Anda di halaman 1dari 3

Hidrolisis Sukrosa dan Pati (Kanji)

Teori yang mendasari hidrolisis pati menurut Feseenden adalah, pati (starch) atau amilum
merupakan polisakarida yang terdapat pada sebagian besar tanaman, terbagi menjadi dua
fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa (+- 20 %) memilki strusktur linier dan dengan
iodium memberikan warna biru serta larut dalam air. Fraksi yang tidak larut disebut
amilopektin (+- 80 %) dengan struktur bercabang. Dengan penambahan iodium fraksi
memberikan warna ungu sampai merah. Patai dalam suasana asam bila dipanaskan akan
terhidrolisis menjdi senyawa-senyawa yang lebih sedrhana. Hasil hidrolisis dapat dengan
iodium dan menghaislkan warna biru samapi tidak berwarna. Hasil akhir hidrolisis dapat
ditegaskan dengan uji Benedict.
Eksperimen yang pertama kami lakukan adah penentuan pH optimum untuk hidrolisis pati
atau kanji dengan amylase air ludah. Sebelumnya kami mengumpulkan air ludah atau liur
terlebih dahulu dari salah seorang praktikan. Penambahan air liur pada pati di awal sebelum
proses ini berfungsi sebagai enzim yang akan mengkatalisis proses hidrolisa senyawa pati,
karena pada air liur terdapat enzim amylase yang akan mengubah amilum menjadi maltosa,
dan pati merupakan amilum. Amylase pada air ludah ini juga sering disebut dengan enzim
ptialin. Proses perubahan amilum menjadi maltosa merupakan hidrolisis. Seperti pada
website rismakafiles wordpress, bahwa Bila amilum ditambahkan air liur (amilase) maka
molekul-molekulnya akan terhidrolisis manjadi maltosa dengan BM 360 dan glukosa.
Amilosa merupakan suatu polimer linear yang terdiri dari unit-unit D-glukosa dalam ikatan
1,4 glukosida. Berbeda dengan amilopektin, amilosa merupakan suatu polisakarida yang
bercabang dan terdiri dari unit-unit D-glukosa dalam ikatan. Tanpa adanya enzim amylase
pati akan susah untuk terhidrolisis menjadi komponen sakar sakarnya.
Disini kami memakai 4 tabung reaksi yang telah diisi dengan 3 mL larutan kanji pada setiap
tabungnya. Pada tabung pertama kami menambahkan 1 mL HCl 0.5 M, kemudian kami
mencampurnya dengan cara mengocok tabung reaksi. Setelah kami kocok, terdapat banyak
butiran putih dan warna sedikit keruh. Warna keruh ini disebabkan karena warna larutan kanji
yang keruh itu sendiri.
Pada tabung kedua dengan perlakuan yang sama, hanya saja HCl 0.5 M kami ganti dengan
HCl 0.05 M. Setelah dikocok didapat warna yang juga keruh, tetapi butiran butiran terdapat
sedikit jika dibandingkan dengan tabung reaksi 1. Kemungkinan ini terjadi karena adanya
perbedaan konsentrasi. Semakin besar konsentrasinya maka butiran akan semakin banyak.
Tetapi banyak sedikitnya butiran disini bukanlah masalah karena tidak berpengaruh terhadap
reaksi hidrolisis nantinya.
Pada tabung ketiga dengan perlakuan yang sama pula, hanya saja HCl diganti dengan
aquades. Setelah dikocok warna menjadi keruh dengan butiran yang jauh lebih kecil dan
sedikit.
Pada tabung keempat dengan perlakuan yang sama, dengan HCl diganti dengan NaCO3 0.5
M. Setelah dikocok warna menjadi keruh keunguan, terdapat banyak butiran yang lebih besar.
Setelah tabung tabung reaksi diberi reagen yang berbeda beda, tabung tabung itu
kemudian diberi air ludah encer sebanyak 1 mL. Air ludah encer ini didapat dari pengenceran
dengan penambahan aquades secukupnya.
Setelah semua tabung reaksi diberi air ludah, larutan dari keempat tabung reaksi ini
diteteskan beberapa tetes pada pelat tetes yang telah diberi iodine. Iodine yang kami gunakan
berwarna kuning, dan encer karena latutan iodine yang lebih pekat akan menyulitkan
praktikan dalam membedakan perubahan warna yang terjadi. Dari pencampuran antara
larutan kanji dengan larutan iodine kami mengamati perubahan warna yang terjadi dari
keempat larutan yang berasal dari empat tabung rekasi dengan komposisi yang berbeda.
Kami mengamati mulai dari 30 detik pertama hingga tiap menit dengan memberi larutan

kanji pada larutan iodine yang lain. Kami mengamati hingga 10 menit.
Pada tabung 1. Hingga 10 menit tetap tidak terjadi perubahan pada warna. Warna larutan
iodine yang diberi larutan kanji ini tetap berwarna hitam pekat. Ini berarti pada tabung ini
tidak ada reaksi hidrolisis, karena adanya reaksi hidrolisis ditandai dengan berubahnya warna
hitam menjadi bening. Hal ini dikarenakan adanya pencampuran dengan HCl. HCl
merupakan reagen, dengan adanya reagen reaksi hidrolisis menjadi terhambat. Adanya warna
hitam pekat itu dikarenakan amilosa, yang tersusun atas 20% pati, daan unit-unit glukosa
membentuk rantai lurus yang berikatan menurut 1,4 glikosida. Dalam larutan rantai ini
berbentuk heliks (spiral) karena adanya ikatan dengan konfigurasi a pada setiap unit glukosa.
Bentuk tabung dari molekul spiral ini yang menyebabkan amilosa dapat berikatan kompleks
dengan molekul iodium yang masuk membentuk senyawa berwarna biru tua atau hitam
pekat.
Pada tabung 2. Hingga 10 menit tetap tidak terjadi perubahan warna seperti pada tabung 1.
Ini dikarenakan adanya HCl meskipun konsentrasi yang dipakai lebih kecil, namun tetap saja
HCl merupakan reagen yang akan menghambat reaksi hidrolisis pati oleh enzim amylase.
Pada tabung 3. Setelah 1 menit mulai terjadi perubahan pada larutan kanji yang diberi
aquades ini. Larutan ini semakin bening, dan warna hitam pekat yang diakibatkan
pencampuran antara larutan iodine dengan larutan kanji mulai menghilang. Setelah 5 menit
larutan ini menjadi bening, tanpa adanya warna hitam sama sekali. Ini terjadi karena yang
dicampurkan dalam larutan kanji adalah aquades. Aquades bukanlah reagen, dan aquades
memiliki pH netral, tidak asam maupun tidak basa. Sehingga pencampuran aquades tidak
akan menghambat reaksi hidrolisis pati yang dibantu oleh enzim amylase.
Pada tabung 4. Hingga 10 menit tetap tidak terjadi perubahan warna seperti pada tabung 1.
Ini dikarenakan adanya NaCO3 merupakan reagenyang akan menghambat reaksi hidrolisis
pati oleh enzim amylase. Adanya warna hitam pekat itu dikarenakan amilosa, yang tersusun
atas 20% pati, daan unit-unit glukosa membentuk rantai lurus yang berikatan menurut 1,4
glikosida. Dalam larutan rantai ini berbentuk heliks (spiral) karena adanya ikatan dengan
konfigurasi a pada setiap unit glukosa. Bentuk tabung dari molekul spiral ini yang
menyebabkan amilosa dapat berikatan kompleks dengan molekul iodium yang masuk
membentuk senyawa berwarna biru tua. Namun pada menit pertama terlihat warna ungu
muda, hal ini mungkin terjadi karena iodine yang diberikan hanya sedikit, sehingga
perubahan warna tidak sepekat yang lainnya selain itu larutan kanji yang dipai juga hanya
sedikit sehingga tidak dapat membuat warna yang pekat karena larutan kanji yang sedikit
berarti amylum yang terdapat disana juga sedikit.
Dari eksperimen ini dapat disimpulkan bahwa yang mengalami hidrolisis ada pada tabung 3,
kemudian kami menghitung pH tabung 3 dengan menggunakan pH paper. pH yang diperoleh
adalah 5. Berarti pH optimum untuk hidrolisi kanji (pati) adalah 5, yaitu pada kondisi asam.
Eksperimen kedua adalah menentukan temperatur yang optimum untuk hidrolisis kaji atau
pati dengan amylase air ludah. Adapun proses yang dilakukan adalah dengan menambahkan
kurang lebih 3 ml larutan kanji atau sebanyak 30 tetes pada setiap tabung reaksi. Kami
memakai 3 tabung reaksi yang diletakkan pada kondisi yang berbeda. Berikut hasil percobaan
yang telah kami lakukan:
Pada tabung 1. Kami meletakkan tabung ini pada suhu kamar yaitu 250C, kami meletakkan
tabung ini pada suhu kamar hingga 5 menit. Setelah itu kami memberi larutan kanji dengan
air ludah yang telah diencerkan yang telah kita ketahui bahwa airt ludah ini mengandung
enzim amylase. Kemudian kami memperlakukan seperti pada percobaan pertama, yaitu
meneteskan larutan kanji ini pada pelat tetes yang telah diberi iodine, tapi kami
melakukannya hingga 5 menit. Hasil yang kami peroleh adalah tabung 1 tetap berwarna
pekat. Ini berarti suhu 250C bukanlah temperatur yang optimal untuk membuat enzim
amylase bekerja dengan baik dalam membantu reaksi hidrolisis.

Pada tabung 2. Kami meletakkan tabung ini pada suhu 400C, kami meletakkannya pada gelas
kimia dengan air yang bersuhu 400C, dan kami menjaganya agar suhunya tetap. Setelah 5
menit kami memberi larutan kanji ini dengan air ludah. Kemudian kami memperlakukan
seperi pada tabung 1. Hasil yang diperoleh adalah terjadi reaksi hidrolisis sejak menit
keempat, rekasi ini dapat diketahui oleh adanya perubahan warna dari pekat ke bening.
Pada tabung 3. Kami meletakkan tabung pada aquades yang mendidih. Setelah 5 menit kami
memberi larutan kanji ini dengan air ludah. Kemudian kami memperlakukan sama seperti
pada tabung tabung yang lain. Hasil yang diperoleh adalah tidak terjadi reaksi hidrolisis
bahkan hingga 5 menit, warna tetap pekat. Tidak ada perubahan sedikit pun. Ini berarti
meletakkan pada air yang mendidih bukanlah temperatur yang optimum.
Dari percobaan pada ketiga tabung reaksi ini, dapat diketahui bahwa yang merupakan kondisi
temperatur optimum adalah pada suhu 400C.
Setelah kami memperoleh pH optimal dan temperatur optimal, kami melakukan eksperimen
berikutnya. Yaitu mencari kecepatan hidrolisis kanji dengan amylase Air ludah pada kondisi
optimum, dengan membandingkan antara pH optimal dengan temperatur optimal.
Perlakuan yang kami lakukan sama seperti pada 2 eksperimen sebelumnya, yaitu dengan cara
uji iodine. Namun, kami tidak meletakkannya pada plat tetes tetapi kami langsung
meneteskan iodine pada tabung reaksi. Karena keduanya merupakan kondisi yang optimum,
tentu saja kedua tabung reaksi ini akan mengalami hidrolisis yang membuat warna menjadi
bening. Kami memperkirakan reaksi hidrolisis akan terjadi hanya dalam hitungan detik,
karena keduanya merupakan kondisi optimum. Perkiraan kami ternyata benar. Dalam 43
detik saja tabung reaksi dengan temperatur yang optimum yaitu 400C telah mengalami
hidrolisis, dapat dibuktikan dengan berubahnya warna kanji menjadi bening. Kemudian
setelah 17 detik berlalu, sehingga total 60 detik, larutan kanji pada tabung reaksi dengan pH
optimal menyusul menjadi bening juga.
Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa, temperatur optimal 400C membuat enzim amylase
lebih cepat dalam membantu proses hidrolisis pada kanji. Kemudian barulah pH optimal.
Namun keduanya tentu membantu encim amylase dalam mempercepat kerjanya, karena
kondisi optimal juga mempengaruhi kinerja enzim.

Anda mungkin juga menyukai