DISUSUN OLEH :
INDAH SUSANTI
NIM : PO7224421015
Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
limpahan Rahmat, Karunia, Taufik dan Hidayah-Nya penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan Pada Remaja dengan Flour Albus di RSUD
A.Wahab Sjahranie. Laporan Pendahuluan dengan Flour Albus ini tidak akan
selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah
membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan
yang akan datang.
Indah Susanti
NIM.PO7224421015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan Kesehatan Reproduksi remaja merupakan kegiatan yang
ditujukan kepada remaja dalam upaya menjaga kesehatan reproduksi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja pasal 11 yang bertujuan untuk
mempersiapkan remaja dalam menjalani kehidupan reproduksi yang sehat
dan bertanggung jawab. Pemberian Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
harus disesuaikan dengan masalah dan tahapan tumbuh kembang remaja serta
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender, mempertimbangkan moral,
nilai agama, perkembangan mental, dan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Kemenkes RI, 2014).
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19
tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014,
remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Diananda, 2019).
Keputihan merupakan salah satu gangguan klinis yang sering
dikeluhkan oleh semua wanita. Remaja putri yang baru memasuki masa
pubertas dengan segala bentuk fenomena perubahan pada diri mereka,
masalah ini dapat berdampak negatif jika tidak ditangani sejak dini (Tulus,
2014).
Keputihan (Fluor albus) adalah keluarnya cairan yang berlebihan dari
jalan lahir atau vagina. Keputihan yang normal memang dapat terjadi pada
wanita, yaitu terjadi menjelang saat dan setelah masa subur. Keputihan nomal
akan hilang dengan sendirinya menjelang saat dan setelah menstruasi.
Namun, keputihan yang normal dapat menjadi abnormal karena tidak
menjaga hygiene organ reproduksi dengan baik. Keputihan abnormal yang
tidak segera ditangani akan mengakibatkan kemandulan dan gejala awal dari
kanker leher rahim yang dapat berakhir dengan kematian (Kursani, 2015).
Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, seperti
gonococus, chlamydia, trichomatis, gardenella, treponena pallidum, adanya
infeksi jamur seperti candida dan adanya infeksi parasit seperti trichomonas
vaginalis, serta adanya infeksi virus seperti candyloma acuminata dan herpes.
Keputihan juga dapat terjadi karena menderita sakit dalam waktu lama,
kurang terjaganya kebersihan diri sehingga timbulnya jamur atau parasit dan
kanker karena adanya benda-benda asing yang di masukkan secara sengaja
atau tidak ke dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi
(Rozanah, 2003).
Flour albus ini menimbulkan ketidaknyamanan dan gangguan rasa
percaya diri pada wanita bila terlalu berlebihan. Flour albus fisiologis tidak
merugikan karena hal itu wajar terjadi tetapi Flour albus yang patologis dan
berlebihan perlu dicari penyebabnya karena dapat menimbulkan komplikasi
(Nurlaila, Z M, 2015).
. Meskipun begitu, banyak wanita yang menganggap remeh masalah
keputihan padahal keputihan dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan di
luar kandungan dan kemandulan. Keputihan yang dibiarkan bisa merembet ke
rongga rahim kemudian ke saluran indung telur dan sampai indung telur dan
akhirnya ke dalam rongga panggul sehingga tidak jarang wanita yang
menderita keputihan yang kronis (bertahun-tahun) bisa menjadi mandul.
Selain itu, keputihan juga merupakan gejala dari kanker serviks bahkan
mengakibatkan kematian (Andira, 2010).
Masalah reproduksi pada remaja perlu mendapatkan penanganan
serius, karena masalah tersebut banyak muncul di Indonesia salah satunya
disebabkan karena faktor pengetahuan dan perilaku yang kurang baik
dalam mencegah maupun menangani keputihan (Marpaung, 2015).
Banyak wanita di Indonesia yang tidak tahu tentang keputihan
sehingga mereka menganggap keputihan adalah sebagai hal yang sudah
biasa dan tidak perlu dikhawatirkan, di samping itu rasa malu ketika para
wanita/remaja mengalami keputihan menyebabkan mereka tidak
berkonsultasi ke dokter. Keputihan tidak bisa dianggap hal yang biasa,
karena akibat dari penanganan keputihan yang tidak cepat ditangani
merupakan awal dari kanker leher rahim (kanker serviks) yang bisa
berujung pada kematian kalau tidak dikonsultasikan pada petugas
kesehatan sejak dini (Ilmiawati, 2017).
Pencegahan masalah keputihan sebaiknya sudah dilakukan sebelum
masa remaja, karena pada masa remaja terjadi perkembangan organ
reproduksi sehingga organ reproduksi pada remaja lebih sensitive, sehingga
diperlukan perilaku hidup sehat untuk mencegah keputihan patologis
(Yulfitria, 2017). Oleh sebab itu dianggap perlu memberikan asuhan
kebidanan kesehatan reproduksi remaja terutama bagi remaja wanita yang
mengalami keputihan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memberikan Asuhan Kebidanan bedasarkan
pendekatan manajemen kebidanan dengan pendokumentasian SOAP pada
kasus flour Albus pada remaja.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar teori flour albus.
b. Menjelaskan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan pada kasus
flour albus berdasarkan 7 langkah Varney
c. Melakukan asuhan kebidanan pada kasus flour albus dengan
pendekatan Varney, yang terdiri dari:
1) Melakukan pengkajian
2) Menginterpretasi data dasar
3) Mengidentifikasi diagnosis/ masalah potensial
4) Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera
5) Mengembangkan rencana intervensi
6) Melakukan tindakan sesuai dengan rencana intervensi
7) Melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan
d. Mendeskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada kasus flour
albus dalam bentuk catatan SOAP
e. Membahas adanya kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
1. Pengertian Keputihan
Keputihan adalah keluarnya cairan berlebihan dari liang senggama
(vagina) yang terkadang disertai rasa gatal, nyeri, rasa terbakar dibibir
kemaluan, kerap disertai bau busuk, dan menimbulakn rasa nyeri sewaktu
buang air kecil atau bersenggama. Walaupun demikian, vagina tetap
memiliki mekanisme pertahanan terhadap benda asing. Kelenjar pada
vagina dan serviks (leher rahim) menghasilkan secret yang berfungsi
sebagai pelindung alami dan lubrikasi untuk mengurangi gesekan pada
dinding vagina saat berjalan atau berhubungan seksual (Aulia, 2012).
Keputihan adalah semua pengeluaran cairan dari alat gentalia yang
bukan darah. Keputihan bukan penyakit tersendiri, tetapi merupakan
manifestasi gejala hampir dari semua penyakit kandungan (Manuaba,
2012). Selain itu, keputihan merupakan keluarnya cairan yang tidak
normal agak kental dan berbau tidak sedap melalui liang vagina.
Cairan ini terkadang menyebabkan rasa gatal (Kusmiran, 2012).
Keputihan terdiri dari keputihan normal (fisiologis) dan keputihan
abnormal (patologis).
3. Etiologi
a. Keputihan fisiologis
Menurut Kusmiran (2012), keputihan fisiologis disebabkan oleh :
b. Keputihan patologis
Penyebab utama keputihan patologis ialah infeksi (jamur, kuman,
parasit, dan virus). Selain penyebab utama, keputihan patologis dapat
juga disebabkan karena kurangnya perawatan remaja putri terhadap alat
genitalia seperti mencuci vagina dengan air yang tergenang di ember,
memakai pembilas secara berlebihan, menggunakan celana yang tidak
menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, tak sering
mengganti pembalut (Aulia, 2012).
Menurut Kusmiran (2012), keputihan patologis disebabkan oleh :
1) Infeksi
a) Jamur
Jamur yang sering menyebabkan keputihan adalah Kandida
albican. Biasanya disebut juga dengan Kandidiasis genetalia.
Penyakit ini tidak selalu akibat PMS dan dapat terjadi pada
perempuan yang belum menikah. Beberapa faktor pencetusnya
antara lain pemakaian obat antibiotika dan kortikostiroid yang
lama, kehamilan, kontrasepsi hormonal, kelainan endokrin
seperti diabetes melitus. Selain itu bisa disebabkan karena
menurunnya kekebalan tubuh seperti penyakit-penyakit kronis,
serta selalu memakai pakaian dalam yang ketat dan terbuat
Keluhan yang biasa ditimbulkan adalah rasa gatal atau
panas pada alat kelamin, lendir kental dan berwarna putih,
bergumpal seperti butiran tepung. Kadang disertai rasa nyeri
waktu senggama dan keluarnya cairan pada masa sebelum
menstruasi. Vulva terlihat merah pada saat pemeriksaan klinis,
kadang-kadang disertai erosi karena garukan (Kusmiran, 2012).
b) Bakteri
(1) Gonokokus
Penyakit ini disebut juga dengan Gonorrhoe, sering terjadi
akibat hubungan seksual (PMS). Gonokokus yang purulen
mempunyai silia yang dapat menempel pada sel epitel
urethra dan mukosa vagina. Pada hari ketiga bakteri
tersebut sudah mencapai jaringan ikat di bawah epitel dan
terjadi reaksi radang.
(2) Klamidia trakomatis
Sering menyebabkan penyakit mata trakoma dan penyakit
menular seksual.
(3) Grandnerella
Menimbulkan peradangan pada vagina, menghasilkan asam
amino yang akan diubah menjadi senyawa amin, berbau
amis, berwarna keabu-abuan. Biasanya gejala fluor albus
yang berlebihan, berbau dan disertai rasa tidak nyaman di
bagian bawah perut.
c) Parasit
Jenis Trikomonas vaginalis adalah parasit yang paling
sering menyebabkan keputihan. Penularan yang paling sering
adalah lewat koitus, biasanya parasit ini kalau pada pria terdapat
di uretra dan prostat. Gejala yang ditimbulkan adalah Fluor
albus encer sampai kental, kekuningan dan agak berbau disertai
rasa gatal dan panas.
d) Virus
Jenis virusnya adalah Human papiloma virus (HPV) dan
Herpes simpleks, ditandai dengan kondiloma akuminata, cairan
berbau, tetapi tidak disertai rasa gatal.
Gejala pada keputihan tergantung pada jenis kuman yang menyerang.
Keputihan yang disebabkan oleh jamur kandida, sekret yang dikeluarkan
seperti susu dan mengakibatkan gatal pada vagina. Kondisi ini biasa terjadi
pada kehamilan, penderita diabetes dan akseptor pil KB. Keputihan yang
disebabkan oleh infeksi trikomonas atau ada benda asing di vagina, sekret
yang dikeluarkan berwarna putih kehijauan dan kekuningan dan berbau
tidak sedap. Jika infeksi sudah sampai pada organ dalam rongga panggul
biasanya gejala keputihan disertai rasa nyeri perut di bagian bawah dan
atau nyeri panggul bagian belakang. Sedangkan infeksi yang disebabkan
Gonorrhoe, sekret sedikit atau banyak berupa nanah dan rasa sakit dan
panas pada saat kencing atau berhubungan seksual. Keputihan yang
disebabkan erosi pada mulut rahim, sekret berwarna kecokelatan (darah)
dan terjadi pada saat senggama. Pada kejadian kanker serviks, sekret
bercampur darah dan berbau khas akibat sel-sel yang mati (Kusmiran,
2012).
Dalam penelitian Darma, Yusran, & Fachlevy (2017) menyatakan
bahwa pengetahuan, tingkat stres, dan pola makan berhubungan dngan
kejadian infeksi flour albus. Tingkat pengetahuan berhubungan dengan
kepedulian terhadap infeksi flour albus sehingga merasa tidak perlu
memeriksakannya. Tingkat stres baik fisik maupun psikologi yang dialami
remaja seperti tuntutan akademis dapat mempengaruhi kerja hormon-
hormon dalam tubuh termasuk memicu peningkatan hormon estrogen.
Sedangkan pola makan berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi
oleh remaja salah satunya konsumsi makanan dengan jumlah gula berlebih
yang dapat menimbulkan efek negatif pada bakteri yang bermanfaat yang
tinggal vagina yaitu lactobacillus yang mampu meragikan gula menjadi
asam laktat yang berguna dalam menghambat pertumbuhan jamur dan
menahan perkembangan infeksi vagina.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Yanti (2017) menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan mengeringkan kemaluan
dengan tissue, penggunaan celana dalam ketat, sanitasi WC, kebiasaan
mengganti pembalut, dan kebiasaan membasuh alat kelamin dari belakang
terhadap kejadian flour albus. Kebiasaan mengeringkan kemaluan dengan
tissue berhubungan dengan terjadinya flour albus disebabkan oleh adanya
kandungan dioksin didalam tissue yang tergolong senyawa karsinogenik
yang memiliki dampak jangka panjang berupa terjadinya kanker.
Penggunaan celana dalam yang ketat dapat membuat suasana disekitar
kemaluam menjadi lembab dan panas dimana area yang lembab
merupakan tempat bersemayamnya jamur dan bakteri. Sanitasi WC yang
kurang baik dapat menyebabkan berpindahkan kuman dan bakteri dari
kloset ke area kemaluan terutama pda WC atau toilet yang tidak bersih
sehingga meningkatkan risiko infeksi flour albus. Kebiasaan membasuh
kemaluan yang salah yaitu dari arah anus ke vagina dapat menyebabkan
masuknya bakteri ke alat reproduksi yang dapat menimbulkan rasa gatal
dan tidak nyaman.
4. Manifestasi Klinis
a. Keputihan normal (fisiologis)
Sebenarnya tidak berwarna putih dan tidak cocok disebut
keputihan, banyak dipengaruhi oleh sistem hormonal, sehingga
banyak sedikitnya sekret/cairan vagina sangat bergantung pada siklus
bulanan dan stress yang juga dapat mempengaruhi siklus bulanan itu
sendiri.
5. Patofisiologi
Keputihan merupakan suatu gejala dari suatu penyakit dimana
organ reproduksi wanita mengeluarkan sekresi yang berlebihan dan
bukan merupakan darah alat reproduksi wanita mengalami berbagai
perkembangan mulai dari bayi hingga monpose. Keputihan merupakan
suatu keadaan fisiologis namun dapat berubah menjadi patologis bila
vagina terinfeksi oleh kuman penyakit seperti parasit, bakteri, jamur
dan virus yang menyebabkan keseimbangan flora normal vagina
terganggu. Apabila keseimbangan tersebut terganggu maka bakteri
doderlein atau lactobacillus yang menjadikan ph vagina asam dengan
memakai glikogen yang dihasilkan oleh esterogen pada dinding
vagina untuk pertumbuhannya tidak dapat terjadi bila ph vagina dalam
keadaan basa. Keadaan ph yang basa akan menyebabkan bakteri patogen
mudah berkembang biak dan menjadi subur dalam vagina (sibagariang,
2012)
6. Komplikasi
Daerah yang mulai dari muara kandung kemih, bibir kemaluan sampai
uterus dan saluran indung telur sehingga menimbulkan penyakit radang
panggul dan dapat menyebabkan infertilitas (Bahari, 2012). Akibat yang
sering ditimbulkan karena keputihan adalah infeksi.
Menurut Aulia (2012), macam-macam infeksi pada alat genital antara
lain :
1. Vulvitis sebagian besar dengan gejala keputihan dan tanda infeksi local.
Penyebab secara umum jamur vaginitis.
2. Vaginitis merupakan infeksi pada vagina yang disebabkan oleh berbagai
bakteri parasit atau jamur. Infeksi ini sebagian besar terjadi karena
hubungan seksual. Tipe vaginitis yang sering dijumpai adalah vaginitis
karena jamur.
3. Serviksitis merupakan infeksi dari servik uteri. Infeksi servik sering terjadi
karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena
hubungan seksual. Keluhan yang dirasakan akibat keputihan, mungkin
terjadi kontak berdarah (saat berhubungan seksual terjadi perdarahan).
4. Penyakit radang panggul (Pelvic Inflamatory Discase) merupakan infeksi
alat genetal bagian atas wanita, terjadi akibat hubungan seksual. Penyakit
ini dapat bersifat akut atau menahun atau akhirnya menimbulkan berbagai
penyulit yang berakhir dengan terjadinya perlekatan sehingga dapat
menyebabkan kemandulan. Tanda-tandanya yaitu nyeri menusuk-nusuk,
mengeluarkan keputihan bercampur darah, suhu tubuh meningkat dan nadi
meningkat, pernafasan bertambah, dan tekanan darah dalam batas normal.
7. Pencegahan
Menurut Rifqiyah & Izah (2017) pencegahan flour albus dapat dilakukan
dengan upaya dini yaitu dengan cara:
8. Penatalaksanaan
Pengobatan keputihan tergantung pada penyebabnya. Oleh karena
keputihan dapat menular melalui hubungan seksual, maka pengobatan
tidak hanya dilakukan pasien akan tetapi pasangan (Sari, 2012). Adapun
pengobatan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Terapi farmakologi
Terapi yang dianjurkan untuk keputihan yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis yaitu, metronidazol 2 gram secara oral dosis
tunggal atau tinidazol 2 gram peroral dosis tunggal. Adapun alternatif
regimen dapat diberikan oral 2 x 500 mg metronidazol selama tujuh
hari, atau tinidazol 2 x 500 mg selama lima hari. Pasien juga
disarankan untuk menjauhkan diri dari hubungan seks hingga sembuh
(pengobatan telah selesai dan pasien/pasangan tanpa gejala seksual)
(Monalisa; Bubakar, 2012).
Metronidazol dan clindamycin diberikan secara oral atau pada
vagina efektif dalam pengobatan Bacterial Vaginitis. Wanita dengan
gejala vulva dari kandidiasis vulvovaginal dapat menggunakan obat
antifungi topikal (selain oral atau pengobatan vagina) hingga gejala
hilang. Tidak diperlukan untuk skrining rutin atau pengobatan mitra
seksual dalam manajemen kandidiasis (BASHH, 2012).
2. Terapi Non- Farmakologi
Pencegahan keputihan dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan organ kewanitaan dengan cara membiasakan menyiram
toilet sebelum menggunakannya untuk meminimalkan kontaminasi
mikroorganisme, menggunakan air yang mengalir untuk
membersihkan organ kewanitaan, Membersihkan vagina dengan
membersihkan bagian depan terlebih dahulu setelah itu bagian
belakang, tidak menyemprotkan sabun kedalam vagina,
menggunakan celana dalam berbahan katun tidak berbahan jeans
tanpa memakai celana dalam, mengganti pakaian dalam setiap hari,
menghindari pemakaian pembalut (panty liner) dapat menyebabkan
jumlah lendir yang dihasilkan lebih banyak, hanya memakai panty
liner ketika lendir keluar berlebihan, dan ketika menstruasi sebaiknya
mengganti pembalut setiap 3-4 jam sekali (Sari, 2012).
C. Konsep Dasar Manajeman Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dengan
Flour Albus
I. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian :
Waktu :
Tempat :
Oleh :
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Nama :
Umur : Berdasarkan data Survei Kesehatanb
Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI)
tahun 2010 menunjukan bahwa wanita yang
rentan mengalami keputihan yaitu wanita
yang berusia 15-24 tahun.
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
5. Riwayat menstruasi
Banyak menstruasi meliputi umur menarche, frekuensi
menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah yang
keluar, gangguan sewaktu menstruasi (Essawibawa, 2011).
Menarche :
Siklus : 28 + 7 hari
Lamanya : 3-8 hari (Mochtar, 2011)
6. Pola fungsional kesehatan
Pola Keterangan
Nutrisi Kebutuhan cairan paling sedikit 8 gelas berukuran 250 ml/hari. Cairan
ekstra juga membantu melembutkan kulit, mengurangi kemungkinan
konstipasi, mengeluarkan racun dan produksi sisa dari tubuh dan
mengurangi resiko ISK (Murkoff, 2016).
Istirahat
Untuk mengetahui berapa lama tidur siang dan berapa lama
Kebiasaan
Kebiasaaan menggunakan pentyliner setiap hari tidak
dianjurkan, selain itu kebiasaan malas dalam mengganti pembalut saat
menstruasi dapat meningkatkan kejadin flour albus pada remaja (Sari,
Dwi, & Wulandari, 2016).
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umun
Ekstermitas :
Atas : simetris, tidak oedem, refleks trisep dan bisep
positif, CRT < 2 dtk
Bawah : simetris, tidak oedem, refleks patella positif,
CRT < 2 dtk
3. Pemeriksaan laboratorium
II. INTERPRETASI DATA
Diagnosis : Remaja ... Usia… dengan flour albus
Masalah : keluhan yang dialami oleh klien yang berhubungan
dengan penyakitnya
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.
VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan
asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan
dalam bentuk SOAP
BAB III
TINJAUAN KASUS
S:
1. Identitas Klien
Nama : Nn. S
Umur : 15 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. DI. Panjaitan
2. Alasan Datang Periksa/Keluhan Utama
Keterangan
Pola
Saat ini
O :
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Keesadaran : Composmentis
Tanda – Tanda Vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Pernafasan : 18 kali/menit
Suhu : 36,8oC
Antropometri
Tinggi badan : 151 cm
Berat badan : 45 kg
LILA : 24 cm
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : simetris, bersih, tidak ada lesi, warna rambut hitam,
distribusi rambut merata, tidak rontok, tidak ada
massa/benjolan
Wajah : Bersih tidak pucat, tidak oedem.
Mata : simetris, konjungtiva agak pucat, sklera putih,
palpebra tidak oedema, tidak ada kelainan mata.
Hidung : simetris, bersih, tidak ada pernafasan cuping hidung,
tidak ada polip, tidak ada peradangan
Telinga : simetris, tidak terdapat pengeluaran sekret berlebih
berlebihan, tidak ada peradangan
Mulut : simetris, bibir lembab, tidak pucat, tidak ada
stomatitis, tidak terdapat caries dentis, lidah tremor,
tidak ada pembengkakan pada tonsil dan uvula
Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid,
tidak ada bendungan pada vena jugularis.
Dada : simetris, bentuk elips, tidak ada retraksi dinding
dada, suara nafas vesikuler, tidak terdengar suara
nafas tambahan, bunyi jantung normal, BJ I dan II
terdengar jelas
Payudara : Tidak dilakukan.
Abdomen : Tidak dilakukan.
Genitalia : Tampak keputihan menempel pada panty liner
Anus : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
A:
P:
Tanggal/
Penatalaksanaan Paraf
jam
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), pengkajian adalah langkah
pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari sumber yang
berkaitan dengan kondisi pasien. Pengkajian meliputi data subyektif dan
obyektif.
Pengkajian pada kasus dilakukan pada tanggal 22 November 2021
didapatkan Data Subyektif adalah data yang mencakup identitas pasien
(Ambarwati dan Wulandari, 2010). Data identitas pasien Nama Nn. S , Usia 15
tahun. Keluhan utama adalah mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan (Sulistyawati, 2013). Pada kasus Flour Albus keluhan
utama merasa tidak nyaman, gatal, berbau dan bahkan terkadang terasa perih
(Shadine, 2012).
Pada kasus keluhan utama yaitu Nn. S mengatakan mengalami keputihan
sejak 2 bulan terakhir sering keluar keputihan kental seperti santan basi, tidak
encer, dan agak berbau, tetapi terkadang menimbulkan rasa gatal, sehingga
tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dilahan.
Menjaga kesehatan organ reproduksi berawal dari menjaga kebersihan diri,
termasuk kebersihan vagina yang bertujuan agar vagin tetap bersih, normal,
sehat dan terhindar dari kemungkinan muncul adanya penyakit termasuk
keputihan. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk perawatan pribadi
terhadap vagina adalah:
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada kasus Nn.S didapatkan data subjektif bahwa sering mengalami
keputihan selama 2 bulan terakhir. Keputihan berwarna putih seperti
santan basi, tidak encer, agak berbau dan kadang menimbulkan rasa
gatal.
2. Interpretasi Diagnosa Kebidanan pada kasus yang didapatkan adalah
Remaja S Usia 20 Tahun dengan Flour Albus
3. Tidak ada diagnosa potensial dari kasus ini
4. Tidak ada kebutuhan segera yang harus dilakukan pada pasien ini
5. Perencanaan dari kasus ini sesuai dengan teori yang ada
6. Pada pelaksanaan semua perencanaan sesuai dapat di implementasikan
pada kasus ini
7. Evaluasi dari hasil KIE yang diberikan pada pasien didapatkan bahwa
pasien mengerti akan setiap penjelasan yang diberikan dan memiliki
komitmen untuk dapat melakukan sesuai yang dianjurkan.
B. Saran
1. Bagi Pasien
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi dengan banyak membaca dan mempraktekkan pola hidup
yang sehat. Jangan pernah meremehkan suatu penyakit karena bisa
menyebabkan sesuatu yang fatal.
2. Bagi Bidan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kebidanan dan
mengembangkan asuhan kebidanan pada kasus gangguan reproduksi
dengan Flour Albus.
3. Bagi Institusi Puskesmas
Diharapkan dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam meningkatkan
mutu pelayanan sesuai dengan standar asuhan kebidanan pada kasus
gangguan reproduksi dengan Flour Albus di Puskesmas Remaja
4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menambah referensi bacaan untuk institusi
pendidikan, terutama asuhan kebidanan dalam penanganan Flour Albus.
DAFTAR PUSTAKA
Rifqiyah, N., & Izah, N. (2017). Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri
Tentang Flour Albus Fisiologi Dan Flour Albus Patologi Di Smk Negeri 2
Adiwerna Kabupaten Tegal. 1–5.
Rozanah, 2003. Keputihan. From http://www.republika.co.id diperoleh tanggal 28
november 2014
Sari, M., Dwi, D., & Wulandari, R. (2016). Analisa Faktor Gaya Hidup Dengan
Kejadian Flour Albus Pada Remaja Putri Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sukamaju Bandar Lampung Tahun 2016. Jurnal Kebidanan, 2(3), 1–6.
Sari, Rita P. “Hubungan Pengetahuan Dan Prilaku Remaja Putri Dengan Kejadian
Keputihan Di Kelas XII SMA Negeri I Seunuddon Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2012”. Jurnal kesehatan masyarakat. STIKes U’Budiyah Banda
Aceh, 2012.
Sibagariang dkk. (2012). Kesehatan Reproduksi wanita Jakarta: Trans Info Media
Wulandari, A. 2011. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: ANDI. Jurnal
Biometrika dan Kependudukan, Vol. 5, No. 1 Juli 2016: 43–51
Yanti, D. (2017). Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Flour Albus
Pada Remaja Putri Di Pondok Pesantren Darul A’mal Kota Metro. Jurnal
Dunia Kesmas, 6, 62–68.
Yuni Erlina N. Buku Saku Personal Hygiene. 2nd ed. Yogyakarta: Nuha Medika;
2016.