Anda di halaman 1dari 26

Refarat

Disfungsi Endotel

Pembimbing

Dr.dr.Chandramin Sp.JP(K), FIHA

Disusun Oleh :
Arya Bima Rendragraha
13610500003

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PERIODE 2 OKTOBER – 8 DESEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
Bab I Pendahuluan

Endotel merupakan organ yang memiliki peran penting dalam patogenesis berbagai
keadaan patologis seperti hipertensi, aterosklerosis, hiperkolesterolemia, diabetes melitus dan lain-
lain. Peran penting endotel terletak pada fungsinya dalam mensekresi berbagai substansi yang
mengatur konstriksi dan relaksasi pembuluh darah. Ketidakseimbangan antara faktor konstriksi
dan relaksasi tersebut dapat menyebabkan keadaan disfungsi endotel yang pada akhirnya
menyebabkan gangguan pada organ.

Penyakit diabetes melitus sering dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit


kardiovaskular, bahkan pada keadaan di mana kontrol glikemia dilakukan secara intensif. Bukti
klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa diabetes dan resistensi insulin menyebabkan suatu
kombinasi disfungsi endotel yang mungkin mengurangi peran anti-aterogenik endotel vaskular.
Telah diketahui bahwa diabetes berhubungan kuat dengan stres oksidatif dan disfungsi endotel;
selain itu disfungsi endotel yang ada pada orang dengan risiko terjadinya diabetes berhubungan
kuat dengan stres oksidatif dan menjadi faktor risiko awal terbentuknya aterosklerosis dan
penyakit kardiovaskular.2 Awal terjadinya lesi aterosklerosis yaitu berupa adanya perubahan-
perubahan fungsi sel endotel. Disfungsi endotel dapat terjadi baik pada penderita DM tipe 2 dan
juga pada penderita DM tipe 1 terutama bila telah terjadi manifestasi klinis mikroalbuminuria.
Disfungsi endotel juga dapat terjadi pada individu dengan resistensi insulin (pasien obes) atau yang
mempunya risiko tinggi untuk menderita DM tipe 2 ( toleransi glukosa terganggu) dan penderita
diabetes gestasi.9

Pada kondisi hipertensi juga berperan agen proinflamasi yang meningkatkan formasi
hidrogen peroksida (hidroksi radikal) dan radikal bebas (anion superoksida) dalam plasma.6
Substansi itu mereduksi pembentukan nitrit oksida oleh endotel, meningkatkan adhesi leukosit,
dan peningkatan resistensi perifer. Selanjutnya formasi radikal bebas akan memperburuk fungsi
endotel dan akhirnya akan menimbulkan disfungsi endotel yang bersifat irreversibel. Sesuai judul
dan permasalahan yang diuraikan, tujuan penulisan refarat ini adalah untuk meninjau lebih detil
mengenai disfungsi endotel.
Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Mikroanatomi Endotel

Sel-sel endotel yang melapisi dinding bagian dalam pembuluh darah, secara strategis
berada di antara plasma serta sel-sel darah dan otot polos pembuluh darah. Sel endotel melapisi
bagian dalam lumen dari pembuluh darah di seluruh tubuh dan berperan sebagai penghubung
antara sirkulasi darah dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Di samping berperan sebagai
penyekat fisik antara darah dan jaringan, sel endotel memfasilitasi berbagai fungsi yang kompleks
dari sel otot polos pembuluh darah dan sel-sel di dalam kompartemen darah.8

Pada individu dengan berat badan 70kg, jika dapat dibentangkan, maka permukaan endotel
secara keseluruhan diperkirakan mencapai luas lebih dari 700m2 dengan berat sekitar 1-1,5kg.
Penemuan oleh von Recklinghausen pada awal abad ke 19, endotel hanya dianggap sebagai
pemisah fisik antara darah dan dinding pembuluh darah. Namun sejak perah hadiah Nobel,
Furchgott dan Zawadzki pada tahun 1970 menemukan zat-zat vasoreaktif yang dihasilkan oleh sel-
sel endotel, maka endotel dikenal sebagai pengatur utama keseimbangan pembuluh darah. Endotel
merupakan jaringan terluas dalam tubuh karena menutupi seluruh jaringan pembuluh darah. Di
arteri, endotel membentuk selapis sel yang kontinu dan tidak terputus, dan merupakan barrier
utama antara elemen darah dengan dinding pembuluh darah. Hubungan antar selnya melalui tight
junction dan gap junction, sendangkan transportasi zat terjadi melalui mekanisme endositosis.8

Pada endotel kapiler dijumpai adanya terowongan transendotel namun fungsinya dalam
transpor makromolekul belum jelas.8 Diduga celah antar sel merupakan tempat potensi untuk
transportasi zat, terutama saat sel endotel mengalami cedera.

Sifat-sifat endotel antara lain:8

 Sangat selektif permiabel.


 Bersifat nontrombogenik.
 Metabolismenya sangat aktif.
 Dapat membentuk beberapa macam zat vasoaktif yang bersifat vasodilator seperti
prostasiklin dan EDRF, maupun yang bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, faktor VW,
faktor VIII dan lain-lain.

Sel endotel bertumpu pada membran basalis yang tersusun terutama oleh kolagen tipe 4 dan
molekul proteoglikan. Zat-zat ini diproduksi sendiri oleh sel endotel dan mungkin berfungsi
sebagai filter. Pada permukaan sendotel terdapat reseptor-reseptor untuk berbagai macam molekul,
di antaranya untuk LDL, GF, dan mungkin untuk beberapa jenis zat lain.8

2.2 Fisiologi Endotel

Kemampuan khusus sel endotel yang berhubungan dengan aterogenesis adalah


kemampuan memodifikasi lipoprotein. LDL yang ditangkap oleh reseptor LDL endotel
mengalami oksidasi, masuk ke dalam sel endotel dan dikirim ke sub-intima. LDL yang telah
teroksidasi tersebut akan ditangkap oleh reseptor khusus, yang disebut reseptor scavenger di
permukaan makrofag. LDL tersebut kemudian ditelan oleh makrofag dan membentuk sel busa.8

Dalam keadaan normal, permukaan sel endotel mempunyai sifat antitrombotik sehingga
menghambat adhesi trombosit dan tidak mengaktifkan kaskade koagulasi. Namun pada saat
terjadinya inflamasi atau kerusakan sel endotel, sel-sel ini akan mensintesis dan mensekresikan
faktor-faktor yang bersifat protrombotik.8

Sitokin merupakan zat yang dihasilkan pada reaksi inflamasi, yang merangsang
pembentukan dan sekresi zat-zat lain yang akan menarik leukosit yang beredar dalam darah untuk
mendekati tempat inflamasi seperti interleukin-8, ICAM-1 dan -2, VCAM-1, yang merupakan
regulator pengumpulan sel-sel leukosit ke permukaan pembuluh darah yang mengalami
gangguan.8
Tabel 1. Fungsi Endotel8

Target Fungsional Fungsi Spesifik


dari sel endotel
Lumen Vasokonstriksi Vasodilatasi
Endotelin NO
Angiotensin II Bradikinin
ET – 1 Hyperpolarizing factor
Tromboksane A2
PGH2
Pertumbuhan Stimulasi Inhibisi
Platelet growth- derived NO
factor (PDGF) PGI2
Fibroblast Growth Factor TGF
IGF-1
Endothelin
Angiotensin II
Inflamasi Proinflamasi Antiinflamasi
Molekul adhesi : ELAM,
VCAM, ICAM
Hemostasis Protrombotik Antitrombotik
PAI-1 Prostasiklin
TPA

Efek nontrombogenik pada sel endotel terjadi karena:

 Permukaan licin dilapisi oleh heparin sulfat.


 Kemampuannya menghasilkan derivat-derivat prostaglandin, terutama PGI2 (prostasiklin)
yang merupakan vasodilator kuat yang efektif menghambat agregasi trombosit.
 Menghasilkan vasodilator lain yang dikenal sebagai vasodilator terkuat yang pernah
ditemukan, yaitu EDRF (Endothelial Derived Relaxing Facto).
 Menghasilkan zat fibrinolitik, termasuk plasminogen.
Sedangkan efek trombogeniknya terjadi karena:

 Faktor von Willebrand yang dihasilkan oleh sel endotel yang cedera/rusak.
 Zat-zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi seperti endotelin, angiotensin
converting enzyme dan PDGF.

Dalam tubuh, kedua efek ini berinteraksi dan secara dinamis menjaga homeostasis
pembuluh darah, sehingga secara normal pembuluh darah terjaga keutuhannya. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa sel endotel memegang peran penting dalam proses homeostasis
yang terjadi melalui integrasi berbagai mediator kimiawi.8 Sistem ini mempunyai efek baik
terhadap sel-sel otot polos pembuluh darah maupun sel-sel darah sehingga dapat menimbulkan
berbagai perubahan antara lain:

 Vasodilatasi atau vasokonstriksi untuk mengatur kebutuhan suplai darah bagi seluruh
organ tubuh manusia.
 Pertumbuhan dan atau perubahan-perubahan karakteristik fenotip dari sel-sel otot polos
pembuluh darah.
 Perubahan-perubahan proinflamasi atau antiinflamasi.
 Mempertahankan kekentalan darah dan mencegah perdarahan.

Fungsi utama endotel adalah mengatur tonus pembuluh darah, mengatur adhesi leukosit
dan inflamasi, dan mempertahankan keseimbangan antara trombosis dan fibrinolisis. Fungsi
endotel ini dilakukan oleh substansi-substansi khusus yang dikelompokkan dalam 2 golongan
besar yaitu Endothelium Derived Relaxing Factors (EDRFs) dan Endothelium Derived
Contracting Factors (EDCFs).13,14

EDRF

Substansi yang tergolong EDRF adalah: nitric oxide (NO), prostasiklin dan faktor relaksasi
hiperpolarisasi (Endothelium Derived Hyperpolarizing Factor, EDHF). NO merupakan EDRF
terpenting yang terbentuk dari transformasi asam amino L-arginin menjadi sitrulin melalui jalur
L-arginine-nitric oxide dengan bantuan enzim NO sintetase (NOS). NO diproduksi atas pengaruh
asetilkolin, bradikinin, serotonin dan bertindak sebagai reseptor endotel spesifik. NOS diaktivasi
oleh adanya robekan pada pembuluh darah dan estrogen, sebaliknya aktivasi NOS dihambat oleh
asam amino dalam sirkulasi dan oleh ADMA (asymmetrical dimethylarganine). Pada pembuluh
darah, sintesis NO mempengaruhi tonus pembuluh darah sehingga berperan pada pengaturan
tekanan darah, selain itu pada sistem saraf pusat NO merupakan neurotransmiter yang menjalankan
bebrapa fungsi termasuk pembentukan ingatan.13,14

Prostasiklin dihasilkan endotel sebagai respons adanya shear stress dan hipoksia.
Prostasiklin meningkatkan cAMP pada otot polos dan trombosit. NO dan prostasiklin secara
sinergistik menghambat agregasi trombosit sehingga dengan adanya kedua zat ini terjadilah
penghambatan aktivasi trombosit secara maksimal.13,14

EDCF

Endotel juga menghasilkan faktor kontraksi yang disebut EDCF seperti ET-1 (endotelin-
1), tromboksan A2 (TXA2), prostaglandin H2 (PGH2), dan angiotensin II.Pembuluh darah
intramiokard lebih sensitif terhadap efek vasokonstriksi ET-1 daripada arteri koronaria, sehingga
endotel berperan penting dalam pengaturan aliran darah koroner. Hinga kini terdapat 3 isoform
endotelin, yaitu: endotelin-1, endotelin-2, dan endotelin-3. Telah ditemukan dua reseptor endotelin,
yaitu reseptor ET A dan ET B. 13,14

Reseptor ET B berperan dalam pembentukan NO dan prostasiklin, hal ini menjelaskan


mengapa endotelin memilik efek vasodilatasi sesaat. ET-1 menyebabkan vasodilatasi pada
konsentrasi rendah dan terus menerus menimbulkan kontraksi pada konsentrasi tinggi sehingga
dapat menyebabkan iskemia, aritmia dan kematian (otot) jantung. Angiotensin II menyebabkan
proliferasi dan migrasi sel otot polos melalui reseptor AT 1, selain itu angiotensin II memproduksi
vasokonstriktor poten dan menyebabkan retensi garam dan air. Hal ini merupakan komponen
utama dalam patogenesis berbagai penyakit vaskular seperti hipertensi. 13,14

Pada keadaan tertentu seperti penuaan, menopause, dan keadaan patologis seperti
hipertensi, diabetes melitus, dan aterosklerosis, sel endotel akan teraktivasi untuk menghasilkan
faktor konstriksi seperti EDCF (TXA2, PGH2) dan radikal bebas yang menghambat efek relaksasi
NO. Radikal bebas dapat menghambat fungsi endotel dengan menyebabkan rusaknya NO. 13,14
Ketidakseimbangan antara faktor kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada endotel inilah
yang disebut disfungsi endotel. Sumber lain menyebutkan disfungsi endotel merupakan perubahan
fungsi sel endotel yang berakibat pada kegagalan availabilitas NO, sehingga disfungsi endotel
harus dibedakan dari kerusakan endotel akibat dari kerusakan anatomis. 13

2.3 Patobiologi Disfungsi Endotel

Endotel vaskular merupakan jaringan yang responsif secara metabolik. Selapis endotel vaskular
dapat mengatur volume lumen vaskular dan jaringan otot polos di sekitar pembuluh darah. Hal ini
berawal dari rangsangan dan aktivasi endotel vaskular, yang bilamana berlangsung terus menerus
akan mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai disfungsi endotel. Salah satu komponen
penting yang berperan pada relaksasi vaskuler yang tergantung endotel adalah nitric oxide (NO).
NO tidak hanya berperan pada relaksasi sel otot polos, tetapi juga menghambat aktivasi, adhesi,
dan agregasi platelet, serta pencegahan proliferasi sel otot polos vaskular dan adhesi leukosit pada
lapisan endothelium. Melalui respons produk dari lapisan sel endotel tersebut, seperti NO, maka
endotel dapat menjalankan fungsi normalnya, untuk pengaturan berbagai aspek homeostasis
vaskular, termasuk di antaranya tonus vaskular, interaksi leukosit-pembuluh darah, pertumbuhan
sel otot polos, dan proliferasi; serta homeostasis-fibrinolisis lokal; dan status redoks. Sebaliknya,
pada disfungsi endotel, jejas vaskular mengakibatkan serangkaian fenomena maladaptif yang
mengakibatkan terjadinya respons vaskular yang tidak menguntungkan. Sebagai dampak dari stres
oksidatif dan perubahan status redoks lokal, terjadi gangguna profibrinolitik vaskular yang
mengakibatkan tercetusnya proses trombogenesis. Gangguan modulasi pertumbuhan seluler
sehingga terjadi proliferasi dan remodeling dinding vaskular yang abnormal. Rangsangan oksidan
dari adaptasi molekuler inflamasi akan meningkatkan kemampuan adhesi monosit dan
peningkatan permeabilitas vaskular terhadap lipoprotein plasma.6
Gambar 2.1 Disfungsi endotel pada aterosklerosis.

2.4 Patofisiologi Disfungsi Endotel pada Diabetes Melitus

Disfungsi endotel pada diabetes melitus diakibatkan oleh 3 hal:

1. Hiperglikemia dan sekuel biokimianya secara langsung mengubah fungsi endotel.

Transpor glukosa ke sel endotel dan otot polos pembuluh darah terjadi secara difusi terfasilitasi
dan bersifat independen dari insulin. Transpor glukosa diautoregulasi oleh glukosa di sel otot polos
tetapi tidak pada sel endotel, di mana peningkatan konsentrasi glukosa darah akan meningkatkan
akumulasi glukosa intraseluler dan metabolitnya. Sel endotel in vitro yang terpapar glukosa dalam
kadar yang tinggi akan meningkatkan produksi komponen matriks ekstraseluler seperti kolagen,
fibronektik dan protein prokoagulan seperti faktor vWF dan faktor jaringan, dan terjadi penurunan
potensi proliferasi, migrasi dan fibrinolitik secara peningkatan apoptosis.9

2. Glukosa tinggi mempengaruhi fungsi sel endotel secara tidak langsung melalui sintesis faktor
pertumbuhan dan bahan vasoaktif di sel lain.9
3. Komponen sindrom metabolik dapat mempengaruhi fungsi sel endotel.9

Gambar 2.2 patogenesis disfungsi endotel melalui stres oksidatif pada diabetes melitus

Hiperglikemia dan sekuel biokimia immediate

Berbagai mekanisme diduga dapat menjelaskan proses bagaimana hiperglikemia secara langsung
menybabkan komplikasi vaskula diabetes. Peningkatan glukosa intraseluler akan meningkatkan
perubahan glukosa menjadi sorbitol melalui jalur poliol, peningkatan glukosamin-6-fosfat melalui
jalur heksosamin dan aktivasi PKC (protein kinase C) melalui sintesis DAG (diacylglycerol).
Sebagai tambahan, glukosa dan glukosa yang berasal dari senyawa dikarbonil bereaksi secara non
enzimatik dengan asam aminio dasar (lisin dan arginin) dalam protein untuk membentuk AGE
(advanced glycosilation end products) baik secara ekstra maupun intraseluler. Jalur yang bervariasi
ini saling berhubungna dan mempengaruhi satu sama lain. Gambar 1.3 menjelaskan bagaimana
keempat mekanisme intraseluler ini dapat menjadi konsekuensi dari hiperglikemia yang
menginduksi overproduksi ROS di mitokondria.11
Jalur Sorbitol

Peningkatan akumulasi sorbitol akan meningkatkan stres osmosis. Akumulasi sorbitol


menurunkan osmolit lainnya seperti mio-inositol da taurin. Ekspresi aldose reduktase yang relatif
rendah pada sel endotel kemungkinan tidak cukup untuk menyebabkan akumulasi sorbitol secara
signifikan.Peningkatan rasio NADH/NAD+ sitosolik menyebabkan ketidakseimbangan redoks
yang serupa terjadi pada hipoksia jaringan dan selanjutnya dinamakan pseudohipoksia
hiperglikemia.11

Ketidakseimbangan redoks menyebabkan akumulasi triose fosfat yang meningkatkan


pembentukkan metilglioksal dan AGE dan meningkatkan stres oksidatif, yang dapat dieksaserbasi
oleh defisiensi NADPH yang menginduksi deplesi reduksi glutation.11

Pengaruh jalur sorbitol pada disfungsi vaskular tidak sepenuhnya dipahami dan peran
inhibisi aldose reduktase dalam mencegah komplikasi diabetes masih belum jelas. Aktivitas aldose
reduktase pada berbagai sel endotel. Pada beberapa penelitian, pemberian inhibitor aldose
reduktasi dapat mengurangi kejadian neuropati diabetikum. Peningkatan aktivitas aldose reduktase
pada sel endotel retina merupakan mekanisme terjadinya retinopati diabetikum pada manusia.11

Jalur DAG/PKC

Konsekuensi patogenesis seluler hiperglikemia yang diinduksi oleh aktivasi PKC bersifat
multipel dan mencakup disregulasi permeabilitas vaskular baik secara langsung maupun tidak
langsung (proses tidak langsung melalui induksi VEGF, vaskular endothelial growth factor pada
sel otot polos), disregulasi aliran darah melalui penurunan aktivitas NOS endotel dan/atau
peningkatan sintesis ET-1, penebalan membran basalis melalui mediasi TGF-B (transforming
growth factor) yang meningkatkan sintesis kolagen tipe IV dan fibronektin mengakibatkan
fibrinolisis melalui peningkatan ekspresi PAI-1 dan peningkatan stres oksidatif melalui regulasi
beberapa NADPH oksidase.11

Hiperglikemia yang diinduksi aktivasi PKC terjadi melalui peningkatan aktivator PKC,
DAG dimana di dalam sel dengan aktivitas aldose reduktase yang rendah seperti sel endotel,
disintesis dari glycolytic intermediates dihydroxyacetone phosphate dan glyceraldehyde-3-
phosphate. Vitamin E dapat menghambat aktivitas PKC-B, yang menunjukkan hubungan antara
stres oksidatif dengan aktivasi PKC.11

Jalur hexosamine

Pengaruh vaskular jalur hexosamine, dimana fruktosa 6-fosfat diubah menjadi glukosamin 6-fosfat
oleh enzim glutamine: fructose-6-phosphate amidotransferase, merupakan jalur awal yang telah
diteliti. Pada sel endotel aorta, hiperglikemia menunjukkan peningkatan kadar hexosamine 6-fosfat
dan selanjutnya G1cNAc (N-acetylglucosamine). Penambahan G1cNAc pada residu serin dan
treonin dapat meningkatkan glikosilasi yang dihubungkan dengan O dari faktor transkripsi SP-1,
yang menurunkan fosforilasi SP-1 dan sekaligus meningkatkan aktivitas SP-1. Sebaliknya hal ini
dapat meningkatkan transkripsi PAI-1 dan TGF0B1. Protein lain, seperti PKC dan NOS sel endotel
dapat dimodifikasi dengan jalur yang sama. Contohnya, modifikasi sisi Akt NOS sel endotel
menunjukkan penurunan aktivitas enzim tersebut.12

Glikasi non-enzimatik

Glikasi protein non-enzimatik merupakan reaksi kondensasi aldehid gula grup karbonil dengan
terminal N asam amino bebas dari protein dan menuju pada basa Schiff’s, yang selanjutnya
mengalami penyusunan menjadi glikasi Amadori-adducts seperti fruktosamin. Amadori-adducts
relatif stabil dan hanya fraksi kecil yang mengalami penyusunan kembali menjadi AGE yang
bersifat ireversibel. AGE merupakan campuran moieties yang berbeda, saat oksidasi terlibat dalam
formasinya, sehingga disebut produk glikosilasi seperti pentosidine dan Ne(carboxymethyl)lysine.
Pada awalnya, AGE diduga hanya membentuk molekul ekstraseluler yang tahan lama, karena laju
lambat reaksi glukosa dengan protein. Bagaimanapun, molekul intraseluler juga merupakan target
untuk pembentukan AGE melalui reaksi lain dengan gula seperti glukosa-6-fosfat dan
gliseraldehid 3-fosfat, yang membentuk AGE lebih cepat daripada glukosa.11

Sebagai tambahan, senyawa dikarbonil yang reaktivitasnya tinggi seperti metilgioksal,


glioksal dan 3-deoksiglukoson, yang dibentuk dari degradasi intermediate glikolitik, dipercaya
berperan dalam pembentukkan AGE secara in vivo. Hal ini yang disebut stres karbonil yang
berimplikasi pada akselerasi kerusakan vaskular pada diabetes dan uremia. Pada sel endotel,
metilglioksal kemungkinan merupakan bentuk utama dari AGE.11

Adanya AGE di matriks ekstraseluler dapat mengganggu fungsi sel endotel melalui
beberapa cara. AGE yang memodifikasi kolagen tipe I dan IV menginhibisi pembentukkan matriks
normal dan cross-linking, serta menurunkan elastisitas arteri, AGE yang memodifikasi matriks
menstimulasi interaksi dengan sel mononuklir dan makromolekul seperti LDL dan AGE berperan
sebagai oksidan. AGE yang memodifikasi protein plasma dapat berikatan dengan reseptor AGE,
termasuk RAGE (Receptor for AGE), macrophage scavenger receptor A, galectin-3, AGE-R1/p60
dan AGE-R2/p90, pada berbagai jenis sel seperti sel endotel. Ligasi RAGE memediasi transduksi
sinyal melalui reseptor yang memediasi induksi ROS dan aktivasi faktor transkripsi NF-JB dan
P21ras.11

Pada sel endotel, ekspresi gen trombomodulin, faktor jaringan dan VCAM-1 saling
berlawanan; pada sel makrofag dan mesangial, terdapat peningkatan ekspresi sitokin dan faktor
pertumbuhan seperti IL-1, TNF-a dan TGF-B. Pada hewan coba, blokade RAGE menginhibisi
proses terjadinya penyakit makrovaskular dan nefropati diabetikum. Banyak aspek komplikasi
diabetes yang berpotensial berkaitan dengan Amadori-adduct dan AGE. Uji klinik dengan
menggunakan aminoguanidin, suatu inhibitor pembentukkan AGE pada hewan percobaan
menunjukkan hasil yang menjanjikan, namun penggunaan aminoguanidin pada manusia memiliki
efek samping yang signifikan.11
Gambar 2.3 Mekanisme disfungsi endotel pada diabetes

Hiperglikemia yang diinduksi stres oksidatif merupakan aktivator keempat pada jalur
biokimia

Bukti terkini menunjukkan bahwa hiperglikemia yang diinduksi akibat overproduksi anion
superoksida radikal pada mitokondria berperan pentin pada aktivasi jalur diatas (gambar 1.3).
Produksi superoksida yang berlebihan, secara khusus oleh mitokondria akibat glikolisis dan
hiperglikemia menyebabkan inhibisi GAPDH (glyceraldehyde-3-phosphate dehydrogenase) dan
berikutnya terjadi akumulasi intermediate glikolisis. Hiperglikemia yang diinduksi oleh proses
inhibisi GAPDH merupakan akibat poli-ADP-ribosilasi GAPDH oleh PARP (poly-ADP-ribose-
polymerase), yang diaktivasi oleh lepasnya ikatan DNA yang disebabkan oleh overproduksi
superoksida mitokondria. Karena inhibisi hiperglikemia yang diinduksi produksi ROS mencegah
hiperglikemia yang dihubungkan dengan aktivasi aldose reduktase dan jalur heksosamin, aktivasi
PKC dan pembentukan AGE oleh metilglioksal, stres oksidatif mungkin merupakan awal kejadian
pada disfungsi sel endotel.12
Keterlibatan akumulasi intermediat glikolisis dibuktikan dari eksperimen yang
menunjukkan bahwa aktivasi enzim transketolase oleh benfotiamin mereduksi intermediat
glikolisis ini dan berbagai jalur aktivasi endotel dan mencegah retinopati mikrovaskular diabetes
dan nefropati secara eksperimental. Akibat uncoupling mitokondria, beberapa mekanisme lain
dapat berkontribusi terhadap produksi superoksida pada diabetes, yaitu auto-oksidasi glukosa dan
glikasi non-enzimatik, aktivasi NADPH oksidase dan uncoupling eNOS dan status antioksidan
yang terganggu. eNOS dapat menjadi uncouple dengan adanya kadar L-arginin atau kofaktor yang
rendah, yang selanjutnya mengarah pada produksi superoksida sebagai pengganti NO.12

Stres oksidatif merupakan jalur umum terakhir disfungsi vaskular yang diinduksi
hiperglikemia

Peningkatan stres oksidatif pada hiperglikemia ditunjukan oleh peningkatan kadar lipid
hidroperoksida dan ekspresi urin 8-iso-PGF2a (8-iso-prostaglandin F2a). ROS dapat
mempengaruhi berbagai jalur signaling, seperti protein, protein kinase, kanal ion dan faktor
transkripsi dan mungkin mengubah fungsi endotel melalui berbagai mekanisme. Hal ini termasuk
efek langsung pada endotel seperti peroksidasi membran lipid, aktivasi NF-KB dan adanya
gangguan berkaitan dengan ketersediaan NO. Stres oksidatif juga berpotensi menyebabkan
disfungsi endotel pada penderita diabetes. Meskipun pada eksperimen jangka pendek, pemberian
vitamin C dosis tinggi dapat mempengaruhi beberapa aspek disfungsi endotel pada diabetes, uji
klinis teracak dengan antioksidan gagal menunjukkan penurunan penyakit kardiovaskular.10

Hiperglikemia kronik

Hiperglikemia kornik menyebabkan disfungsi endotel melalui :

• Glikosilasi non-enzimatik dari protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan
mengakibatkan perubahan sistem antigenik dari protein dan DNA. Hal ini akan menyebabkan
perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan Nitrat Oksida (NO) dan
prostaglandin.4
• Peningkatan aktivasi Protein kinase C (PKC) intraselular, sehingga akan menyebabkan
gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.4

• Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot polos pembuluh
darah, sehingga terjadi neovaskularisasi.11

• Peningkatan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan kadar


DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. DAG dan PKC berperan dalam memodulasi terjadinya
vasokonstriksi.9

• Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Hiperglikemi dapat
meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oksidized lipoprotein,
terutama small dense LDL- cholesterol ( oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik.
Peningkatan kadar asam lemak bebas dari keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi
fosfolipid dan protein.

• Hiperglikemi akan disertai tendensi protrombotik dan agregasi platelet. Hal ini
berhubungan dengan beberapa faktor, yaitu penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas
fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Pada pasien DM tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas
koagulasi akibat pengaruh pembentukan advanced glucosylation end products (AGE) dan
penurnan sintesis heparan sulfat.12

• Aktivasi koagulasi berulang dapat menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel
endotel12
Gambar 2.4 Pelepasan sitokin pada diabetes melitus .

Resistensi insulin dan hiperinsulinemia

Reseptor terhadap insulin yaitu IGF-1 dan IGF-II pada sel-sel dari pembuluh darah besar
dan kecil dengan karakteristik ikatan yang sama dengan yang ada pada sel-sel lain. Para peneliti
ini menyatakan bahwa reseptor iGF-1 dan IGF-II pada sel endotel terbukti berperan secara
fisiologik dalam komplikasi vaskular yang terjadi pada diabetes. Defisiensi insulin dan
hiperglikemi kronik dapat meningkatkan kadar total orotein kinase C (PKC) dan diacylglycerol
(DAG). Insulin mempunyai efek langsung pada jaringan pembuluh darah.12

Toksisitas insulin (hiperinsulinemia/hiperproinsulinemia) dapat menyertai keadaan


resistensi insulin/ sindrom metabolik dan awal dari DM tipe 2. Insulin meningkatkan jumlah
reseptor AT-1 dan mengaktifkan Renin Angiotensin Aldosterone system (RAAS). Akhir – akhir
ini telah dapat diidentifikasi adanya reseptor AT-1 didalam sel-sel beta dan di dalam sel-sel endotel
kapiler pulau-pulau Langerhans pankreas. Jadi, hiperinsulinemia mempunyai hubungan dengan
Ang-II dengan akibat akan terjadi peningkatan stres oksidatif didalam pulau-pulau Langerhans
pankreas akibat peningkatan kadar insulin, proinsulin dan amilin.12

2.5 Gangguan Keseimbangan Trombosis Fibrinolisis pada Disfungsi Endotel

Diabetes akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu perubahan-perubahan proses trombosis
dan fibrinolisis. Kelainan ini disebabkan karena adanya resistensi insulin terutama yang terjadi
pada penderita DM tipe 2.5 Walaupun demikian dapat pula ditemukan pada penderita DM tipe 1.
Peningkatan fibrinogen serta aktivitas faktor VII dan PAI-1 baik di dalam plasma maupun di dalam
plak aterosklerosis akan menyebabkan penurunan urokinase dan meningkatkan aggregasi platelet.
Penyebab peningkatan fibrinogen diduga karena meningkatnya aktivitas faktor VII yang
berhubungan dengan terjadinya hiperlipidemia post prandial. Overekspresi PAI-1 diduga terjadi
akibat efek langsung dari insulin dan pro insulin.2 Penelitian terbaru menunjukan bahwa penurunan
kadar PAI-1 setelah pengobatan DM tipe 2 dengan thiazolidinediones mendukung hipotesis
adanya peranan resistensi insulin dalam proses terjadinya over ekpresi PAI-1. Peningkatan PAI-1
baik didalam plasma maupun di dalam plak aterosklerosis tidak hanya menghambat migrasi sel
otot polos pembuluh darah, melainkan juga disertai penurunan ekspresi urokinase di dalam dinding
pembuluh darah dan plak aterosklerosis. Terjadinya proteolisis pada daerah fibrous cap dari plak
yang menunjukkan peningkatan aktivasi sel T dan makrofag akan memicu terjadinya ruptur plak
dengan akibat terjadinya sindrom koroner akut. Mekanisme yang mendasari terjadinya keadaan
hiperkoagulasi pada penderita diabetes dan resistensi insulin, masih dalam penelitian lebih lanjut.5

2.6 Pengaruh Dislipidemia terhadap Disfungsi Endotel

Dislipidemia yang akan menimbulkan stres oksidatif umum. Keadaan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme lipoprotein yang sering disebut sebagai “lipid triad”5, yang meliputi :

1. Peningkatan kadar VLDL atau trigliserida

2. Penurunan kadar HDL Cholesterol

3. Terbentuknya small dense LDL yang lebih bersifat aterogenik


Peningkatan kadar VLDL, trigliserida dan kolesterol LDL small dense serta penurunan kadar
kolesterol HDL yang bersifat anti-aterogenik, antikoksidan dan antiinflamasi akan mengurangi
cadangan antioksidan alamiah.5,1

Lipoprotein mempunyai fungsi mengangkut lipid ke seluruh tubuh, di mana LDL berperan dalam
transpor apolipoprotein (Apo0 B 100, VLDL berperan dalam transpor trigliserida yang
mengandung Apo E, sedangkan HDL berperan dalam mengangkut kembali kolesterol yang
mengandung antiinflamasi dan antioksidan alamiah yaitu ApoA. Molekul – molekul protein dari
lipoprotein ini akan mengalami modifikasi karena proses oksidasi, glikosilasi, dan glikosidasi
dengan hasil akhir akan terjadi peningkatan stres oksidatif dan terbentuknya Spesies Oksigen
Radikal. Di Samping itu modified lipoprotein akan mengalami retensi di dalam tunica intima yang
memicu terjadinya aterogenesis.1

2.7 Pengaruh Hipertensi terhadap Disfungsi Endotel

Hipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi insulin/ sindrom metabolik dan sering
menyertai DM tipe 2. Pada penderita DM tipe 1, hipertensi dapat terjadi bila telah ditemukan
tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan mikroalbuminuria. Adanya hipertensi
akan memperberat disfungsi endotel dan meningkatkan risiko penyakit Kardiovaskular. Hipertensi
disertai dengan peningkatan stres oksidatif dan aktivitas Spesies Oksigen Radikal,6 yang
selanjutnya akan memediasi terjadinya kerusakan vaskular akibat aktivasi Ang II dan penurunan
aktivitas Superoksida Dismutase. Sebaliknya glukotoksisitas akan menyebabkan peningkatan
aktivitas RAAS sehingga akan meningkatkan risiko terjadi hipertensi. Penelitian terbaru
mendapatkan adanya peningkatan kadar amilin (hipermilinemia) pada individu yang mempunyai
riwayat keluarga hipertensi dan dengan resistensi insulin.2
Gambar 2.5 Alur diagram patofisiologi disfungsi endotel

2.8 Pengaruh Disfungsi Endotel Terhadap Atherosklerosis

Cedera endotel kronik merupakan dasar pertama dari hipotesis respons terhadap cedera.
Cedera endotel diinduksi pada hewan coba melalui denudasi meka-nik, adanya faktor-faktor
hemodinamik, deposisi kompleks imun, iradiasi, dan bahan-bahan kimia, semuanya ini
menyebabkan penebalan tunika intima; dan di-tambah lagi dengan diet kolesterol yang tinggi maka
terbentuk ateroma tipikal.2

Pada manusia lesi awal dimulai pada tempat-tempat yang endotelnya utuh. Pada lesi awal
belum terjadi denudasi endotel yang disfungsional. Perubahan pada lesi awal mencakup:
permeabilitas pembuluh darah meningkat terhadap lipo-protein dan bahan lain yang diperantarai
nitrik oksida, prostasiklin, platelet de-rived growth factor, angiotensin II dan endotelin, adhesi
lekosit oleh aktivasi endotel melalui selektin E, integrin, dan platelet endothelial cell adhesion
mole-cule I (PECAM-1) dan VCAM-1. Hal-hal ini akan menyebabkan migrasi leukosit masuk ke
dalam dinding arteri yang dapat dicetuskan oleh LDL teroksidasi, mono-cyte chemotactic protein-
1, interleukin-8, PDGF, macrophage colony- stimulating factor, dan osteopontin. Gangguan
umum yang sering dikaitkan dengan disfungsi endotel adalah hipertensi, hiperkolesterolemia,
diabetes melitus dan merokok.2

Penyebab disfungsi endotel pada awal aterosklerosis belum diketahui, namun terdapat
faktor-faktor di dalam sirkulasi darah yang berpotensi meng-ganggu seperti pada perokok,
homosiste-in, dan mungkin virus serta agen infeksi lainnya. Sitokin radang seperti TNF (tumor
necrosis factor), merangsang ekspresi dari gen-gen endotel yang dapat memicu aterosklerosis.
Faktor yang juga sangat penting dalam menimbulkan peru-bahan pada endotel adalah gangguan
hemodinamik dan hiperkolesterolemia.3

Gangguan hemodinamik menyo-kong terjadinya aterosklerosis. Shear stress atau turbulensi


yang tinggi atau rendah adalah penting untuk menentukan dimana tempat lesi pembuluh darah itu
terjadi. Perubahan aliran darah akan mengubah ekspresi gen untuk memberi respons terhadap
shear stress.3 Sebagai contoh gen-gen untuk intercellular adhesion molecule 1, PDGF rantai B,
dan faktor jaringan pada sel endotel, eks-presinya meningkat oleh penurunan shear stress. Hal ini
dapat dilihat terutama pada bercak- bercak ateroma yang terjadi pada ostium pembuluh darah pada
titik-titik cabang aorta abdominal dimana terdapat gangguan pola aliran darah.5 Daerah-daerah
yang terganggu menunjuk-kan aliran darah turbulen dan shear stress yang rendah, dan hal ini
menyokong terjadinya aterosklerosis, sedangkan aliran darah laminer yang lancar mencegah
terjadinya aterosklerosis. Aliran darah laminer normal tipikal dijumpai pada daerah-daerah
pembuluh darah arterial yang disebut ‘lesi yang terproteksi’ di mana dapat menghambat
mekanisme-mekanisme radang yang dicetuskan oleh disfungsi endotel, apoptosis sel endotel, dan
hal penting dalam hubungan dengan erosi bercak ateroma.2 Keadaan dengan aliran darah laminer
yang lancar juga menginduksi gen-gen endotel menghasilkan antioksidan superoksida dismutase
yang melindungi perkembangan atero sklerosis. Jadi aliran darah laminer yang tetap lancar
mencegah perkembangan lesi aterosklerosis dan hal ini disebut sebagai gen-gen ateroprotektif.

Hiperkolesterolemia menyebabkan relaksasi vaskuler yang tergantung endotel menjadi


terganggu. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa disfungsi endotel dapat dicetuskan oleh
kadar LDL yang tinggi. Hipertensi dapat menyebabkan penurunan vasodilator nitrik oksida (NO).
Merokok menyebabkan gangguan dilatasi pembuluh darah. Penelitian akhir-akhir ini
menyebutkan bahwa efek merokok diser-tai bertambahnya LDL yang teroksidasi berhubungan
dengan perubahan keadaan redoks dinding pembuluh darah terutama pada endotel. Bertambahnya
reaktivasi spesies oksigen menghambat vasodilatasi yang diperantarai nitrat oksida. Disfungsi
endotel koroner berkembang cepat pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok. Pada
hewan coba diabetes di-perlihatkan bahwa gangguan dilatasi pem-buluh darah yang tergantung
endotel dihubungkan dengan nitrik oksida yang tidak normal, dan pelepasan endotelin dari
prostanoid konstriktor yang menghambat efek nitrik oksida.3

Gambar 2.6 Gambar skematik rangkaian interaksi seluler dari hipotesis respons
terhadap cedera pada aterosklerosis. Hiperlipidemia dan faktor-faktor risiko lain
menyebabkan cedera endotel, adhesi trombosit dan monosit, pelepasan faktor-faktor
pertumbuhan PDGF serta memacu migrasi dan proliferasi sel otot polos. Sel-sel busa
pada bercak ateroma berasal dari sel -sel makrofag dan otot polos – dari makrofag
melalui reseptor very LDL dan modifikasi LDL dikenal oleh scavenger receptors (LDL
teroksidasi) dan otot polos. Lemak ekstrasel berasal dari lumen pembuluh darah terutama
pada hiperkolesterolemia dan degenerasi sel-sel busa.6
Bab III Kesimpulan

Diabetes, hiperglikemia kronis dan sindrom metabolik menyebabkan disfungsi endotel baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Mekanisme umum yang mendasari disfungsi endotel
berhubungan dengan peningkatan stres oksidatif. Pemahaman yang baik mengenai mekanisme
disfungsi endotel dapat dipakai untuk menentukan strategi pengobatan. Oleh karena disfungsi
endotel mikrovaskular berhubungan dengan resistensi insulin, hipertensi dan mikroalbuminuria,
maka perbaikan fungsi mikrovaskular seharusnya merupakan target utama dalam menangani
penyakit tersebut. Disfungsi endotel merupakan awal terjadinya lesi aterosklerosis yang pada
penderita diabetes dapat terjadi lebih dini. Oleh itu, kontrol gula darah yang ketat terbukti dapat
memperlambat progresivitas disfungsi endotel pada diabetes.
Daftar Pustaka

1. Barthelmes J, Nägele MP, Ludovici V, Ruschitzka F, Sudano I, Flammer AJ. Endothelial


dysfunction in cardiovascular disease and Flammer syndrome—similarities and
differences. EPMA Journal. 2017 Jun 1;8(2):99-109.
2. Jay Widmer R, Lerman A. Endothelial dysfunction and cardiovascular disease. Global
Cardiology Science and Practice. 2014 Nov 1:43.
3. Hadi HA, Carr CS, Al Suwaidi J. Endothelial dysfunction: cardiovascular risk factors,
therapy, and outcome. Vascular health and risk management. 2005 Sep;1(3):183.
4. Odegaard AO, Jacobs DR, Sanchez OA, Goff DC, Reiner AP, Gross MD. Oxidative stress,
inflammation, endothelial dysfunction and incidence of type 2 diabetes. Cardiovascular
diabetology. 2016 Dec;15(1):51.
5. Vanhoutte PM, Shimokawa H, Feletou M, Tang EH. Endothelial dysfunction and vascular
disease–a 30th anniversary update. Acta Physiologica. 2017 Jan;219(1):22-96.
6. Kumar, Abbas, Fausto, Mitcheel. Robbins Basic Pathology. 8th edition. Elsevier . 2007.
p343-353.
7. Wuysang AD. Disfungsi Endotel, inflamasi dan protrombosis pada migren. Kajian Kadar
Endothelin-1, NO, hs-CRP dan PAI-1 terhadap gambaran klinis migren. FKUNHAS. 2014.
8. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. EGC. 2012. Hal. 369-399.
9. Dhananjayan R, Koundinya KS, Malati T, Kutala VK. Endothelial dysfunction in type 2
diabetes mellitus. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 2016 Oct 1;31(4):372-9.
10. Tabit CE, Chung WB, Hamburg NM, Vita JA. Endothelial dysfunction in diabetes mellitus:
molecular mechanisms and clinical implications. Reviews in Endocrine and Metabolic
Disorders. 2010 Mar 1;11(1):61-74.
11. Baradaran A. Concepts towards endothelial dysfunction in diabetes mellitus. Angiologica
Persica Acta. 2016 Jul 5;1(1).
12. Domingueti CP, Dusse LM, das Graças Carvalho M, de Sousa LP, Gomes KB, Fernandes
AP. Diabetes mellitus: the linkage between oxidative stress, inflammation,
hypercoagulability and vascular complications. Journal of Diabetes and its Complications.
2016 May 1;30(4):738-45.
13. Kvasnicka T. NO (nitric oxide) and its significance in regulation of vascular homeostasis.
Vnitrni lekarstvi. 2003 Apr;49(4):291-6.
14. Vanhoutte PM. Endothelial control of vasomotor function. Circulation journal.
2003;67(7):572-5.

Anda mungkin juga menyukai