Disfungsi Sel Endotel
Disfungsi Sel Endotel
Sel endotel melapisi bagian dalam lumen dari seluruh pembuluh darah dan berperan
sebagai penghubung antara sirkulasi darah dan sel-sel otot polos pembuluh darah.
Disamping berperan sebagai sawar fisik antara darah dan jaringan, sel endotel
memfasilitasi berbagai fungsi yang kompleks dari sel otot polos pembuluh darah dan
sel-sel didalam kompartemen darah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel
endotel memegang peran penting dalam proses homeostasis yang terjadi melalui
integrasi berbagai mediator kimiawi.
Sistem ini mempunyai efek baik terhadap sel-sel otot polos pembuluh darah maupun
sel-sel darah sehingga dapat menimbulkan berbagai perubahan antara lain :
1. Vasodilatasi atau vasokonstriksi untuk mengatur kebutuhan suplai darah bagi
seluruh organ tubuh manusia.
2. Pertumbuhan dan atau perubahan-perubahan karakteristik penotif dari sel-sel otot
polos pembuluh darah.
3. Perubahan-perubahan proinflamasi atau antiinflamasi.
4. Mempertahankan kekentalan darah dan mencegah perdarahan.
Fungsi sel endotel
Fungsi spesifik
sel endotel
Lumen
Vasokonstriksi
Vasodilatasi
Endothelin
NO
Angiotensin II
Bradykinin
ET-1
Hyperpolarizing factor
Thromboxane A2
PGH2
Pertumbuhan
Stimulasi
Inhibisi
NO
TGF
Endothelin
Angiotensin II
Inflamasi
Proinflamasi
Antiinflamasi
Adhesion molecules
ELAM, VCAM, ICAM
Hemostasis
Protrombotik
Antitrombotik
PAI-1
Prostacyclin
TPA
Selama beberapa dekade , telah terbukti bahwa nitrat oksida tidak hanya
berperan dalam mengontrol tonus vasomotor melainkan juga berperan dalam
homeostasis pembuluh darah dan syaraf serta proses imunologik. Nitrat oksida endogen
diproduksi melalui perubahan asam amino L-arginine menjadi L-citrulline oleh enzim
NO-synthase (NOS).
Saat ini beberapa isoform dari NOS telah berhasil dipurifikasi dan diklon sebagai :
NOS-type I (yang diisolasi dari otak= neuronal NOS-type I) dan NOS-type III (yang
diisolasi dari sel endotel= endothelial NOS-type III) yang disebut juga constitutive-NOS
(cNOS). Kedua isoform ini diatur oleh Ca +2-calmodulin dan NADPH, flavin adenine
dinucleotide/mononucleotide (FAD/FMN), dan tetrahydrobiopterin (HB4) sebagai
kofaktor. Neuronal-NOS type I berperan penting dalam proses transmisi syaraf, kontrol
homeostasis pembuluh darah dan dalam proses pembelajaran dan memori. Didalam
sistem syaraf tepi, NOS berhubungan dengan jalur syaraf nonadrenergic noncholinergic
(NANC).
Endothelial-NOS (eNOS type III) berperan penting dalam mengontrol tonus pembuluh
darah sebagai respons terhadap berbagai rangsangan, seperti rangsangan mekanik (shear
stress), receptor dependent (asetil kholin) dan reseptor independen (calcium ionophore).
Nitrat Oksida yang dihasilkan oleh NOS type III didalam endotel akan berdiffusi
kedalam otot polos pembuluh darah yang akan mengaktifkan enzim guanylate cyclase.
Bersamaan dengan peningkatan cyclic GMP, akan terjadi relaksasi dari otot polos
pembuluh darah. Jadi hasil akhir dari peningkatan Nitrat Oksida akan terjadi
vasodilatasi.
Sel endotel memproduksi nitrat oksida (NO) yang akan berdiffusi kedalam sel-sel otot
polos pembulah darah dan mengaktivasi enzim guanylate cyclase yang memproduksi
cyclic GMP. Cyclic GMP akan merangsang relaksasi otot sehingga akan terjadi
vasodilatasi. NOS type III juga berperan dalam pencegahan aggregasi platelet yang
abnormal. NOS type II dan IV (yang diisolasi dari makrofag) bersifat independen
terhadap Ca++-calmodulin dan disebut juga "inducible-NOS", karena aktivasinya hanya
terjadi pada saat makrofag menimbulkan efek sitotoksik sebagai respons terhadap
sitokin (misal dalam keadaan sepsis).
2. Angiotensin II (ANG-II).
Sel
endotel
juga
memproduksi
mediator-mediator
yang
merangsang
dan pengecilan diameter lumen pembuluh darah. Aktivitas enzim ini akan diikuti
dengan peningkatan pertumbuhan , proliferasi dan differensiasi sel otot polos pembuluh
darah dan penurunan kerja anti proliferatif dari NO serta penurunan proses fibrinolisis
dan peningkatan aggregasi platelet. Membran sel endotel mengikat ACE yang bila
mengalami overaktif atau over ekspresi, akan memproduksi sejumlah besar ANG-II.
ANG-II bekerja langsung pada sel-sel otot pembuluh darah dengan cara menempel pada
reseptor spesifik yang terdapat di membran sel. Aktivasi ACE juga akan menyebabkan
katabolisme bradikinin yang lebih cepat.
3. Sel Endotel sebagai regulator hemostasis.
Sel endotel mempunyai peran penting dalam mempertahankan kekentalan darah dan
mengembalikan integritas dinding pembuluh darah bila terjadi cedera untuk mencegah
perdarahan. Secara garis besar, sistem yang mempertahankan homeostasis pembuluh
darah meliputi :
a.
b.
c.
d.
dimana terjadi oklusi akut yang mengancam kehidupan seperti infark miokard, stroke
dan emboli paru masif. Beberapa aktivator positif dan negatif mengatur aktivitas t-PA.
Secara fisiologik regulator utama dari t-PA adalah plasminogen activator inhibitor (PAI)
. Saat ini terdapat 4 jenis PAI, dimana PAI-1 berperan paling menonjol.
4. Sel endotel sebagai mediator pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah dan
proses inflamasi.
Sel endotel juga berperan penting dalam pertumbuhan dan differensiasi sel otot
polos pembuluh darah dengan cara melepaskan berbagai promotor atau inhibitor
pertumbuhan dan differensiasi, yang memberi pengaruh terhadap terjadinya remodelling
pembuluh darah. Sejumlah besar peptida telah diketahui berperan sebagai messenger
utama terhadap sinyal-sinyal pertumbuhan seperti insulin-like growth factor 1 (IGF-1),
PGF, basic fibroblast growth factor (bFGF), dll. Namun berbagai bukti menunjukkan
bahwa rangsangan pertumbuhan otot polos pembuluh darah dimediasi oleh produksi
lokal dari PGF dan ANG-II. Sebagai antagonis utama dari kerja ANG-II dalam
merangsang pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah adalah NO dan prostacyclin
(PGI2). Sel endotel juga terlibat dalam produksi berbagai molekul yang berperan dalam
proses inflamasi, yaitu antara lain LAM, intracellular adhesion molecule (ICAM) dan
vascular cel adhesion molecule (VCAM). Molekul-molekul ini disebut sebagai
"molekul adhesi" dan berfungsi mengaktifkan sel-sel yang terlibat dalam reaksi
inflamasi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dalam proses aterosklerosis terjadi
peningkatan kadar pertanda-pertanda inflamasi (acute phase proteins) didalam darah.
Patofisiologi terjadinya peningkatan risiko Penyakit Kardiovaskuler pada penderita DM
Melitus :
Dasar terjadinya peningkatan risiko Penyakit Kardiovaskuler pada penderita DM
belum diketahui secara pasti. Dari hasil penelitian didapatkan kenyataan bahwa :
1. Angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi pada penderita DM dibanding
populasi non DM.
ditemukan pula amylin binding site didalam korteks ginjal, dimana amilin dapat
mengaktivasi RAAS dengan akibat terjadinya peningkatan kadar rennin dan
aldosterone. Janson dan kawan-kawan mendapatkan adanya partikel2 amyloid
(intermediate sized toxic amyloid particles = ISTAPs) yang bersifat sitotoksik terhadap
sel-sel beta pancreas yang dapat mengakibatkan apoptosis dengan cara merusak
membran sel.
4. Inflamasi
Dalam beberapa tahun terakhir , terbukti bahwa inflamasi tidak hanya menimbulkan
komplikasi penyakit kardiovaskuler akut, tetapi juga merupakan penyebab utama dalam
proses terjadi dan progresivitas aterosklerosis. Berbagai pertanda inflamasi telah
ditemukan didalam lesi aterosklerosis, antara lain sitokin dan growth factors yang
dilepaskan oleh makrofag dan T cells. Sitokin akan meningkatkan sintesis Platelet
Activating Factor, merangsang lipolisis, ekspresi molekul2 adhesi dan up regulasi
sintesis serta ekspresi aktivitas prokoagulan didalam sel-sel endotel. Jadi sitokin
memainkan peran penting tidak hanya dalam proses awal terbentuknya lesi
aterosklerosis, melainkan juga progressivitasnya. Pelepasan sitokin lebih banyak terjadi
pada penderita DM, karena peningkatan dari berbagai proses yang mengaktivasi
makrofag ( dan pelepasan sitokin ) , antara lain oksidasi dan glikoksidasi protein dan
lipid.
Pelepasan sitokin yang dipicu oleh AGEs akan disertai dengan over produksi
berbagai growth factors seperti :
- PDGF (Platelet Derived Growth Factor)
- IGF-1 (Insulin Like Growth Factor-1)
- GMCSF (Granulocyte/Monocyte Colony Stimulating Factor)
- TGF- (Transforming Growth Factor-)
Semua faktor ini mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi sel-sel pembuluh darah.
Disamping itu terjadi pula peningkatan pembentukan kompleks imun yang mengandung
modified lipoprotein. Tingginya kadar kompleks imun yang mengandung modified
LDL, akan meningkatkan risiko komplikasi makrovaskuler pada penderita DM baik
DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Kompleks imun ini tidak hanya merangsang pelepasan
sejumlah besar sitokin tetapi juga merangsang ekspresi dan pelepasan matrix
metalloproteinase-1 tanpa merangsang sintesis inhibitornya. Aktivasi makrofag oleh
kompleks imun tersebut akan merangsang pelepasan Tumor Necrosis Factor (TNF) ,
yang menyebabkan up regulasi sintesis C-reactive protein. Baru-baru ini telah
ditemukan C-reactive protein dengan kadar yang cukup tinggi pada penderita dengan
resistensi insulin. Peningkatan kadar kompleks imun pada penderita DM tidak hanya
menyebabkan timbulnya aterosklerosis dan progresivitasnya, melainkan juga berperan
dalam proses rupturnya plak aterosklerosis dan komplikasi kardiovaskuler selanjutnya.
Kandungan makrofag didalam lesi aterosklerosis pada penderita DM mengalami
peningkatan, sebagai akibat dari peningkatan rekrutmen makrofag kedalam dinding
pembuluh darah karena pengaruh tingginya kadar sitokin. Peningkatan oxidized LDL
pada penderita DM akan meningkatkan aktivasi sel T yang akan meningkatkan
pelepasan interferon .
Pelepasan interferon akan menyebabkan gangguan homeostasis sel-sel pembuluh
darah. Aktivasi sel T juga akan menghambat proliferasi sel-sel otot polos pembuluh
darah dan biosintesis kolagen, yang akan menimbulkan vulnerable plaque, sehingga
menimbulkan komplikasi kardiovaskuler akut. Sampai sekarang masih terdapat
kontroversi tentang mengapa pada pemeriksaan patologi anatomi, plak pada DM tipe 1
bersifat lebih fibrous dan calcified, sedangkan pada DM tipe 2 lebih seluler dan lebih
banyak mengandung lipid. Dalam suatu seri pemeriksaan arteri koroner pada penderita
DM tipe 2 setelah sudden death, didapatkan area nekrosis , kalsifikasi dan ruptur plak
yang luas. Sedangkan pada penderita DM tipe 1 ditemukan peningkatan kandungan
jaringan ikat dengan sedikit foam cells didalam plak yang memungkinkan lesi
aterosklerosisnya relatif lebih stabil.
5. Trombosis/Fibrinolisis
DM akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu perubahan-perubahan proses
trombosis dan fibrinolisis. Kelainan ini disebabkan karena adanya resistensi insulin
terutama yang terjadi pada penderita DM tipe 2. Walaupun demikian dapat pula
ditemukan pada penderita DM tipe 1. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas factor VII
dan PAI-1 baik didalam plasma maupun didalam plak aterosklerotik akan menyebabkan
penurunan urokinase dan meningkatkan aggregasi platelet. Penyebab peningkatan
fibrinogen diduga karena meningkatnya aktivitas factor VII yang berhubungan dengan
terjadinya hiperlipidemi post prandial. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat efek
langsung dari insulin dan pro insulin. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan
kadar PAI-1 setelah pengobatan DM tipe 2 dengan thiazolidinediones menyokong
hipotesis adanya peranan resistensi insulin dalam proses terjadinya over ekspresi PAI-1.
Peningkatan PAI-1 baik didalam plasma maupun didalam plak aterosklerosis tidak
hanya menghambat migrasi sel otot polos pembuluh darah, melainkan juga disertai
penurunan ekspresi urokinase didalam dinding pembuluh darah dan plak aterosklerosis.
Terjadinya proteolisis pada daerah fibrous cap dari plak yang menunjukkan peningkatan
aktivasi sel T dan makrofag akan memicu terjadinya ruptur plak dengan akibat
terjadinya sindrom koroner akut.. Mekanisme yang mendasari terjadinya keadaan
hiperkoagulasi pada penderita DM dan resistensi insulin, masih dalam penelitian lebih
lanjut.
6. Dislipidemia
Dislipidemia yang akan menimbulkan stress oksidatif umum terjadi pada resistensi
insulin/sindrom metabolik dan DM tipe 2. Keadaan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme lipoprotein yang sering disebut sebagai "lipid triad", meliputi :
1. Peningkatan kadar VLDL atau trigliserida
2. Penurunan kadar HDL cholesterol
3. Terbentuknya small dense LDL yang lebih bersifat aterogenik.
Peningkatan kadar VLDL, trigliserida dan small dense LDL cholesterol serta penurunan
kadar HDL cholesterol yang bersifat anti-aterogenik, anti oksidan dan anti inflamasi
akan mengurangi cadangan anti oksidan alamiah.
Lipoprotein mempunyai fungsi mengangkut lipid keseluruh tubuh, dimana LDL
terutama berperan dalam transpor apolipoprotein (Apo) B 100; VLDL berperan dalam
transpor trigliserida yang mengandung Apo E, sedangkan HDL berperan dalam
mengangkut kembali cholesterol yang mengandung anti inflamasi dan anti oksidan
alamiah yaitu Apo A. Molekul2 protein dari lipoprotein ini akan mengalami modifikasi
karena proses oksidasi, glikosilasi dan glikoksidasi dengan hasil akhir akan terjadi
peningkatan stress oksidatif dan terbentuknya Spesies Oksigen Radikal. Disamping itu
modified lipoprotein akan mengalami retensi didalam tunica intima yang memicu
terjadinya aterogenesis.
7. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu factor dalam resistensi insulin/ sindrom metabolic
dan sering menyertai DM tipe 2. Pada penderita DM tipe 1 hipertensi dapat terjadi bila
sudah ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan
mikroalbuminuri. Adanya hipertensi akan memperberat disfungsi endotel dan
meningkatkan risiko Penyakit Kardiovaskuler. Hipertensi disertai dengan peningkatan
stress oksidatif dan aktivitas Spesies Oksigen Radikal, yang selanjutnya akan
memediasi terjadinya kerusakan vaskuler akibat aktivasi Ang II dan penurunan aktivitas
Super Oxide Dismutase. Sebaliknya glukotoksisitas akan menyebabkan peningkatan
aktivitas RAAS sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Penelitian
terbaru mendapatkan adanya peningkatan kadar amilin (hiperamilinemia) pada individu
yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi dan dengan resistensi insulin.
8. Hiperhomosisteinemi
Pada penderita DM baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2 ditemukan polimorfisme gen
dari
enzim
methylene
tetrahydrofolate
reductase
yang
dapat
menyebabkan
dapat
menyebabkan
inaktivasi
Dafpus:
nitrat
oksida
melalui