PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu program Generasi Berencana adalah Pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP) yaitu program yang dilakukan dalam upaya meningkatkan usia
kawin pertama saat mencapai usia minimal minimal 20 tahun untuk perempuan
dan 25 tahun untuk laki-laki. Adapun tujuannya adalah untuk memberikan
pengertian dan kesadaran agar di dalam perencanaan keluarga, mereka dapat
mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga,
kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, social, ekonomi serta menetukan
jumlah dan jarak kehamilan.
Pada kenyataannya, angka usia kawin di bawah usia minimal tersebut di
atas masih sangat besar Indonesia. Ini berarti bahwa pengetahuan dan pemahaman
remaja dan masyarakat pada umumnya tentang PUP masih sangat minim. Oleh
karena itu, berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap hal ini agar trend usia kawin di bawah umur ini dapat
dikurangi atau ditiadakan sama sekali.
1.2
Rumasan Masalah
Sesuai dengan latar belakan di atas, maka rumusan masalah yang kami
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
BAB II
PEMBAHASAN
perkawinan di
2.2
usia pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia
minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan usia ini
dianggap sudah siap baik dipandang dari sisi kesehatan maupun perkembangan
emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga. PUP bukan sekedar
menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi juga mengusahakan
agar kehamilan pertama terjadi pada usia cukup dewasa. Apabila seseorang gagal
mendewasakan usia perkawianannya, maka diupayakan adanya penundaan
kelahiran anak pertama. Penundaan kehamilan dan kelahiran anak pertama ini
dalam istilah KIE disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan madu menjadi
tahun madu.
Pendewasaan Usia Perkawianan merupakan bagian dari Keluarga
Berencana Nasional. Program PUP akan memberikan dampak terhadap
peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total
Fertility Rate (TFR).
Tujuan program PUP adalah memberikan pengertian dan kesadaran
kepada remaja
bahwa angka usia kawin di bawah 20 tahun berada pada rata-rata tahun. Ini
berarti bahwa usia kawin di bawah umur ini berada pada rentang antara 15-19
tahun.. Data tersebut menunjukkan bahwa angka kehamilan dan kelahiran pada
usia di bawah 20 tahun masih sekitar 30%. Angka tersebut mengindikasikan
bahwa lebih dari pasangan usia subur di indonesia ini menikah di bawah usia
20 tahun.
Indonesia
Adapun penyebab terjadinya perkawinan di bawah usia minimal di dapat
dilihat dari faktor-faktor sebagai berikut :
2.3.1 Faktor Keluarga
- Kurangnya pemahaman keluarga tentang PUP.
- Kebutuhan remaja yang tidak terpenuhi di rumah.
- Pengetahuan seks dianggap tabu oleh orang tua.
- Paksaan orang tua.
- Hubungan orang tua dengan anak yang renggang.
2.3.2 Faktor Pendidikan/Lingkungan Sekolah/Kampus
- Banyaknya remaja putus sekolah/kuliah.
- Iklim pendidikan yang tidak sesuai dengan keinginan remaja.
- Tidak adanya pendidikan seks yang memadai di sekolah/kampus.
2.3.3 Faktor Masyarakat
- Tidak adanya nilai social dalam masyarakat (Individualistik).
- Tidak adanya penyuluhan tentang PUP pada masyarakat.
- Tidak tersedianya lapangan pekerjaan dalam masyarakat.
2.3.4 Faktor Media
Adanya informasi-informasi negatif di media cetak dan elektronik yang
mudah diakses oleh remaja.
2.3.5 Faktor Teman Sebaya
- Pergaulan bebas.
- Teman sebaya yang setuju dengan hubungan seks bebas.
- Pengaruh atau dorongan dari teman sebaya.
2.4
Bimbingan dan penjelasan kepada remaja tentang PUP dan sex education.
2.4.2
2.4.3
2.4.4
2.4.5
2.4.6
keinginan remaja.
Pelatihan Keterampilan Hidup bagi remaja putus sekolah.
Penyediaan lapangan kerja bagi remaja putus sekolah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa upaya Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) di Indonesia harus dilakukan
melalui berbagai cara yang melibatkan semua komponen terkait , yang meliputi
remaja itu sendiri, orang tua, pemerintah daerah, pendidik di sekolah maupun
kampus, tokoh agama, organisasasi-organisasi terkait, dan masyarakat pada
umumnya. Hal ini dilakukan dengan melihat kondisi-kondisi riil seputar masalah
perkawinan usia dini yang terjadi dalam masyarakat.
3.2 Saran