatan seksual
2. Menjelaskan perbedaan seks dan seksualitas
3. Menjelaskan dimensi seksualitas
4. Menjelaskan identitas seksual
5. Menjelaskan orientasi seksual
6. Menjelaskan perilaku seksual
7. Menjelaskan tahap-tahap perkembangan seksual
8. Menjelaskan tahap-tahap respon seksual
9. menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas dan perilaku
seksual

hanisusanti@yahoo.com
A. Pendahuluan
Sex merupakan hal yang dianggap tabu untuk diperbincangkan. Akan tetapi
secara bertahap seiring dengan berjalannya waktu pengetahuan tentang sex dan
pembicaraan mengenai masalah seksualitas dianggap sebagai hal yang penting dan
perlu bagi perkembangan manusia. Akhirnya pada pertengahan tahun 1960-an,
tenaga perawatan kesehatan telah mengenali keterkaitan kesehatan seksual
dengan komponen kesejahteraan.
Pemahaman mengenai seksualitas akan membantu perawat dalam mengenali
nilai dan bias seksual serta memperluas pemahaman tentang batas normal perilaku
seksual sehingga mampu memberikan perawatan secara lebih efektif.

B. Konsep Seksualitas
Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena menyangkut
banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk perilaku yang beraneka
ragam. Sedangkan kesehatan seksual telah didefinisikan oleh WHO (1975) sebagai
pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual, dengan cara yang positif,
memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan cinta.
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan
2 orang individu scr pribadi yg saling menghargai,memperhatikan, dan menyayangi
shg tjd sebuah hubungan timbal balik antara kedua individu tsb.
Apakah sex dan seksualitas merupakan sesuatu yang sama ?
Ternyata kebanyakan orang memahami sexualitas sebatas istilas sex, padahal
antara sex dengan sexualitas merupakan hal yang berbeda. Menurut Zawid (1994),
kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a) aktivitas sexsual genital, dan
(b) sebagai label jender (jenis kelamin).
Sedangkan seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana
seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan
perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti,
sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus
seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata.

hanisusanti@yahoo.com
Lebih

lanjut

Menurut

Raharjo

yang

dikutip

oleh

Nurhadmo

(1999)

menjelaskan bahwa seksualitas merupakan suatu konsep, kontruksi sosial terhadap


nilai, orientasi, dan aperilaku yang berkaitan dengan seks.

1. Dimensi seksualitas
Banyaknya

variasi

seksualitas

dan

perilaku

seksual

membutuhkan

perspektif yang holistik (menyeluruh). Bagaimanapun seksualitas dan kesehatan


seksual memiliki banyak dimensi antara lain: dimensi sosiokultural, agama &
etika, psikologis, dan biologis.

a. Dimensi Sosiokultural
Merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul
dalam relasi

antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri

dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi


peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.
Dengan kata laian seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan
kultural yang menentukan apakah perilaku tersebut diterima atau tidak
berdasarkan kultur yang ada. Sehingga keragaman kultural secara global
menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan
menghadirkan spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya:
perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal-hal yang dianggap
merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku
seksual, atau menentukan orang yang boleh dan tidak boleh untuk dinikahi.
Contoh lain tradisi seksual kultural adalah sirkumsisi. Meskipun di
AS masih merupakan masalah kontroversial, akan tetapi hampir 80%
neonatus laki-laki disana

disirkumsisi dengan alasan higienis atau simbol

keagamaan dan identitas etnik tertentu. Demikian pula pada wanita, dalam
budaya beberapa negara sirkumsisi pada wanita merupakan tanda fisik
kedewasaan seorang wanita, simbol kontrol sosial terhadap kesenangan
seksual dan reproduksi mereka.
Survei definitif dan komprehensif mengenai keyakinan dan praktek
seksual di Amerika yang dilakukan oleh para peneliti Universitas Chicago

hanisusanti@yahoo.com
menunjukan

bahwa seorang individu dipengaruhi oleh jaringan sosial

mereka dan cenderung untuk melakukan apa yang digariskan oleh


lingkungan sosial mereka (Michael et al, 1994). Hal ini diperkuat dengan
hasil penelitian kualitatif mengenai perilaku seksual anak jalanan di stasiun
kereta api Lempuyangan Jogjakarta. Lingkungan sosial yang bersifat
permisif membuat mereka dengan usia yang sangat muda telah akrab
dengan berbagai aktivitas seksual, mulai dari meilhat sampai dengan
melakukan hubungan intim. (Purnawan, 2004).
Singkatnya, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat
dalam membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau
menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Misalnya
bagi bangsa timur, khususnya Indonesia, melakukan hubungan intim
(senggama) di luar nikah merupakan sebuah aib walaupun sekarang mulai
memudar, akan tetapi bagi masyarakat Barat hal tersebut merupakan hal
yang wajar dan biasa terjadi.

b. Dimensi Agama dan Etik


Seksualitas berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik
Jika keputusan seksual yang ia buat melawati batas kode etik individu
maka akan menimbulkan konflik internal, seperti perasaan bersalah,
berdosa dan lain-lain. Spektrum sikap mengenai seksualitas memiliki
rentang mulai dari pandangan tradisional (hubungan seks hanya boleh
dalam perkawinan)

sampai dengan sikap yang memperbolehkan sesuai

dengan keyakinan individu tentang perbuatannya.


Akan tetapi meskipun agama memegang peranaan penting, akan
tetapi keputusan seksual pada akhirnya diserahkan pada individu, sehingga
sering timbul pelanggaran etik atau agama. Seperti yang dikemukakan
Denney & Quadagno (1992) bahwa seseorang dapat menyatakan pada
publik bahwa ia meyakini sistem sosial tertentu tetapi berperilaku cukup

hanisusanti@yahoo.com
berbeda secara pribadi. Misalnya: Seseorang meyakini kalau hubungan sex
diluar nikah itu tidak diperbolehkan menurut agama atau etika, tapi
karena kurang bisa mengendalikan diri, ia tetap melakukan juga.
Michael et al (1994) membagi sikap dan keyakinan individu tentang
seksualitas menjadi 3 kategori:

Tradisional : keyakinan keagamaan selalu dijadikan

1)

pedoman bagi perilaku seksual mereka. Dengan demikian


homoseksual, aborsi, dan hubungan seks pranikah dan diluar
nikah selalu dianggap sebagai sesuatu yang salah.

Relasional : berkeyakinan bahwa sex harus menjadi

2)

bagian dari hubungan saling mencintai, tetapi tidak harus


dalam ikatan pernikahan.

Rekreasional : menyatakan bahwa kebutuhan seks tidak

3)

ada kaitannya dengan cinta.


c. Dimensi biologis
Merupakan dimensi yang berkaitan dengan anatomi dan fungsional
organ reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjag kesehatan dan
memfungsikan secara optimal.

d. Dimensi psikologis
Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini dalam
kehidupannya melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk
itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas
anak-anaknya.

Seringkali bagimana seseorang memandang diri mereka

sebagai mahluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua
tunjukan tentang tubuh dan tindakan mereka.
Menurut

Deney

&

Quadagno

hasil

penelitian

menunjukan

kecenderungan orang tua memperlakukan anak perempuan dan laki-laki


secara berbeda, mendekorasi kamar secara berbeda, dan demikian pula
respon terhadap tindakan mereka.
Orang tua juga akan memberikan penghargaan terhadap anak laklaki yang melakukan eksplorasi dan mandiri, sedangjan anak perempuan

hanisusanti@yahoo.com
sering didorong untuk menjadi penolong dan meminta bantuan. Lebih lanjut
orang tua cenderung mempertegas permaian sesuai dengan jenis kelamin
pada

anak-anak

prasekolah

mereka.

Kesimpulannya

orang

tua

memperlakukan anaknya sesuai dengan jender.


2. Identitas seksual
a. Identitas biologis
Perbedaan biologis antara pria dan wanita ditentukan pada masa
konsepsi. Janin perempuan menerima kromosom X (satu dari setiap orang
tuanya), sedangkan janin laki laki menerima satu kromosom X dari ibunya dan
satu kromosom Y dari ayahnya.
Walaupun awalnya genitalia janin belum bisa dibedakan, tetapi pada
saat

hormon

seks

mulai

mempengaruhi

janin,

genitalia

membentuk

karakteristik pria atau wanita. Pada saat pubertas wanita mengalami putaran
siklus menstruasi dan karakteristik seks skunder. Sedangkan pada anak lakilaki mengalami pembentukan sperma dan karakteristik seks skunder pria.
b. Identitas Jender
Jender adalah suatu ciri yang melekat pada kaum lelaki maupun
perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural (Faqih, 1996).
Sedangkan Identitas Jender merupakan rasa menjadi feminin atau maskulin.
Dimana segera setelah bayi lahir

orang tua dan komunitasnya akan

memberikan label sebagai perempuan atau laki-laki. Kemudian orang dewasa


akan memperlakukan secara berbeda antara bayi laki-laki dengan perempuan.
Pola interaksi yang berbeda inilah yang kemudian mempengaruhi bayi
mengembangkan rasa identitas jendernya.
Pada usia tiga tahun, anak-anak sudah menyadari bahwa mereka akan
menjadi anak perempuan atau anak-laki-laki. Pengenalan ini merupakan bagian
dari perkembangan konsep diri.
c. Peran Jender
Peran jender merupakan cara dimana seseorang bertindak sebagai
wanita atau pria. Ternyata faktor lingkungan (orang tua, teman sebaya, media
massa dll) bukan satu-stunnya faktor yang membentuk perbedaan perilaku

hanisusanti@yahoo.com
seksual individu, beberapa peneliti berkeyakinan hormon seks

yang

mempengaruhi perkembangan otak janin, ikut membentuk terbentuknya peran


jender tersebut. Sehngga perilaku seksual merupakan hasil kombinasi fakor
lingkungan dan biologis.
Selanjutnya faktor kultural juga merupakan elemen penting dalam
menentukan peran seks atau jender. Ada kultur yang secara ketat
menggambarkan peranaan sebagai feminin atau maskulin (misal: pencari
nafkah

dan koordinator finansial rumah tangga sebagai peran maskulin;

sedangkan pemberi perawatan anak dan memasak adalah peran feminin).


Kelompok kultur lain mungkin lebih fleksibel dalam mendefinisikan peran
jender mendorong wanita maupun pria untuk menggali berbagai peran atau
perilaku tanpa memberikan label tertentu yang berkaitan dengan seks.

3. Orientasi Seksual
Orientasi seksual merupakan preferensi yang jelas, persisten, dan erotik
seseorang untuk jenis kelaminnya atau orang lain. Dengan kata lain orientasi
seksual adalah keteratarikan emosional, romatik, seksual, atau rasa sayang
yang bertahan lama terhadap orang lain
Orientasi seksual memiliki rentang dari Homoseksual murni sampai
dengan Heteroseksual murni termasuk didalamnya Biseksual. Sebagian besar
orang termasuk heteroseksual yang memiliki ketertarikan hanya dengan lawan
jenis. Sedangkan sebagian kecil termasuk homoseksual atau biseksual.

Homoseksual merupakan orang yang mengalami ketertarikan emosional,


romantik, seksual, atau rasa sayang pada sejenis, sedangkan biseksual merasa
nyaman melakukan hubungan seksual dengan kedua jenis kelamin. Kaum
homoseksual disebut gay (bila laki-laki) atau lesbian (perempuan).
Rentang ini memberikan model konseptual tentang orientasi seksual
dalam

masyarakat

dan

komplesitas

perilaku

manusia.

Sehingga

ada

kemungkinan individu mempunyai perasaan erotik yang ditujukan pada


seseorang dengan jenis kelamin yang sama tanpa melakukan aksi terhadap
perasaan itu.

hanisusanti@yahoo.com

Gaya hidup gay atau lesbian sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka
memutuskan untuk merahasiakan atau terbuka tentang orientasi seksualnya.
Hal ini berkaitan dengan proses penghargaan diri, penerimaan diri, dan
keterbukaan diri. Melihat kenyataan diatas maka bukan sesuatu yang benar
jika kemudian pria gay

selalu berkelakuan agak feminin atau memiliki

keinginan menjadi seorang wanita, atau sebaliknya wanita lesbian tidak mesti
maskulin atau memiliki keinginan untuk jadi pria. Sebagian besar dari mereka
merasa puas dengan jender dan peran sosial mereka, dan hanya memiliki
keinginan untuk bersama dengan anggota jenis kelamin mereka sendiri

Variasi dalam expresi seksual

Transeksual adalah orang yang identitas seksual atau jender nya


berlawanan dengan sex biologisnya. Seorang pria mungkin berfikir tentang
dirinya sebagai seorang wanita dalam tubuh pria, atau seorang wanita mungkin
menggambarkan dirinya sebagai pria yang terperangkap dalam tubuh wanita.
Perasaan terperangkap ini disebut juga dengan disforia jender.

Transvetit

biasanya

adalah

pria

heteroseksual

secara

periodik

berpakaian seperti wanita untuk pemuasan pikologis dan seksual. Sikap ini
bersifat sangat pribadi bahkan bagi orang yang terdekat sekalipun.

C. Sistem Nilai Seksual


Sistem nilai seksual merupakan keyakinan pribadi dan keinginan yang
berkaitan dengan seksualitas. Sistem seksual ini dibentuk sepanjang perjalanan
hidupnya. Pengalaman ini dapat membuat klien mudah untuk berhadapan dengan
masalah seksual dalam lingkungan perawatan atau dapat pula menghambat klien
dalam mengekspresikannya.
Dengan demikian perhatian utama perawat terhadap klien adalah apakah
perilaku, sikap, perasaan, sikap seksual spesifik itu normal.

hanisusanti@yahoo.com
Klien yang dirawat juga harus diberi privasi ketika dikunjungi oleh
pasangan seksualnya. Privasi ini memungkinkan waktu pembicaraan intim,
menyentuh, atau berciuman.
Ketika orientasi atau nilai seksual perawat berbeda dengan klien maka
sesuatu yang aneh atau salah menurut perawat mungkin tampak normal dan
dapat diterima oleh klien, maka disinilah timbul bias seksual.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi bias seksual agar
tidak mengganggu proses perawatan antara lain:
a)

promosi tentang eduaksi seks dan pemeriksaan nilai


dan keyakinan seksual dengan jujur.
Pemberian informasi mengenai efek penyakit pada

b)

seksualitas secara jujur dan akurat.


D. Perilaku Seksual
Menurut Wahyudi (2000) perilaku seksual merupakan perilaku yang
muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan
organ seksual melalui berbagai perilaku.
Perilaku

seksual

yang

sehat

dan

dianggap

normal

adalah

cara

heteroseksual, vaginal, dan dilakukan suka sama suka. Sedangkan yang tidak
normal (menyimpang) antara lain Sodomi, homoseksual.
Selama ini perilaku seksual sering disederhanakan sebagai hubungan
seksual berupa penetrasi dan ejakulasi. Padahal menurut Wahyudi (2000),
perilaku seksual secara rinci dapat berupa:

Berfantasi : merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan


aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.

Pegangan Tangan : Aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan


seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba
aktivitas yang lain.

Cium Kering : Berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir.

Cium Basah : Berupa sentuhan bibir ke bibir

Meraba : Merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual,


seperti leher, breast, paha, alat kelamin dan lain-lain.

hanisusanti@yahoo.com

Berpelukan : Aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman


disertai

rangsangan

seksual

(terutama

bila

mengenai

daerah

aerogen/sensitif)

Masturbasi (wanita) atau Onani (laki -laki) : perilaku merangsang organ


kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.

Oral Seks : merupakan aktivitas seksual dengan cara memasukkan alat


kelamin ke dalam mulut lawan jenis.

Petting

merupakan

seluruh

aktivitas

non

intercourse

(hingga

menempelkan alat kelamin).

Intercourse

(senggama)

merupakan

aktivitas

seksual

dengan

memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.

E. Perkembangan Seksual
Crain (2002) menyatakan bahwa Freud dalam teori psychosexualnya
membagi perkembangan seksual seseorang dalam beberapa tahap, yaitu:
Masa pranatal dan bayi

Oral stage (0-1 tahun)

a.

Rangsangan seksual pada masa ini terletak pada mulutnya. Kegiatan


menghisap puting payudara ibunya atau menghisap jempolnya merupakan
kesenangan bagi seorang bayi.

Anal stage (1-3 tahun)

b.

Pusat rangsangan pada masa ini terletak pada anusnya. Dimana anak
merasakan kesenangan ketika melakukan buang air besar karena telah
mampu mengontrol otot sphincter-nya. Mereka kadang-kadang mencoba
memasukan kembali atau menahan fesesnya dengan cara menambah tekanan
pada rektum. Mereka juga sering tertarik dengan feses yang telah
dikeluarkan dengan menjadikannya sebagai alat mainan.
Masa kanak-kanak

Phallic or Oediphal stage (3-6 tahun)

c.

Anak laki-laki

10

hanisusanti@yahoo.com
Dimulai dengan adanya ketertarikan terhadap penisnya. Hal ini
disebabkan penis merupakan organ yang mudah dirangsang, mudah
berubah, dan kaya akan rangsangan. Mereka ingin membandingkan
penisnya dengan laki-laki lain atau dengan binatang, sehingga ia senang
memperlihatkan penisnya.
Dia mungkin juga mencium ibunya secara agresiv, ingin tidur malam
bersama ibunya atau membayangkan ia menikahinya. Akan tetapi ia belum
membayangkan untuk melakukan senggama sehingga merasa bingung apa
yang akan dilakukan bersama ibunya.
Anak perempuan

Pada fase ini ia merasa kecewa dan marah besar dengan ibunya
karena tidak memmpunyuai penis. Ia menganggap ibunya melahirkan
kedunia dengan keadaan kurang lengkap Ia juga memiliki kedekatan yang
lebih terhadap ayahnya. Hal ini mungkin disebabkan ayahnya mulai
mengagumi kecantikannya, memanggilnya little princess serta senang
bermain-main dengannya.

Latency stage (6-11 tahun)

d.

Pada fase ini, sebagian besar fantasi seksual tersembunyi di alam bawah
sadar mereka.
Masa pubertas

e.

Puberty (Genital Stage)


Pada anak laki-laki dimulai umur 13 tahun sedangkan anak perempuan
dimulai pada usia 11 tahun. Pada saat ini anak ingin melepaskan dirinya dari
orang tua.
Bagi anak laki-laki masa ini adalah saat melepaskan pertalian dengan
ibunya untuk mendapatkan wanita lain sebagai penggantinya. Dia juga harus
mengakhiri rivalitas dengan ayahnya dan membebaskan diri dari dominasi
ayahnya.
Bagi anak perempuan mempunyai tugas yang sama, ia harus berpisah
dari orang tuanya dan menentukan jalan hidupnya sendiri.
Masa dewasa

11

hanisusanti@yahoo.com

f.

Adolescence
Pada saat ini seseorang mulai merasakan cinta dan kasih saying satu

sama lain. Adolescence mempunyai perhatian yang lebih mengenai siapa mereka,
bagaimana mereka di mata orang lain, dan akan menjadi apakah mereka. Mereka
mulai merasakan ketertarikan secara seksual antara satu dengan yang lain,
sampai dengan jatuh cinta.
Sedangkan dalam buku Fundamental of Nursing (Potter & Perry. 2005),
dijelaskan perkembangan seksual meliputi:
1. Masa Bayi (0-1 Tahun)
Bayi perempuan dan laki-laki memiliki kapasitas untuk kesenangan dan

respon seksual, dimana bayi laki-laki berespon terhadap stimulasi dengan


ereksi sedangkan perempuan dengan lubrikasi vagina.

Bayi laki-laki mengalami ereksi nokturnal spontan tanpa stimulasi

Perilaku dan

respon

itu

TIDAK berhubungan

dengan

kontak

PSIKOLOGI EROTIK seperti pada masa pubertas.


Orang tua seharusnya memahami dan menerima perilaku eksplorasi

bayi sebagai langkah perkembangan identitas diri yang positif dengan


cara:
Memberikan stimulasi taktil lainnya melalui menyusui, memeluk, dan
menyentuh atau membuainya.
2. Masa Usia Bermain dan Prasekolah (1- 5/6 Tahun)
Pada masa ini anak mulai menguatkan rasa identitas jender dan

membedakan perilaku sesua dengan jender

yang didefinisikan secara

sosial.
Proses pembelajaran terjadi melalui:

Interaksi anak dengan orang dewasa

Boneka yang diberikan

Pakaian yang dikenakan

Permainan yang dilakukan

Respon yang dihargai

12

hanisusanti@yahoo.com
Anak mulai meniru tindakan orang tua yang berjenis kelamin sama,

mempertahankan dan memodifikasi perilaku yang didasarkan umpan balik


orang tua.
Ekspolorasi seksual meliputi

Mengelus diri sendiri

Manipulasi genital

Memeluk boneka,hewan peliharaan, atau orang sekitarnya

Percobaan sensual lainnya.


Anak sudah bisa diajarkan perbedaan

perilaku yang

bersifat pribadi atau publik.


Pertanyaan darimana bayi berasal yang diamati harus

dijelaskan dengan terbuka, jujur dan sederhana.


3. Masa Usia Sekolah ( 6 10 tahun)

Pada masa ini edukasi dan penekanan tentang seksualitas bisa datang
dari orang tua atau gurunya disekolah, tapi yang paling signifikan berasal
dari teman sebayanya.

Anak juga akan terus mengajukan pertanyaan tentang seks dan


menunjukan kemandirian mereka dengan menguji perilaku yang sesuai,
misalnya menggunakan kata-kata kotor atau menceritakan guyonan yang
berkonotasi seksual sambil mengamati reaksi orang dewasa

Anak-anak mulai mempunyai keinginan dan kebutuhan privasi.

Pada usia 10 tahun, banyak anak gadis dan sebagian sudah mulai
mengalami perubahan pubertas, terjadi perubahan pada tubuh mereka.
Dengan demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat dari rumah
maupun sekolah mengenai perubahan tubuh yang dialami. Karena jika tidak
mungkin anak akan ketakutan dengan menstruasi atau emisi nokturnal yang
dianggapnya sebagai suau penyakit yang menakutkan.

Pada usia sekolah dini, anak harus diberikan informasi untuk berhatihati terhadap potensi adanya penganiayaan seksual. Beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk mencegah pelecehan seksual terhadap anaka
antara lain:

13

hanisusanti@yahoo.com

Ajarkan kepada anak mengenai perbedaan antara sentuhan yang


baik dengan sentuhan yang buruk dari orang dewasa.

Beritahu anak mengenai bagian tubuh tertentu yang tak boleh


disentuh oleh orang dewasa kecuali saat mandi atau pemeriksaan
fisik oleh dokter.

Ajarkan kepada anak untuk mengatakan tidak jika merasa tidak


nyaman

dengan perlakuan orang dewasa

dan menceritakan

kejadian itu kepada orang dewasa yang meraka percaya.

Ajarkan bahwa orang dewasa tidak selalu benar, dan semua orang
mempunyai kontrol terhadap tubuh mereka, sehingga ia dapat
memutuskan siapa yang boleh atau tidak boleh untuk memeluknya.

Jika terjadi pelecehan seksual pada anak, beberapa hal

yang perlu diperhatikan:


Ciptakan kondisi sehingga anak merasa leluasa dalam

menceritakan tentang bagian tubuhnya dan menggambarkan


kejadian dengan akurat.
Yakinkan

anak

bahwa

orang

dewasa

yang

melakukannya adalah salah, sedangkan anaknya sendiri adalah


benar.
Orang tua harus bisa mengkontrol ekspresi emosional

didepan anak.
4. Pubertas dan Masa Remaja
a.

Perubahan fsik
1)

Perempuan
Ditandai

dengan

perkembangan

payudara, bisa dimulai paling muda umur 8 tahun sampai akhir usia
10 tahun.

Meningkatnya

kadar

estrogen

mempengaruhi genitalia, antara lain: uterus membesar; vagina


memanjang; mulai tumbuhnya rambut pubis dan aksila; dan
lubrikasi vagina baik spontan maupun akibat rangsangan.

14

hanisusanti@yahoo.com
Menarke sangat bervariasi, dapat

terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun. Siklus
menstruasi pada awalnya tidak teratur dan avulasi mungkin tidak
terjadi saat menstruasi pertama.
2)

Laki-laki

Meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan


ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya
rambut pubis, wajah

Walaupun

mengalami

orgasme,

tetapi

mereka

tidak

akan

mengalami ejakulasi, sebelum organ seksnya matur yaitu sekitar


usia 12 14 tahun.

Ejakulasi

terjadi

pertama

kali

mungkin

saat

tidur

(emisi

nokturnal), dan sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah dan


bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat
memalukan.

Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui bahwa meski


ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi mereka
akan segera menjadi subur.

b.

Perubahan psikologis/emosi

Periode ini ditandai oleh mulainya tanggungjawab dan asimilasi


pengharapan masyarakat

Remaja dihadapkan pada pengambilam sebuah keputusan seksual,


dengan demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat tentang
perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, dan penyakit yang
ditularkan melalui aktivitas seksual.

Yang perlu diperhatikan terkadang pengetahuan yang diadapatkan


tidak diintegrasikan dengan gaya hidupnya, hal ini menyebabkan
mereka percaya kalau penyakit kelamin maupun kehmilan tidak akan
terjadi padanya sehingga ia cenderung melakukan aktivitas seks
tanpa kehati-hatian.

15

hanisusanti@yahoo.com

Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi


seksual, banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu
pengalaman homoseksual. Remaja mungkin takut jika pengalaman itu
merupakan gambaran seksualitas total mereka, walaupun sebenarnya
anggapan ini tidak benar karena banyak individu terus berorientasi
heteroseksual secara ketat setelah pengalaman demikian.

Remaja yang kemudian mengenali preferensi mereka sebagai


homoseksual yang jelas akan merasa

dan kebingungan sehingga

membutuhkan banyak dukungan dari berbagai sumber (Bimbingan


Konselor, penasihet spiritual, keluarga, maupun profesional kesehatan
mental).

Hubungan dengan perawatan kesehatan:


Pada masa ini remaja mungkin pertama kali mencari perawatan
kesehatan tanpa didampingi orangtua. Agar intervensi pada kelompok
usia ini bisa efektif harus diperhatikan beberapa hal antara lain:
Ciptakan

lingkungan

yang

menunjukan kasih sayang, saling percaya, serta kesediaan untuk


mendengar
Klarifikasi

dan

hormati

masalah yang bersifat rahasia


Perawat

reproduktif

hendaknya

memiliki

kesehatan

pengetahuan

yang

mendalam

mengenai perkembangan remaja.


5. Masa Dewasa
Pada masa ini telah

mencapai maturasi akan tetapi terus mengeksplorasi untuk menemukan


maturasi emosional dalam hubungan.

Sambil
mengembangkan hubungan yang intim, semua orang dewasa yang secara
seksual aktif harus belajar teknik stimulasi dan respon seksual yang

16

hanisusanti@yahoo.com
memuaskan bagi pasangannya. Mengapa ? karena pengenalan secara

mutual tentang keinginan dan preferensi serta negosiasi praktek seksual


mencetuskan ekspresi seksual yang positif.
Teknik

stimulasi

hendaknya memperhatikan agama, nilai dan sikap keluarga tentang


seksualitas karena kalau tidak menimbulkan efek emosional residual
seperti rasa bersalah, cemas, atau perasaan berdosa.
Pada

akhir

masa

dewasa diperlukan pembaruan kembali keintiman diantara pasangan.,


namun demikian jika salah satu atau keduanya mengalami ancaman
gambaran diri karena tubuh yang menua, dan mungkin mencoba
menemukan kemudaannya dengan melakukan hubungan seksual dengan
pasangan yang jauh lebih muda.
Untuk

mecegah

hal

tersebut, jika diinginkan pasangan dapat dibantu untuk menemukan hal


atau kegairahan baru dalam hubungan mereka, baik dengan posisi, teknik
seksual, maupun fantasi.
6. Masa Lanjut Usia

Seksualitas pada masa ini beralih dari penekanan prokreasi menjadi


lebih kerah pertemanan , kedekatan fisik, komunikasi intim, dan
hubungan fisik mencari kesenangan. Walaupun demikian mereka juga bisa
tetap aktif.melakukan aktivitas seks jika memang menginginkan.

Perubahan fisik yang dialami menyebabkan perubahan perilaku


seksual, sehingga perlu dijelaskan perubahan yang terjadi bersama
dengan proses penuaan.

Demikian pula lansi dengan kekuatiran masalah kesehatan yang


mengganggu aktivitas seksual, dianjurkan untuk menyesuaikan tindakan
seksual dengan kondisinya tersebut.

F. Respon Seksual
Menurut Masters dan Johnson (1966) siklus respon seksual terdiri dari
fase excitement, plateu, orgasmus, dan, resolusi. Pada dasarnya fase-fase

17

hanisusanti@yahoo.com
tersebut diakibatkan oleh vasokonstriksi dan miotania, yang merupakan
respons fisiologis dasar dari rangsangan seksual.
Perbandingan siklus respon pada wanita dan pria dapat dilihat pada tabel
berikut ini
WANITA
PRIA
I. EXICETEMENT : peningkatan bertahap dalam rangsangan seksual

Lubrikasi vaginal: dinding


Ereksi penis
vaginal berkeringat

Penebalan dan elevasi skrotum

Ekspansi 2/3 bagian dalam


Elevasi dan perbesaran moderat
lorong vagina.
testis

Peningkatan sensitivitas dan


Ereksi puting dan tumescence
pembesaran klitoris serta labia
(pembengkakan)

Ereksi
puting
dan
peningkatan ukuran payudara
II. PLATEU : penguatan respons fase Exitement

Retraksi klitoris di bawah


Peningkatan ukuran glans (ujung)
topi klitoral
penis

Pembentukan
platform
Peningkatan intensitas warna
orgasmus: pembengkakan 1/3 luar
glans
vagina dan labisa minora

Elevasi dan peningkatan 50%

Elevasi serviks dan uterus:


ukuran testis.
efek tenting

Emisi mukoid kelenjar cowper,

Perubahan warna kulit yang


kemungkinan oleh sperma
tampak hidup pada labia minora:
Peningkatan tegangan otot dan
Kulit Seks
pernafasan

Pembesaran
areola
dan
Peningkatan frekuensi denyut
payudara
jantung,
tekanan
darah,
dan

Peningkatan tegangan otot


frekuensi pernafasan
dan pernafasan

Peningkatan frekuensi denyut


jantung, tekanan darah, dan
frekuensi pernafasan
III. ORGASME: penyaluran kumpulan darah dan tegangan otot

Kontraksi
involunter
Penutupan sfingter urinarius
platform orgasmik, uterus, rektal
internal
dan
spingter
uretral,
dan
Sensasi ejakulasi yang tidak
kelompok otot lain
tertahankan

Hiperventilasi
dan
Kontraksi
duktus
deferens
peningkatan frekuensi jantung
vesikel seminalis prostat dan duktud

Memuncaknya
frekuensi
ejakulatorius
jantung, tekanan darah, dan
Relaksasi
sfingter
kandung
frekuensi pernafasan
kemih eksternal

Memuncaknya frekuensi jantung,


tekanan
darah,
dan
frekuensi
18

hanisusanti@yahoo.com
pernafasan

Ejakulasi
IV. RESOLUSI: fisiologis dan psikologis kembali kedalam keadaan tidak
terangsang.

Relaksasi bertahap dinding


Kehilangan ereksi penis
vagina

Periode
refraktori
ketika

Perubahan warna yang cepat


dilanjutkan stimulasi menjadi tidak
pada labia minora
enak

Berkeringat

Reaksi berkeringat

Secara bertahap frekuensi


Penurunan testis
jantung, tekanan darah, dan
Secara
bertahap
frekuensi
frekuensi pernafasan kembali
jantung,
tekanan
darah,
dan
normal
frekuensi pernafasan kembali normal

Wanita
mampu
kembali
mengalami orgasme karena tidak
mengalami periode refraktori
seperti yang terjadi pada pria.

G. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Seksualitas dan Perilaku Seksual


Faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas antara lain:
1.

Faktor Fisik
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik,
karena

bagamanapun

ketidaknyamanan.

aktivitas

Kondisi

fisik

seks
dapat

bisa

menimbulkan

berupa

penyakit

nyeri

dan

ringan/berat,

keletihan, medikasi maupun citra tubuh. Citra tubuh yang buruk, terutama
disertai

penolakan

atau

pembedahan

yang

mengubah

bentuk

tubuh

menyebabkan seseorang kehilangan gairah.


2.

Faktor Hubungan
Masalah dalam berhubungan (kemesraan, kedekatan) dapat mempengaruhi
hubungan seseorang untuk melakukan aktivitas seksual.
Hal ini sebenarnya tergantung dari bagimana kemampuan mereka dalam
berkompromi dan bernegosiasi mengenai perilaku seksual yang dapat diterima
dan menyenangkan

3.

Faktor Gaya Hidup

19

hanisusanti@yahoo.com
Gaya hidup disini meliputi penyalahgunaan alkohol dalam aktivitas seks,
ketersediaan waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dan
penentuan waktu yang tepat untuk aktivitas seks.
Penggunaan alkohol dapat menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu
dalam tahap awal seks dengan efek negatif yang jauh lebih besar dibanding
perasaan eforia palsu tersebut.
Sebagian klien mungkin tidak mengetahui bagaiman mengatur waktu antara
bekerja dengan aktivitas seksual, sehingga pasangan yang sudah merasa lelah
bekerja merasa kalau aktivitas seks merupakan beban baginya.
4.

Faktor Harga Diri


Jika harga-diri seksual tidak dipelihara dengan mengembangkan perasaan
yang kuat tentang seksual-diri dan dengan mempelajari ketrampilan seksual,
aktivitas seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau tekanan
perasaan seksual.
Harga diri seksual dapat terganggu oleh beberapa hal antara lain: perkosaan,
inses,

penganiayaan

fisik/emosi,

ketidakadekuatan

pendidikan

seks,

pengaharapan pribadi atau kultural yang tidak realistik.


Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual, menurut
Purnawan (2004) yang dikutip dari berbagai sumber antara lain:
a.

Faktor Internal
1)

Tingkat perkembangan seksual


(fisik/psikologis)
Perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual
yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda
dengan anak 13 tahun.

2)

Pengetahuan

mengenai

kesehatan reproduksi
Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang
kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta
alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan
seksualnya

20

hanisusanti@yahoo.com
3)

Motivasi
Perilaku manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau
termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Hersey & Blanchard

cit Rusmiati (2001) perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk


memperoleh

kesenangan,

mendapatkan

perasaan

aman

dan

perlindungan, atau untuk memperoleh uang (pada gigolo/WTS)


b.

Faktor Eksternal
1)

Keluarga
Menurut Wahyudi (2000) kurangnya komunikasi secara terbuka antara
orang tua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku yang
menyimpang

2)

Pergaulan
Menurut Hurlock perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh lingkungan
pergaulannya, terutama pada masa pubertas/remaja dimana pengaruh
teman sebaya lebih besar dibandingkan orangtuanya atau anggota
keluarga lain.

3)

Media massa
Penelitian yang dilakukan Mc Carthi et al (1975), menunjukan bahwa
frekuensi menonton film kekerasan yang disertai adegan-adegan
merangsang berkolerasi positif dengan indikator agresi seperti konflik
dengan orang tua, berkelahi , dan perilaku lain sebagi manifestasi dari
dorongan seksual yang dirasakannya.

H. Penyimpangan seksual pada orang dewasa


Beberapa bentuk penyimpangan seksual atau deviasi seksual yang dapat dijumpai
dimasyarakat antara lain :
1. Pedophilia
Seorang dewasa yang mendapat kepuasan sex dari hubungan dengan anak
anak

2. Exhibitionisme

21

hanisusanti@yahoo.com
Seseorang

yang

mendapat

kepuasan

sex

dengan

memperlihatkan

genitalianya pada orang lain, yang tidak ingin melihatnya


Pria > wanita
3. Fetitisme
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan benda seks seperti sepatu
tinggi, pakaian dalam, stocking, atau lainnya. Disfungsi ini dpt disebabkan
antara lain krn eksperimen seksual yang normal dan bedah pergantian
kelamin
4. Transvestisme
Mendapatkan kepuasan sex dengan memakai pakaian dari sex yang
berlawanan

Dimulai pada waktu anak anak

Ketidakpuasan orang tua dengan jenis kelamin anak

5. Transeksualisme
Bentuk penyimpangan seksual ditandai dgn perasaan tidak senang thp alat
kelaminnya, adanya keinginan untuk berganti kelamin
6. Voyerisme/skopofilia
Mendapat kepuasan sex dengan melihat orang telanjang (Pepping Tom)
7. Masokisme
Kebalikan dari sadisme : Seseorang yang mendapat kepuasan sex dengan
siksaan fisik / mental
8. Sadisme
Mendapat kepuasan sex dengan menyiksa partnernya secara fisik /

psikologis krn perkosaan atau pendidikan yang salah


9. homoseksual dan lesbianisme
Tertarik pada sex yang sama atau melakukan hubungan sex dengan yang
sejenis
Laki laki : Gay
Wanita

: Lesbian

10. zoofilia
22

hanisusanti@yahoo.com
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan abjek binatang
11. Sodomi
Kepuasan seksual dicapai dgn hubungan melalui anus
12. Nekropilia
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan objek mayat
13. Koprofilia
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan objek feses
14. Urolagnia
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan objek urine yang diminum
15. Oral Seks/kunilingus
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan mulut pada alat kelamin wanita
16. felaksio
Kepuasan seksual dicapai dgn menggunakan mulut pada alat kelamin laki2
17. Froterisme/Friksionisme
kepuasan seksual dicapai dgn cara menggosokkan penis pada pantat wanita
atau badan yang berpakaian di tempat yg penuh sesak manusia
18. Goronto
Kepuasan seksual dicapai melalui hubungan dgn lansia
Pertimbangan ekonomis
A parent subtitute
19. Frottage
Mendapat kepuasan sex dengan meraba orang yang disenangi, biasanya
tanpa diketahui oleh korbannya
20.Pornografi
Tulisan atau gambar yang khusus dibuat untuk memberi rangsangan seksual
21. Incest
Hubungan sex antara 2 orang didalam atau diluar perkawinan yang
merupakan hubungan keluarga dekat, yang secara legal tidak diinginkan
melakukan pernikahan
1.

Father Sister

2.

Brother - Sister

23

hanisusanti@yahoo.com
3.

Mother - Son

Bentuk abnormalitas seksual akibat dorongan seksual abnormal


1. Prostitusi
Bentuk penyimpangan seksual dgn pola dorongan seks yg tdk wajar dan tdk
terintegrasi dlm kepribadian, shg relasi seks bersifat impersonal, tanpa
adanya afeksi dan emosi yg berlangsung cepat, dan tanpa adanya orgasme
pd wanita. Pada laki2, prostitusi disebabkan krn keinginan mencari variasi
dlm seks, iseng, dan ingin menyalurkan kebutuhan seksual. Pada wanita,
kejadian ini dpt disebabkan oleh factor ekonomis, adanya disorganisasi
kehidupan keluarga, dan adanya nafsu seks yg abnormal
2. Perzinahan
Bentuk relasi seksual antara laki2 dan wanita yg bukan suami atau istri.
Perzinahan pada wanita baru mengarah ke hubungan seksual dgn laki2 lain
setelah adanya relasi emosional/afeksional yg sgt kuat. Pada pria,
perzinahan biasanya disebabkan oleh rasa iseng atau dorongan untuk
memuaskan seks secara sesaat
3. Frigiditas
Merupakan ketidakmampuan wanita mengalami hasrat seksual atau orgasme
slm senggama. Frigiditas ditandai dgn berkurangnya atau ketidaktertarikan
sama sekali pd hubungan seksual atau tdk mampu menghayati orgasme dlm
koitus (hubungan intim). Beberapa factor yg menyebabkan frigiditas adalah
kelainan dlm rahim atau vagina, adanya hubungan yg tdk baik dgn suami, rasa
cemas, bersalah, atau takut
4. Impotensi
Ketidakmampuan pria untuk melakukan relasi seks atau senggama atau
ketidakmampuan

pria dalam mencapai

atau mempertahankan ereksi.

Gangguan ini banyak disebabkan oleh factor psikologis, seperti kecemasan


atau ketakutan, pengalaman buruk masa lalu, dan persepsi seks yg salah
5. Ejakulasi Prematur

24

hanisusanti@yahoo.com
Mrp kondisi dimana terjadinya pembuangan sperma yg terlalu dini sblm
zakar melakukan penetrasi dalam liang senggama atau berlangsung ejakulasi
beberapa detik sesudah penetrasi.disebabkan kurang PD dan kegagalan hub
suami istri
6. Vaginismus
Peristiwa yang ditandai dengan kejang yg berupa penegangan atau
pengerasan yg sangat menyakitkan pada vagina atau kontraksi yg sangat
kuat shg penis terjepit dan tidak bias keluar. Hal ini dpt disebabkan oleh
kelainan organis dan psikologis (ketakutan)
7. Dispareunia
Keadaan yang ditandai dgn timbulnya kesulitan dalam melakukan senggama
atau perasaan sakit pada saat koitus. Kejadian ini dpt tjd pd saat sperma
keluar, karena kurangnya cairan vagina, dll
8. Anorgasme
Kondisi kegagalan dlm mencapai klimaks slm bersenggama, biasanya bersifat
psikis, ditandai dgn pengeluaran sperma tanpa mengalami puncak kepuasan.
Hal ini dapat disebabkan oleh factor psikis atau adanya factor organic
seperti ketidakmampuan penetrasi untuk memberi rangsangan atau vagina
yg longgar
9. kesukaran koitus pertama
Keadaan dimana terjadi kesulitan dalam melakukan koitus pertama dpt
disebabkan

oleh

kurangnya

pengetahuan

diantara

pasangan,

adanya

ketakutan atau rasa cemas dlm berhubungan seks, dll

Diagnosing

Anxiety r.t fear of pregnancy, loss of sexual functioning

Alteration in comfort (pain) r.t sexual position, penile penetration, lack of


vaginal lubrication

Inefective individual coping r.t effects of body image on sexual expresion

Fear r.t pain during sexual intercourse, history of sexual abuse

Perubhan disfungsi seksual dan pola seksual b/d stress

25

hanisusanti@yahoo.com

Referensi
1. Crain, W. 1992Theorist of Development Concept and Applications. 3th ed.
New York: Engle Wood Cliffs
2. Potter & Perry. 2005 .Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,

dan Praktek. Alih Bahasa, Yasmin Asih. Ed. 4. Jakrta: EGC


3. Purnawan, I. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

Pada Anak Jalanan di Stasiun Kereta Api Lempuyangan Jogjakarta. Program


Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran UGM.
4. Minangsari,2005, Merespons Anak yang Mengalami Pelecehan Seksual! ,
down load from: kompas online, 9 Februari 2007.
5. Wahyudi,K.2000.Kesehatan Reproduksi Remaja. Lab Ilmu Kedokteran Jiwa
FK UGM Jogjakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai