Anda di halaman 1dari 14

DISFUNGSI ENDOTEL

Sel endotel melapisi bagian dalam lumen dari seluruh pembuluh darah dan berperan
sebagai penghubung antara sirkulasi darah dan sel-sel otot polos pembuluh darah.
Disamping berperan sebagai sawar fisik antara darah dan jaringan, sel endotel
memfasilitasi berbagai fungsi yang kompleks dari sel otot polos pembuluh darah dan
sel-sel didalam kompartemen darah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel
endotel memegang peran penting dalam proses homeostasis yang terjadi melalui
integrasi berbagai mediator kimiawi.
Sistem ini mempunyai efek baik terhadap sel-sel otot polos pembuluh darah maupun
sel-sel darah sehingga dapat menimbulkan berbagai perubahan antara lain :
1. Vasodilatasi atau vasokonstriksi untuk mengatur kebutuhan suplai darah bagi
seluruh organ tubuh manusia.
2. Pertumbuhan dan atau perubahan-perubahan karakteristik penotif dari sel-sel otot
polos pembuluh darah.
3. Perubahan-perubahan proinflamasi atau antiinflamasi.
4. Mempertahankan kekentalan darah dan mencegah perdarahan.
Fungsi sel endotel

Target fungsionil dari

Fungsi spesifik

sel endotel

Lumen

Vasokonstriksi

Vasodilatasi

Endothelin

NO

Angiotensin II

Bradykinin

ET-1

Hyperpolarizing factor

Thromboxane A2
PGH2

Pertumbuhan

Stimulasi

Inhibisi

Platelet growth-derived factor

NO

(PGDF) Fibroblast Growth Factor PGI2


IGF-1

TGF

Endothelin
Angiotensin II

Inflamasi

Proinflamasi

Antiinflamasi

Adhesion molecules
ELAM, VCAM, ICAM

Hemostasis

Protrombotik

Antitrombotik

PAI-1

Prostacyclin
TPA

1. Nitrat oksida : mediator kunci dari sel endotel.

Selama beberapa dekade , telah terbukti bahwa nitrat oksida tidak hanya
berperan dalam mengontrol tonus vasomotor melainkan juga berperan dalam
homeostasis pembuluh darah dan syaraf serta proses imunologik. Nitrat oksida endogen
diproduksi melalui perubahan asam amino L-arginine menjadi L-citrulline oleh enzim
NO-synthase (NOS).
Saat ini beberapa isoform dari NOS telah berhasil dipurifikasi dan diklon sebagai :
NOS-type I (yang diisolasi dari otak= neuronal NOS-type I) dan NOS-type III (yang
diisolasi dari sel endotel= endothelial NOS-type III) yang disebut juga constitutive-NOS
(cNOS). Kedua isoform ini diatur oleh Ca +2-calmodulin dan NADPH, flavin adenine
dinucleotide/mononucleotide (FAD/FMN), dan tetrahydrobiopterin (HB4) sebagai
kofaktor. Neuronal-NOS type I berperan penting dalam proses transmisi syaraf, kontrol
homeostasis pembuluh darah dan dalam proses pembelajaran dan memori. Didalam
sistem syaraf tepi, NOS berhubungan dengan jalur syaraf nonadrenergic noncholinergic
(NANC).
Endothelial-NOS (eNOS type III) berperan penting dalam mengontrol tonus pembuluh
darah sebagai respons terhadap berbagai rangsangan, seperti rangsangan mekanik (shear
stress), receptor dependent (asetil kholin) dan reseptor independen (calcium ionophore).
Nitrat Oksida yang dihasilkan oleh NOS type III didalam endotel akan berdiffusi
kedalam otot polos pembuluh darah yang akan mengaktifkan enzim guanylate cyclase.
Bersamaan dengan peningkatan cyclic GMP, akan terjadi relaksasi dari otot polos
pembuluh darah. Jadi hasil akhir dari peningkatan Nitrat Oksida akan terjadi
vasodilatasi.
Sel endotel memproduksi nitrat oksida (NO) yang akan berdiffusi kedalam sel-sel otot
polos pembulah darah dan mengaktivasi enzim guanylate cyclase yang memproduksi
cyclic GMP. Cyclic GMP akan merangsang relaksasi otot sehingga akan terjadi
vasodilatasi. NOS type III juga berperan dalam pencegahan aggregasi platelet yang
abnormal. NOS type II dan IV (yang diisolasi dari makrofag) bersifat independen
terhadap Ca++-calmodulin dan disebut juga "inducible-NOS", karena aktivasinya hanya

terjadi pada saat makrofag menimbulkan efek sitotoksik sebagai respons terhadap
sitokin (misal dalam keadaan sepsis).
2. Angiotensin II (ANG-II).
Sel

endotel

juga

memproduksi

mediator-mediator

yang

merangsang

vasokonstriksi, yaitu endothelin, prostaglandin dan angiotensin II serta mengatur tonus


pembuluh darah dengan cara mempertahankan keseimbangan antara vasodilatasi
(produksi NO) dan vasokonstriksi (pembentukan angiotensin II), Angiotensin II
diproduksi oleh sel endotel pada jaringan local. Enzim yang mengatur produksi
angiotensin II adalah angiotensin converting enzyme (ACE). Enzim ini bersifat
proteolitik, disintesis oleh sel endotel , diekspresikan pada permukaan sel endotel dan
mempunyai aktivitas dibawah pengaruh angiotensin I. Angiotensin I diproduksi melalui
pemecahan dari suatu makromolekul prekursor (angiotensinogen) dibawah pengaruh
renin, suatu enzim proteolitik yang dihasilkan oleh ginjal. Angiotensin II berikatan dan
mengatur tonus otot polos pembuluh darah melalui reseptor angiotensin yang spesifik.
Tergantung dari reseptor yang diaktivasi, ANG-II dapat memberi efek regulasi terhadap
berbagai aktivitas fungsional otot polos pembuluh darah, termasuk kontraksi
(vasokonstriksi), pertumbuhan, proliferasi dan differensiasi. Secara keseluruhan , kerja
dari ANG-II berlawanan dengan kerja Nitrat Oksida (NO).
Sebagaimana diterangkan sebelumnya, bahwa NO merupakan produk dari enzim
NOS sebagai respons terhadap pengaruh aktivator dan inhibitor spesifik. Produksi NOS
juga diatur oleh konsentrasi lokal dari bradykinin. Bradykinin merupakan suatu peptida
yang bekerja dengan reseptor b2 pada permukaan membran sel endotel untuk
meningkatkan produksi NO melalui aktivasi NOS. Konsentrasi lokal dari bradykinin
diatur oleh aktivitas ACE, dimana ACE memecah bradykinin menjadi peptida yang
inaktif. Kadar ACE yang tinggi akan menghambat aktivitas NO , tidak hanya karena
peningkatan produksi ANG-II, tetapi juga karena penurunan konsentrasi bradykinin.
Suatu model pengaturan tonus pembuluh darah ( dan regulasi lumen pembuluh darah
dimana ACE memegang peranan penting, telah dikemukakan dalam beberapa tahun
terakhir. Model ini memprediksi aktivitas ACE yang tinggi akan menyebabkan
vasokonstriksi karena menyebabkan penurunan produksi NO dan peningkatan produksi
ANG-II. Keadaan ini akan menyebabkan kontraksi sel-sel otot polos pembuluh darah

dan pengecilan diameter lumen pembuluh darah. Aktivitas enzim ini akan diikuti
dengan peningkatan pertumbuhan , proliferasi dan differensiasi sel otot polos pembuluh
darah dan penurunan kerja anti proliferatif dari NO serta penurunan proses fibrinolisis
dan peningkatan aggregasi platelet. Membran sel endotel mengikat ACE yang bila
mengalami overaktif atau over ekspresi, akan memproduksi sejumlah besar ANG-II.
ANG-II bekerja langsung pada sel-sel otot pembuluh darah dengan cara menempel pada
reseptor spesifik yang terdapat di membran sel. Aktivasi ACE juga akan menyebabkan
katabolisme bradikinin yang lebih cepat.
3. Sel Endotel sebagai regulator hemostasis.
Sel endotel mempunyai peran penting dalam mempertahankan kekentalan darah dan
mengembalikan integritas dinding pembuluh darah bila terjadi cedera untuk mencegah
perdarahan. Secara garis besar, sistem yang mempertahankan homeostasis pembuluh
darah meliputi :
a.
b.
c.
d.

Lumen pembuluh darah (efek vasokonstriktor dan atau vasodilator)


Platelet
Koagulasi
Fibrinolisis

Sel endotel berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan antara sistem


koagulasi dan fibrinolitik. Koagulasi terjadi karena terbentuknya trombin yang aktif.
Trombin merupakan suatu enzim proteolitik yang akan merubah fibrinogen menjadi
fibrin dengan cara melepaskan fibrinopeptida A dan B. Fibrin kemudian akan
mengalami polimerisasi dan cross-link membentuk gumpalan fibrin yang stabil (stable
clot).
Gumpalan fibrin selanjutnya akan mengalami pemecahan akibat kerja enzim proteolitik
lain, yaitu plasmin, yang merupakan efektor utama dalam sistem fibrinolitik. Plasmin
terbentuk dari plasminogen melalui kerja beberapa aktivator spesifik. Secara fisiologik
(dan farmakologik) aktivator penting dalam proses perubahan plasminogen menjadi
plasmin adalah tissue plasminogen activator (t-PA). Peptida ini mempunyai peranan
penting dalam proses pemecahan gumpalan fibrin dan mempertahankan keutuhan lumen
pembuluh darah. Zat ini telah banyak digunakan dalam pengobatan berbagai keadaan

dimana terjadi oklusi akut yang mengancam kehidupan seperti infark miokard, stroke
dan emboli paru masif. Beberapa aktivator positif dan negatif mengatur aktivitas t-PA.
Secara fisiologik regulator utama dari t-PA adalah plasminogen activator inhibitor (PAI)
. Saat ini terdapat 4 jenis PAI, dimana PAI-1 berperan paling menonjol.
4. Sel endotel sebagai mediator pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah dan
proses inflamasi.
Sel endotel juga berperan penting dalam pertumbuhan dan differensiasi sel otot
polos pembuluh darah dengan cara melepaskan berbagai promotor atau inhibitor
pertumbuhan dan differensiasi, yang memberi pengaruh terhadap terjadinya remodelling
pembuluh darah. Sejumlah besar peptida telah diketahui berperan sebagai messenger
utama terhadap sinyal-sinyal pertumbuhan seperti insulin-like growth factor 1 (IGF-1),
PGF, basic fibroblast growth factor (bFGF), dll. Namun berbagai bukti menunjukkan
bahwa rangsangan pertumbuhan otot polos pembuluh darah dimediasi oleh produksi
lokal dari PGF dan ANG-II. Sebagai antagonis utama dari kerja ANG-II dalam
merangsang pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah adalah NO dan prostacyclin
(PGI2). Sel endotel juga terlibat dalam produksi berbagai molekul yang berperan dalam
proses inflamasi, yaitu antara lain LAM, intracellular adhesion molecule (ICAM) dan
vascular cel adhesion molecule (VCAM). Molekul-molekul ini disebut sebagai
"molekul adhesi" dan berfungsi mengaktifkan sel-sel yang terlibat dalam reaksi
inflamasi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dalam proses aterosklerosis terjadi
peningkatan kadar pertanda-pertanda inflamasi (acute phase proteins) didalam darah.
Patofisiologi terjadinya peningkatan risiko Penyakit Kardiovaskuler pada penderita DM
Melitus :
Dasar terjadinya peningkatan risiko Penyakit Kardiovaskuler pada penderita DM
belum diketahui secara pasti. Dari hasil penelitian didapatkan kenyataan bahwa :
1. Angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi pada penderita DM dibanding
populasi non DM.

2. Penderita DM mempunyai risiko tinggi untuk mengalami trombosis, penurunan


fibrinolisis dan peningkatan respons inflamasi.
3. Pada penderita DM terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruh integritas
dinding pembuluh darah.
Haffner dan kawan-kawan, membuktikan bahwa aterosklerosis pada penderita DM
mulai terjadi sebelum timbul onset klinis DM. Studi epidemiologik juga menunjukkan
terjadinya peningkatan risiko payah jantung pada penderita DM dibandingkan populasi
non DM, yang ternyata disebabkan karena kontrol gula darah yang buruk dalam waktu
yang lama. Disamping itu berbagai faktor turut pula memperberat risiko terjadinya
payah jantung dan stroke pada penderita DM, antara lain hipertensi, resistensi insulin,
hiperinsulinemi, hiperamilinemia, dislipidemia, dan gangguan sistem koagulasi dan
hiperhomosisteinemia.
Semua faktor risiko ini kadang-kadang dapat terjadi pada satu individu dan
merupakan suatu kumpulan gejala yang dikenal dengan istilah sindrom resistensi
insulin atau sindrom metabolik.
Disfungsi endotel yang mengawali lesi aterosklerosis pada penderita DM melitus
dapat terjadi akibat :
1. Hiperglikemi
Hiperglikemi kronik menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme
antara lain :
- Hiperglikemi kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan
makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat
antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan
tekanan intravaskuler dan mengganggu reaktivitas serebrovaskuler akibat
gangguan keseimbangan NO dan prostaglandin
- Hiperglikemi meningkatkan aktivasi PKC intraseluler sehingga akan
menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.
- Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot
polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.

- Hiperglikemi akan meningkatkan sintesis diacylglyerol (DAG) melalui jalur


glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik
DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.
- Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan
hiperglikemi akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif
dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol
(oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Peningkatan kadar asam
lemak bebas dan keadaan hiperglikemi dapat meningkatkan oksidasi
fosfolipid dan protein.
- Hiperglikemi akan disertai dengan tendensi protrombotik dan aggregasi
platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat
peningkatan kadar PAI-1. Disamping itu pada DM tipe 2 terjadi peningkatan
aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan
advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis
heparan sulfat.
- Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan
disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat
menyebabkan overstimulasi dari sel-sel endotel sehingga akan terjadi
disfungsi endotel.
2. Resistensi insulin dan hiperinsulinemi
Beberapa tahun yang lalu, Jialal dan kawan-kawan menemukan adanya reseptor
terhadap insulin yaitu IGF-I dan IGF-II pada sel-sel dari pembuluh darah besar dan
kecil dengan karakteristik ikatan yang sama dengan yang ada pada sel-sel lain. Para
peneliti ini menyatakan bahwa reseptor IGF-I dan IGF-II pada sel endotel terbukti
berperan secara fisiologik dalam komplikasi vaskuler yang terjadi pada DM.
Defisiensi insulin dan hiperglikemi kronik dapat meningkatkan kadar total
protein kinase C (PKC) dan diacylglycerol (DAG). Insulin mempunyai efek langsung
pada jaringan pembuluh darah. Pada penelitian terhadap jaringan pembuluh darah dari
obese Zucker rat didapatkan adanya resistensi terhadap sinyal PI3-kinase. Temuan ini

membuktikan bahwa resistensi insulin akan menimbulkan gangguan langsung pada


fungsi pembuluh darah. King dan kawan-kawan dalam penelitiannya menggunakan
kadar insulin fisiologis mendapatkan bahwa hormon ini dapat meningkatkan kadar dan
aktivitas mRNA dari eNOS, sebesar 2 kali lipat setelah 2-8 jam inkubasi sel endotel.
Peneliti ini menyimpulkan bahwa insulin tidak hanya memiliki efek vasodilatasi akut
melainkan juga memodulasi tonus pembuluh darah.
Toksisitas insulin (hiperinsulinemia / hiperproinsulinemia) dapat menyertai keadaan
resistensi insulin/ sindrom metabolic dan awal dari DM tipe 2. Insulin meningkatkan
jumlah reseptor AT-1 dan mengaktifkan Renin Angiotensin Aldosterone System
(RAAS). Akhir-akhir ini telah dapat diidentifikasi adanya reseptor AT-1 didalam sel-sel
beta dan didalam sel-sel endotel kapiler pulau2 Langerhans pankreas. Jadi,
hiperinsulinemia mempunyai hubungan dengan Ang-II dengan akibat akan terjadi
peningkatan stress oksidatif didalam pulau2 Langerhans pankreas akibat peningkatan
kadar insulin, proinsulin dan amilin.
3. Hiperamilinemi
Amilin atau disebut juga Islet Amyloid Polypeptide (IAPP) merupakan polipeptida yang
mempunyai 37 gugus asam amino, disintesis dan disekresi oleh sel-sel beta pancreas
bersama-sama dengan insulin. Jadi keadaan hiperinsulinemi akan disertai dengan
hiperamilinemi dan sebaliknya bila terjadi penurunan kadar insulin akan disertai pula
dengan hipoamilinemi. Hiperinsulinemi dan hiperamilinemi dapat menyertai keadaan
resistensi insulin/ sindrom metabolic dan DM tipe 2. Terjadinya amiloidosis
( penumpukan endapan amilin) didalam islet diduga berhubungan dengan lama dan
beratnya resistensi insulin dan DM tipe 2. Sebaliknya , penumpukan endapan amilin
didalam sel-sel beta pankreas akan menurunkan fungsinya dalam mensekresi insulin.
Sakuraba dan kawan-kawan baru-baru ini mendapatkan bahwa pada penderita DM tipe
2, peningkatan stress oksidatif berhubungan dengan peningkatan pembentukan IAPP
didalam sel-sel beta pancreas. Dalam keadaan ini terjadi penurunan ekspresi SOD yang
menyertai pembentukan IAPP dan penurunan massa sel beta. Temuan ini menunjukkan
adanya hubungan antara terjadinya stress oksidatif dengan pembentukan IAPP ,
penurunan massa dan densitas sel-sel beta pancreas. Amilin juga dapat merangsang
lipolisis dan merupakan salah satu mediator terjadinya resistensi insulin. Baru-baru ini

ditemukan pula amylin binding site didalam korteks ginjal, dimana amilin dapat
mengaktivasi RAAS dengan akibat terjadinya peningkatan kadar rennin dan
aldosterone. Janson dan kawan-kawan mendapatkan adanya partikel2 amyloid
(intermediate sized toxic amyloid particles = ISTAPs) yang bersifat sitotoksik terhadap
sel-sel beta pancreas yang dapat mengakibatkan apoptosis dengan cara merusak
membran sel.
4. Inflamasi
Dalam beberapa tahun terakhir , terbukti bahwa inflamasi tidak hanya menimbulkan
komplikasi penyakit kardiovaskuler akut, tetapi juga merupakan penyebab utama dalam
proses terjadi dan progresivitas aterosklerosis. Berbagai pertanda inflamasi telah
ditemukan didalam lesi aterosklerosis, antara lain sitokin dan growth factors yang
dilepaskan oleh makrofag dan T cells. Sitokin akan meningkatkan sintesis Platelet
Activating Factor, merangsang lipolisis, ekspresi molekul2 adhesi dan up regulasi
sintesis serta ekspresi aktivitas prokoagulan didalam sel-sel endotel. Jadi sitokin
memainkan peran penting tidak hanya dalam proses awal terbentuknya lesi
aterosklerosis, melainkan juga progressivitasnya. Pelepasan sitokin lebih banyak terjadi
pada penderita DM, karena peningkatan dari berbagai proses yang mengaktivasi
makrofag ( dan pelepasan sitokin ) , antara lain oksidasi dan glikoksidasi protein dan
lipid.
Pelepasan sitokin yang dipicu oleh AGEs akan disertai dengan over produksi
berbagai growth factors seperti :
- PDGF (Platelet Derived Growth Factor)
- IGF-1 (Insulin Like Growth Factor-1)
- GMCSF (Granulocyte/Monocyte Colony Stimulating Factor)
- TGF- (Transforming Growth Factor-)
Semua faktor ini mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi sel-sel pembuluh darah.
Disamping itu terjadi pula peningkatan pembentukan kompleks imun yang mengandung
modified lipoprotein. Tingginya kadar kompleks imun yang mengandung modified
LDL, akan meningkatkan risiko komplikasi makrovaskuler pada penderita DM baik
DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Kompleks imun ini tidak hanya merangsang pelepasan

sejumlah besar sitokin tetapi juga merangsang ekspresi dan pelepasan matrix
metalloproteinase-1 tanpa merangsang sintesis inhibitornya. Aktivasi makrofag oleh
kompleks imun tersebut akan merangsang pelepasan Tumor Necrosis Factor (TNF) ,
yang menyebabkan up regulasi sintesis C-reactive protein. Baru-baru ini telah
ditemukan C-reactive protein dengan kadar yang cukup tinggi pada penderita dengan
resistensi insulin. Peningkatan kadar kompleks imun pada penderita DM tidak hanya
menyebabkan timbulnya aterosklerosis dan progresivitasnya, melainkan juga berperan
dalam proses rupturnya plak aterosklerosis dan komplikasi kardiovaskuler selanjutnya.
Kandungan makrofag didalam lesi aterosklerosis pada penderita DM mengalami
peningkatan, sebagai akibat dari peningkatan rekrutmen makrofag kedalam dinding
pembuluh darah karena pengaruh tingginya kadar sitokin. Peningkatan oxidized LDL
pada penderita DM akan meningkatkan aktivasi sel T yang akan meningkatkan
pelepasan interferon .
Pelepasan interferon akan menyebabkan gangguan homeostasis sel-sel pembuluh
darah. Aktivasi sel T juga akan menghambat proliferasi sel-sel otot polos pembuluh
darah dan biosintesis kolagen, yang akan menimbulkan vulnerable plaque, sehingga
menimbulkan komplikasi kardiovaskuler akut. Sampai sekarang masih terdapat
kontroversi tentang mengapa pada pemeriksaan patologi anatomi, plak pada DM tipe 1
bersifat lebih fibrous dan calcified, sedangkan pada DM tipe 2 lebih seluler dan lebih
banyak mengandung lipid. Dalam suatu seri pemeriksaan arteri koroner pada penderita
DM tipe 2 setelah sudden death, didapatkan area nekrosis , kalsifikasi dan ruptur plak
yang luas. Sedangkan pada penderita DM tipe 1 ditemukan peningkatan kandungan
jaringan ikat dengan sedikit foam cells didalam plak yang memungkinkan lesi
aterosklerosisnya relatif lebih stabil.
5. Trombosis/Fibrinolisis
DM akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu perubahan-perubahan proses
trombosis dan fibrinolisis. Kelainan ini disebabkan karena adanya resistensi insulin
terutama yang terjadi pada penderita DM tipe 2. Walaupun demikian dapat pula
ditemukan pada penderita DM tipe 1. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas factor VII
dan PAI-1 baik didalam plasma maupun didalam plak aterosklerotik akan menyebabkan
penurunan urokinase dan meningkatkan aggregasi platelet. Penyebab peningkatan

fibrinogen diduga karena meningkatnya aktivitas factor VII yang berhubungan dengan
terjadinya hiperlipidemi post prandial. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat efek
langsung dari insulin dan pro insulin. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan
kadar PAI-1 setelah pengobatan DM tipe 2 dengan thiazolidinediones menyokong
hipotesis adanya peranan resistensi insulin dalam proses terjadinya over ekspresi PAI-1.
Peningkatan PAI-1 baik didalam plasma maupun didalam plak aterosklerosis tidak
hanya menghambat migrasi sel otot polos pembuluh darah, melainkan juga disertai
penurunan ekspresi urokinase didalam dinding pembuluh darah dan plak aterosklerosis.
Terjadinya proteolisis pada daerah fibrous cap dari plak yang menunjukkan peningkatan
aktivasi sel T dan makrofag akan memicu terjadinya ruptur plak dengan akibat
terjadinya sindrom koroner akut.. Mekanisme yang mendasari terjadinya keadaan
hiperkoagulasi pada penderita DM dan resistensi insulin, masih dalam penelitian lebih
lanjut.
6. Dislipidemia
Dislipidemia yang akan menimbulkan stress oksidatif umum terjadi pada resistensi
insulin/sindrom metabolik dan DM tipe 2. Keadaan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme lipoprotein yang sering disebut sebagai "lipid triad", meliputi :
1. Peningkatan kadar VLDL atau trigliserida
2. Penurunan kadar HDL cholesterol
3. Terbentuknya small dense LDL yang lebih bersifat aterogenik.
Peningkatan kadar VLDL, trigliserida dan small dense LDL cholesterol serta penurunan
kadar HDL cholesterol yang bersifat anti-aterogenik, anti oksidan dan anti inflamasi
akan mengurangi cadangan anti oksidan alamiah.
Lipoprotein mempunyai fungsi mengangkut lipid keseluruh tubuh, dimana LDL
terutama berperan dalam transpor apolipoprotein (Apo) B 100; VLDL berperan dalam
transpor trigliserida yang mengandung Apo E, sedangkan HDL berperan dalam
mengangkut kembali cholesterol yang mengandung anti inflamasi dan anti oksidan
alamiah yaitu Apo A. Molekul2 protein dari lipoprotein ini akan mengalami modifikasi
karena proses oksidasi, glikosilasi dan glikoksidasi dengan hasil akhir akan terjadi
peningkatan stress oksidatif dan terbentuknya Spesies Oksigen Radikal. Disamping itu

modified lipoprotein akan mengalami retensi didalam tunica intima yang memicu
terjadinya aterogenesis.
7. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu factor dalam resistensi insulin/ sindrom metabolic
dan sering menyertai DM tipe 2. Pada penderita DM tipe 1 hipertensi dapat terjadi bila
sudah ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan
mikroalbuminuri. Adanya hipertensi akan memperberat disfungsi endotel dan
meningkatkan risiko Penyakit Kardiovaskuler. Hipertensi disertai dengan peningkatan
stress oksidatif dan aktivitas Spesies Oksigen Radikal, yang selanjutnya akan
memediasi terjadinya kerusakan vaskuler akibat aktivasi Ang II dan penurunan aktivitas
Super Oxide Dismutase. Sebaliknya glukotoksisitas akan menyebabkan peningkatan
aktivitas RAAS sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Penelitian
terbaru mendapatkan adanya peningkatan kadar amilin (hiperamilinemia) pada individu
yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi dan dengan resistensi insulin.
8. Hiperhomosisteinemi
Pada penderita DM baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2 ditemukan polimorfisme gen
dari

enzim

methylene

tetrahydrofolate

reductase

yang

dapat

menyebabkan

hyperhomocysteinemia. Polimorfisme gen ini terutama terjadi pada penderita yang


kekurangan asam folat didalam dietnya. Hyperhomocysteinemi dalam diperbaiki
dengan suplementasi asam folat.
Homosistein terutama mengalami peningkatan bila terjadi gangguan fungsi ginjal.
Peningkatan kadar homosistein biasanya menyertai penurunan laju filtrasi glomerulus.
Hyperhomocysteinemia

dapat

menyebabkan

inaktivasi

hambatannya terhadap ekspresi glutathione peroxidase (GPx).

Dafpus:

nitrat

oksida

melalui

1. Steinberg HO, Chaker H, Leaming R, Johnson A, Brechtel G, Baron AD


1996 Obesity/insulin resistance is associated with endothelial
dysfunction. Implications for the syndrome of insulin resistance. J Clin
Invest 97:2601-2610
2. Quyyumi AA 1998 Endothelial function in health and disease: new
insights into the genesis of cardiovascular disease. Am J Med
105:32S-39S

Anda mungkin juga menyukai