Anda di halaman 1dari 33

ILMU

KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

003041xx

Umur : 2 tahun 7 bulan

Nama : An. A

ANAMNESIS

NO RM :

Jenis Kelamin : Laki-laki

Ruang : Melati
Kelas : II

Nama Lengkap

: An. A Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat dan Tanggal Lahir

: Karanganyar, 10/01/2013 Umur : 2 tahun 7 bulan

Nama Ayah

: Bp. S

Umur : 30 tahun

Pekerjaan Ayah

: Pedagang

Pendidikan Ayah: SMP

Nama Ibu

: Ny. S

Umur : 27 tahun

Pekerjaan Ibu

: Karyawan pabrik

Pendidikan Ibu : SMP

Alamat

: Jomblang 2/9 Kaliwulung Kebakramat Karanganyar

Tanggal Masuk RS

: 19 April 2015 jam 04.33

Diagnosis masuk

: Kejang Demam

Dokter yang merawat : dr.Elief Rohana, Sp.A, M.Kes

Ko Asisten : Anjar Widarini S.Ked

Tanggal : 20 April 2015 (Autoanamnesis dan Alloanamnesis) di Bangsal Melati


KELUHAN UTAMA

: Kejang disertai demam

KELUHAN TAMBAHAN

: diare

1.

Riwayat penyakit sekarang


1HSMRS
Anak mengalami demam, demam mendadak tinggi sampai 40 derajat celcius, panas
dirasakan terus menerus, awal timbul saat sore menjelang malam hari. Badan juga terasa
lemas. Keluhan tidak disertai dengan batuk, pilek, penurunan nafsu makan, mual, dan muntah.
BAB dan BAK dalam batas normal.
1

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

HMRS
Pasien dibawa ke IGD RSUD karanganyar dengan keluhan kejang sebanyak 3 kali
pada jam 00.00, jam 03.pagi dan jam 07.30 pagi dan demam yang masih tinggi. Setiap kejang
lamanya kurang lebih 5 menit. Kejang seluruh tubuh, mata mendelik keatas, disertai kedua
tangan dan kaki kaku, gigi mengunci. Selama kejang pasien kesadarannya menurun, sebelum
dan sesudah kejang pasien sadar. Anak merasa lemas setelah kejang. Pasien juga kurang nafsu
makan, BAB pasien cair, sedikit sedikit sebanyak >3x sehari. Lendir (-) darah (-). Nyeri perut
(-) Mual(-) muntah (-). BAK lancar, berwarna kuning jernih dan frekuensi normal.. Batuk (-),
Pilek (-). Suhu tubuh saat di IGD 39 oC, setelah mendapat obat ibu pasien mengaku panas
mulai turun.
Kesan :
a. Pasien panas (+) mendadak, terus-menerus, mulai pada saat sore menjelang malam hari,
badan terasa lemas
b. Kejang berulang 3x dalam satu hari, penurunan kesadaran saat kejang, lama kejang kurang
lebih 5 menit. Kejang seluruh tubuh, mata melotot keatas, tangan dan kaki kaku, gigi
mengunci
c. BAB cair >3kali sehari, sedikit-sedikit, tidak disertai lendir dan darah.
2.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit kejang disertai demam : diakui pada usia 6 bulan dan 1,5 tahun.
Riwayat kejang tanpa demam

: disangkal

Riwayat alergi makanan

: disangkal

Riwayat Trauma Kepala

: disangkal

Kesan : Terdapat faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit sekarang.


3.

Riwayat penyakit pada keluarga


Riwayat penyakit kejang disertai demam : diakui, ibu pasien saat berumur 1,5 tahun
Riwayat kejang tanpa demam

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Kesan :Terdapat penyakit keluarga yang sama yang ditularkan dari keluarga yang
berhubungan dengan penyakit pasien sekarang.

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

4. Pohon Keluarga

Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: pasien
Kesan : Terdapat riwayat penyakit yang sama pada keluarga yaitu pada ibu pasien
RIWAYAT PRIBADI
1.

Riwayat kehamilan dan persalinan


a.

Riwayat kehamilan ibu pasien


Ibu P1A0 Hamil saat usia 25 tahun. Ibu memeriksakan kehamilannya rutin ke bidan desa,
Ibu tidak pernah mual dan muntah berlebihan, tidak ada riwayat trauma maupun infeksi
saat hamil, sesak saat hamil (-), merokok saat hamil (-), kejang saat hamil (-). Tekanan
darah ibu dinyatakan normal. Berat badan ibu dinyatakan normal dan mengalami

b.

kenaikan berat badan selama kehamilan. Perkembangan kehamilan dinyatakan normal.


Riwayat persalinan ibu pasien
Ibu melahirkan pasien dibantu oleh dokter, umur kehamilan 9 bulan 10 hari, persalinan
secara caesar ats indikasi kala 1 lama, presentasi kepala, bayi langsung menangis dengan
berat lahir 3800 gram dan panjang badan 50 cm, tidak ditemukan cacat bawaan saat lahir.

c.

Riwayat paska lahir pasien


Bayi Laki-laki BB 3800 gram, setelah lahir langsung menangis, gerak aktif, warna kulit
kemerahan, tidak ada demam atau kejang. ASI keluar hari ke-2, setelah ASI keluar bayi
langsung dilatih menetek.
3

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Kesan: Riwayat ANC baik, riwayat persalinan baik, riwayat PNC baik.
2. Riwayat makanan
0-6 bulan
: ASI
6-12 bulan
:susu formula, buah buahan (pisang, pepaya), diselingi nasi tim.
1-2 tahun
: susu formula, diselingi nasi, lauk dan kuah sayur.
Kesan : Pasien mendapat ASI eksklusif, kualitas makanan cukup, kuantitas makan cukup.
3. Riwayat perkembangan dan kepandaian
Motorik Kasar

Motorik Halus

Duduk sendiri
(9 bulan)

Memegang
benda (4 bulan)

Belajar berjalan
(12 bulan)

Bahasa
Menoleh ke
sumber suara
(5 bulan)
Berbicara baik
(2 tahun)

Personal Sosial
Tersenyum
(2 bulan)
Bermain dengan
keluarga
(9 bulan)

Kesan : Motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial sesuai usia. (Denver II)
4. Riwayat Vaksinasi
Vaksin
Hepatitis B
BCG
DPT

5.

I
0 hari
1 bulan
2 bulan

II
2 bulan
4 bulan

III
4 bulan
6 bulan

IV
6 bulan
-

V
-

VI
-

Polio
1 bulan
2 bulan
Campak
9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

4 bulan
-

6 bulan
-

18 bulan
-

Sosial, ekonomi, dan lingkungan


a. Sosial ekonomi
Ayah (30 tahun, petani) dan ibu (27 tahun, ibu rumah tangga) penghasilan keluarga
Rp 2.000.000/bulan dan keluarga merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan seharihari.
b. Lingkungan
Pasien tinggal bersama kedua orang tua pasien serta kakek dan nenek pasien. Rumah
terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, dan satu dapur dengan
disertai 1 kamar mandi yang berada di dalam rumah. Sumber air berasal dari sumur.
Rumah berlantai keramik dengan ventilasi yang cukup (terdapat 1 jendela tiap
ruangan).
4

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

6.

NO RM :

003041xx

Anamnesis sistem
Cerebrospinal

: kejang (+), delirium (-)

Kardiovaskuler

:sianosis (-), keringat dingin (-)

Respiratori

: batuk (-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), sesak nafas (-)

Gastrointestinal

: mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB(+) cair 3 kali

Urogenital

: BAK (+) dbn, nyeri berkemih (-)

Muskuloskeletal

: nyeri sendi (-), nyeri otot (-), bengkak (-)

Integumentum

: bintik merah (-), ikterik (-)

Otonom

: demam (+)

Kesan :
Terdapat masalah pada sistem cerebrospinal, otonom dan gastrointestinal yaitu kejang
disertai dengan demam dan BAB cair.

PEMERIKSAAN

Nama :An. A

JASMANI

Jenis Kelamin : Laki=laki

PEMERIKSAAN OLEH

Anjar Widarini, S.Ked

Umur : 2 tahun 7 bulan


Ruang : Melati
Kelas : II
20 April 2015

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: lemas

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign
TD: Tidak dilakukan
HR: 136x/menit
RR: 24x/menit
Suhu: 38,1C
Status Gizi
5

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

BB/TB: 15kg/100cm
BMI: 15 kg/m2
Z scores: -1
Kesimpulan : status gizi pasien baik menurut WHO

PEMERIKSAAN KHUSUS
Kulit
Kepala
Mata
Hidung
Leher
Kesan

: warna sawo matang, petechie (-), turgor kulit baik


: ukuran normocephal, rambut warna hitam, lurus, jumlah cukup
: mata cekung (-/-), ca (-/-), si (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor
: sekret (-/-), epistaksis (-/-), napas cuping hidung (-/-)
: pembesaran limfonodi leher (-), massa (-), kaku kuduk (-)
: pemeriksaan dalam batas normal.

Cor
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi

: ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis kuat angkat
: batas kanan atas
: SIC II linea parasternalis dextra
batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
batas kiri atas

: SIC II linea parasternalis sinistra

batas kiri bawah

: SIC V linea midclavicula sinistra

d. Auskultasi: BJ I-II normal reguler (+), bising jantung (-)


Kesan : Pada pemeriksaan fisik jantung dalam batas normal
Paru
Pemeriksaan
Inspeksi
Depan
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Kanan
Simetris

Kiri
Simetris

Ketinggalan gerak (-)

Ketinggalan gerak (-)

Retraksi dinding dada (-)


Fremitus (n) massa (-)
Sonor (+)
SDV (+), Rh (-), Wh (-)

Retraksi dinding dada (-)


Fremitus (n) massa (-)
Sonor (+)
SDV (+), Rh (-), Wh (-)
6

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

Belakang

NO RM :

003041xx

Inspeksi

Simetris

Simetris

Palpasi

Ketinggalan gerak (-)


Fremitus (n)

Ketinggalan gerak (-)


Fremitus (dan)

massa (-)
Perkusi
Sonor (+)
Auskultasi
SDV (+), Rh (-), Wh (-)
Kesan : Pada pemeriksaan fisik paru dalam batas normal

massa (-)
Sonor (+)
SDV (+), Rh (-), Wh (-)

Abdomen
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Hepar
Lien
Anogenital

: distended (-), sikatrik (-), massa (-)


: peristaltik (+) dbn
: timpani (+), undulasi (-)
: turgor kulit abdomen normal, nyeri tekan (-)
: tidak teraba membesar
: tidak teraba membesar
: tidak ada kelainan

Kesan : Pada pemeriksaan abdomen dalam batas normal


Ekstremitas : akral hangat (+), deformitas (-), kaku sendi (-),sianosis (-), edema (-)
Tungkai
Kanan

Lengan
Kiri

Kanan

Kiri

Gerakan

: bebas

bebas

bebas

bebas

Tonus

: normal

normal

normal

normal

Trofi

: eutrofi

eutrofi

eutrofi

eutrofi

Klonus Tungkai

: (-)

(-)

(-)

Reflek fisiologis

: biceps (+) normal, triceps (+) normal, reflek patella (+)

(-)

normal, reflek brachioradialis (+) normal, reflek achiles


(+) normal
Refleks patologis

: babinski (-), chaddock (-), oppenheim (-), gordon (-),

Meningeal Sign

: kaku kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-),


7

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

brudzinski III (-), brudzinski IV (-)


Sensibilitas

: dalam batas normal

Kesan : extremitas superior et inferior dan status neurologis dalam batas normal

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH RUTIN


(19 april 2015)
No
Parameter
Jumlah
1.
Hb
11.500
2.
Eritrosit
4,41
3.
Hematokrit
32,0
5.
MCV
82,5
6.
MCH
27,6
7.
MCHC
35,3
8.
Leukosit
10.980
8.
Trombosit
225.000
9.
Limfosit
19,9
10.
Monosit
9,6
11.
Segmen
69,6
Kesan :Pemeriksaan laboratorium didapatkan

Satuan
Nilai Rujukan
g/dl
11.50-18.00 g/dl
uL
4.00-5.50 x 106 / uL
%
32.00-44.00%
femtoliter
82.0-92.0 fl
pikograms
27.0-31.0 pg
g/dl
32.0.37.0g/dl
uL
5.000 10.000/ uL
uL
150.000-300.000/uL
%
25.0-40.0%
%
2.0-8.0%
%
50.0-70.0%
peningkatan leukosit dan monosit serta penurunan

limfosit.
RINGKASAN ANAMNESIS
Pasien laki-laki usia 2 tahun 7 bulan, datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan
kejang sebanyak 3x dalam sehari. Kejang berlangsung selama 5 menit kedua tangan dan

kaki kaku, mata melotot ke atas, pasien tidak sadarkan diri saat kejang.
Kejang didahului oleh demam yang tinggi mendadak menjelang sore dan malam hari.
BAB cair sebanyak 3 kali sedikit-sedikit dalam satu hari. Lendir (-) darah (-)
Terdapat riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit sekarang.
terdapat riwayat penyakit pada keluarga yang ditularkan pada pasien.
Riwayat ANC baik, persalinan SC atas indikasi kala 1 lama, riwayat PNC baik.
Pasien mendapatkan ASI eksklusif, kualitas makanan baik
Imunisasi dasar lengkap berdasarkan PPI sesuai usia pasien saat ini
8

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Perkembangan baik.
Keadaan sosial ekonomi cukup & kondisi lingkungan rumah cukup.
RINGKASAN PEMERIKSAAN FISIK
KU: CM
Vital sign
TD: tidak dilakukan
HR: 136x/menit
RR: 24x/menit
Suhu: 38,1C
Status gizi baik menurut WHO
Kulit : Petechie (-) turgor kulit baik
Kepala : ca (-), si (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : peristaltik (+) dbn, nyeri tekan (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-)
Extremitas superior et inferior dan status neurologis dalam batas normal
Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit dan monosit serta penurunan
limfosit.
DAFTAR MASALAH AKTIF / INAKTIF
Aktif
kejang (+) 3x berulang dalam 24 jam durasi 5 menit
Demam (+)
BAB cair (+) 3kali
lemas (+)
penurunan nafsu makan (+)

Inaktif
Tidak didapatkan
Diagnosa Kerja
Kejang Demam Kompleks et causa Gastroenteritis Akut Tanpa dehidrasi
RENCANA PENGELOLAAN
Rencana Tindakan
-

Nilai dan perbaiki airway, breathing, circulation

Obsevasi keadaan umum dan vital sign


9

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Pemeliharaan hidrasi dan nutrisi


Beri ojsigen 1-2l/menit jika pasien sesak

Rencana Terapi
-

Inf. KAEN 3A 12 tpm (makro)


Inj. amoxicillin 250mg/8jam
Inj. Dexametasone 2mg/12jam
Inj. Norages 125mg k.p

Paracetamol syrup 3x1

Zink 2x
L-bio 2x1
Jika kejang : 02 3lpm dan diazepam 2mg

Rencana Edukasi
- Menjelaskan kepada orangtua pasien mengenai penyakit yang diderita pasien.
- Memberitahu cara pencegahan kejang dengan selalu sedia obat penurun panas
- Kompres air hangat atau berikan obat penurun panas setiap anak panas
- Tidak memberikan makanan atau minuman apapun saat kejang dan segera bawa ke rumah
Sakit
PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam


Quo ad sanam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tgl
20/04/15

S
Kejang (-)

O
Umur : 2 tahun 7 bulan,

A
Kejang

P
Observasi KU

demam (+) BAB BB : 15 kg


HR: 132 x/mnt, RR: 24
cair 3x dalam

demam

dan VS
-Inf. KAEN 3A

sehari. Lendir

GEA tanpa

kompleks e/c

12 tpm (makro)
10

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

(-) darah (-),


mual (-) muntah
(-), nafsu makan
berkurang,
batuk (-)

x/mnt, S: 37,1C
Status gizi : gizi baik
Status generalisata
Kepala : ukuran
normocephal
Mata : Ca (-/-), si (-/-),

NO RM :

dehidrasi
Status

003041xx

-Inj. amoxicillin
250mg/8jam
gizi -Inj.

baik

Dexametasone
2mg/12jam
-Inj.
Norages

reflek cahaya (+/+)


Leher : pembesaran

125mg k.p
-Paracetamol

limfonodi leher (-),


Thorax : simetris, retraksi

syrup 3x1
-Zink 2x
-L-bio 2x1

(-), ketinggalan gerak (-), BJ


I-II normal reguler, SDV (+/

-Jika kejang : 02

+) Rh (-/-) Wz (-/-)
Abd : NT (-), BU (+)
Extremitas : extremitas

3lpm

dan

diazepam 2mg

superior et inferior dalam


batas normal

21/04/15

Pasien sudah

Umur : 2 tahun 7 bulan,

Kejang

Observasi KU

tidak panas, dan

BB : 15 kg
HR: 82 x/mnt, RR: 24

demam

dan VS
-Inf. KAEN 3A

tidak kejang
BAB cair (-),
makan/minum
(+), mual (-),
muntah (-),
batuk (-), pilek
(-), BAK (+),
pusing (-)

x/mnt, S: 36,5C Status


gizi : gizi baik
Status generalisata
Kepala : ukuran
normocephal
Mata : Ca (-/-), si (-/-),
reflek cahaya (+/+)
Leher : pembesaran
limfonodi leher (-),
Thorax : simetris, retraksi
(-), ketinggalan gerak (-), BJ
I-II normal reguler, SDV (+/

kompleks e/c
GEA tanpa
dehidrasi
Status
baik

gizi

12 tpm (makro)
-Inj. amoxicillin
250mg/8jam
-Inj.
Dexametasone
2mg/12jam
-Inj. Norages
125mg k.p
-Paracetamol
syrup 3x1
-Zink 2x
-L-bio 2x1
11

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

+) Rh (-/-) Wz (-/-)
Abd : NT (-), BU (+)
Extremitas : ext sup et inf

-Jika kejang : 02
3lpm

Pasien

sudah Umur : 2 tahun 7 bulan,

dan

diazepam 2mg

dbn

22/05/14

003041xx

Kejang

Observasi

tidak panas, dan BB : 15 kg

demam

dan VS

tidak

kompleks e/c -Inf. KAEN 3A

kejang

BAB cair (-),

HR: 80 x/mnt, RR: 20

x/mnt, S: 36C
makan/minum
Status gizi : gizi baik
(+), mual (-), Status generalisata
Kepala : ukuran
muntah
(-),
normocephal
batuk (-), pilek Mata : Ca (-/-), si (-/-),
(-), BAK (+), reflek cahaya (+/+)
Leher : pembesaran
pusing (-)
limfonodi leher (-),
Thorax : simetris, retraksi
(-), ketinggalan gerak (-), BJ
I-II normal reguler, SDV (+/
+) Rh (-/-) Wz (-/-)
Abd : NT (-), BU (+)
Extremitas : extremitas

GEA

tanpa 12 tpm (makro)

dehidrasi
Status
baik

KU

-Inj. amoxicillin
gizi 250mg/8jam
-Inj.
Dexametasone
2mg/12jam
-Inj.

Norages

125mg k.p
-Paracetamol
syrup 3x1
-Zink 2x
-L-bio 2x1
-Jika kejang : 02

superior et inferior dalam

3lpm

batas normal

diazepam 2mg

dan

12

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Umur : 2 tahun 7 bulan,


BB : 15 kg
HR: 80 x/mnt, RR: 20
x/mnt, S: 36C
Status gizi : gizi baik
Status generalisata
Kepala : ukuran
normocephal
Mata : Ca (-/-), si (-/-),
reflek cahaya (+/+)
Leher : pembesaran
23/04/15

Pasien

sudah

limfonodi leher (-),


Thorax : simetris, retraksi

tidak panas, dan

(-), ketinggalan gerak (-), BJ Kejang


tidak
kejang
demam
I-II normal reguler, SDV (+/
kompleks e/c
BAB cair (-),
+) Rh (-/-) Wz (-/-)
GEA tanpa
makan/minum
Abd : NT (-), BU (+)
dehidrasi
Extremitas : extremitas
(+), mual (-),
Status gizi
superior et inferior dalam
muntah
(-),
baik
batas normal
batuk (-), pilek

BLPL
Amoxal 3x1cth
Paracetamol
syrup 3x1
L-bio 2x1
Zink 2x1/2

(-), BAK (+),


pusing (-)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Kejang

13

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Seizure adalah cetusan aktivitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak
dan bersifat sementara di antara saraf-saraf diotak yang tidak dapat dikendalikan.
Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacammacam, dapat berupa penurunan kesadaran,gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik
(kelojotan), konvulsi dan fenomenapsikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari
seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut
sebagai epilepsi (ayan).Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak
otot-otot yang tidak bias dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang
lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi
dari seizure.(1)
2. Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 380C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.1,2 Nilai
ambang kejang antara suhu (38,8 - 41,4)0C. Biasanya terjadi pada anak berusia 6
bulan sampai dengan 5 tahun). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam. Bila anak berusia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,
atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.2,3

B. EPIDEMIOLOGI
Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4
tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang
demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya
setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi/ namun, beberapa pasien masih
dapat mengalami kejang demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun.4

14

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada anak umur
kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan
sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Di Jepang
angka kejadian kejang demam adalah 9-10%.5
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian
hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna,
sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Kejang demam juga dapat
mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian
tingkat akademik.6
C. FAKTOR RISIKO
Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu: demam,
usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat pre-eklamsi pada ibu,
hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat
lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang akibat
toksik, trauma kepala).3,4
1. Faktor demam.
Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8oC aksila atau di atas
38,3oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang tersering
pada anak disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus merupakan penyebab terbanyak.
Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang. 4
Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan
eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan
metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat
celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat sebesar 10-15%, sehingga
meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen. 4,9
Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan otak.
Pada keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi sehingga menggangu fungsi
15

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

normal pompa Na+. Permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ meningkat,
sehingga menurunkan nilai ambang kejang dan memudahkan timbulnya bangkitan
kejang. Demam juga dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi
terganggu. 4,9
Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh berkisar
38,9C-39,9C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu tubuh 37C-38,9C
sebanyak 11% dan sebanyak 20% kejang demam terjadi pada suhu tubuh diatas 40oC.4
2. Faktor usia
Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu 4:
1.

Neurulasi

2.

Perkembangan prosensefali

3.

Proliferasi neuron

4.

Migrasi neural

5.

Organisasi

6.

Mielinisasi.

Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai migrasi


neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih berlanjut sampai tahuntahun pertama paskanatal. Kejang demam terjadi pada fase perkembangan tahap
organisasi sampai mielinisasi. Fase perkembangan otak merupakan fase yang rawan
apabila mengalami bangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi.4
Pada keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor untuk asam
glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya

reseptor GABA

sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan
dibanding inhibisi. 4,9
16

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator,


berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di hipokampus
tinggi dan berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam. 4,9
Anak pada masa developmental window merupakan masa perkembangan otak
fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada masa ini, apabila
anak mengalami stimulasi berupa demam, maka akan mudah terjadi bangkitan
kejang. 4,9
Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus terjadi pada
anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan kejadian paling sering pada
anak usia 18 sampai dengan 24 bulan.4
3. Riwayat keluarga
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan

kejang

demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan sekitar
60-80%.
Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka anaknya
beresiko sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai

riwayat pernah

menderita kejang demam maka resikonya meningkat menjadi 59-64%. Sebaliknya


apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat kejang demam maka risiko
terjadi kejang demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu
dibandingkan ayah yaitu 27% berbanding 7%.4
4. Faktor Prenatal dan Perinatal
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan
berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan diantaranya
hipertensi dan eklamsia, sedangkan gangguan pada persalinan diantaranya trauma
persalinan. Hipertensi

pada

ibu dapat menyebabkan

aliran darah ke plasenta

berkurang sehingga berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin, prematuritas


dan BBLR. Komplikasi persalinan diantaranya partus lama. Keadaan tersebut dapat
17

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

mengakibatkan janin dengan asfiksia sehingga akan terjadi hipoksia dan iskemia.
Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah hipokampus, rusaknya faktor inhibisi dan
atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada
rangsangan yang memadai seperti demam.4
5. Faktor Paskanatal
Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila serangan
berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf

pusat seperti

meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi lainnya. Ensefalitis virus
berat seringkali mengakibatkan terjadinya kejang. Di negara-negara barat penyebab
yang paling umum adalah virus Herpes

simplex (tipe l) yang menyerang lobus

temporalis.4
Selain infeksi, ditemukan bukti bahwa cedera kepala memicu kejadian kejang
demam pada anak sebesar 20,6%
D. .ETIOLOGI
Peranan infeksi pada sebagian terbesar kejang demam adalah tidak spesifik dan
timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demam yang terjadi. Ada
beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,
misalnya:
a.

Demam itu sendiri

b.

Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak

c.

Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

d.

Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

e.

Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui

atau ensefalopati toksik sepintas


f.

Gabungan semua faktor tersebut di atas


18

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Infeksi viral paling sering ditemukan pada kejang demam. Hal ini mungkin
disebabkan karena infeksi viral memang lebih sering menyerang pada anak, dan
mungkin bukan merupakan sesuatu hal yang khusus. Demam yang disebabkan oleh
imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang
setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi
terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak).10
Millichap, di Amerika Serikat mendapatkan bahwa pada 144 episode kejang
demam pada 110 anak, penyebab demamnya adalah tonsilitis atau faringitis akut 54%,
otitis media akut 17%, morbili 7%, bronkitis atau pneumonia akut 6%, gastroenteritis
3%, varisela 2%, roseola infantum 1,5%, mumps (gondongan) 1,5%, rubela 0,5%,
herpangina 0,5% dan tidak diketahui 7%.10
E. KLASIFIKASI
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana ( simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
(epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif
epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya
kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.3
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria Livingston
tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang
demam sederhana ialah:2
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

19

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar

kelainan yang menyebabkan

timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.2


Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu :
a. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang menyeluruh yang
berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang dalam 24 jam.
b. Kejang demam kompleks( Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal (hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15 menit dan atau berulang
dalam waktu singkat ( selama demam berlangsung).
Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang
demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.3,6,7

F. PATOFISIOLOGI
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik
yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik
berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel syaraf, seperti juga sel hidup
umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran yaitu selisih potensial
antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel.
Dalam keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial
membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu 4 :

20

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada
hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi

pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.


Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia.
Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan
neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya
ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa

pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksireaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis,
terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga
Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran
cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat. 4
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot,
dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah
lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi
perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas
motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena
kegagalan metabolisme di otak. 4
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut 4:
- Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang

belum

matang/immatur.
Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan

permiabilitas membran sel.


Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang
akan merusak neuron.

21

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan


oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk
sel.

G. MANIFESTASI KLINIS
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun dan sadar embali tanpa defisit neurologis. Kejang demam kompleks

22

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa
jam sampai beberapa hari.1,8
Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapat dilihat
pada tabel berikut 4:
Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

H. DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain dapat
disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala, ketidakseimbangan
elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari beberapa diagnosis banding tersebut,
meningitis merupakan penyebab kejang yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian
meningitis pada kejang yang disertai demam yaitu 2-5%. 6
Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi pada
sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola. Lebih dari 50%
kejadian kejang demam pada anak kurang dari 3 tahun berhubungan dengan infeksi virus
herpes (Human Herpes Virus 6 dan 7).6
Hal hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu 11 :
Adanya kejang, jenis kejang , kesadaran, lama kejang
Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca kejang
Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas
-

akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media akut/OMA, dll)


Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga
Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia)

23

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain 11:


-

Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran


Suhu tubuh: apakah terdapat demam
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Lasuque dan
pemeriksaan nervus cranial
Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB) membonjol, papil edema
Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran pernapasan, faringitis,
otitis media, infeksi saluran kemih dan lain sebagainya yang merupakan penyebab demam
Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis11
Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat untuk dilakukan

pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jika terdapat komplikasi atau penyakit
lain yang mendasari seperti gangguan keseimbangan elektrolit yang berkaitan dengan
dehidrasi akibat infeksi saluran gastrointestinal. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya
dilakukan untuk mencari penyebab demam diantaranya pemeriksaan kultur urin untuk
melihat ada tidaknya infeksi saluran kemih jika ternyata tidak ditemukan fokus infeksi dari
pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium, fosfor, magnesium dan
glukosa yang biasa dilakukan pada pasien kejang tanpa demam juga kurang memberikan arti
yang bermakna jika dilakukan pada pasien kejang demam sederhana.7
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EEG (elektroensefalogram).
EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering
asimetris kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG
dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan 3 sampai 7
hari setelah serangan kejang. Namun, perlambatan EEG ini kurang mempunyai nilai
prognostik dan kejadian kejang berulang dikemudian hari atau perkembangan ke arah
epilepsi. Saat ini sudah tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EEG pada pasien
kejang demam sederhana karena hasil pemeriksaan yang kurang bermakna.1
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi kecil seringkali
sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas, oleh
karena itu pemeriksaan pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur < 6-12 bulan,
sangat dianjurkan pada bayi berumur 12-18 bulan dan tidak rutin dilakukan pada bayi
berumur >18 tahun jika tidak disertai riwayat dan gejala klinis yang mengarah ke
meningitis.1,2,6,9
24

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi kejang demam
sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan pada kejang demam kompleks sekalipun.
Pemeriksaan radiologi misalnya Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan untuk
mengevaluasi ada tidaknya kerusakan di otak misalnya di daerah hipokampus jika penyebab
kejang masih belum diketahui.
Secara umum, perlu tidaknya pemeriksaan penunjang dilakukan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini8:
Tabel 2. Pemeriksaan penunjang pada kejang yang disertai demam

Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjang baik berupa
pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karena kejang demam sederhana
didiagnosis berdasarkan gambaran klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding kejang yang disertai dengan demam seperi meningitis. 8
Diagnosis kejang demam sederhana menurut konsensus ikatan dokter anak Indonesia yaitu
jika memenuhi kriteria sebagai berikut 2:
- Terjadi pada anak usia 6 bulan - 5 tahun
- Kejang berlangsung singkat, tidak melebihi 15 menit
- Kejang umumnya berhenti sendiri
- Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal
- Kejang tidak berulang dalam 24 jam
I. TATALAKSANA
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu 1:
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pada waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang harus dilakukan
ialah membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkan apabila muntah untuk
25

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir
dilakukan secara teratur, diberikan terapi oksigen dan jika perlu dilakukan intubasi. 1
Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan
fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan
pemberian antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan ketika anak demam (> 38,5oC). Dosis parasetamol yang digunakan
ialah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.2
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan
tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan secara intravena dan dalam
waktu 5 menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 35 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Untuk memudahkan orangtua di rumah dapat
diberikan diazepam rektal dengan dosis 1,2:
o 5 mg pada anak dengan berat badan < 10 kg
o 10 mg untuk berat badan anak > 10 kg
Buccal midazolam (0.5 mg/kg; dosis maximal 10 mg) dikatakan lebih efektif
daripada diazepam per rektal pada anak.10
Tabel 3. Dosis obat anti konvulsi untuk kejang demam10

26

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak pada bagan berikut ini 12:
Gambar 2. Tatalaksana kejang demam12

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena sering berulang dan
menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2 cara profilaksis yaitu proflaksis
intermiten pada waktu demam dan profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap
hari. 1
Untuk profilaksis intermiten, antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien
demam. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke jaringan otak.
Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat

27

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam pada kenaikan suhu mencapai 38,5 oC atau lebih
yaitu dengan dosis 1:
- 5 mg untuk pasien dengan berat badan < 10 kg
- 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg
Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam ialah ataksia, mengantuk
dan hipotonia.1
Untuk profilaksis terus-menerus dilakukan dengan pemberian fenobarbital 45mg/kgBB/hari dengan kadar obat dalam darah sebesar 16g/ml menunjukkan hasil yang
bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital berupa
kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30-50% pasien.
Efek samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital.
Obat lain yang dapat digunakan yaitu asam valproat dengan dosis 15-40
mg/kgBB/hari. Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan kejang demam.
Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. 1
Adapun indikasi profilaksis terus-menerus yaitu sebagai berikut 1:
-

Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan
Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung
Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis

sementara dan menetap


Kejang demam terjadi pada bayi berumur < 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam
satu episode demam

J. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang memang sebelumnya normal.
Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang
baik fokal atau kejang umum. 2,5
28

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat kejang pertama
< 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang (<40C) dan timbulnya kejang yang cepat
setelah demam. Bila semua faktor tersebut terpenuhi maka resiko berulangnya kejang
demam 80 % sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut resikonya 10-15%.
Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama.2,5

BAB III
PEMBAHASAN
Penegakan Diagnosis Kejang Demam Kompleks dilakukan berdasarkan anamnesis,
Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang. Dari anamnesis didapatkan Pasien laki-laki usia 2
tahun 7 bulan, datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan kejang sebanyak 3x dalam sehari.
Kejang berlangsung selama 5 menit kedua tangan dan kaki kaku, mata melotot ke atas, pasien tidak
sadarkan diri saat kejang. Kejang didahului oleh demam yang tinggi mendadak menjelang sore dan
29

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

malam hari. BAB cair sebanyak 3 kali sedikit-sedikit dalam satu hari. Lendir (-) darah (-) Terdapat
riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit sekarang. terdapat riwayat penyakit
pada keluarga yang ditularkan pada pasien.
Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam kompleks yaitu Kejang dengan salah
satu ciri yaitu Kejang lama, lebih dari 15 menit, Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang
umum didahului kejang parsial, Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam7-8. Pada pasien ini
sudah memiliki faktor resiko terjadinya kejang demam yaitu adanya demam tinggi yang disebakan
gastroenteritis akut dan juga riwayat pada keluarga.
Dari pemeriksaan Fisik hanya didapatkan suhu yang meningkat 38,1 derajat celcius. Tidak
adanya rangsang meningeal dan refleks patologis menunjukan penyebab kejang pada pasien bukan
karena proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi
lumbal.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin didapatkan peningkatan leukosit dan
monosit serta penurunan limfosit menunjukan adanya infeksi dimana jumlah monosit yang dominan
menunjukan infeksi bakterial yang mengenai sistem gastrointestinal sehingga menyebabkan diare
akut.
Penatalaksanaan pasien ini tidak diawali dengan pengobatan pada fase akut karena saat anak
pertama kali datang di IGD sedang tidak kejang, diruangan bangsal pasien diberi Infus KAEN 3A 12
tpm (makro) untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit dengan kandungan kalium yang cukup
untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral yang terbatas.

Injeksi amoxicillin

250mg/8jam sebagai antibiotik karena diduga terdapat infeksi bakterial yang menyerang sistem
gastrointestinal. Injeksi Dexametasone 2mg/12jam sebagai kortikosteroid untuk emncegah edema
otak.

Paracetamol syrup 3x1 sebagai antipiretik untuk meurunkan demam dan profilaksis

intermiten. Zink 2x tab sebagai mikronutrien untuk penyembuhan diare . L-bio 2x1 untuk
emlindungi sistem pencernaan dan menjaga flora normal usus . Jika kejang beri penanganan fase
akutmembuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah
aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara
teratur, diberikan terapi oksigen 02 3lpm dan diazepam 2mg sebagai anti kejang.

30

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

31

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

003041xx

DAFTAR PUSTAKA
1. Kusuma, D., Yuana I., (2010), Korelasi antara Kadar Seng Serum dengan Bangkitan Kejang
Demam, (Tesis), Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis,
IlmuKesehatan Anak, Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
2. Fuadi, F., (2010), Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak, (Tesis), Universitas
Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
3. Jones, T., Jacobsen, S.J., (2007), Childhood Febrile Seizures: Overview and Implications, Int.
J. Med. Sci. 4(2):110-114.
4. Scheffer, I.E., Sadleir, L.G., (2007), Febrile Seizures, BMJ;334;307-311.
5. Ministry of Health Service, (2010), Guidelines and Protocols : Febrile seizures, British
Columbia Medical Assosiation.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter anak
Indonesia Jilid 1.
7. Mangunatmadja, I., Widodo, D.P., (2011), Simposium dan Workshop Tata Laksana Terkini
Kejang Demam dan Epilepsi pada Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Kalimantan
Barat.
8. Hirlan. 2009. Gastritis. Dalam Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus
Simadibrata K., Siti Setiati. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid I.
Jakarta. Internal Publishing.
9. Istiantoro, Yati H. & Vincent H. S. Gan. 2007. Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik
Betalaktam Lainnya. Dalam Gunawan, Sulistia Gan, Rianto Setiabudy & Elysabeth. 2007.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Departemen Farmakologi dan Terapi FK UI.
10. Dewoto, R. Hedi. 2007. Histami dan Antialergi. Dalam Gunawan, Sulistia Gan, Rianto
Setiabudy & Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Departemen Farmakologi dan
Terapi FK UI.
11. Estuningtyas, Ari & Azalia Arif. 2007. Obat Lokal. Dalam Gunawan, Sulistia Gan, Rianto
Setiabudy & Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Departemen Farmakologi dan
Terapi FK UI

32

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM :

SAJIAN KASUS I
KEJANG DEMAM KOMPLEKS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing:
dr. A. Septiarko, Sp. A
Dr.Hj. Elief Rohana, Sp.A. M.Ke

Diajukan Oleh:
Anjar Widarini, S. Ked

J510145015

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
33

Anda mungkin juga menyukai